Jelaskan perbedaan remaja yang sukses dan sulit pada masa transisi anak-anak menjadi remaja

ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824

Homepage: //e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda

PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA

116

PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA

Amita Diananda

()

Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Islamic Village Tangerang

Abstrak: Rentang usia remaja adalah 10 tahun sampai 21 tahun menurut

beberapa ahli. Fase remaja adalah fase peralihan dari fase anak-anak menuju masa

dewasa. Karakteristik yang bisa dilihat adalah adanya banyak perubahan yang

terjadi baik itu perubahan fisik maupun psikis. Perubahan fisik yang dapat dilihat

adalah perubahan pada karakteristik seksual seperti pembesaran buah dada,

perkembangan pinggang untuk anak perempuan sedangkan anak laki-laki

tumbuhnya kumis, jenggot serta perubahan suara yang semakin dalam. Perubahan

mentalpun mengalami perkembangan. Pada fase ini pencapaian identitas diri

sangat menonjol, pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis. Periode ini

disebut fase pubertas (puberty) yaitu suatu periode dimana kematangan kerangka

atau fisik tubuh seperti proporsi tubuh, berat dan tinggi badan mengalami

perubahan serta kematanagan fungsi seksual yang terjadi secara pesat terutama

pada awal masa remaja. Kebutuhan lain dari remaja adalah teman sebaya, dimana

teman sebaya adalah sangat penting bagi remaja untuk mengenal dunia diluar

keluarga. Namun dalam interaksinya, remaja sering mengalami tekanan untuk

mengikuti teman sebaya atau yang disebut konformitas (conformity) yang sangat

kuat. Konformitas ada yang positif dan negatif. Konformitas muncul ketika

individu meniru sikap, atau tingkah laku orang lain dikarenakan ada tekanan nyata

maupun yang tidak nyata. Perilaku remaja yang menyimpang seperti berbuat onar,

mencuri dan lain lain perlu mendapat perhatian khusus bagi orangtua, guru dan

pemerhati pendidikan. Pertentangan dan pemberontakan adalah bagian alamiah

dari kebutuhan para remaja untuk menjadi dewasa yang mandiri dan peka secara

emosional.

Kata Kunci: Fase remaja, Teman sebaya, Konformitas

A. Pendahuluan

Setiap fase usia memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dari

fase-fase pertumbuhan yang lain. Demikian pula dengan fase remaja, memiliki

ciri-ciri yang berbeda dan karakteristik yang berbeda pula dari fase kanak-kanak,

dewasa dan tua. Selain itu, setiap fase memiliki kondisi-kondisi dan tuntutan-

tuntutan yang khas bagi masing-masing individu. Oleh karena itu, kemampuan

individu untuk bersikap dan bertindak dalam menghadapi satu keadaan berbeda

dari fase satu ke fase yang lain. Hal ini tampak jelas ketika seseorang

ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824

Homepage: //e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda

PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA

117

mengekspresikan emosi emosinya.

Seperti bagaimana melepaskan stress dengan

cara yang sesuai, mengungkapkan kemarahan dengan kata-kata ketimbang

tindakan negatif, mengatasi situasi sulit atau berbahaya dengan tenang, mengatasi

situasi yang sedih dengan cara yang tepat, menangani situasi mengejutkan dengan

kontrol menunjukkan kesukaan, kasih sayang, cinta terhadap orang lain dan lain

sebagianya.

Pertumbuhan terjadi serentak dengan perkembangan fisik, sosial,

kognitif, bahasa, dan kreatif. Namun, respon yang terjadi dari setiap fase

perkembangan mengalami perubahan pada anak sejalan dengan berlangsungnya

waktu karena kedewasaannya, lingkungan, reaksi orang lain disekitarnya, atau

pembimbingan dari orangtua.

B. Fase Remaja

Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun,

menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahaun 2014, remaja adalah

penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan menurut Badan Kependudukan dan

Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum

menikah.

Masa remaja adalah masa peralihan atau masa transisi dari anak

menuju masa dewasa. Pada masa ini begitu pesat mengalami pertumbuhan dan

perkembangan baik itu fisik maupun mental. Sehingga dapat dikelompokkan

remaja terbagi dalam tahapan berikut ini

:

1. Pra Remaja (11 atau 12-13 atau 14 tahun)

Pra remaja ini mempunyai masa yang sangat pendek, kurang lebih

hanya satu tahun; untuk laki-laki usia 12 atau 13 tahun - 13 atau 14 tahun.

Dikatakan juga fase ini adalah fase negatif, karena terlihat tingkah laku yang

cenderung negatif. Fase yang sukar untuk hubungan komunikasi antara anak

dengan orang tua. Perkembangan fungsi-fungsi tubuh juga terganggu karena

mengalami perubahan-perubahan termasuk perubahan hormonal yang dapat

Sayyid Muhammad Az-Za’Balawi, Pendidikan Remaja antara Islam dan Ilmu Jiwa,

(Jakarta, Gema Insani, 2007), h. 7.

JaniceJ. Beaty, Observasi Anak Usia Dini, (Jakarta: Kencana Prenadamedia, 2013), Ed.

7, h. 91

www.depkes.go.id

Alex Sobur, Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah, (Bandung: Penerbit Pustaka

Setia, 2003), h.134.

ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824

Homepage: //e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda

PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA

118

menyebabkan perubahan suasana hati yang tak terduga. Remaja

menunjukkan peningkatan reflektivenes tentang diri mereka yang berubah

dan meningkat berkenaan dengan apa yang orang pikirkan tentang mereka.

Seperti pertanyaan: Apa yang mereka pikirkan tentang aku ? Mengapa

mereka menatapku? Bagaimana tampilan rambut aku? Apakah aku salah

satu anak “keren”? dan lain lain.

2. Remaja Awal (13 atau 14 tahun - 17 tahun)

Pada fase ini perubahan-perubahan terjadi sangat pesat dan mencapai

puncaknya. Ketidakseimbangan emosional dan ketidakstabilan dalam

banyak hal terdapat pada usia ini. Ia mencari identitas diri karena masa ini,

statusnya tidak jelas. Pola-pola hubungan sosial mulai berubah. Menyerupai

orang dewasa muda, remaja sering merasa berhak untuk membuat

keputusan sendiri. Pada masa perkembangan ini, pencapaian kemandirian

dan identitas sangat menonjol, pemikiran semakin logis, abstrak dan

idealistis dan semakin banyak waktu diluangkan diluar keluarga.

3. Remaja Lanjut (17-20 atau 21 tahun)

Dirinya ingin menjadi pusat perhatian; ia ingin menonjolkan dirinya;

caranya lain dengan remaja awal. Ia idealis, mempunyai cita-cita tinggi,

bersemangat dan mempunyai energi yang besar. Ia berusaha memantapkana

identitas diri, dan ingin mencapai ketidaktergantungan emosional.

Ada perubahan fisik yang terjadi pada fase remaja yang begitu cepat,

misalnya perubahan pada karakteristik seksual seperti pembesaran buah dada,

perkembangan pinggang untuk anak perempuan sedangkan anak laki-laki

tumbuhnya kumis, jenggot serta perubahan suara yang semakin dalam. Perubahan

mentalpun mengalami perkembangan. Pada fase ini pencapaian identitas diri

sangat menonjol, pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis, dan semakin

banyak waktu diluangkan di luar keluarga.

Selanjutnya, perkembangan tersebut

diatas disebut fase pubertas (puberty) yaitu suatu periode dimana kematangan

Teressa M. Mc Devitt, Jeanes Ellis Omrod, Child Development and Education,

(Colombos Ohio, Merril Prentice Hall,2002), h. 17.

John W Santrock, Life Span Development, Perkembangan Masa Hidup, (Jakarta:

Erlangga, 2002), Ed.5 Jilid 1, h. 23

ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824

Homepage: //e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda

PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA

119

kerangka atau fisik tubuh seperti proporsi tubuh, berat dan tinggi badan

mengalami perubahan serta kematanagan fungsi seksual yang terjadi secara pesat

terutama pada awal masa remaja. Akan tetapi, pubertas bukanlah peristiwa

tunggal yang tiba-tiba terjadi. Pubertas adalah bagian dari suatu proses yang

terjadi berangsur-angsur (gradual).

Pada fase ini kita banyak melihat fenomena

remaja yang duduk-duduk berjam-jam didepan kaca untuk penampilan yang

sempurna untuk meyakinkan bahwa dirinya menarik. Terkadang juga remaja

berpenampilan yang aneh-aneh supaya mendapat perhatian dan diakui

keberadaannya. Misalnya, tentang model rambut, model baju, model assesoris

yang selalu mengikuti perkembangan jaman dan tingkah laku lain yang kadang

kita anggap tidak sewajarnya dan lain sebagainya.

Karena hormon-hormon sexnya sudah bekerja dan berfungsi, maka remaja

sudah mempunyai rasa ketertarikan dengan lawan jenis sehingga remaja begitu

sangat cemas dan tertekan apabila ada yang kurang pada penampilan dirinya.

Mereka berusaha untuk menutupi kekurangananya dengan berbagai cara. Dalam

masa pubertas ini remaja berusaha tampil secara meyakinkan dan tanpa rasa

minder ketika mereka bergaul dengan teman-teman sebayanya. Preokupasi

(perhatian) terhadap citra tubuh itu cukup kuat di masa remaja, secara khusus

kecenderungan ini menjadi akut di masa pubertas. Sekalipun demikian, mimik

keraguan masih seringkali terlihat pada raut mukanya, terutama ketika berbicara

dengan orang-orang dewasa.

Pada tahun 1904, psikolog Amerika, G Stanly Hall menulis buku ilmiah

pertama tentang hakekat masa remaja. G. Stanly Hall mengupas mengenai

masalah “pergolakan dan stres” (strorm-and-stress). Hall mengatakan bahwa

masa remaja adalah merupakan masa-masa pergolakan yang penuh dengan

konflik dan buaian suasana hati dimana pikiran, perasaan, dan tindakan bergerak

pada kisaran antara kesombongan dan kerendahan hati, kebaikan dan godaan,

serta kegembiraan dan kesedihan. Anak remaja mungkin nakal kepada teman

sebayanya pada suatu saat dan baik hati pada saat berikutnya, atau mungkin ia

Ibid., h. 7

ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824

Homepage: //e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda

PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA

120

ingin dalam kesendiriannya, tetapi beberapa detik kemudian ingin bersama-sama

dengan sahabatnya.

