Kapankah wahyu pertama kali diturunkan kepada nabi muhammad saw

Setelah wahyu pertama turun di Gua Hira Nabi tidak lagi mendapat wahyu.

Republika/Mardiah

Nabi Muhammad SAW dan Masa Terputusnya Wahyu. Ilustrasi Rasulullah

Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Yunahar Ilyas

Baca Juga

Kapankah lima ayat pertama itu diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW? Dalam Surat Al-Baqarah ayat 185 dijelaskan oleh Allah SWT bahwa Alquran diturunkan (pertama kali) pada bulan Ramadhan.

Allah SWT berfirman:

شَهۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدٗى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٖ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِۚ

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil…” (QS. Al-Baqarah 2: 185)

Dalam ayat tersebut tidak dijelaskan tanggalnya. Menurut para mufassir dan ulama Ulumul Qur’an, lima ayat tersebut diturunkan pada malam 17 Ramadhan. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan Surat Al-Anfal ayat 41:

۞وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّمَا غَنِمۡتُم مِّن شَيۡءٖ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُۥ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِ إِن كُنتُمۡ ءَامَنتُم بِٱللَّهِ وَمَآ أَنزَلۡنَا عَلَىٰ عَبۡدِنَا يَوۡمَ ٱلۡفُرۡقَانِ يَوۡمَ ٱلۡتَقَى ٱلۡجَمۡعَانِۗ وَٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٌ

“Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqân, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.S. Al-Anfal 8:41)

Yang dimaksud dengan hari Al-Furqan ialah hari jelasnya kemenangan orang Islam dan kekalahan orang kafir, yaitu hari bertemunya dua pasukan di peperangan Badar, pada hari Jum’at 17 Ramadhan tahun ke 2 Hijriah. Tanggal itulah—bukan tahunnya–yang digunakan oleh para mufasir untuk menentukan tanggal turunnya Al-Qur’an pertama kali yang kemudian dikenal sebagai hari Nuzulul Qur’an. (Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an, 2016: 39-40)

Wahyu Terputus

Setelah wahyu pertama turun di Gua Hira Nabi Muhammad tidak lagi mendapatkan wahyu. Masa ini disebut oleh para sejarawan sebagai masa terputusnya wahyu.

Menurut Hamka, terputusnya wahyu kepada Nabi Muhammad itu sampai dua tahun (Tafsir Al-Azhar 29: 198). Nabi Muhammad sampai gelisah dan bingung kenapa Jibril tidak datang lagi. Bagaimana perasaan Nabi Muhammad ketika itu diungkapkan oleh Haekal panjang lebar sebagai berikut:

“Ia sedang menantikan bimbingan wahyu dalam menghadapi masalahnya itu, menantikan adanya penyuluh yang akan menerangi jalannya. Tetapi, wahyu itu terputus. Jibril pun tidak datang lagi kepadanya. Tempat di sekitarnya jadi sunyi, bisu. Ia merasa terasing dari orang dan dari dirinya. Kembali ia merasa dalam keakutan seperti sebelum turunnya wahyu. Konon Khadijah pernah mengatakan kepadanya:

“Mungkin Tuhan tidak menyukai engkau.”

Ia masih ketakutan, perasaan iu juga yang mendorong ia lagi pergi ke bukit-bukit dan menyendiri lagi dalam Gua Hira. Ia ingin membumbung tinggi dengan seluruh jiwanya, menghadapkan diri kepada Tuhan, akan menanyakan. Kenapa ia lalu ditinggalkan sesudah dipilih-Nya.

Kapankah wahyu pertama kali diturunkan kepada nabi muhammad saw

Infografis Tujuan Nabi Muhammad Kerap Menyendiri - (Republika.co.id)

Kecemasan Khadijah pun tidak pula kurang rasanya. Ia mengharapkan mati benar-benar kalau tidak karena merasakan adanya perintah yang telah diberikan kepadaya. Kembali lagi ia kepada dirinya, kemudian kepada Tuhannya.

