Dalam proses pembuatan anyaman kursi rotan dilakuan beberapa tahapan antara lain : Show
pertama proses yang disebut pembuatan kerangka kursi, dimana dalam proses pembuatan kerangka kursi menggunakan alat pembengko agar rotan tersebut bisa dilekukan sesuai dengan model desainnya. Kedua, proses penganyaman. Tujuan dari proses penganyaman ini untuk menutupi kerangka kursi yang sesuai dengan jenis kursi dan desainnya. Untuk jenis kursi standar tidak terlalu banyak menggunakan rotan yang banyak dan juga tingkat kerumitannya tidak terlalu rumit. Sedangkan jenis kursi anyaman menggunakan bahan rotan polis. Yang dimaksud rotan polis adalah jenis rotan yang sudah dibersihkan kulitnya atau dengan kata lain yang biasa disebut dengan rotan putih. Dalam proses penganyamannya menggunakan rotan polis dan juga kulit rotan. Dengan tujuan untuk kursi anyaman menggunakan kulit rotan agar tiadak terlau banyak menggunakan rotan polis. Sedangkan rotan polis digunakan untuk menutupi bagian permukaan kursi. Kedua, mengecat. Yaitu memberikan warna dasar pada kursi tesebut. Dengan menggunakan kuas. Ketiga, Proses finishing. Yang dimaksud dengan pinishing adal proses yang merupakan tahap terakhir dala proses pembuatan kursi rotan. Dimana dalam prosesnya yaitu antara lain: Pertama, pengamplasan. Tujuan pengamplasan ini untuk menghilangkan bulu-bulu rotan dengan cara mengamplas secara manual dan juga menggunakan kompor untuk mengamplasnya. Request full-text PDF To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the authors. Proses Pembuatan anyaman rotan dilakukan beberapa tahapan yaitu?
Jawaban: A. Pembuatan kerangka – penganyaman – pengecatan – finishing Dilansir dari Encyclopedia Britannica, proses pembuatan anyaman rotan dilakukan beberapa tahapan yaitu pembuatan kerangka – penganyaman – pengecatan – finishing. Kemudian, saya sangat menyarankan anda untuk membaca pertanyaan selanjutnya yaitu Alat yang digunakan untuk menghaluskan tekstur produk dalam pembuatan kerajinan dari kayu adalah? beserta jawaban penjelasan dan pembahasan lengkap. Sebutkan 1 jenis tempo sedang adik" kalau gabisa diem aja ya, biar kakak" yg jwb. bantu dong kakak" yg bisa... Tolong Jawab Dong thx bantuuuu JWBBBBBB kasi penjelasan!yg benerr 2 soal sebutkan contoh teater manusia Berikut yang bukan merupakan bahan limbah organik alami adalah... Tempo Adalah......... masing. NO 1. 2. 3. 4. PERNYATAAN Gambar dibawah merupakan alat musik yang berasal dari daerah..... Alat musik ini terbuat dari potongan kayu lokal ya … ng disusun diatas kayu. Sekilas mirip dengan Gambang yang berasal dari Jawa. Alat music ini berasal dari Minahasa, Sulawesi Utara Sasando merupakan alat musik. Alat musik sasando ini memiliki ciri khas tersendiri dan menjadi salah satu alat musik yang terkenal di Indonesia. Sasando adalah alat musik yang berasal dari pulau Rote, Nusa Tenggara Timur Jenis musik yang lair dan berkembang dari budaya daerah tertentu yang diwariskan secata turun temurun dan tumbuh karena pengaruh dari adat istiadat, kepercayaan dan agama. JAWABAN1. A. Sumatra Selatan B. Sulawesi Utara C. Sumatra Barat D. Sulawesi Barat A. Kolintang B. Gender C. Kolintang D. Demung A. B. A. Musik Klasik B. Musik Daerah C. Musik Tradisional D. Musik Kontemporer B. C.Music soal bam kelas lima semester 2 kk Video yang berhubungan
Cara membuat keranjang dari rotan menjadi informasi yang bermanfaat untuk Anda untuk memiliki satu peralatan penting di rumah. Ya, keranjang dari rotan biasanya digunakan untuk menaruh buah-buahan yang akan disantap atau bisa juga toples kudapan. Penasaran dengan caranya? Simak penjelasan seluruh langkahnya bersama Klopmart di bawah ini. Cara Membuat Keranjang dari RotanTotal ada empat langkah untuk membuat keranjang dari rotan. Seluruh langkah ini dapat Anda lakukan sendiri asalkan mengerti kiat-kiat khususnya. Dengan begitu, Anda bisa memiliki keranjang dari rotan dengan tampilan dan kualitas yang baik. 1. Siapkan Alat-alatnyaLangkah pertama yang wajib dilakukan adalah menyiapkan alat-alatnya. Cukup banyak peralatan yang perlu disiapkan, yakni:
Baca juga: 5 Jenis Kayu Olahan Untuk Furniture Jika sudah mempersiapkan seluruh peralatan di atas, saatnya maju ke langkah berikutnya. 2. Menentukan Desain KeranjangSekarang waktunya Anda menentukan desain keranjang. Saat ini cukup banyak desain keranjang yang dapat Anda pilih. Seperti berbentuk simetris alias kotak atau bentuk lonjong. Selain itu bisa juga diberikan pegangan di sisi kiri dan kanannya. Semua desain ini tergantung dari kebutuhan dan keinginan Anda juga. Jika memang ini merupakan pengalaman pertama Anda, sebaiknya pilih desain kotak terlebih dulu karena prosesnya lebih mudah kalau dibandingkan dengan bentuk lainnya. 