Sebenarnya, hampir selama abad ke-20, remaja digambarkan sebagai sosok

yang abnormal dan menyimpang alih-alih sebagai sebagai sosok yang normal dan

tidak menyimpang inilah pertimbangan dari Hall mengenai badai dan

stres.Gambaran yang diberikan media mengenai remaja sebagai sosok yang

memberontak, penuh konflik, gemar ikut-ikutan mode, menyimpang, dan terpusat

pada diri sendiri- Rebel Withaut a Cause di akhir tahun 1950-an, dan Easy Rider

di tahun 1960-an. Pertimbangkan gambaran mengenai remaja yang stres dan

terganggu di tahun Sixteen Candle dan The Breakfast Club di tahun1980-an. Boyz

N the Hood di tahun 1990-an. Sebuah analisis pada liputan televisi lokal

menemukan bahwa topik-topik yang paling sering dilaporkan mengenai anak

muda adalah topik-topik seputar kejahatan, kecelakaan, kejahatan yang dilakukan

oleh remaja, dimana berita itu hampir setengah (46%) dari semua liputan anak

muda.

Selanjutnya, fase remaja didahului oleh timbulnya harga diri yang kuat,

ekspresi kegirangan, keberanian yang berlebihan. Karena itu mereka yang berada

pada fase ini cenderung membuat keributan, kegaduhan yang sering mengganggu.

Tendens untuk berada dalam suasana ribut dan berlebihan yang bersifat fisik,

lebih banyak terdapat pada anak laki-laki. Pada anak perempuan tendens yang

serupa manifest dalam ekspresi judes, mudah marah dan merajuk. Kekuatan dan

kehebatan fisik makin menjadi perhatian utama, sehingga banyak puber yang

menginginkan untuk menjadi bintang pembalap yang dipuja dan dihargai. Pada

wanita keinginan untuk mendapat penghargaan dan perhatian ini manifest dalam

tendens dandanan yang berlebihan. Mereka mudah terperosok dalam suasana

persaingan. Itulah gambaran remaja.

Kembali pada fase ini remaja ambisinya meninggi, sering tidak realitis, dan

pemikirannya terlalu muluk. Sensifitasnya terhadap penilaian orang lain sangat

meninggi, sehingga ucapan-ucapnnya yang biasanya ’biasa’, pada fase tersebut

Ibid.,h. 8

Ibid., h. 9

ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824

Homepage: //e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda

PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA

121

menjadi terasa menyakitkan atau menyedihkan. Mereka sangat benci bila

dianggap sebagai anak-anak, apalagi anak kecil.

Namun, ada penelitian yang strereotip negatif mengenai remaja terlalu

dilebih lebihkan. Dalam studi lintas budaya, Daniel Offer dan koleganya

menemukan bahwa pandangan semacam itu tidak memperoleh dukungan. Para

peneliti menilai citra-diri dari remaja di seluruh dunia di Amirika, Australia,

Bangladesth, Hungaria, Israel, Italia, Jepang,Taiwan, Turki dan Jerman Barat

menemukan setidaknya 73 % dari para remaja tersebut memiliki ciri-ciri diri yang

positif, para remaja tersebut percaya diri dan optimis terhadap masa depannya.

C. Teman-Teman Sebaya

1. Tekanan Teman Sebaya dan Konformitas

Remaja dalam masa transisi menuju dewasa, memiliki rasa ingin

tahunya yang besar mengenai kehidupan manusia disekitar mereka dan

selalu ingin tahu hal-hal yang dialami kawan- kawan mereka. Para remaja

juga bercerita mengenai kenikmatan yang diperoleh dari keakraban dan

kegembiraan ketika menjalin relasi, termasuk mengenai kemungkinan

mereka terluka dari relasi tersebut. Sebagai contoh mereka suka pergi

bersama sama diberbagai aktifitas sekolah, dilingkungan rumah, makan

bersama, suka pergi ke pesta-pesta, atau hanya sekedar jalan-jalan dan lain-

lain.

Remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima

kawan sebaya atau kelompok. Sebagai akibatnya mereka akan senang

apabila diterima dan sebaliknya akan merasa tertekan dan cemas apabila

dikeluarkan dan diremehan oleh kawan-kawan sebayanya. Bagi banyak

remaja, pandangan kawan-kawan pada dirinya merupakan hal yang paling

lebih penting. Bahkan kadang lebih penting daripada orangtuanya sendiri,

mereka lebih mengutamakan kawan-kawannya supaya mereka bisa diterima

di komunitas teman sebaya. Karena remaja merasa sudah besar serta sudah

mandiri.