Konon katanya pernah terpikir olehnya akan membuang diri dari atas Hira atau dari atas puncak gunung Abi Qubais. Apa gunanya lagi hidup kalau harapannya yang besar ini jadi kering lalu berakhir? (Sejarah Hidup Muhammad, hlm 86)

Menurut Muhammad Husain Haekal (hlm 87) menjawab kekhawatiran Nabi Muhammad itu turunlah Surat ad-Dhuha. Allah SWT berfirman:

وَٱلضُّحَىٰ وَٱلَّيۡلِ إِذَا سَجَىٰ مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَىٰ وَلَلۡأٓخِرَةُ خَيۡرٞ لَّكَ مِنَ ٱلۡأُولَىٰ وَلَسَوۡفَ يُعۡطِيكَ رَبُّكَ فَتَرۡضَىٰٓ أَلَمۡ يَجِدۡكَ يَتِيمٗا فَ‍َٔاوَىٰ وَوَجَدَكَ ضَآلّٗا فَهَدَىٰ وَوَجَدَكَ عَآئِلٗا فَأَغۡنَىٰ

“Demi waktu matahari sepenggalahan naik. Dan demi malam apabila telah sunyi (gelap) .Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan). Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu , lalu (hati) kamu menjadi puas. Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.” (Q,S. Adh-Dhuha 93:1-8)

Dalam surat itu ditegaskan oleh Allah SWT bahwa Dia tidak meninggalkan Muhammad dan tidak pula membencinya. Dengan turunnya Surat ini hati Nabi Muhammad kembali menjadi tenang.

Apa yang juga dikhawatirkan Khadijah, bahwa Allah tidak menyukai Nabi Muhammad juga tidak terbukti.

Tetapi menurut Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri dalam bukunya Ar-Rahiq al-Makhtum (hlm. 84) wahyu kedua yang turun bukan Surat adh-Dhuha, tetapi Surat al-Mudatsir. Allah SWT berirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡمُدَّثِّرُ قُمۡ فَأَنذِرۡ وَرَبَّكَ فَكَبِّرۡ وَثِيَابَكَ فَطَهِّرۡ وَٱلرُّجۡزَ فَٱهۡجُرۡ

“Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah! Dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah.” (Q.S. Al-Mudatsir 74: 1-5)

Para mufassir umumnya berpendapat Surat Al-Mudatsirlah yang turun setelah masa terputusnya wahyu, berdasarkan hadits berikut:

Dari Jâbir ibn Abdullah RA, dia berkata: Aku telah mendengar Nabi Muhammad SAW ketika beliau berbicara mengenai terputusnya wahyu, maka katanya dalam pembicaraan itu: “Ketika aku berjalan, aku mendengar suara dari langit. Lalu aku angkat kepalaku, tiba-tiba aku melihat malaikat yang mendatangi aku di gua Hira’ itu duduk di atas kursi antara langit dan bumi, lalu aku pulang dan aku katakan: Selimuti aku! Mereka pun menyelimuti aku . Lalu Allah menurunkan ( يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ ) sampai ( وَالرِّجْزَ فَاهْجُرْ ).” (H.R. Bukhâri dan Muslim, teks dari Bukhâri)

Menurut penulis ar-Rahiq al-Makhtum, masa terputusnya wahyu itu tidak sampai dua tahun, tetapi hanya beberapa hari saja. Paling lama hanya sepuluh hari saja.

Sepertinya pendapat ini tidak kuat, megingat Nabi Muhammad sampai gelisah dan kembali menyendiri ke Gua Hira. Kalau hanya beberapa hari saja tidak mungkin Nabi Muhammad langsung gelisah bahkan merasa ditinggalkan oleh Allah SWT.

Wahyu kedua ini sudah memberikan perintah kepada Nabi Muhammad untuk bangkit dan memberikan peringatan kepada kaumnya dan seluruh umat manusia. Artinya beliau sudah diangkat menjadi Rasul di samping seorang Nabi Muhammad. 

-----

Sumber: Majalah SM Edisi 19 Tahun 2018

https://www.suaramuhammadiyah.id/2020/12/30/nabi-muhammad-saw-8-wahyu-terputus/

Kapankah wahyu pertama kali diturunkan kepada nabi muhammad saw

sumber : Suara Muhammadiyah

Kapankah wahyu pertama kali diturunkan kepada nabi muhammad saw

Kapankah wahyu pertama kali diturunkan kepada nabi muhammad saw
Lihat Foto

SHUTTERSTOCK/Yongkiet Jitwattanatam

Ilustrasi bulan purnama.