3. Mulai Proses PembuatanAnda bisa memulai proses pembuatan dengan mengambil alas keranjang. Bersihkan dulu dengan amplas jika memang diperlukan. Kemudian lanjut ke rotan anyam yang telah dibeli. Rotan ini bisa mulai Anda anyam mulai dari tengah agar bentuknya luas dan sama dengan alas keranjang. Selanjutnya, ambil lem Crossbond untuk mengelem alas rotan dengan hasil anyaman yang telah dibuat. Sisa rotan yang belum teranyam dapat mulai dikerjakan mengikuti rangka kota yang dipersiapkan. Proses pengayaman yang tersisa bisa dilakukan dengan posisi horizontal dan saling silang. Untuk tiap ujungnya, kembali dimasukkan ke dalam anyaman lalu gunakan lem agar bisa menyatu sempurna. Terus lakukan langkah ini hingga semua bagian rangka tertutup anyaman. Sekarang Anda sudah memiliki keranjang yang dapat dihias agar lebih menarik menggunakan renda, pita, atau bunga plastik. Baca juga: 4 Cara Menggunakan Lem Kayu Fox Putih di Berbagai Tempat 4. Melakukan Finishing Keranjang dari RotanUntuk mendapatkan tampilan yang lebih elegan, Anda perlu memberikan finishing. Mengingat lem yang digunakan merupakan water-based, maka Anda sebaiknya menggunakan cat water-based juga. Salah satu produk cat yang direkomendasikan adalah Propan Acrylux AAC-955. Propan Acrylux AAC-955 adalah cat serbaguna dengan water-based dan memiliki kualitas tinggi. Tidak hanya dapat digunakan untuk material rotan saja, tetapi juga pada kayu, besi, aluminium, concrete, FRP, plastik, kaca, batu alam, wood composite, dan cement composite. Keunggulan lain dari cat ini ada:
Tertarik untuk menggunakan cat ini? Dengan informasi mengenai cara membuat keranjang dari rotan, yuk cek produk Propan Acrylux di Klopmart sekarang juga. Baca juga: Cara Plitur Kayu Agar Tampak Mengkilap dan Menarik Cek harga klik disini
Top 1: Pembuatan kerajinan rotan terdiri dari...proses. A. 2 C. 4 B. 3 - BrainlyPengarang: brainly.co.id - Peringkat 109 Ringkasan: . lirik lagu memories one piece . contoh ternak: reptil : unggas : mamalia: . apa yang dimaksud seni tari?no copas . buatin cerpen tapi sampai selesai yah nanti di follow dijadikan branliest answer . buatlah pantun untuk kelompok bernama " bayam " . buatlah pantun untuk " kelompok bayam " ! buatlah yel yel untuk kelompok bernama " bayam " ! . → → → → Quizzz← ← ← ← By : emilianime09. siapakah nama ketua suk Hasil pencarian yang cocok: Pembuatan kerajinan rotan terdiri dari...proses.A. 2 C. 4. B. 3 D. 5. 1. Lihat jawaban. Lencana tidak terkunci yang menunjukkan sepatu bot ... ... Top 2: jelaskan proses pembuatan produk kerajinan dari rotan - Brainly.co.idPengarang: brainly.co.id - Peringkat 108 Ringkasan: . Sebutkan dan jelaskan macam-macam sistem operasi mobile serta plus minusnya? [minimal 3] . cara menualakan computer . QINFORMATIKABagaimana cara membagi pengelolaan blog ke beberapa orang pada WordPress . Empat buah jaringan kelas-c dengan nomor network 192. 168. 64, 192. 168. 65, 192. 168. 66 dan 192. 168. 67, yang masing-masing memiliki 254 host, akan. … digabungkan membentuk suatu supernet. Tentukan fol dari pernyataan : a. "" sem Hasil pencarian yang cocok: Penjelasan: Bahan dan alat: - Rotan. - Gunting. - Cetakan [gelas]. - Pernis. - Cat. - Kuas. Langkah pembuatan tempat pensil dari rotan. ... Top 3: TINJAUAN TERHADAP PROSES PEMBUATAN KERAJINAN ANYAM ...Pengarang: jurnal.unimed.ac.id - Peringkat 130 Hasil pencarian yang cocok: oleh E Crismianto — Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami proses pembuatan dan bentuk desain produk kerajinan anyam rotan di Kota Medan. ... Top 4: Pembuatan KERAJINAN rotan terdiri dari prosesPengarang: apamaksud.com - Peringkat 116 Ringkasan: RACHMAN, ABD [2015] Proses Pembuatan Kerajinan Anyaman Baka dari bahan Rotan di Desa Latimojong Kecamatan Buntu Batu Kabupaten Enrekang. S1 thesis, FSD.. Text. BAB I.docx Download [21kB]. Text. BAB V.docx Download [19kB]Abstract ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses pembuatan kerajinan anyaman Baka dari bahan rotan di Desa Latimojong Kecamatan Buntu Batu Kabupaten Enrekang. Metode pengumpulan data dengan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Penelitian ini adalah Hasil pencarian yang cocok: RACHMAN, ABD 2015 Proses Pembuatan Kerajinan Anyaman Baka dari bahan Rotan di Desa Latimojong Kecamatan Buntu Batu Kabupaten Enrekang. S1 thesis, ... ... Top 5: Quiz 2 Prakarya Kelas 9E | Other Quiz - QuizizzPengarang: quizizz.com - Peringkat 127 Hasil pencarian yang cocok: Teknik yang digunakan untuk membuat kerajinan dari rotan ialah . ... Dalam proses pembuatan kerajinannya, Ari memperoleh tenaga yang handal dalam pembuatan ... ... Top 6: Pembuatan KERAJINAN rotan terdiri dari titik titik proses - Lovely RistinPengarang: lovelyristin.com - Peringkat 182 Hasil pencarian yang cocok: Karakteristik Rotan untuk Teknik Finishing Kursi. — Berbentuk Anyaman —. Mengapa Finishing Rotan Perlu Dilakukan?. 4 Jenis Finishing Rotan yang Jadi Pilihan . ... Top 7: Dalam proses pembuatan kerajinan rotan tahapan yang paling awal ...Pengarang: memenangkan.com - Peringkat 165 Ringkasan: Proses Pembuatan anyaman rotan dilakukan beberapa tahapan yaitu? Pembuatan kerangka – penganyaman – pengecatan – finishing. Pengecatan – pembuatan kerangka – penganyaman – finishing. Penganyaman – pengecatan – pembuatan kerangka – finishing. Pembuatan kerangka – pengecatan – penganyaman – finishing. Semua jawaban benar Jawaban: A. Pembuatan kerangka – penganyaman – pengecatan – finishing. Dilansir dari Encyclopedia Britannica, proses pembuatan anyaman rotan dilakukan beberapa tahapan yaitu Hasil pencarian yang cocok: Proses Pembuatan anyaman rotan dilakukan beberapa tahapan yaitu? ... dimana unsur karakter yang paling dominan adalah ... * a. Titik b. Ruang c. Tekstur d. ... Top 8: Pembuatan KERAJINAN rotan terdiri dari titik titik prosesPengarang: belajardenganbaik.com - Peringkat 171 Hasil pencarian yang cocok: Các toplist về chủ đề Pembuatan KERAJINAN rotan terdiri dari titik titik proses. ... Top 9: Langkah Dalam Proses Pembuatan Kerajinan Rotan - Universitas123Pengarang: universitas123.com - Peringkat 145 Hasil pencarian yang