Jos Masdani, Perkembangan Anak, Psikologi bagian Psikiatri F.K. U.I (Majalah

Psikologi Populer anda)

Ibid., h. 10

ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824

Homepage: //e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda

PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA

122

Sebagaimana orang dewasa, seorang remaja hidup di dua lingkungan:

di rumah dan di luar rumah. Di rumah, remaja belajar tentang norma-norma

berperilaku yang diterapkan orang tua. Tatapi remaja kadang ingin

melepaskan diri dari norma-norma tersebut kalau sudah keluar dari rumah

misalanya pada saat pergi ke sekolah, mereka mengikuti cara berpakaian,

kebiasaan bahasa, dan peraturan teman sebaya mereka kalau tidak ingin

ditertawakan atau dikucilkan apabila tidak mengikuti aturan kelompok

teman sebaya mereka. Remaja akan taat hukum disaat kelas lima Sekolah

Dasar (SD), mungkin mau melanggar hukum di Sekolah Menengah Atas

(SMA) jika itu diperluakan atau yang mereka pikir diperlukan untuk

mendapatkan rasa hormat dari rekan-rekan mereka.

Memang sulit untuk memisahkan efek orang tua dan teman sebaya

karena orang tua biasanya mencoba untuk mengatur berbagai hal sehingga

lingkungan anak mereka meniru nilai dan kebiasaan yang diatur oleh orang

tua sendiri. Oleh karena itu, untuk melihat faktor yang lebih kuat

mempengaruhi kepribadian dan perilaku anak remaja, kita harus melihat

situasi dimana nilai yang dijunjung kelompok teman sebaya, apakah

bertentangan dengan nilai yang dijunjung orang tua apa tidak. Ketika orang

tua menghargai prestasi akademik dan teman sebaya si anak menganggap

prestasi disekolah hanya diperuntukkan bagi pengkhianat atau kutu buku,

maka pandangan siapa yang paling menang? Jawabannya, pandangan teman

sebayalah yang biasanya menang. Sebaliknya anak yang orang tuanya tidak

memberikan dorongan atau motivasi untuk sukses mungkin akan mendapati

diri mereka bergaul dengan teman sebaya yang berusaha sangat keras untuk

masuk ke perguruan tinggi maka mereka juga mulai ikut termotivasi untuk

belajar keras seperti yang dilakukan oleh teman kelompoknya.

Kebutuhan teman sebaya bagi remaja adalah penting. Dimana

pengertian teman sebaya adalah teman yang memiliki usia atau tingkat

kematangan yang kurang lebih sama atau dapat diartikan juga teman sebaya

Carole Wade dkk, Psikologi, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2016), Ed. ke 11, Jilid 2. h.

227

Ibid.,h. 227

ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824

Homepage: //e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda

PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA

123

adalah kelompok yang baru dimana didalamnya anak memiliki ciri, norma

dan kebiasaan yang jauh berbeda dengan apa yang ada. Itulah uniknya

remaja. Dan satu lagi mengapa remaja lebih senang bergaul dengan yang

seusianya karena dengan usia yang sama dapat melibatkan keakraban yang

relatif besar, kebutuhannya mereka juga hampir sama yaitu kebutuhan akan

saling bertukar informasi mengenai dunia luarnya yaitu dunia diluar

keluarga seperti mereka bercerita mengenai bagaimana bisa diterima di

kelompoknya, bagaimana mengeksplorasi prinsip-prinsip kesetaraan dan

keadilan melalui pengalaman mereka ketika menghadapai perbedaan-

perbedaan dengan teman sebaya dan itu semua merupakan dunia sosial

remaja yang merupakan karakteristik yang khas yang harus dilewatinya.

Bagi beberapa remaja dalam pergaulan, pengalaman ditolak atau

diabaikan dapat membuat mereka merasa kesepian dan menimbulkan sikap

bermusuhan. Dibutuhkan kemampuan baru dalam menyesuaikan diri yang

dapat dijadikan dasar dalam interaksi sosial yang lebih besar. Tekanan untuk

mengikuti teman sebaya atau yang disebut konformitas (conformity) pada

masa remaja sangat kuat. Konformitas muncul ketika individu meniru sikap,

atau tingkah laku orang lain dikarenakan ada tekanan nyata maupun yang

dibayangkan oleh mereka.

Konformitas dengan tekanan teman-teman sebaya pada masa remaja

dapat bersifat positif maupun negatif. Umumnya remaja terlibat dalam

semua bentuk perilaku konformitas yang negatif, seperti menggunakan

bahasa yang kasar, mencuri, merusak, dan mengolok-olok orangtua dan

guru. Akan tetapi banyak sekali konfomitas teman sebaya yang tidak negatif

dan terdiri atas keinginana untuk dilibatkan di dunia teman sebaya, seperti

berpakaian seperti teman-teman dan keinginan untuk meluangkan waktu

dengan anggota suatu klik.. Banyak dari remaja yang membuat kegiatan-

kegiatan prososial seperti mengumpulkan uang untuk tujuan-tujuan yang

bermakna.

John W. Santrock, Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup, (Jakarta:

Penerbit Erlangga, 2002), Ed. 5. Jilid 2. h. 44-46

ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824

Homepage: //e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda

PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA

124

Berhadapan dengan remaja tentunya berbeda dengan berhadapan

dengan anak kecil. Anak-anak kecil harus diasuh dengan cara yang berifat

melindungi dan agak otoriter. Mengapa hal itu dilakukan? karena

pengetahuan dan pengalaman mereka tentang dunia jauh lebih sedikit,

demikian juga dengan ruang lingkup mereka. Karena itu mereka harus

dilindungi dan dibantu. Sedang anak remaja yang proses berfikirnya lebih

logis, kritis tentunya berbeda perlakuannya. Termasuk remaja dalam

pemilihan teman harus lebih selektif agar tidak terpengaruh dalam peilaku

konformitas negatif yang dapat merugikan diri sendiri.