TANGGAL 17 Ramadhan diperingati sebagai turunnya wahyu atau disebut juga sebagai Nuzulul Quran, saat Nabi Muhammad SAW bertafakur, merenung, mengasingkan diri di gua Hira, sekitar 4 kilometer dari pusat kota Mekkah.

Nabi sering menyendiri ke gua Hira setelah mendapatkan tanda-tanda wahyu lewat mimpi baik. Pengasingan diri atau khalwat atau tahannuth adalah latihan-latihan spiritual penuh disiplin, yang juga sudah ada dalam tradisi-tradisi religius lainnya (Armstrong, 2001).

Nabi kembali ke rumah ketika bekal habis. Setelah mengambil perbekalan yang disiapkan Khadijah, sang istri, lalu Nabi balik lagi ke gua Hira.

Baca juga: Hikmah Ramadhan: Nabi Syu’aib dan Orang-orang Curang

Sampai suatu waktu didatangi malaikat Jibril. “Bacalah!” kata Jibril. “Aku tidak pandai membaca,” jawab Nabi.

Kala itu Nabi memang tak bisa baca dan tulis (ummi). Nabi malah ditarik dan didekap Jibril sampai kepayahan dan sulit bernapas.

Jibril mengulangi lagi, “Bacalah!”. Nabi tetap menjawab, “Aku tidak pandai membaca”.

Kemudian Jibril kembali mendekap, Nabi kembali kepayahan. “Bacalah!” Jibril mengulangi lagi. Tetapi Nabi tetap menjawab, “Aku tidak pandai membaca.”

Jibril kembali mendekap Nabi untuk ketiga kalinya. Begitu melepaskan tubuh Nabi, Jibril mengatakan, “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Demi Tuhanmu Yang Maha Mulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Baca juga: Hikmah Ramadhan: Kisah Musa, Antara Iman dan Ilmu

Itulah bagian awal Surat Al-Alaq (surat ke-96). Nabi menggigil ketakutan. Nabi pulang ke rumah.

“Selimuti aku, selimuti aku! Sesungguhnya aku cemas atas diriku (akan binasa),” kata Nabi kepada Khadijah.

Khadijah menenangkan, “Jangan takut ! Demi Allah Tuhan sekali-kali tidak akan membinasakan Anda. Anda selalu menghubungkan tali persaudaraan, membantu orang sengsara, mengusahakan barang keperluan yang belum ada, memuliakan tamu, menolong orang kesusahan karena menegakkan kebenaran.”

Khadijah pun membawa Nabi menemui sepupunya, Waraqah bin Naufal, imam Nasrani. Setelah mendengar kisah Nabi di gua Hira, Waraqah berkata, “Inilah Namus (malaikat) yang pernah diutus Allah kepada Nabi Musa. Semoga saya masih hidup ketika itu, yaitu ketika Anda diusir oleh kaum Anda.”

Baca juga: Hikmah Ramadhan: Faksi dan Friksi

“Apakah mereka akan mengusirku,” tanya Nabi. “Belum pernah seorang pun yang diberi wahyu seperti Anda yang tidak dimusuhi orang. Apabila saya masih mendapati hari itu, niscaya saya akan menolong Anda sekuat-kuatnya,” kata Waraqah yang tak lama kemudian meninggal.

Wahyu turun tidak selamanya dalam bentuk verbal. Terkadang berupa suara yang datang dari langit atau seperti bunyi lonceng.

Nabi harus berpikir keras memahami isi wahyu tersebut. “Kadang-kadang wahyu datang kepadaku (kedengaran) seperti bunyi lonceng . Itulah yang sangat berat bagiku. Setelah bunyi itu berhenti, lantas aku mengerti apa yang dikatakannya,” kata Nabi.

Peristiwa turun wahyu adalah situasi atau momen yang begitu berat dan sulit dirasakan Nabi. Bahkan Aisyah bercerita, pernah Nabi menerima wahyu pada suatu hari di musim dingin sekali. Tetapi Aisyah melihat sekujur tubuh Nabi terlihat bermandi keringat. (M Subhan SD)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.