ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824 Homepage: http://e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA 116 PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA Amita Diananda () Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Islamic Village Tangerang Abstrak: Rentang usia remaja adalah 10 tahun sampai 21 tahun menurut beberapa ahli. Fase remaja adalah fase peralihan dari fase anak-anak menuju masa dewasa. Karakteristik yang bisa dilihat adalah adanya banyak perubahan yang terjadi baik itu perubahan fisik maupun psikis. Perubahan fisik yang dapat dilihat adalah perubahan pada karakteristik seksual seperti pembesaran buah dada, perkembangan pinggang untuk anak perempuan sedangkan anak laki-laki tumbuhnya kumis, jenggot serta perubahan suara yang semakin dalam. Perubahan mentalpun mengalami perkembangan. Pada fase ini pencapaian identitas diri sangat menonjol, pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis. Periode ini disebut fase pubertas (puberty) yaitu suatu periode dimana kematangan kerangka atau fisik tubuh seperti proporsi tubuh, berat dan tinggi badan mengalami perubahan serta kematanagan fungsi seksual yang terjadi secara pesat terutama pada awal masa remaja. Kebutuhan lain dari remaja adalah teman sebaya, dimana teman sebaya adalah sangat penting bagi remaja untuk mengenal dunia diluar keluarga. Namun dalam interaksinya, remaja sering mengalami tekanan untuk mengikuti teman sebaya atau yang disebut konformitas (conformity) yang sangat kuat. Konformitas ada yang positif dan negatif. Konformitas muncul ketika individu meniru sikap, atau tingkah laku orang lain dikarenakan ada tekanan nyata maupun yang tidak nyata. Perilaku remaja yang menyimpang seperti berbuat onar, mencuri dan lain lain perlu mendapat perhatian khusus bagi orangtua, guru dan pemerhati pendidikan. Pertentangan dan pemberontakan adalah bagian alamiah dari kebutuhan para remaja untuk menjadi dewasa yang mandiri dan peka secara emosional. Kata Kunci: Fase remaja, Teman sebaya, Konformitas A. Pendahuluan Setiap fase usia memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dari fase-fase pertumbuhan yang lain. Demikian pula dengan fase remaja, memiliki ciri-ciri yang berbeda dan karakteristik yang berbeda pula dari fase kanak-kanak, dewasa dan tua. Selain itu, setiap fase memiliki kondisi-kondisi dan tuntutan- tuntutan yang khas bagi masing-masing individu. Oleh karena itu, kemampuan individu untuk bersikap dan bertindak dalam menghadapi satu keadaan berbeda dari fase satu ke fase yang lain. Hal ini tampak jelas ketika seseorang
ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824 Homepage: http://e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA 117 mengekspresikan emosi emosinya. Seperti bagaimana melepaskan stress dengan cara yang sesuai, mengungkapkan kemarahan dengan kata-kata ketimbang tindakan negatif, mengatasi situasi sulit atau berbahaya dengan tenang, mengatasi situasi yang sedih dengan cara yang tepat, menangani situasi mengejutkan dengan kontrol menunjukkan kesukaan, kasih sayang, cinta terhadap orang lain dan lain sebagianya. Pertumbuhan terjadi serentak dengan perkembangan fisik, sosial, kognitif, bahasa, dan kreatif. Namun, respon yang terjadi dari setiap fase perkembangan mengalami perubahan pada anak sejalan dengan berlangsungnya waktu karena kedewasaannya, lingkungan, reaksi orang lain disekitarnya, atau pembimbingan dari orangtua. B. Fase Remaja Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun, menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahaun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah. Masa remaja adalah masa peralihan atau masa transisi dari anak menuju masa dewasa. Pada masa ini begitu pesat mengalami pertumbuhan dan perkembangan baik itu fisik maupun mental. Sehingga dapat dikelompokkan remaja terbagi dalam tahapan berikut ini : 1. Pra Remaja (11 atau 12-13 atau 14 tahun) Pra remaja ini mempunyai masa yang sangat pendek, kurang lebih hanya satu tahun; untuk laki-laki usia 12 atau 13 tahun - 13 atau 14 tahun. Dikatakan juga fase ini adalah fase negatif, karena terlihat tingkah laku yang cenderung negatif. Fase yang sukar untuk hubungan komunikasi antara anak dengan orang tua. Perkembangan fungsi-fungsi tubuh juga terganggu karena mengalami perubahan-perubahan termasuk perubahan hormonal yang dapat Sayyid Muhammad Az-Za’Balawi, Pendidikan Remaja antara Islam dan Ilmu Jiwa, (Jakarta, Gema Insani, 2007), h. 7. JaniceJ. Beaty, Observasi Anak Usia Dini, (Jakarta: Kencana Prenadamedia, 2013), Ed. 7, h. 91 www.depkes.go.id Alex Sobur, Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah, (Bandung: Penerbit Pustaka Setia, 2003), h.134.
ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824 Homepage: http://e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA 118 menyebabkan perubahan suasana hati yang tak terduga. Remaja menunjukkan peningkatan reflektivenes tentang diri mereka yang berubah dan meningkat berkenaan dengan apa yang orang pikirkan tentang mereka. Seperti pertanyaan: Apa yang mereka pikirkan tentang aku ? Mengapa mereka menatapku? Bagaimana tampilan rambut aku? Apakah aku salah satu anak “keren”? dan lain lain. 2. Remaja Awal (13 atau 14 tahun - 17 tahun) Pada fase ini perubahan-perubahan terjadi sangat pesat dan mencapai puncaknya. Ketidakseimbangan emosional dan ketidakstabilan dalam banyak hal terdapat pada usia ini. Ia mencari identitas diri karena masa ini, statusnya tidak jelas. Pola-pola hubungan sosial mulai berubah. Menyerupai orang dewasa muda, remaja sering merasa berhak untuk membuat keputusan sendiri. Pada masa perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas sangat menonjol, pemikiran semakin logis, abstrak dan idealistis dan semakin banyak waktu diluangkan diluar keluarga. 3. Remaja Lanjut (17-20 atau 21 tahun) Dirinya ingin menjadi pusat perhatian; ia ingin menonjolkan dirinya; caranya lain dengan remaja awal. Ia idealis, mempunyai cita-cita tinggi, bersemangat dan mempunyai energi yang besar. Ia berusaha memantapkana identitas diri, dan ingin mencapai ketidaktergantungan emosional. Ada perubahan fisik yang terjadi pada fase remaja yang begitu cepat, misalnya perubahan pada karakteristik seksual seperti pembesaran buah dada, perkembangan pinggang untuk anak perempuan sedangkan anak laki-laki tumbuhnya kumis, jenggot serta perubahan suara yang semakin dalam. Perubahan mentalpun mengalami perkembangan. Pada fase ini pencapaian identitas diri sangat menonjol, pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis, dan semakin banyak waktu diluangkan di luar keluarga. Selanjutnya, perkembangan tersebut diatas disebut fase pubertas (puberty) yaitu suatu periode dimana kematangan Teressa M. Mc Devitt, Jeanes Ellis Omrod, Child Development and Education, (Colombos Ohio, Merril Prentice Hall,2002), h. 17. John W Santrock, Life Span Development, Perkembangan Masa Hidup, (Jakarta: Erlangga, 2002), Ed.5 Jilid 1, h. 23
ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824 Homepage: http://e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA 119 kerangka atau fisik tubuh seperti proporsi tubuh, berat dan tinggi badan mengalami perubahan serta kematanagan fungsi seksual yang terjadi secara pesat terutama pada awal masa remaja. Akan tetapi, pubertas bukanlah peristiwa tunggal yang tiba-tiba terjadi. Pubertas adalah bagian dari suatu proses yang terjadi berangsur-angsur (gradual). Pada fase ini kita banyak melihat fenomena remaja yang duduk-duduk berjam-jam didepan kaca untuk penampilan yang sempurna untuk meyakinkan bahwa dirinya menarik. Terkadang juga remaja berpenampilan yang aneh-aneh supaya mendapat perhatian dan diakui keberadaannya. Misalnya, tentang model rambut, model baju, model assesoris yang selalu mengikuti perkembangan jaman dan tingkah laku lain yang kadang kita anggap tidak sewajarnya dan lain sebagainya. Karena hormon-hormon sexnya sudah bekerja dan berfungsi, maka remaja sudah mempunyai rasa ketertarikan dengan lawan jenis sehingga remaja begitu sangat cemas dan tertekan apabila ada yang kurang pada penampilan dirinya. Mereka berusaha untuk menutupi kekurangananya dengan berbagai cara. Dalam masa pubertas ini remaja berusaha tampil secara meyakinkan dan tanpa rasa minder ketika mereka bergaul dengan teman-teman sebayanya. Preokupasi (perhatian) terhadap citra tubuh itu cukup kuat di masa remaja, secara khusus kecenderungan ini menjadi akut di masa pubertas. Sekalipun demikian, mimik keraguan masih seringkali terlihat pada raut mukanya, terutama ketika berbicara dengan orang-orang dewasa. Pada tahun 1904, psikolog Amerika, G Stanly Hall menulis buku ilmiah pertama tentang hakekat masa remaja. G. Stanly Hall mengupas mengenai masalah “pergolakan dan stres” (strorm-and-stress). Hall mengatakan bahwa masa remaja adalah merupakan masa-masa pergolakan yang penuh dengan konflik dan buaian suasana hati dimana pikiran, perasaan, dan tindakan bergerak pada kisaran antara kesombongan dan kerendahan hati, kebaikan dan godaan, serta kegembiraan dan kesedihan. Anak remaja mungkin nakal kepada teman sebayanya pada suatu saat dan baik hati pada saat berikutnya, atau mungkin ia Ibid., h. 7
ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824 Homepage: http://e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA 120 ingin dalam kesendiriannya, tetapi beberapa detik kemudian ingin bersama-sama dengan sahabatnya. Sebenarnya, hampir selama abad ke-20, remaja digambarkan sebagai sosok yang abnormal dan menyimpang alih-alih sebagai sebagai sosok yang normal dan tidak menyimpang inilah pertimbangan dari Hall mengenai badai dan stres.Gambaran yang diberikan media mengenai remaja sebagai sosok yang memberontak, penuh konflik, gemar ikut-ikutan mode, menyimpang, dan terpusat pada diri sendiri- Rebel Withaut a Cause di akhir tahun 1950-an, dan Easy Rider di tahun 1960-an. Pertimbangkan gambaran mengenai remaja yang stres dan terganggu di tahun Sixteen Candle dan The Breakfast Club di tahun1980-an. Boyz N the Hood di tahun 1990-an. Sebuah analisis pada liputan televisi lokal menemukan bahwa topik-topik yang paling sering dilaporkan mengenai anak muda adalah topik-topik seputar kejahatan, kecelakaan, kejahatan yang dilakukan oleh remaja, dimana berita itu hampir setengah (46%) dari semua liputan anak muda. Selanjutnya, fase remaja didahului oleh timbulnya harga diri yang kuat, ekspresi kegirangan, keberanian yang berlebihan. Karena itu mereka yang berada pada fase ini cenderung membuat keributan, kegaduhan yang sering mengganggu. Tendens untuk berada dalam suasana ribut dan berlebihan yang bersifat fisik, lebih banyak terdapat pada anak laki-laki. Pada anak perempuan tendens yang serupa manifest dalam ekspresi judes, mudah marah dan merajuk. Kekuatan dan kehebatan fisik makin menjadi perhatian utama, sehingga banyak puber yang menginginkan untuk menjadi bintang pembalap yang dipuja dan dihargai. Pada wanita keinginan untuk mendapat penghargaan dan perhatian ini manifest dalam tendens dandanan yang berlebihan. Mereka mudah terperosok dalam suasana persaingan. Itulah gambaran remaja. Kembali pada fase ini remaja ambisinya meninggi, sering tidak realitis, dan pemikirannya terlalu muluk. Sensifitasnya terhadap penilaian orang lain sangat meninggi, sehingga ucapan-ucapnnya yang biasanya ’biasa’, pada fase tersebut Ibid.,h. 8 Ibid., h. 9
ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824 Homepage: http://e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA 121 menjadi terasa menyakitkan atau menyedihkan. Mereka sangat benci bila dianggap sebagai anak-anak, apalagi anak kecil. Namun, ada penelitian yang strereotip negatif mengenai remaja terlalu dilebih lebihkan. Dalam studi lintas budaya, Daniel Offer dan koleganya menemukan bahwa pandangan semacam itu tidak memperoleh dukungan. Para peneliti menilai citra-diri dari remaja di seluruh dunia di Amirika, Australia, Bangladesth, Hungaria, Israel, Italia, Jepang,Taiwan, Turki dan Jerman Barat menemukan setidaknya 73 % dari para remaja tersebut memiliki ciri-ciri diri yang positif, para remaja tersebut percaya diri dan optimis terhadap masa depannya. C. Teman-Teman Sebaya 1. Tekanan Teman Sebaya dan Konformitas Remaja dalam masa transisi menuju dewasa, memiliki rasa ingin tahunya yang besar mengenai kehidupan manusia disekitar mereka dan selalu ingin tahu hal-hal yang dialami kawan- kawan mereka. Para remaja juga bercerita mengenai kenikmatan yang diperoleh dari keakraban dan kegembiraan ketika menjalin relasi, termasuk mengenai kemungkinan mereka terluka dari relasi tersebut. Sebagai contoh mereka suka pergi bersama sama diberbagai aktifitas sekolah, dilingkungan rumah, makan bersama, suka pergi ke pesta-pesta, atau hanya sekedar jalan-jalan dan lain- lain. Remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima kawan sebaya atau kelompok. Sebagai akibatnya mereka akan senang apabila diterima dan sebaliknya akan merasa tertekan dan cemas apabila dikeluarkan dan diremehan oleh kawan-kawan sebayanya. Bagi banyak remaja, pandangan kawan-kawan pada dirinya merupakan hal yang paling lebih penting. Bahkan kadang lebih penting daripada orangtuanya sendiri, mereka lebih mengutamakan kawan-kawannya supaya mereka bisa diterima di komunitas teman sebaya. Karena remaja merasa sudah besar serta sudah mandiri. Jos Masdani, Perkembangan Anak, Psikologi bagian Psikiatri F.K. U.I (Majalah Psikologi Populer anda) Ibid., h. 10
ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824 Homepage: http://e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA 122 Sebagaimana orang dewasa, seorang remaja hidup di dua lingkungan: di rumah dan di luar rumah. Di rumah, remaja belajar tentang norma-norma berperilaku yang diterapkan orang tua. Tatapi remaja kadang ingin melepaskan diri dari norma-norma tersebut kalau sudah keluar dari rumah misalanya pada saat pergi ke sekolah, mereka mengikuti cara berpakaian, kebiasaan bahasa, dan peraturan teman sebaya mereka kalau tidak ingin ditertawakan atau dikucilkan apabila tidak mengikuti aturan kelompok teman sebaya mereka. Remaja akan taat hukum disaat kelas lima Sekolah Dasar (SD), mungkin mau melanggar hukum di Sekolah Menengah Atas (SMA) jika itu diperluakan atau yang mereka pikir diperlukan untuk mendapatkan rasa hormat dari rekan-rekan mereka. Memang sulit