2. Klik dan Kelompok

Kebanyakan relasi dengan kelompok teman sebaya pada masa remaja

dapat dikategorikan dalam salah satu dari tiga bentuk: Kelompok, klik, atau

persahabatan individual. Klik (cliques) ialah kelompok-kelompok yang

lebih kecil, memiliki kedekatan yang lebih besar diantara anggota-anggota,

dan lebih kohesif terhadap kelompok. Sedangkan arti kelompok (crowd)

adalah kelompok-kelompok remaja yang terbesar dan kurang bersifat

pribadi.

Kesetiaan kepada klik, klub, organisasi dan tim memiliki kendali yang

kuat terhadap kehidupan banyak remaja. Identitas kelompok seringkali

mengalahkan identitas pribadi. Pemimpin suatu kelompok dapat

menempatkan seorang anggota dalam suatu posisi yang mengandung

konflik moral dengan menanyakan, “mana yang lebih penting, aturan kami

atau orangtua kamu? atau “Apakah kamu menjaga diri kamu sendiri atau

anggota-anggota kelompok?

Di sinilah dilema remaja satu sisi mereka

harus tetap menjaga nilai-nilai moral, etika dan lain sebagainya baik itu

berasal dari orangtua, guru ataupun masyarakatnya akan tetapi di sisi lain

gejolak remaja dimana mereka ingin diterima di suatu komunitas atau

kelompok yang kadang-kadang bertentangan nilai nilai moral dan etika

maka remaja dalam keadan seperti ini harus bisa memilah dan memilih.

Ibid., h.46.

Ibid

ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824

Homepage: //e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda

PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA

125

3. Persahabatan

Sahabat bagi remaja sangatlah penting karena dengan sahabat remaja

dapat bercerita kepadanya dan mengetahui segala rahasia-rahasia yang tidak

mungkin diceritakan kepada teman yang lain. Mereka ingin berbagi

persoalan, minat, informasi dan rahasia sesama mereka. Mereka juga saling

menenggang perasaan dan tidak inigin saling menyakiti. Persahabatan

memainkan peran penting dalam membentuk pemikiran dan sikap remaja,

dan juga dapat mempengaruhi kesejahteraan moral dan spiritual.

Persahabatan dapat membuat lebih berani (atau nekad, tergantung

bagaimana melihatnya), atau lebih ramah, atau lebih egois dan agresif

daripada sifat remaja biasanya. Dalam persahabatan memiliki enam fungsi:

kawan, pendorong, dukungan fisik, dukungan ego, perbandingan sosial, dan

keakrapan atau afeksi.

a. Berkaitan dengan kawan, persahabatan memberi anak-anak seorang

teman bermain yang akrab, seseorang yang mau meluangkan waktu

bermain bersama mereka.

b. Berkaitan dengan pendorong, persahabatan memberi anak-anak

informasi, kegembiraan, dan hiburan yang menarik.

c. Berkaiatan dengan dukungan fisik, persahabatan memberi waktu,

sumber-sumber dan bantuan.

d. Berkaitan dengan dukungan ego, persahabatan memberi harapan

dukungan, dorongan semangat, dan umpan balik yang menolong anak-

anak mempertahankan suatu kesan yang tentang diri sendiri sebagai

orang yang bekompeten, menarik dan berharga.

e. Berkaitan dengan perbandingan sosial, persahabatan memberikan

informasi tentang posisi seorang anak berhadapan dengan anak lain dan

apakah anak melakukan sesuatu dengan baik.

John W. Santrock, Life Spain Development, Perkembangan Masa Hidup, (Jakarta,

Penerbit Erlangga, 2002), Op. Cit., h. 348.

ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824

Homepage: //e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda

PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA

126

f. Berkaitan dengan keakraban dan afeksi, memberi anak-anak suatu

hubungan yang hangat, erat, saling mempercayai dengan orang lain

dimana penyingkapan diri berlangsung.

D. Remaja dengan Masalah Majemuk

Setiap tahap usia remaja mempunyai tugas perkembangan yang harus

dilalui. Apabila seseorang gagal melaksanakan tugas perkembangan pada usia

sebenarnya, perkembangan pada tahap berikutnya akan mengalami gangguan, lalu

mencetuskan masalah pada diri remaja. Pada usia ini, remaja mencoba mencari

penyesuaian diri dengan kelompok sebayanya. Dia mula memerhati pendapat

orang lain, selain menginginkan kebebasan dan keyakinan diri.

Secara psikologi, kenakalan remaja wujud daripada konflik yang tidak

diselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak, sehingga fase remaja gagal

dalam menjalani proses perkembangan jiwanya. Bisa juga terjadi masa kanak-

kanak dan remaja berlangsung begitu singkat berbanding perkembangan fisikal,

psikologi dan emosi yang begitu cepat. Pengalaman pada masa anak-anak atau

pada masa lampaunya yang menimbulkan traumatik seperti dikasari atau yang

lainnya dapat menimbulkan gangguan pada fase pertumbuhannya. Begitu juga,

mereka ada tekanan dengan lingkungan atau status sosial ekonomi lemah yang

dapat menimbulkan perasaan minder. Hal itu dikarenakan remaja belum stabil

dalam mengelola emosinya. Dalam masa peralihan remaja dihadapkan pada

masalah-masalah penguasaan diri atau kontrol diri.