cocok: 20 Jun 2022 — Dalam proses pembuatan kerajinan rotan, sangat penting memperhatikan kualitas maupun kelenturan dari rotan. Adapun dalam tahapan diperlukan ... ... Top 10: prakarya bab 1 kerajinan dari bahan kayu, bambu, rotan, dan tempurung ...Pengarang: smpn1tanjungpinang.sch.id - Peringkat 213 Hasil pencarian yang cocok: Teknik yang digunakan dalam proses pembuatan kerajinan dari ranting kayu adalah konstruksi [constructing]. Ranting pohon dapat dijadikan kerajinan, ... ... Selasa, 27 Nopember 2007 PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN ROTAN INDONESIA Dalam rangka menampilkan hasil terbaik dari desain produk industri furniture rotan dan kerajinan rotan Indonesia serta peningkatan promosi dan pemasaran pengembangan industri pengolah rotan nasional maka diadakan pameran Produk Furniture Rotan dan Kerajinan Rotan Indonesia, pameran ini diikuti oleh produsen furniture dan kerajinan rotan Indonesia,yang tergabung dalam anggota ASMINDO dan AMKRI. Pameran ini diselenggarakan dari tanggal 27 sampai dengan 30 Nopember 2007. Untuk meningkatkan daya saing industri pengolahan rotan nasional dapat dilihat dari perkembangan industri rotan sebagai berikut : 1. Potensi Bahan Baku Rotan Indonesia merupakan negara penghasil rotan terbesar di dunia, diperkirakan 80% bahan baku rotan di seluruh dunia dihasilkan oleh Indonesia, sisanya dihasilkan oleh Negara lain seperti : Philippina, Vietnam dan negara-negara Asia lainnya. Daerah penghasil rotan yaitu P. Kalimantan, P. Sumatera, P. Sulawesi dan P. Papua dengan potensi rotan Indonesia sekitar 622.000 ton/Tahun 2. Perkembangan Industri Pengolahan Rotan [2003- 2006 ] Pada periode 2003 – 2006, kapasitas industri pengolahan rotan nasional hanya mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 0,38% per tahun atau hanya meningkat dari 545.405 ton/tahun menjadi 551.585 ton/tahun dan realisasi produksinya menurun dari 381.784 ton pada tahun 2003, menjadi 372.761 ton pada tahun 2006 atau mengalami pertumbuhan sebesar rata-rata - 0,79% per tahun. Volume ekspor Rotan olahan mengalami penurunan dari 193.078 ton pada tahun 2003 menjadi 172.782 ton pada tahun 2006 atau turun rata-rata sebesar – 3,63% per tahun, namun di sisi lain nilainya meningkat dari US$ 359 juta menjadi US$ 399 juta atau naik rata-rata 3,58% per tahun. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan harga jual ekspor per satuan produk rotan olahan. Sementara itu untuk impor rotan olahan, meskipun volume dan nilainya relatif kecil dibandingkan dengan volume dan nilai ekspornya, namun pertumbuhannya sangat pesat, sehingga perlu diwaspadai baru pada periode 2003 – 2006, impor rotan olahan meningkat dari 788 ton [senilai US$ 1,41 juta] meningkat menjadi 2.709 ton [senilai US$ 3,74 juta] atau volume impor mengalami pertumbuhan sebesar rata-rata 50,92% per tahun, sedangkan nilainya naik rata-rata sebesar 38,43% per tahun. Industri rotan sebagian besar berlokasi di Cirebon dan sekitarnya. Pada periode 2001 – 2004, baik jumlah perusahaan, produksi, ekspor maupun penyerapan tenaga kerja di sub sektor industri pengolahan rotan di Cirebon mengalami peningkatan, dimana jumlah perusahaan meningkat dari 923 unit usaha menjadi 1.060 unit usaha, produksi meningkat dari 62.707 ton menjadi 91.181 ton, ekspor meningkat dari 32.871 ton [senilai US$ 101,67 juta] menjadi 51.544 ton [senilai US$ 116.572 juta] dan penyerapan tenaga kerja meningkat dari 51.432 orang menjadi 61.140 orang. Namun sejak tahun 2005, baik produksi, ekspor maupun penyerapan tenaga kerja di sub sektor industri pengolahan rotan di Cirebon mengalami penurunan yang cukup signifikan. Dan penurunan tersebut berlanjut pada tahun 2006. Pada tahun 2007, beberapa produsen mebel rotan di Cirebon mengalami penurunan produksi, diantaranya yang semula dapat mengekspor sebanyak 120 kontainer per bulan, saat ini hanya mampu mengekpor 15–20 kontainer, bahkan sudah ada yang tidak berproduksi lagi. Hal tersebut disebabkan oleh sulitnya memperoleh bahan baku rotan yang berkualitas, namun sebaliknya di negara pesaing bahan baku tersebut lebih mudah didapatkan. Akibatnya banyak pengusaha rotan kecil yang semula sebagai sub kontraktor tidak memperoleh pekerjaan lagi, sehingga menimbulkan banyak pengangguran. Disamping itu, juga berdampak terhadap terhambatnya pengembalian kredit oleh industri pengolahan rotan ke perbankan [alias kredit macet]. Apabila hal ini tidak segera diatasi, maka bisa jadi industri pengolahan rotan akan menjadi semakin terpuruk. Penurunan industri pengolahan rotan, baik yang terjadi pada skala nasional maupun di sentra industri Cirebon sejak tahun 2005 disinyalir penyebabnya adalah dikeluarkannya SK Menteri Perdagangan No. 12/M-DAG/PER/6/2005 tentang Ketentuan Ekspor Rotan, yang memperbolehkan ekspor bahan baku rotan dan rotan setengah jadi [ditambah lagi dengan mengalirnya bahan baku rotan ke luar negeri secara illegal], mengakibatkan industri pengolahan rotan di dalam negeri sulit mendapatkan bahan baku. Di lain pihak, industri pengolahan rotan di negara-negara pesaing, terutama China dan Taiwan berkembang lagi secara pesat, sehingga merebut pangsa pasar dan potensi pasar ekspor produk rotan dari Indonesia. Disisi lain ekspor produk rotan China yang pada pada tahun 2002 masih berimbang dengan Indonesia sebesar US $ 340.000, pada tahun 2006 telah meningkat 4 kali lipat, sementara Indonesia sebagai penghasil bahan baku rotan kegiatan ekspor produk rotannya menurun. 