untuk memisahkan efek orang tua dan teman sebaya karena orang tua biasanya mencoba untuk mengatur berbagai hal sehingga lingkungan anak mereka meniru nilai dan kebiasaan yang diatur oleh orang tua sendiri. Oleh karena itu, untuk melihat faktor yang lebih kuat mempengaruhi kepribadian dan perilaku anak remaja, kita harus melihat situasi dimana nilai yang dijunjung kelompok teman sebaya, apakah bertentangan dengan nilai yang dijunjung orang tua apa tidak. Ketika orang tua menghargai prestasi akademik dan teman sebaya si anak menganggap prestasi disekolah hanya diperuntukkan bagi pengkhianat atau kutu buku, maka pandangan siapa yang paling menang? Jawabannya, pandangan teman sebayalah yang biasanya menang. Sebaliknya anak yang orang tuanya tidak memberikan dorongan atau motivasi untuk sukses mungkin akan mendapati diri mereka bergaul dengan teman sebaya yang berusaha sangat keras untuk masuk ke perguruan tinggi maka mereka juga mulai ikut termotivasi untuk belajar keras seperti yang dilakukan oleh teman kelompoknya. Kebutuhan teman sebaya bagi remaja adalah penting. Dimana pengertian teman sebaya adalah teman yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama atau dapat diartikan juga teman sebaya Carole Wade dkk, Psikologi, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2016), Ed. ke 11, Jilid 2. h. 227 Ibid.,h. 227
ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824 Homepage: http://e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA 123 adalah kelompok yang baru dimana didalamnya anak memiliki ciri, norma dan kebiasaan yang jauh berbeda dengan apa yang ada. Itulah uniknya remaja. Dan satu lagi mengapa remaja lebih senang bergaul dengan yang seusianya karena dengan usia yang sama dapat melibatkan keakraban yang relatif besar, kebutuhannya mereka juga hampir sama yaitu kebutuhan akan saling bertukar informasi mengenai dunia luarnya yaitu dunia diluar keluarga seperti mereka bercerita mengenai bagaimana bisa diterima di kelompoknya, bagaimana mengeksplorasi prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan melalui pengalaman mereka ketika menghadapai perbedaan- perbedaan dengan teman sebaya dan itu semua merupakan dunia sosial remaja yang merupakan karakteristik yang khas yang harus dilewatinya. Bagi beberapa remaja dalam pergaulan, pengalaman ditolak atau diabaikan dapat membuat mereka merasa kesepian dan menimbulkan sikap bermusuhan. Dibutuhkan kemampuan baru dalam menyesuaikan diri yang dapat dijadikan dasar dalam interaksi sosial yang lebih besar. Tekanan untuk mengikuti teman sebaya atau yang disebut konformitas (conformity) pada masa remaja sangat kuat. Konformitas muncul ketika individu meniru sikap, atau tingkah laku orang lain dikarenakan ada tekanan nyata maupun yang dibayangkan oleh mereka. Konformitas dengan tekanan teman-teman sebaya pada masa remaja dapat bersifat positif maupun negatif. Umumnya remaja terlibat dalam semua bentuk perilaku konformitas yang negatif, seperti menggunakan bahasa yang kasar, mencuri, merusak, dan mengolok-olok orangtua dan guru. Akan tetapi banyak sekali konfomitas teman sebaya yang tidak negatif dan terdiri atas keinginana untuk dilibatkan di dunia teman sebaya, seperti berpakaian seperti teman-teman dan keinginan untuk meluangkan waktu dengan anggota suatu klik.. Banyak dari remaja yang membuat kegiatan- kegiatan prososial seperti mengumpulkan uang untuk tujuan-tujuan yang bermakna. John W. Santrock, Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002), Ed. 5. Jilid 2. h. 44-46
ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824 Homepage: http://e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA 124 Berhadapan dengan remaja tentunya berbeda dengan berhadapan dengan anak kecil. Anak-anak kecil harus diasuh dengan cara yang berifat melindungi dan agak otoriter. Mengapa hal itu dilakukan? karena pengetahuan dan pengalaman mereka tentang dunia jauh lebih sedikit, demikian juga dengan ruang lingkup mereka. Karena itu mereka harus dilindungi dan dibantu. Sedang anak remaja yang proses berfikirnya lebih logis, kritis tentunya berbeda perlakuannya. Termasuk remaja dalam pemilihan teman harus lebih selektif agar tidak terpengaruh dalam peilaku konformitas negatif yang dapat merugikan diri sendiri. 2. Klik dan Kelompok Kebanyakan relasi dengan kelompok teman sebaya pada masa remaja dapat dikategorikan dalam salah satu dari tiga bentuk: Kelompok, klik, atau persahabatan individual. Klik (cliques) ialah kelompok-kelompok yang lebih kecil, memiliki kedekatan yang lebih besar diantara anggota-anggota, dan lebih kohesif terhadap kelompok. Sedangkan arti kelompok (crowd) adalah kelompok-kelompok remaja yang terbesar dan kurang bersifat pribadi. Kesetiaan kepada klik, klub, organisasi dan tim memiliki kendali yang kuat terhadap kehidupan banyak remaja. Identitas kelompok seringkali mengalahkan identitas pribadi. Pemimpin suatu kelompok dapat menempatkan seorang anggota dalam suatu posisi yang mengandung konflik moral dengan menanyakan, “mana yang lebih penting, aturan kami atau orangtua kamu? atau “Apakah kamu menjaga diri kamu sendiri atau anggota-anggota kelompok? Di sinilah dilema remaja satu sisi mereka harus tetap menjaga nilai-nilai moral, etika dan lain sebagainya baik itu berasal dari orangtua, guru ataupun masyarakatnya akan tetapi di sisi lain gejolak remaja dimana mereka ingin diterima di suatu komunitas atau kelompok yang kadang-kadang bertentangan nilai nilai moral dan etika maka remaja dalam keadan seperti ini harus bisa memilah dan memilih. Ibid., h.46. Ibid
ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824 Homepage: http://e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA 125 3. Persahabatan Sahabat bagi remaja sangatlah penting karena dengan sahabat remaja dapat bercerita kepadanya dan mengetahui segala rahasia-rahasia yang tidak mungkin diceritakan kepada teman yang lain. Mereka ingin berbagi persoalan, minat, informasi dan rahasia sesama mereka. Mereka juga saling menenggang perasaan dan tidak inigin saling menyakiti. Persahabatan memainkan peran penting dalam membentuk pemikiran dan sikap remaja, dan juga dapat mempengaruhi kesejahteraan moral dan spiritual. Persahabatan dapat membuat lebih berani (atau nekad, tergantung bagaimana melihatnya), atau lebih ramah, atau lebih egois dan agresif daripada sifat remaja biasanya. Dalam persahabatan memiliki enam fungsi: kawan, pendorong, dukungan fisik, dukungan ego, perbandingan sosial, dan keakrapan atau afeksi. a. Berkaitan dengan kawan, persahabatan memberi anak-anak seorang teman bermain yang akrab, seseorang yang mau meluangkan waktu bermain bersama mereka. b. Berkaitan dengan pendorong, persahabatan memberi anak-anak informasi, kegembiraan, dan hiburan yang menarik. c. Berkaiatan dengan dukungan fisik, persahabatan memberi waktu, sumber-sumber dan bantuan. d. Berkaitan dengan dukungan ego, persahabatan memberi harapan dukungan, dorongan semangat, dan umpan balik yang menolong anak- anak mempertahankan suatu kesan yang tentang diri sendiri sebagai orang yang bekompeten, menarik dan berharga. e. Berkaitan dengan perbandingan sosial, persahabatan memberikan informasi tentang posisi seorang anak berhadapan dengan anak lain dan apakah anak melakukan sesuatu dengan baik. John W. Santrock, Life Spain Development, Perkembangan Masa Hidup, (Jakarta, Penerbit Erlangga, 2002), Op. Cit., h. 348.
ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824 Homepage: http://e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA 126 f. Berkaitan dengan keakraban dan afeksi, memberi anak-anak suatu hubungan yang hangat, erat, saling mempercayai dengan orang lain dimana penyingkapan diri berlangsung. D. Remaja dengan Masalah Majemuk Setiap tahap usia remaja mempunyai tugas perkembangan yang harus dilalui. Apabila seseorang gagal melaksanakan tugas perkembangan pada usia sebenarnya, perkembangan pada tahap berikutnya akan mengalami gangguan, lalu mencetuskan masalah pada diri remaja. Pada usia ini, remaja mencoba mencari penyesuaian diri dengan kelompok sebayanya. Dia mula memerhati pendapat orang lain, selain menginginkan kebebasan dan keyakinan diri. Secara psikologi, kenakalan remaja wujud daripada konflik yang tidak diselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak, sehingga fase remaja gagal dalam menjalani proses perkembangan jiwanya. Bisa juga terjadi masa kanak- kanak dan remaja berlangsung begitu singkat berbanding perkembangan fisikal, psikologi dan emosi yang begitu cepat. Pengalaman pada masa anak-anak atau pada masa lampaunya yang menimbulkan traumatik seperti dikasari atau yang lainnya dapat menimbulkan gangguan pada fase pertumbuhannya. Begitu juga, mereka ada tekanan dengan lingkungan atau status sosial ekonomi lemah yang dapat menimbulkan perasaan minder. Hal itu dikarenakan remaja belum stabil dalam mengelola emosinya. Dalam masa peralihan remaja dihadapkan pada masalah-masalah penguasaan diri atau kontrol diri. Pertentangan dan pemberontakan adalah bagian alamiah dari kebutuhan para remaja untuk menjadi dewasa yang mandiri dan peka secara emosional. Remaja suka memberontak dan idealis kadang-kadang ketegangan-ketegangan sering terjadi dengan menantang orangtua, guru dan orang-orang yang ada di sekitar mereka. dengan gagasan-gagasannya yang kadang berbahaya dan kaku. Persoalan-persoalan lain remaja yang membuat kita prihatin yang terjadi dalam rutinitas sehari-hari adalah tidur larut malam, tidak betah tingal di rumah, mencuri, berbohong, merokok, bersumpah dengan bahasa yang tidak jelas, Ruqayyah Waris Masqood, Mengantar Remaja Ke Syurga, (Bandung, Penerbit Mizan, 1998), h. 43.
ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824 Homepage: http://e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA 127 mengucapkan kata-kata yang cenderung vulgar, tidak patuh dan suka membantah, selalu menolak apabila diperintahkan, suka berdebat, membolos dari sekolah, mendengarkan musik dengan keras, tidak membersihkan tubuhnya dengan benar atau sebaliknya berlama-lama di kamar mandi (mandi secara berlebihan), bermalas-malasan dengan tidak melakukan sesuatu (menganggur), memakai pakaian yang tidak rapi atau membuat model atau potongan rambut yang sembarangan, melakukan sesuatu dengan tanpa pertimbangan yang matang serta dengan resiko yang konyol, bergaul dengan orang-orang yang tidak kita sukai karena tidak jelas orientasi hidupnya, melalaikan pelajaran agamanya atau tidak memperhatikan ibadahnya seperti tidak sholat atau sholat tidak tepat waktu, dan lain-lain. Sedangkan problem pokok yang dihadapi oleh kota besar, dan kota-kota lainnya tanpa menutup kemungkinan terjadi di pedesaan, adalah kriminalitas di kalangan remaja. Dalam berbagai acara liputan kriminal di televisi misalnya, hampir setiap hari selalu ada berita mengenai tindak kriminalitas di kalangan remaja. Hal ini cukup meresahkan, dan fenomena ini terus berkembang di masyarakat. Sebagai contoh peristiwa kenakalan remaja adalah sebagai berikut: 1. Pencabulan yang dilakukan oleh seorang yang masih berusia 18 tahun terhadap korbannya yang masih berusia dibawah umur di Probolinngo Jawa Timur. 2. Tawuran antar pelajar Sekolah Menengah Pertama yang terjadi di Jakarta menelan korban jiwa karena para pelajar membawa senjata tajam. 3. Tiga pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kediri membobol gedung sekolah, saat di tangkap oleh polisi, ketiga pelajar tersebut kedapatan telah mengambil beberapa handphone yang berada di gedung sekolah tersebut. Orangtua dari remaja nakal atau bermasalah cenderung memiliki aspirasi yang minim mengenai anak-anaknya, menghindari keterlibatan keluarga dan kurangnya bimbingan orangtua terhadap remaja. Sebaliknya, suasana keluarga yang menimbulkan rasa aman dan menyenangkan akan menumbuhkan Ibid., h. 7 http://ekaagustianip.blogspot.co.id/2013/10/kriminalitas-remaja.html
ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824 Homepage: http://e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA 128 kepribadian yang wajar dan begitu pula sebaliknya. Banyak penelitian yang dilakukan para ahli menemukan bahwa remaja yang berasal dari keluarga yang penuh perhatian, hangat, dan harmonis mempunyai kemampuan dalam menyesuaikan diri dan sosialisasi yang baik dengan lingkungan disekitarnya. Setidaknya ada empat masalah yang mempengaruhi sebagian besar remaja adalah: 1. Masalah penyalahgunaan obat. 2. Masalah kenakalan remaja. 3. Masalah seksual. 4. Masalah-masalah yang berkaitan dengan sekolah. Remaja yang paling beresiko adalah remaja yang memiliki masalah lebih dai satu masalah tersebut. Lambat laun para peneliti menemukan bahwa perilaku perilaku bermasalah yang dialami dimasa remaja saling berkaitan. Sebagai contoh, penyalahgunaan obat terlarang yang parah berkaitan dengan aktivitas sexual dini, rendahnya nilai sekolah, putus sekolah, dan kenakalan. Aktivitas sexual dini berkaitan dengan penggunaan rokok dan alkohol, penggunaan meriyuana dan obat-obatan narkotika lainnya. Meskipun tidak seluruhnya, sebagian anak-anak muda berisiko tinggi “melakukan semua hal tersebut.” Penelitian ini dilakukan di negara negara maju seperti Amirika. Gejala perilaku yang menyimpang itu juga dialami oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia. Penguatan pendidikan karakter dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang terjadi di negara kita. Diakui atau tidak saat ini terjadi krisis nyata dan mengkhawatirkan dalam masyarakat dengan melibatkan milik kita yang paling berharga, yaitu anak-anak. Krisis ini antara lain berupa meningkatnya pergaulan bebas, Ibid. John W. Santrock, Remaja, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002), Ed.11. Jilid 2. h.269. Ibid. Zubaidi, Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan, (Jakarta: Penerbit Kencana, 2011), Ed. 1. h. 1
ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824 Homepage: http://e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA 129 Menurut Kepala BKKBN, Sugiri Syarif, data badan Koordinasi Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2010, menunjukkan 51 persen remaja di Jabodetabek telah melakukan seks pranikah. Artinya dari 100 remaja, 51 sudah tidak perawan. Beberapa wilayah lain Indonesia, seks pranikah juga dilakukan beberapa remaja. Misalnya saja di Surabaya tercatat 54 persen, di Bandung 47 persen, dan52 persen di Medan. Dari kasus perzinaan yang dilakukan para remaja putri tersebut, yang pailng dahsyat terjadi di Yogyakarta. Pihaknya mnyebutkan dari hasil penelitian di Yogyakarta kurun waktu 2010 setidaknya tercatat sebanyak 37 persen dari 1.160 mahasiswi di Kota Gudeg ini menerima gelar MBA (marriage by accident) alias menikah akibat hamil maupun kehamilan. Di luar nikah. Didit Tri Kertapi, “Kepala BKKBN; 51 negara dari 100 remaja di Jabodetabek sudah tak perawan.” Dalam detiknews.com, dipublikasikan pada tanggal 28/11/2010, http://www.detiknews.com/read/2010/11/28/094930/1504117/10/kepala-bkkbn- 51- dari 100 remaja di Jabodetabek sudah tak perawan. Menurut tinjauan Emotional Spiritual Question (ESQ) tujuh krisis moral yang terjadi di tengah masyarakat Indonesia antara lain krisis kejujuran, krisis tanggung jawab, tidak berpikir jauh ke depan, krisis disiplin, krisis kebersamaan, dan krisis keadilan. Pendidikanlah yang sesungguhnya paling besar memberikan kontribusi terhadap situasi ini. Dalam konteks pendidikan formal di sekolah, bisa jadi salah satu penyebabnya karena pendidikan di Indonesia lebih menitikberatkan pada pengembangan intelektual atau kognitif semata, sedangkan aspek soft skills, atau non akademik secara optimal bahkan cenderung diabaikan. Saat ini, adda kecenderungan bahwa target-target akademik masih menjadi tujuan utama dari hasil pendidikan, seperti halnya Ujian Nasional (UN), sehingga proses pendidikan karakter masih sulit dilakukan. Faktor lain yang juga ikut mempengaruhi perilaku kenakalan pada remaja adalah konsep diri yang merupakan pandangan atau keyakinan diri terhadap keseluruhan diri, baik yang menyangkut kelebihan maupun kekurangan diri, Darmiyati Zuhdi, Pendidikan Karakter (Yogyakarta: UNY Press, 2009), h. 39-40 Zubaidi, Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan.,op.cit., h.2-3
ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824 Homepage: http://e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA 130 sehingga mempunyai pengaruh yang besar terhadap keseluruhan perilaku yang ditampilkan. Konsep diri terbentuk dan berkembang berdasarkan pengalaman dan inteprestasi dari lingkungan, penilaian orang lain, atribut, dan tingkah laku dirinya. Masa remaja merupakan saat individu mengalami kesadaran akan dirinya tentang bagaimana pendapat orang lain tentang dirinya. Pada masa tersebut kemampuan kognitif remaja sudah mulai berkembang, sehingga remaja tidak hanya mampu membentuk pengertian mengenai apa yang ada dalam pikirannya, namun remaja akan berusaha pula untuk mengetahui pikiran orang lain tentang tentang dirinya. E. Pencegahan dan Penanganan Selain memahami gejala-gejala yang memperlihatkan betapa banyaknya remaja yang terjerumus dalam perilaku bermasalah majemuk, seorang pendidik perlu mengembangkan program-program yang dapat mengurangi masalah- masalah remaja. Diantara program tersebut adalah: 1. Memberikan perhatian yang intensif secara individual. Pada program- program yang berhasil, remaja muda dipasangkan dengan seorang dewasa yang bertanggung jawab. 2. Pendekatan kolaboratif yang melibatkan banyak agensi di seluruh komunitas. Filosofis dasar dari komunitas adalah pentingnya menyediakan program dan layanan. 3. Identifikasi dan penanganan awal. Merangkul anak-anak dan keluarganya sebelum anak-anak mengembangkan berbagai masalah, atau masih berada di tahap awal dari masalahnya, adalah strategi yang berhasil. Dalam perkembangan remaja yang penuh gejolak, peranan keluarga, sekolah, masyarakat dan juga kebijakan pemerintah dalam dunia pendidikan ikut andil besar. Peranan media massa seperti televisi, internet, tabloid, koran dan majalah juga mempunyai kekuatan yang besar bagi kepentingan yang dominan dalam masyarakat. Menurut Perin, televisi memberikan pengaruh yang besar dalam kehidupan sehari-hari dibandingkan media lainnya. Ia memerankan peran http://ekaagustianip.blogspot.co.id/2013/10/kriminalitas-remaja.html John W. Santrock, Remaja, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002)., op.cit., h. 270
ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824 Homepage: http://e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA 131 utama dalam kehidupan, ia juga meupakan sumber informasi yang utma (a prime source of new). Pendidikan karakter tetap harus ditingkatkan penerapan kualitasnya baik itu di lingkungan keluarga maupun di sekolah. Kalau melihat di negara Inggris dan di sejumlah negara pendidikan karakter menjadi sebuah program kurikuler. Study J Mark dan Monica J. Taylor menunjukkan bagaimana pembelajaran dan pengajaran nilai sebagai cara membentuk karakter terpuji telah dikembangkan. Peran sekolah yang menonjol terhadap pembentukan karakter berdasarkan nilai nilai dalam dua hal, yaitu: “build and suplement the values children have already begun to develop by offering further exposure to a range of values that are current in society (such as equel opprtunities and respect for diversity); and to help children to reflect, make sense of and apply their omn developing values”. F. Penutup Dari kajian pemaparan tulisan tersebut diatas dapat disampaikan kesimpulan sebagai berikut: 1. Pertentangan dan pemberontakan adalah bagian alamiah dari kebutuhan para remaja untuk menjadi orang dewasa yang mandiri. 2. Dibutuhkan peran orangtua, para guru dan lingkungan masyarakat untuk mengenali dunia mereka dan memberi kesempatan untuk berkembaang dalam potensi diri. 3. Memberikan aturan yang lebih longgar tetapi tetap terkontrol karena sudah mulai mandiri. 4. Memberikan pujian, apresiasi, kasih sayang, dan menumbuhkan rasa percaya diri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Percaya diri disini adalah saat anak merasa dirinya mampu serta berani berbeda dan teguh memegang prinsip saat apa yang di bawanya benar. Oos M Anwas, “Televisi Mendidik Karakter Bangsa: Harapan dan Tantangan”, dalam jurnal Pendidikan dan kebudayaan, (Jakarta: Balitbang Pendidikan Nasional. Vol.16. Edisi Khusus III, Oktober 2010), h. 261 Dony Kusuma, Pendidikan Karakter, (Jakarta: Grasindo, 2004), h.104
ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824 Homepage: http://e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA 132 5. Kebutuhan teman sebaya bagi remaja adalah penting, hendaknya tetap di kontrol oleh pendidik agar tidak terjerumus dalam perbuatan yang melanggar hukum dan norma. 6. Orangtua menerima anak apa adanya dengan segala kekurangan dan kelebihannya sehingga anak merasa aman dan nyaman di lingkungan terdekatnya, hal ini memungkinkan anak untuk tidak berindak melanggar aturan. DAFTAR PUSTAKA Alex Sobur, Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah, (Bandung: Penerbit Pustaka Setia, 2003). Carole Wade dkk, Psikologi, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2016). JaniceJ. Beaty, Observasi Anak Usia Dini, (Jakarta: Kencana Prenadamedia, 2013). Darmiyati Zuhdi, Pendidikan Karakter (Yogyakarta: UNY Press, 2009) Dony Kusuma, Pendidikan Karakter, (Jakarta: Grasindo, 2004). John W Santrock, Life Span Development, Perkembangan Masa Hidup, (Jakarta: Erlangga, 2002). Jilid http://ekaagustianip.blogspot.co.id/2013/10/kriminalitas- remaja.htmlwww.depkes.go.id Jos Masdani, Perkembangan Anak, Psikologi bagian Psikiatri F.K. U.I (Majalah Psikologi Populer anda). John W. Santrock, Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002). Jilid.2 John. W. Santrock, Remaja, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002). Oos M Anwas, “Televisi Mendidik Karakter Bangsa: Harapan dan Tantangan”, dalam jurnal Pendidikan dan kebudayaan, (Jakarta: Balitbang Pendidikan Nasional. Vol.16. Edisi Khusus III, Oktober 2010). Ruqayyah Waris Masqood, Mengantar Remaja Ke Syurga, (Bandung, Penerbit Mizan, 1998). Sayyid Muhammad Az-Za’Balawi, Pendidiksn Remaja antara Islam dan Ilmu Jiwa, (Jakarta, Gema Insani, 2007).
ISTIGHNA, Vol. 1, No 1, Januari 2018 P-ISSN 1979-2824 Homepage: http://e-journal.stit-islamic-village.ac.id/index.php/istighna Amita Diananda PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA 133 Teressa M. Mc Devitt, Jeanes Ellis Omrod, Child Development and Education, (Colombos Ohio, Merril Prentice Hall,2002). Zubaidi, Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan, (Jakarta: Penerbit Kencana, 2011). |