Pertentangan dan pemberontakan adalah bagian alamiah dari kebutuhan

para remaja untuk menjadi dewasa yang mandiri dan peka secara emosional.

Remaja suka memberontak dan idealis kadang-kadang ketegangan-ketegangan

sering terjadi dengan menantang orangtua, guru dan orang-orang yang ada di

sekitar mereka. dengan gagasan-gagasannya yang kadang berbahaya dan kaku.

Persoalan-persoalan lain remaja yang membuat kita prihatin yang terjadi

dalam rutinitas sehari-hari adalah tidur larut malam, tidak betah tingal di rumah,

mencuri, berbohong, merokok, bersumpah dengan bahasa yang tidak jelas,

Ruqayyah Waris Masqood, Mengantar Remaja Ke Syurga, (Bandung, Penerbit Mizan,

1998), h. 43.

ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824

Homepage: //e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda

PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA

127

mengucapkan kata-kata yang cenderung vulgar, tidak patuh dan suka

membantah, selalu menolak apabila diperintahkan, suka berdebat, membolos dari

sekolah, mendengarkan musik dengan keras, tidak membersihkan tubuhnya

dengan benar atau sebaliknya berlama-lama di kamar mandi (mandi secara

berlebihan), bermalas-malasan dengan tidak melakukan sesuatu (menganggur),

memakai pakaian yang tidak rapi atau membuat model atau potongan rambut

yang sembarangan, melakukan sesuatu dengan tanpa pertimbangan yang matang

serta dengan resiko yang konyol, bergaul dengan orang-orang yang tidak kita

sukai karena tidak jelas orientasi hidupnya, melalaikan pelajaran agamanya atau

tidak memperhatikan ibadahnya seperti tidak sholat atau sholat tidak tepat waktu,

dan lain-lain.

Sedangkan problem pokok yang dihadapi oleh kota besar, dan kota-kota

lainnya tanpa menutup kemungkinan terjadi di pedesaan, adalah kriminalitas di

kalangan remaja. Dalam berbagai acara liputan kriminal di televisi misalnya,

hampir setiap hari selalu ada berita mengenai tindak kriminalitas di kalangan

remaja. Hal ini cukup meresahkan, dan fenomena ini terus berkembang di

masyarakat. Sebagai contoh peristiwa kenakalan remaja adalah sebagai berikut:

1. Pencabulan yang dilakukan oleh seorang yang masih berusia 18 tahun

terhadap korbannya yang masih berusia dibawah umur di Probolinngo Jawa

Timur.

2. Tawuran antar pelajar Sekolah Menengah Pertama yang terjadi di Jakarta

menelan korban jiwa karena para pelajar membawa senjata tajam.

3. Tiga pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kediri membobol gedung

sekolah, saat di tangkap oleh polisi, ketiga pelajar tersebut kedapatan telah

mengambil beberapa handphone yang berada di gedung sekolah tersebut.

Orangtua dari remaja nakal atau bermasalah cenderung memiliki aspirasi

yang minim mengenai anak-anaknya, menghindari keterlibatan keluarga dan

kurangnya bimbingan orangtua terhadap remaja. Sebaliknya, suasana keluarga

yang menimbulkan rasa aman dan menyenangkan akan menumbuhkan

Ibid., h. 7

//ekaagustianip.blogspot.co.id/2013/10/kriminalitas-remaja.html

ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824

Homepage: //e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda

PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA

128

kepribadian yang wajar dan begitu pula sebaliknya. Banyak penelitian yang

dilakukan para ahli menemukan bahwa remaja yang berasal dari keluarga yang

penuh perhatian, hangat, dan harmonis mempunyai kemampuan dalam

menyesuaikan diri dan sosialisasi yang baik dengan lingkungan disekitarnya.

Setidaknya ada empat masalah yang mempengaruhi sebagian besar remaja

adalah:

1. Masalah penyalahgunaan obat.

2. Masalah kenakalan remaja.

3. Masalah seksual.

4. Masalah-masalah yang berkaitan dengan sekolah.

Remaja yang paling beresiko adalah remaja yang memiliki masalah lebih dai satu

masalah tersebut.

Lambat laun para peneliti menemukan bahwa perilaku

perilaku bermasalah yang dialami dimasa remaja saling berkaitan. Sebagai

contoh, penyalahgunaan obat terlarang yang parah berkaitan dengan aktivitas

sexual dini, rendahnya nilai sekolah, putus sekolah, dan kenakalan. Aktivitas

sexual dini berkaitan dengan penggunaan rokok dan alkohol, penggunaan

meriyuana dan obat-obatan narkotika lainnya. Meskipun tidak seluruhnya,

sebagian anak-anak muda berisiko tinggi “melakukan semua hal tersebut.”

Penelitian ini dilakukan di negara negara maju seperti Amirika. Gejala perilaku

yang menyimpang itu juga dialami oleh negara-negara berkembang seperti

Indonesia.