3. Kebijakan di Bidang Perotanan dan Dampaknya Terhadap Industri Rotan Nasional Sebelum tahun 1986, Indonesia merupakan pengekspor bahan baku rotan terbesar di dunia, sedangkan industri pengolahan rotan nasional pada saat itu belum berkembang. Sejak tahun 1986, yaitu dengan dikeluarkannya SK Menteri Perdagangan No. 274/KP/X/1986 tentang larangan ekspor bahan baku rotan, industri pengolahan rotan nasional mengalami perkembangan yang sangat pesat yaitu meningkat dari hanya 20 perusahaan menjadi 300 perusahaan. Sementara itu, industri pengolahan rotan di luar negeri [Taiwan dan Eropa] yang bahan bakunya mengandalkan pasokan dari Indonesia banyak yang mengalami kebangkrutan dan mengalihkan usahanya ke Indonesia, khususnya di daerah Cirebon. Dalam perkembangan selanjutnya ketika ekspor bahan baku rotan dibuka kembali pada tahun 2005, yaitu dengan dikeluarkannya SK Menteri Perdagangan No. 12/M-DAG/PER/6/2005 tentang Ketentuan Ekspor Rotan, industri pengolahan rotan nasional perkembangannya mulai terhambat dan kegiatan usaha tersebut menjadi lesu, sehingga berdampak pada terjadinya pengangguran, kredit macet, berkurangnya perolehan devisa dan menurunnya kontribusi industri pengolahan rotan nasional dalam pembentukan PDB. Sebaliknya di negara-negara pesaing seperti China, Taiwan dan Italia industri pengolahan rotannya bangkit kembali dan berkembang sangat pesat. 4. Permasalahan yang dihadapi Industri Pengolahan Rotan antara lain · Bahan Baku Industri pengolahan rotan nasional mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku yangdisebabkan antara lain adanya kebijakan ekspor bahan baku rotan serta masih maraknya penyelundupan rotan ke luar negeri Produksi penguasaan teknologi finishing masih ketinggalan serta desain produk-produk rotan olahan masih ditentukan oleh pembeli dari luar negeri [job order]. · Pemasaran Masih lemahnya market intelligence, mengakibatkan terbatasnya informasi pasar ekspor. 5. Strategi Pengembangan Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh industri pengolahan rotan tersebut diatas dikembangkan strategi sebagai berikut : Peninjauan kembali kebijakan ekspor bahan baku rotan serta peningkatan pemberantasan penyelundupan rotan ke luar negeri. Peningkatan kemampuan market intelligence, dengan mengoptimalkan fungsi Atperindag dan perwakilan diplomatik di luar negeri, aktif mengikuti event-event pameran produk rotan yang bergengsi di Luar Negeri. 6. Tindak lanjut Kebijakan Untuk membangkitkan kembali industri pengolahan rotan nasional diperlukan dukungan dari semua pihak [pemangku kepentingan] untuk saling bekerjasama secara sinergis dengan mengutamakan kepentingan nasional diatas kepentingan pribadi, kelompok maupun sektoral. Perlu dilakukan peninjauan kembali tentang Ketentuan Ekspor Rotan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 12/M-DAG/PER/6/2005, dalam rangka menjamin kontinuitas pasokan bahan baku rotan di dalam negeri, serta peningkatan daya saing produk barang jadi rotan di luar negeri. Departemen Perindustrian Biro Umum dan Humas PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN ROTAN INDONESIA Dalam rangka menampilkan hasil terbaik dari desain produk industri furniture rotan dan kerajinan rotan Indonesia serta peningkatan promosi dan pemasaran pengembangan industri pengolah rotan nasional maka diadakan pameran Produk Furniture Rotan dan Kerajinan Rotan Indonesia, pameran ini diikuti oleh produsen furniture dan kerajinan rotan Indonesia,yang tergabung dalam anggota ASMINDO dan AMKRI. Pameran ini diselenggarakan dari tanggal 27 sampai dengan 30 Nopember 2007. Untuk meningkatkan daya saing industri pengolahan rotan nasional dapat dilihat dari perkembangan industri rotan sebagai berikut : 1. Potensi Bahan Baku Rotan Indonesia merupakan negara penghasil rotan terbesar di dunia, diperkirakan 80% bahan baku rotan di seluruh dunia dihasilkan oleh Indonesia, sisanya dihasilkan oleh Negara lain seperti : Philippina, Vietnam dan negara-negara Asia lainnya. Daerah penghasil rotan yaitu P. Kalimantan, P. Sumatera, P. Sulawesi dan P. Papua dengan potensi rotan Indonesia sekitar 622.000 ton/Tahun 2. Perkembangan Industri Pengolahan Rotan [2003- 2006 ] Pada periode 2003 – 2006, kapasitas industri pengolahan rotan nasional hanya mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 0,38% per tahun atau hanya meningkat dari 545.405 ton/tahun menjadi 551.585 ton/tahun dan realisasi produksinya menurun dari 381.784 ton pada tahun 2003, menjadi 372.761 ton pada tahun 2006 atau mengalami pertumbuhan sebesar rata-rata - 0,79% per tahun. Volume ekspor Rotan olahan mengalami penurunan dari 193.078 ton pada tahun 2003 menjadi 172.782 ton pada tahun 2006 atau turun rata-rata sebesar – 3,63% per tahun, namun di sisi lain nilainya meningkat dari US$ 359 juta menjadi US$ 399 juta atau naik rata-rata 3,58% per tahun. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan harga jual ekspor per satuan produk rotan olahan. Sementara itu untuk impor rotan olahan, meskipun volume dan nilainya relatif kecil dibandingkan dengan volume dan nilai ekspornya, namun pertumbuhannya sangat pesat, sehingga perlu diwaspadai baru pada periode 2003 – 2006, impor rotan olahan meningkat dari 788 ton [senilai US$ 1,41 juta] meningkat menjadi 2.709 ton [senilai US$ 3,74 juta] atau volume impor mengalami pertumbuhan sebesar rata-rata 50,92% per tahun, sedangkan nilainya naik rata-rata sebesar 38,43% per tahun. Industri rotan sebagian besar berlokasi di Cirebon dan sekitarnya. Pada periode 2001 – 2004, baik jumlah perusahaan, produksi, ekspor maupun penyerapan tenaga kerja di sub sektor industri pengolahan rotan di Cirebon mengalami peningkatan, dimana jumlah perusahaan meningkat dari 923 unit usaha menjadi 1.060 unit usaha, produksi meningkat dari 62.707 ton menjadi 91.181 ton, ekspor meningkat dari 32.871 ton [senilai US$ 101,67 juta] menjadi 51.544 ton [senilai US$ 116.572 juta] dan penyerapan tenaga kerja meningkat dari 51.432 orang menjadi 61.140 orang. Namun sejak tahun 2005, baik produksi, ekspor maupun penyerapan tenaga kerja di sub sektor industri pengolahan rotan di Cirebon mengalami penurunan yang cukup signifikan. Dan penurunan tersebut berlanjut pada tahun 2006. Pada tahun 2007, beberapa produsen mebel rotan di Cirebon mengalami penurunan produksi, diantaranya yang semula dapat mengekspor sebanyak 120 kontainer per bulan, saat ini hanya mampu mengekpor 15–20 kontainer, bahkan sudah ada yang tidak berproduksi lagi. Hal tersebut disebabkan oleh sulitnya memperoleh bahan baku rotan yang berkualitas, namun sebaliknya di negara pesaing bahan baku tersebut lebih mudah didapatkan. Akibatnya banyak pengusaha rotan kecil yang semula sebagai sub kontraktor tidak memperoleh pekerjaan lagi, sehingga menimbulkan banyak pengangguran. Disamping itu, juga berdampak terhadap terhambatnya pengembalian kredit oleh industri pengolahan rotan ke perbankan [alias kredit macet]. Apabila hal ini tidak segera diatasi, maka bisa jadi industri pengolahan rotan akan menjadi semakin terpuruk. Penurunan industri pengolahan rotan, baik yang terjadi pada skala nasional maupun di sentra industri Cirebon sejak tahun 2005 disinyalir penyebabnya adalah dikeluarkannya SK Menteri Perdagangan No. 12/M-DAG/PER/6/2005 tentang Ketentuan Ekspor Rotan, yang memperbolehkan ekspor bahan baku rotan dan rotan setengah jadi [ditambah lagi dengan mengalirnya bahan baku rotan ke luar negeri secara illegal], mengakibatkan industri pengolahan rotan di dalam negeri sulit mendapatkan bahan baku. Di lain pihak, industri pengolahan rotan di negara-negara pesaing, terutama China dan Taiwan berkembang lagi secara pesat, sehingga merebut pangsa pasar dan potensi pasar ekspor produk rotan dari Indonesia. Disisi lain ekspor produk rotan China yang pada pada tahun 2002 masih berimbang dengan Indonesia sebesar US $ 340.000, pada tahun 2006 telah meningkat 4 kali lipat, sementara Indonesia sebagai penghasil bahan baku rotan kegiatan ekspor produk rotannya menurun. 3. Kebijakan di Bidang Perotanan dan Dampaknya Terhadap Industri Rotan Nasional Sebelum tahun 1986, Indonesia merupakan pengekspor bahan baku rotan terbesar di dunia, sedangkan industri pengolahan rotan nasional pada saat itu belum berkembang. Sejak tahun 1986, yaitu dengan dikeluarkannya SK Menteri Perdagangan No. 274/KP/X/1986 tentang larangan ekspor bahan baku rotan, industri pengolahan rotan nasional mengalami perkembangan yang sangat pesat yaitu meningkat dari hanya 20 perusahaan menjadi 300 perusahaan. Sementara itu, industri pengolahan rotan di luar negeri [Taiwan dan Eropa] yang bahan bakunya mengandalkan pasokan dari Indonesia banyak yang mengalami kebangkrutan dan mengalihkan usahanya ke Indonesia, khususnya di daerah Cirebon. Dalam perkembangan selanjutnya ketika ekspor bahan baku rotan dibuka kembali pada tahun 2005, yaitu dengan dikeluarkannya SK Menteri Perdagangan No. 12/M-DAG/PER/6/2005 tentang Ketentuan Ekspor Rotan, industri pengolahan rotan nasional perkembangannya mulai terhambat dan kegiatan usaha tersebut menjadi lesu, sehingga berdampak pada terjadinya pengangguran, kredit macet, berkurangnya perolehan devisa dan menurunnya kontribusi industri pengolahan rotan nasional dalam pembentukan PDB. Sebaliknya di negara-negara pesaing seperti China, Taiwan dan Italia industri pengolahan rotannya bangkit kembali dan berkembang sangat pesat. 4. Permasalahan yang dihadapi Industri Pengolahan Rotan antara lain · Bahan Baku Industri pengolahan rotan nasional mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku yangdisebabkan antara lain adanya kebijakan ekspor bahan baku rotan serta masih maraknya penyelundupan rotan ke luar negeri Produksi penguasaan teknologi finishing masih ketinggalan serta desain produk-produk rotan olahan masih ditentukan oleh pembeli dari luar negeri [job order]. · Pemasaran Masih lemahnya market intelligence, mengakibatkan terbatasnya informasi pasar ekspor. 5. Strategi Pengembangan Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh industri pengolahan rotan tersebut diatas dikembangkan strategi sebagai berikut : Peninjauan kembali kebijakan ekspor bahan baku rotan serta peningkatan pemberantasan penyelundupan rotan ke luar negeri. Peningkatan kemampuan market intelligence, dengan mengoptimalkan fungsi Atperindag dan perwakilan diplomatik di luar negeri, aktif mengikuti event-event pameran produk rotan yang bergengsi di Luar Negeri. 6. Tindak lanjut Kebijakan Untuk membangkitkan kembali industri pengolahan rotan nasional diperlukan dukungan dari semua pihak [pemangku kepentingan] untuk saling bekerjasama secara sinergis dengan mengutamakan kepentingan nasional diatas kepentingan pribadi, kelompok maupun sektoral. Perlu dilakukan peninjauan kembali tentang Ketentuan Ekspor Rotan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 12/M-DAG/PER/6/2005, dalam rangka menjamin kontinuitas pasokan bahan baku rotan di dalam negeri, serta peningkatan daya saing produk barang jadi rotan di luar negeri. Departemen Perindustrian Biro Umum dan Humas PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN ROTAN INDONESIA Dalam rangka menampilkan hasil terbaik dari desain produk industri furniture rotan dan kerajinan rotan Indonesia serta peningkatan promosi dan pemasaran pengembangan industri pengolah rotan nasional maka diadakan pameran Produk Furniture Rotan dan Kerajinan Rotan Indonesia, pameran ini diikuti oleh produsen furniture dan kerajinan rotan Indonesia,yang tergabung dalam anggota ASMINDO dan AMKRI. Pameran ini diselenggarakan dari tanggal 27 sampai dengan 30 Nopember 2007. Untuk meningkatkan daya saing industri pengolahan rotan nasional dapat dilihat dari perkembangan industri rotan sebagai berikut : 1. Potensi Bahan Baku Rotan Indonesia merupakan negara penghasil rotan terbesar di dunia, diperkirakan 80% bahan baku rotan di seluruh dunia dihasilkan oleh Indonesia, sisanya dihasilkan oleh Negara lain seperti : Philippina, Vietnam dan negara-negara Asia lainnya. Daerah penghasil rotan yaitu P. Kalimantan, P. Sumatera, P. Sulawesi dan P. Papua dengan potensi rotan Indonesia sekitar 622.000 ton/Tahun 2. Perkembangan Industri Pengolahan Rotan [2003- 2006 ] Pada periode 2003 – 2006, kapasitas industri pengolahan rotan nasional hanya mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 0,38% per tahun atau hanya meningkat dari 545.405 ton/tahun menjadi 551.585 ton/tahun dan realisasi produksinya menurun dari 381.784 ton pada tahun 2003, menjadi 372.761 ton pada tahun 2006 atau mengalami pertumbuhan sebesar rata-rata - 0,79% per tahun. Volume ekspor Rotan olahan mengalami penurunan dari 193.078 ton pada tahun 2003 menjadi 172.782 ton pada tahun 2006 atau turun rata-rata sebesar – 3,63% per tahun, namun di sisi lain nilainya meningkat dari US$ 359 juta menjadi US$ 399 juta atau naik rata-rata 3,58% per tahun. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan harga jual ekspor per satuan produk rotan olahan. Sementara itu untuk impor rotan olahan, meskipun volume dan nilainya relatif kecil dibandingkan dengan volume dan nilai ekspornya, namun pertumbuhannya sangat pesat, sehingga perlu diwaspadai baru pada periode 2003 – 2006, impor rotan olahan meningkat dari 788 ton [senilai US$ 1,41 juta] meningkat menjadi 2.709 ton [senilai US$ 3,74 juta] atau volume impor mengalami pertumbuhan sebesar rata-rata 50,92% per tahun, sedangkan nilainya naik rata-rata sebesar 38,43% per tahun. Industri rotan sebagian besar berlokasi di Cirebon dan sekitarnya. Pada periode 2001 – 2004, baik jumlah perusahaan, produksi, ekspor maupun penyerapan tenaga kerja di sub sektor industri pengolahan rotan di Cirebon mengalami peningkatan, dimana jumlah perusahaan meningkat dari 923 unit usaha menjadi 1.060 unit usaha, produksi meningkat dari 62.707 ton menjadi 91.181 ton, ekspor meningkat dari 32.871 ton [senilai US$ 101,67 juta] menjadi 51.544 ton [senilai US$ 116.572 juta] dan penyerapan tenaga kerja meningkat dari 51.432 orang menjadi 61.140 orang. Namun sejak tahun 2005, baik produksi, ekspor maupun penyerapan tenaga kerja di sub sektor industri pengolahan rotan di Cirebon mengalami penurunan yang cukup signifikan. Dan penurunan tersebut berlanjut pada tahun 2006. Pada tahun 2007, beberapa produsen mebel rotan di Cirebon mengalami penurunan produksi, diantaranya yang semula dapat mengekspor sebanyak 120 kontainer per bulan, saat ini hanya mampu mengekpor 15–20 kontainer, bahkan sudah ada yang tidak berproduksi lagi. Hal tersebut disebabkan oleh sulitnya memperoleh bahan baku rotan yang berkualitas, namun sebaliknya di negara pesaing bahan baku tersebut lebih mudah didapatkan. Akibatnya banyak pengusaha rotan kecil yang semula sebagai sub kontraktor tidak memperoleh pekerjaan lagi, sehingga menimbulkan banyak pengangguran. Disamping itu, juga berdampak terhadap terhambatnya pengembalian kredit oleh industri pengolahan rotan ke perbankan [alias kredit macet]. Apabila hal ini tidak segera diatasi, maka bisa jadi industri pengolahan rotan akan menjadi semakin terpuruk. Penurunan industri pengolahan rotan, baik yang terjadi pada skala nasional maupun di sentra industri Cirebon sejak tahun 2005 disinyalir penyebabnya adalah dikeluarkannya SK Menteri Perdagangan No. 12/M-DAG/PER/6/2005 tentang Ketentuan Ekspor Rotan, yang memperbolehkan ekspor bahan baku rotan dan rotan setengah jadi [ditambah lagi dengan mengalirnya bahan baku rotan ke luar negeri secara illegal], mengakibatkan industri pengolahan rotan di dalam negeri sulit mendapatkan bahan baku. Di lain pihak, industri pengolahan rotan di negara-negara pesaing, terutama China dan Taiwan berkembang lagi secara pesat, sehingga merebut pangsa pasar dan potensi pasar ekspor produk rotan dari Indonesia. Disisi lain ekspor produk rotan China yang pada pada tahun 2002 masih berimbang dengan Indonesia sebesar US $ 340.000, pada tahun 2006 telah meningkat 4 kali lipat, sementara Indonesia sebagai penghasil bahan baku rotan kegiatan ekspor produk rotannya menurun. 3. Kebijakan di Bidang Perotanan dan Dampaknya Terhadap Industri Rotan Nasional Sebelum tahun 1986, Indonesia merupakan pengekspor bahan baku rotan terbesar di dunia, sedangkan industri pengolahan rotan nasional pada saat itu belum berkembang. Sejak tahun 1986, yaitu dengan dikeluarkannya SK Menteri Perdagangan No. 274/KP/X/1986 tentang larangan ekspor bahan baku rotan, industri pengolahan rotan nasional mengalami perkembangan yang sangat pesat yaitu meningkat dari hanya 20 perusahaan menjadi 300 perusahaan. Sementara itu, industri pengolahan rotan di luar negeri [Taiwan dan Eropa] yang bahan bakunya mengandalkan pasokan dari Indonesia banyak yang mengalami kebangkrutan dan mengalihkan usahanya ke Indonesia, khususnya di daerah Cirebon. Dalam perkembangan selanjutnya ketika ekspor bahan baku rotan dibuka kembali pada tahun 2005, yaitu dengan dikeluarkannya SK Menteri Perdagangan No. 12/M-DAG/PER/6/2005 tentang Ketentuan Ekspor Rotan, industri pengolahan rotan nasional perkembangannya mulai terhambat dan kegiatan usaha tersebut menjadi lesu, sehingga berdampak pada terjadinya pengangguran, kredit macet, berkurangnya perolehan devisa dan menurunnya kontribusi industri pengolahan rotan nasional dalam pembentukan PDB. Sebaliknya di negara-negara pesaing seperti China, Taiwan dan Italia industri pengolahan rotannya bangkit kembali dan berkembang sangat pesat. 4. Permasalahan yang dihadapi Industri Pengolahan Rotan antara lain · Bahan Baku Industri pengolahan rotan nasional mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku yangdisebabkan antara lain adanya kebijakan ekspor bahan baku rotan serta masih maraknya penyelundupan rotan ke luar negeri Produksi penguasaan teknologi finishing masih ketinggalan serta desain produk-produk rotan olahan masih ditentukan oleh pembeli dari luar negeri [job order]. · Pemasaran Masih lemahnya market intelligence, mengakibatkan terbatasnya informasi pasar ekspor. 5. Strategi Pengembangan Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh industri pengolahan rotan tersebut diatas dikembangkan strategi sebagai berikut : Peninjauan kembali kebijakan ekspor bahan baku rotan serta peningkatan pemberantasan penyelundupan rotan ke luar negeri. Peningkatan kemampuan market intelligence, dengan mengoptimalkan fungsi Atperindag dan perwakilan diplomatik di luar negeri, aktif mengikuti event-event pameran produk rotan yang bergengsi di Luar Negeri. 6. Tindak lanjut Kebijakan Untuk membangkitkan kembali industri pengolahan rotan nasional diperlukan dukungan dari semua pihak [pemangku kepentingan] untuk saling bekerjasama secara sinergis dengan mengutamakan kepentingan nasional diatas kepentingan pribadi, kelompok maupun sektoral. Perlu dilakukan peninjauan kembali tentang Ketentuan Ekspor Rotan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 12/M-DAG/PER/6/2005, dalam rangka menjamin kontinuitas pasokan bahan baku rotan di dalam negeri, serta peningkatan daya saing produk barang jadi rotan di luar negeri. Departemen Perindustrian Biro Umum dan Humas PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN ROTAN INDONESIA Dalam rangka menampilkan hasil terbaik dari desain produk industri furniture rotan dan kerajinan rotan Indonesia serta peningkatan promosi dan pemasaran pengembangan industri pengolah rotan nasional maka diadakan pameran Produk Furniture Rotan dan Kerajinan Rotan Indonesia, pameran ini diikuti oleh produsen furniture dan kerajinan rotan Indonesia,yang tergabung dalam anggota ASMINDO dan AMKRI. Pameran ini diselenggarakan dari tanggal 27 sampai dengan 30 Nopember 2007. Untuk meningkatkan daya saing industri pengolahan rotan nasional dapat dilihat dari perkembangan industri rotan sebagai berikut : 1. Potensi Bahan Baku Rotan Indonesia merupakan negara penghasil rotan terbesar di dunia, diperkirakan 80% bahan baku rotan di seluruh dunia dihasilkan oleh Indonesia, sisanya dihasilkan oleh Negara lain seperti : Philippina, Vietnam dan negara-negara Asia lainnya. Daerah penghasil rotan yaitu P. Kalimantan, P. Sumatera, P. Sulawesi dan P. Papua dengan potensi rotan Indonesia sekitar 622.000 ton/Tahun 2. Perkembangan Industri Pengolahan Rotan [2003- 2006 ] Pada periode 2003 – 2006, kapasitas industri pengolahan rotan nasional hanya mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 0,38% per tahun atau hanya meningkat dari 545.405 ton/tahun menjadi 551.585 ton/tahun dan realisasi produksinya menurun dari 381.784 ton pada tahun 2003, menjadi 372.761 ton pada tahun 2006 atau mengalami pertumbuhan sebesar rata-rata - 0,79% per tahun. Volume ekspor Rotan olahan mengalami penurunan dari 193.078 ton pada tahun 2003 menjadi 172.782 ton pada tahun 2006 atau turun rata-rata sebesar – 3,63% per tahun, namun di sisi lain nilainya meningkat dari US$ 359 juta menjadi US$ 399 juta atau naik rata-rata 3,58% per tahun. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan harga jual ekspor per satuan produk rotan olahan. Sementara itu untuk impor rotan olahan, meskipun volume dan nilainya relatif kecil dibandingkan dengan volume dan nilai ekspornya, namun pertumbuhannya sangat pesat, sehingga perlu diwaspadai baru pada periode 2003 – 2006, impor rotan olahan meningkat dari 788 ton [senilai US$ 1,41 juta] meningkat menjadi 2.709 ton [senilai US$ 3,74 juta] atau volume impor mengalami pertumbuhan sebesar rata-rata 50,92% per tahun, sedangkan nilainya naik rata-rata sebesar 38,43% per tahun. Industri rotan sebagian besar berlokasi di Cirebon dan sekitarnya. Pada periode 2001 – 2004, baik jumlah perusahaan, produksi, ekspor maupun penyerapan tenaga kerja di sub sektor industri pengolahan rotan di Cirebon mengalami peningkatan, dimana jumlah perusahaan meningkat dari 923 unit usaha menjadi 1.060 unit usaha, produksi meningkat dari 62.707 ton menjadi 91.181 ton, ekspor meningkat dari 32.871 ton [senilai US$ 101,67 juta] menjadi 51.544 ton [senilai US$ 116.572 juta] dan penyerapan tenaga kerja meningkat dari 51.432 orang menjadi 61.140 orang. Namun sejak tahun 2005, baik produksi, ekspor maupun penyerapan tenaga kerja di sub sektor industri pengolahan rotan di Cirebon mengalami penurunan yang cukup signifikan. Dan penurunan tersebut berlanjut pada tahun 2006. Pada tahun 2007, beberapa produsen mebel rotan di Cirebon mengalami penurunan produksi, diantaranya yang semula dapat mengekspor sebanyak 120 kontainer per bulan, saat ini hanya mampu mengekpor 15–20 kontainer, bahkan sudah ada yang tidak berproduksi lagi. Hal tersebut disebabkan oleh sulitnya memperoleh bahan baku rotan yang berkualitas, namun sebaliknya di negara pesaing bahan baku tersebut lebih mudah didapatkan. Akibatnya banyak pengusaha rotan kecil yang semula sebagai sub kontraktor tidak memperoleh pekerjaan lagi, sehingga menimbulkan banyak pengangguran. Disamping itu, juga berdampak terhadap terhambatnya pengembalian kredit oleh industri pengolahan rotan ke perbankan [alias kredit macet]. Apabila hal ini tidak segera diatasi, maka bisa jadi industri pengolahan rotan akan menjadi semakin terpuruk. Penurunan industri pengolahan rotan, baik yang terjadi pada skala nasional maupun di sentra industri Cirebon sejak tahun 2005 disinyalir penyebabnya adalah dikeluarkannya SK Menteri Perdagangan No. 12/M-DAG/PER/6/2005 tentang Ketentuan Ekspor Rotan, yang memperbolehkan ekspor bahan baku rotan dan rotan setengah jadi [ditambah lagi dengan mengalirnya bahan baku rotan ke luar negeri secara illegal], mengakibatkan industri pengolahan rotan di dalam negeri sulit mendapatkan bahan baku. Di lain pihak, industri pengolahan rotan di negara-negara pesaing, terutama China dan Taiwan berkembang lagi secara pesat, sehingga merebut pangsa pasar dan potensi pasar ekspor produk rotan dari Indonesia. Disisi lain ekspor produk rotan China yang pada pada tahun 2002 masih berimbang dengan Indonesia sebesar US $ 340.000, pada tahun 2006 telah meningkat 4 kali lipat, sementara Indonesia sebagai penghasil bahan baku rotan kegiatan ekspor produk rotannya menurun. 3. Kebijakan di Bidang Perotanan dan Dampaknya Terhadap Industri Rotan Nasional Sebelum tahun 1986, Indonesia merupakan pengekspor bahan baku rotan terbesar di dunia, sedangkan industri pengolahan rotan nasional pada saat itu belum berkembang. Sejak tahun 1986, yaitu dengan dikeluarkannya SK Menteri Perdagangan No. 274/KP/X/1986 tentang larangan ekspor bahan baku rotan, industri pengolahan rotan nasional mengalami perkembangan yang sangat pesat yaitu meningkat dari hanya 20 perusahaan menjadi 300 perusahaan. Sementara itu, industri pengolahan rotan di luar negeri [Taiwan dan Eropa] yang bahan bakunya mengandalkan pasokan dari Indonesia banyak yang mengalami kebangkrutan dan mengalihkan usahanya ke Indonesia, khususnya di daerah Cirebon. Dalam perkembangan selanjutnya ketika ekspor bahan baku rotan dibuka kembali pada tahun 2005, yaitu dengan dikeluarkannya SK Menteri Perdagangan No. 12/M-DAG/PER/6/2005 tentang Ketentuan Ekspor Rotan, industri pengolahan rotan nasional perkembangannya mulai terhambat dan kegiatan usaha tersebut menjadi lesu, sehingga berdampak pada terjadinya pengangguran, kredit macet, berkurangnya perolehan devisa dan menurunnya kontribusi industri pengolahan rotan nasional dalam pembentukan PDB. Sebaliknya di negara-negara pesaing seperti China, Taiwan dan Italia industri pengolahan rotannya bangkit kembali dan berkembang sangat pesat. 4. Permasalahan yang dihadapi Industri Pengolahan Rotan antara lain · Bahan Baku Industri pengolahan rotan nasional mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku yangdisebabkan antara lain adanya kebijakan ekspor bahan baku rotan serta masih maraknya penyelundupan rotan ke luar negeri Produksi penguasaan teknologi finishing masih ketinggalan serta desain produk-produk rotan olahan masih ditentukan oleh pembeli dari luar negeri [job order]. · Pemasaran Masih lemahnya market intelligence, mengakibatkan terbatasnya informasi pasar ekspor. 5. Strategi Pengembangan Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh industri pengolahan rotan tersebut diatas dikembangkan strategi sebagai berikut : Peninjauan kembali kebijakan ekspor bahan baku rotan serta peningkatan pemberantasan penyelundupan rotan ke luar negeri. Peningkatan kemampuan market intelligence, dengan mengoptimalkan fungsi Atperindag dan perwakilan diplomatik di luar negeri, aktif mengikuti event-event pameran produk rotan yang bergengsi di Luar Negeri. 6. Tindak lanjut Kebijakan Untuk membangkitkan kembali industri pengolahan rotan nasional diperlukan dukungan dari semua pihak [pemangku kepentingan] untuk saling bekerjasama secara sinergis dengan mengutamakan kepentingan nasional diatas kepentingan pribadi, kelompok maupun sektoral. Perlu dilakukan peninjauan kembali tentang Ketentuan Ekspor Rotan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 12/M-DAG/PER/6/2005, dalam rangka menjamin kontinuitas pasokan bahan baku rotan di dalam negeri, serta peningkatan daya saing produk barang jadi rotan di luar negeri. Departemen Perindustrian Biro Umum dan Humas Share: |