Penguatan pendidikan karakter dalam konteks sekarang sangat relevan

untuk mengatasi krisis moral yang sedang terjadi di negara kita. Diakui atau tidak

saat ini terjadi krisis nyata dan mengkhawatirkan dalam masyarakat dengan

melibatkan milik kita yang paling berharga, yaitu anak-anak. Krisis ini antara lain

berupa meningkatnya pergaulan bebas,

Ibid.

John W. Santrock, Remaja, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002), Ed.11. Jilid 2. h.269.

Ibid.

Zubaidi, Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga

Pendidikan, (Jakarta: Penerbit Kencana, 2011), Ed. 1. h. 1

ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824

Homepage: //e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda

PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA

129

Menurut Kepala BKKBN, Sugiri Syarif, data badan Koordinasi Berencana

Nasional (BKKBN) pada tahun 2010, menunjukkan 51 persen remaja di

Jabodetabek telah melakukan seks pranikah. Artinya dari 100 remaja, 51 sudah

tidak perawan. Beberapa wilayah lain Indonesia, seks pranikah juga dilakukan

beberapa remaja. Misalnya saja di Surabaya tercatat 54 persen, di Bandung 47

persen, dan52 persen di Medan. Dari kasus perzinaan yang dilakukan para remaja

putri tersebut, yang pailng dahsyat terjadi di Yogyakarta. Pihaknya mnyebutkan

dari hasil penelitian di Yogyakarta kurun waktu 2010 setidaknya tercatat sebanyak

37 persen dari 1.160 mahasiswi di Kota Gudeg ini menerima gelar MBA

(marriage by accident) alias menikah akibat hamil maupun kehamilan. Di luar

nikah. Didit Tri Kertapi, “Kepala BKKBN; 51 negara dari 100 remaja di

Jabodetabek sudah tak perawan.” Dalam detiknews.com, dipublikasikan pada

tanggal 28/11/2010,

//www.detiknews.com/read/2010/11/28/094930/1504117/10/kepala-bkkbn-

51- dari 100 remaja di Jabodetabek sudah tak perawan.

Menurut tinjauan Emotional Spiritual Question (ESQ) tujuh krisis moral

yang terjadi di tengah masyarakat Indonesia antara lain krisis kejujuran, krisis

tanggung jawab, tidak berpikir jauh ke depan, krisis disiplin, krisis kebersamaan,

dan krisis keadilan.

Pendidikanlah yang sesungguhnya paling besar

memberikan kontribusi terhadap situasi ini. Dalam konteks pendidikan formal di

sekolah, bisa jadi salah satu penyebabnya karena pendidikan di Indonesia lebih

menitikberatkan pada pengembangan intelektual atau kognitif semata, sedangkan

aspek soft skills, atau non akademik secara optimal bahkan cenderung diabaikan.

Saat ini, adda kecenderungan bahwa target-target akademik masih menjadi tujuan

utama dari hasil pendidikan, seperti halnya Ujian Nasional (UN), sehingga proses

pendidikan karakter masih sulit dilakukan.

Faktor lain yang juga ikut mempengaruhi perilaku kenakalan pada remaja

adalah konsep diri yang merupakan pandangan atau keyakinan diri terhadap

keseluruhan diri, baik yang menyangkut kelebihan maupun kekurangan diri,

Darmiyati Zuhdi, Pendidikan Karakter (Yogyakarta: UNY Press, 2009), h. 39-40

Zubaidi, Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga

Pendidikan.,op.cit., h.2-3

ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824

Homepage: //e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda

PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA

130

sehingga mempunyai pengaruh yang besar terhadap keseluruhan perilaku yang

ditampilkan. Konsep diri terbentuk dan berkembang berdasarkan pengalaman dan

inteprestasi dari lingkungan, penilaian orang lain, atribut, dan tingkah laku

dirinya. Masa remaja merupakan saat individu mengalami kesadaran akan dirinya

tentang bagaimana pendapat orang lain tentang dirinya. Pada masa tersebut

kemampuan kognitif remaja sudah mulai berkembang, sehingga remaja tidak

hanya mampu membentuk pengertian mengenai apa yang ada dalam pikirannya,

namun remaja akan berusaha pula untuk mengetahui pikiran orang lain tentang

tentang dirinya.

E. Pencegahan dan Penanganan

Selain memahami gejala-gejala yang memperlihatkan betapa banyaknya

remaja yang terjerumus dalam perilaku bermasalah majemuk, seorang pendidik

perlu mengembangkan program-program yang dapat mengurangi masalah-

masalah remaja. Diantara program tersebut adalah:

1. Memberikan perhatian yang intensif secara individual. Pada program-

program yang berhasil, remaja muda dipasangkan dengan seorang dewasa

yang bertanggung jawab.

2. Pendekatan kolaboratif yang melibatkan banyak agensi di seluruh

komunitas. Filosofis dasar dari komunitas adalah pentingnya menyediakan

program dan layanan.

3. Identifikasi dan penanganan awal. Merangkul anak-anak dan keluarganya

sebelum anak-anak mengembangkan berbagai masalah, atau masih berada

di tahap awal dari masalahnya, adalah strategi yang berhasil.

Dalam perkembangan remaja yang penuh gejolak, peranan keluarga,

sekolah, masyarakat dan juga kebijakan pemerintah dalam dunia pendidikan ikut

andil besar. Peranan media massa seperti televisi, internet, tabloid, koran dan

majalah juga mempunyai kekuatan yang besar bagi kepentingan yang dominan

dalam masyarakat. Menurut Perin, televisi memberikan pengaruh yang besar

dalam kehidupan sehari-hari dibandingkan media lainnya. Ia memerankan peran

//ekaagustianip.blogspot.co.id/2013/10/kriminalitas-remaja.html

John W. Santrock, Remaja, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002)., op.cit., h. 270

ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824

Homepage: //e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda

PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA

131

utama dalam kehidupan, ia juga meupakan sumber informasi yang utma (a prime

source of new).

Pendidikan karakter tetap harus ditingkatkan penerapan kualitasnya baik itu

di lingkungan keluarga maupun di sekolah. Kalau melihat di negara Inggris dan di

sejumlah negara pendidikan karakter menjadi sebuah program kurikuler. Study J

Mark dan Monica J. Taylor menunjukkan bagaimana pembelajaran dan

pengajaran nilai sebagai cara membentuk karakter terpuji telah dikembangkan.

Peran sekolah yang menonjol terhadap pembentukan karakter berdasarkan nilai

nilai dalam dua hal, yaitu: build and suplement the values children have already

begun to develop by offering further exposure to a range of values that are

current in society (such as equel opprtunities and respect for diversity); and to

help children to reflect, make sense of and apply their omn developing values”.

F. Penutup

Dari kajian pemaparan tulisan tersebut diatas dapat disampaikan kesimpulan

sebagai berikut:

1. Pertentangan dan pemberontakan adalah bagian alamiah dari kebutuhan

para remaja untuk menjadi orang dewasa yang mandiri.

2. Dibutuhkan peran orangtua, para guru dan lingkungan masyarakat untuk

mengenali dunia mereka dan memberi kesempatan untuk berkembaang

dalam potensi diri.

3. Memberikan aturan yang lebih longgar tetapi tetap terkontrol karena sudah

mulai mandiri.

4. Memberikan pujian, apresiasi, kasih sayang, dan menumbuhkan rasa

percaya diri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Percaya diri disini

adalah saat anak merasa dirinya mampu serta berani berbeda dan teguh

memegang prinsip saat apa yang di bawanya benar.

Oos M Anwas, “Televisi Mendidik Karakter Bangsa: Harapan dan Tantangan”, dalam

jurnal Pendidikan dan kebudayaan, (Jakarta: Balitbang Pendidikan Nasional. Vol.16. Edisi Khusus

III, Oktober 2010), h. 261

Dony Kusuma, Pendidikan Karakter, (Jakarta: Grasindo, 2004), h.104

ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824

Homepage: //e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda

PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA

132

5. Kebutuhan teman sebaya bagi remaja adalah penting, hendaknya tetap di

kontrol oleh pendidik agar tidak terjerumus dalam perbuatan yang

melanggar hukum dan norma.

6. Orangtua menerima anak apa adanya dengan segala kekurangan dan

kelebihannya sehingga anak merasa aman dan nyaman di lingkungan

terdekatnya, hal ini memungkinkan anak untuk tidak berindak melanggar

aturan.

DAFTAR PUSTAKA

Alex Sobur, Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah, (Bandung: Penerbit

Pustaka Setia, 2003).

Carole Wade dkk, Psikologi, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2016).

JaniceJ. Beaty, Observasi Anak Usia Dini, (Jakarta: Kencana Prenadamedia,

2013).

Darmiyati Zuhdi, Pendidikan Karakter (Yogyakarta: UNY Press, 2009)

Dony Kusuma, Pendidikan Karakter, (Jakarta: Grasindo, 2004).

John W Santrock, Life Span Development, Perkembangan Masa Hidup, (Jakarta:

Erlangga, 2002). Jilid

//ekaagustianip.blogspot.co.id/2013/10/kriminalitas-

remaja.htmlwww.depkes.go.id

Jos Masdani, Perkembangan Anak, Psikologi bagian Psikiatri F.K. U.I (Majalah

Psikologi Populer anda).

John W. Santrock, Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup, (Jakarta:

Penerbit Erlangga, 2002). Jilid.2

John. W. Santrock, Remaja, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002).

Oos M Anwas, “Televisi Mendidik Karakter Bangsa: Harapan dan Tantangan”,

dalam jurnal Pendidikan dan kebudayaan, (Jakarta: Balitbang Pendidikan

Nasional. Vol.16. Edisi Khusus III, Oktober 2010).

Ruqayyah Waris Masqood, Mengantar Remaja Ke Syurga, (Bandung, Penerbit

Mizan, 1998).

Sayyid Muhammad Az-Za’Balawi, Pendidiksn Remaja antara Islam dan Ilmu

Jiwa, (Jakarta, Gema Insani, 2007).

ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824

Homepage: //e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda

PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA

133

Teressa M. Mc Devitt, Jeanes Ellis Omrod, Child Development and Education,

(Colombos Ohio, Merril Prentice Hall,2002).

Zubaidi, Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga

Pendidikan, (Jakarta: Penerbit Kencana, 2011).

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA