Jelaskan hukum memakan daging hewan buruan dengan menggunakan sengatan listrik dalam hukum Islam

Shoid: Memburu binatang halal yang tentunya liar dan tidak dimiliki orang lain dan tidak mampu pula menangkapnya, dengan menggunakan alat tertentu yang diarahkan kepadanya.

Shoid: secara asal berhukum mubah, kecuali jika dilakukan di tanah Haram, dia berhukum haram, sebagaimana haram pula bagi dia yang bermuhrim (haji) untuk berburu binatang darat.

Allah berfirman:

أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ وَحُرِّمَ عَلَيْكُمْ صَيْدُ الْبَرِّ مَا دُمْتُمْ حُرُمًا وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ [المائ‍دة: ٩٦]

“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan”  (Al-Maaidah: 96)

Buruan setelah terkena dan tertangkap memiliki dua keadaan:

Pertama: Pemburu mendapatinya masih dalam keadaan hidup dan segar, keadaan seperti ini mengharuskan binatang tersebut untuk disembelih dengan sembelihan syar’i.

Kedua: Dia mendapatinya telah mati, atau dalam keadaan hidup yang telah parah, maka dia halal sesuai dengan persyaratan yang ada.

Syarat-syarat halalnya buruan:

1- Hendaklah si pemburu termasuk dalam kelompok yang bisa menyembelih, yaitu Muslim atau ahli kitab, telah baligh atau bisa membedakan kebenaran.

2- Alat, terbagi menjadi dua: pertama: tajam yang bisa mengalirkan darah, selain dari gigi dan tulang, kedua: binatang yang bisa melukai, seperti anjing dan burung, apa yang dibunuh olehnya mubah, jika dia telah terlatih, seperti anjing dan elang.

3- Binatang buruan dari anjing maupun elang menerkam setelah diperintah oleh majikan untuk memangsa binatang yang ditunjuknya.

4- Mengucapkan basmalah ketika melempar (menembak) ataupun ketika melepas binatang terlatihnya, jika dia meninggalkannya karena lupa, maka dia tetap dihalalkan, berbeda jika meninggalkan ucapan tersebut dengan sengaja.

5- Hendaklah apa yang diburu itu termasuk yang dibolehkan menurut syari’at, adapun memburu binatang yang diharamkan ataupun di tanah Haram, hal tersebut tidak dihalalkan untuk dilakukan.

– Memelihara anjing termasuk hal yang diharamkan; karena bisa menyebabkan orang lain ketakutan, menyebabkan tidak masuknya Malaikat kedalam rumah, juga karena terdapat padanya najis serta kotoran. Ganjaran orang yang memelihara anjing akan berkurang satu qirot setiap harinya, kecuali anjing berburu, penjaga rumah dan penjaga perkebunan, hal ini dibolehkan karena adanya kebutuhan dan maslahat.

– Apabila dilempar oleh sesuatu yang tumpul seperti batu dan semisalnya, jika binatang tersebut terluka, maka dia boleh dimakan, dan jika terkena tumpulannya, kemudian mati maka dia bangkai yang tidak boleh dimakan.

– Perburuan seorang pemburu yang hanya dilakukan dengan sia-sia, seperti membidik sesuatu kemudian meninggalkannya tanpa mengambil manfaat darinya, baik itu dirinya ataupun orang lain, maka hal ini diharamkan, karena termasuk dari penyia-nyiaan terhadap harta dan menghilangkan nyawa tanpa ada kebutuhan.

– Darah mengalir yang keluar dari burung ataupun hewan lain ketika berburu ataupun ketika disembelih, sebelum keluar ruhnya dia termasuk najis.

– Apa yang diburu dengan menggunakan alat hasil curian ataupun paksaan, dagingnya tetap halal, namun pemburu tersebut berdosa.

– Tidak boleh memakan hasil buruan ataupun sembelihan orang yang meninggalkan shalat secara mutlak, karena dia termasuk orang kafir.

– Berburu binatang atau mengambilnya dengan tujuan untuk dijadikan mainan bagi anak kecil, diperbolehkan, akan tetapi harus terus diawasi agar binatang tersebut tidak dilukainya.

– Haram hukumnya mengarahkan senjata tajam kepada seorang manusia yang terjaga, baik itu serius ataupun bercanda.

Darul Ifta Mesir menjawab pertanyaan dari seseorang yang bertanya bagaimana hukum memakan daging impor. Terutama bila hewan disembelih oleh nonmuslim.

Darul Ifta menerangkan bahwa daging impor yang berasal dari hewan yang haram dikonsumsi menurut syariat, maka tidak boleh dimakan. Kemudian hewan yang halal dikonsumsi, jika disembelih oleh selain orang Islam, Yahudi atau Nashrani seperti penganut paganisme dan atheisme, maka daging hewan itu haram dimakan.

"Begitu juga jika hewan yang halal dikonsumsi itu disembelih dengan cara-cara yang tidak dibenarkan syariat seperti disetrum atau dicekik, maka haram pula dikonsumsi," papar lembaga fatwa Mesir itu seperti dikutip Youm7.com pada Jumat (21/8).

Darul Ifta menyebut ayat,

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ

"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala." (QS. Al-Maidah [5]: 3)

Menurut ketentuan hukum asal, tidak diperbolehkan memakan daging hewan yang halal dikonsumsi kecuali jika betul-betul disembelih dengan cara-cara syar'i, karena firman Allah, "Kecuali yang sempat kamu menyembelihnya."

Penyembelihan secara syar'i adalah hilangnya nyawa hewan yang halal dimakan dengan cara disembelih oleh muslim atau ahli Kitab.

Baca juga: Batalkah Kurban bila Mencukur Rambut dan Kuku Sebelum Hewan Disembelih?

Lebih lanjut, Darul Ifta menyatakan bahwa untuk menjadi halal dalam penyembelihan, harus memenuhi tiga persyaratan berikut:

Pertama: Hewan yang disembelih termasuk jenis hewan yang halal dikonsumsi. Jika tidak, maka hukumnya menjadi haram.

Kedua: Menyembelih pada leher (halq) atau pada bawah lehernya jika mampu dikendalikan. Jika tidak, maka di lokasi tubuh manapun yang bisa dijangkau ('aqr) seperti dalam kasus hewan buruan.

Hewan yang disembelih itu harus melalui salah satu dari tiga cara:

Dzabh: menyembelih hewan dengan melukai bagian leher paling atas (ujung leher).

Nahr: menyembelih hewan dengan melukai bagian tempat kalung alias pangkal leher (pada hewan unta).

'Aqr: menyembelih hewan dengan cara melukai salah satu bagian tubuh hewan karena di luar kendali.

Apabila hewan mati tanpa ketiga cara di atas, maka dagingnya tidak halal dimakan. Baik disembelih orang muslim, ahli Kitab atau selain mereka.

Ketiga: Penyembelihnya adalah orang muslim atau ahli Kitab (Yahudi dan Nashrani). Syariat membolehkan (menghalalkan) sembelihan muslim dan ahli Kitab. Allah SWT berfirman,

وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ

"Makanan orang-orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka." (QS. Al-Maidah [5]: 5)

Kata Tha'am (makanan) secara bahasa mencakup hewan-hewan sembelihan dan makanan yang terbuat dari bahan-bahan halal. Mayoritas ulama Tafsir dan ahli Fikih menyatakan bahwa yang dimaksud Tha'am pada ayat tersebut adalah hewan-hewan sembelihan atau daging, karena jenis makanan itulah yang menjadi tempat munculnya keragu-raguan.

"Para ulama bersepakat membolehkan memakan sembelihan ahli Kitab." kata Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni (23/293).

Oleh karena itu, tidaklah halal daging dari hewan yang disembelih oleh siapa saja di luar muslim dan ahli Kitab.

Baca juga: Mengenal Grand Syekh Al-Azhar dari Prespektif Mahasiswa

Bila diterapkan pada status daging impor, maka dapat diperinci sebagai berikut:

1. Jika daging itu berasal dari hewan yang halal dikonsumsi dan disembelih dengan cara-cara syari' oleh orang Islam atau ahli Kitab, maka daging itu halal.

Patokan dalam mengetahui apakah penyembelihnya itu orang muslim atau ahli Kitab, memakai dugaan kuat (ghalabah azh-zhann). Sebagai contoh, mayoritas penduduk negara asal daging impor itu beragama Islam, Nashrani atau Yahudi, dan secara populer mereka mempraktikkan penyembelihan, meskipun tidak diketahui secara yakin kalau hewan itu disembelih oleh muslim atau ahli Kitab.

"Seumpama orang fasik atau ahli Kitab memberitahu telah menyembelih seekor kambing, maka kami menerima ucapannya (halal) karena dia termasuk orang yang memiliki hak sembelih." kata Imam Ar-Ramli dalam Nihayah Al-Muhtaj (8/113).

Label tulisan yang berbunyi "disembelih dengan cara Islam," sudah menjadi bentuk pemberitahuan bahwa daging impor itu berasal dari hewan yang disembelih oleh orang yang memiliki hak sembelih.

Adapun jika daging impor itu berasal dari negara yang penduduknya bukan muslim atau ahli Kitab, seperti negara-negara atheis, maka tidak boleh dimakan. Begitu juga bila daging impor berasal dari hewan yang haram dikonsumsi meski disembelih secara syar'i, atau dari hewan yang dimatikan dengan sengatan listrik, cekikan atau pukulan.

"Jika yang terakhir tadi diketahui secara yakin, jelas tidak boleh dimakan karena berstatus bangkai," papar Darul Ifta.

Hazizah, Siti (2017) HUKUM MENGKONSUMSI DAGING HEWAN YANG DIBURU DENGAN MENGGUNKAN SENJATA API BERDASARKAN FATWA MPU ACEH NO 06 TAHUN 2013 (Studi Kasus Di Desa Simpang Jernih Kecamatan Simpang Jernih Kabupaten Aceh Timur). Skripsi thesis, Fakultas Syariah dan Hukum UIN SU.

Jelaskan hukum memakan daging hewan buruan dengan menggunakan sengatan listrik dalam hukum Islam

Jelaskan hukum memakan daging hewan buruan dengan menggunakan sengatan listrik dalam hukum Islam

Preview

Text
SKRIPSI Siti Hazizah.pdf

Download (634kB) | Preview

Abstract

Dalam memenuhi kebutuhan manusia banyak cara dilakukan untuk mendaptkannya, salah satunya mengkosumsi hasil hewan yang diburu. Dalam Fatwa Mpu Aceh No 06 Tahun 2013 kita harus memahami secara mendalam bagaimana hukum mengkosumsi daging hewan buruan tersebut yang dilakukan sesuai dengan syari’at Islam agar tidak terjerumus kedalam perkara yang diharamkan. Dalam pembahasan skripsi ini penulis membahas tentang hukum mengkonsumsi daging hewan yang diburu dengan menggunakan senjata api berdasarkan Fatwa Mpu Aceh No 06 Tahun 2013 tentang Stunning, Meracuni, Menembak hewan dengan senjata api Dan Kaitannya Dengan Halal Dan Hegienis. Penelitian ini dilatarbelakangin oleh permasalah pokok yang mendasar, yang terjadi dalam kehidupan masyarakat desa simpang jernih kecamatan simpang jernih kabupaten aceh timur yang mengkosumsi hasil daging hewan yang diburu dengan senjata api sehingga mereka sangat bertolak belakang dengan Fatwa Mpu Aceh No 06 Tahun 2013 yang menyatakan bahwa hukumnya haram mengkosumsi daging hewan yang ditembak dengan dengan peluru. Berburu mempunyai tata cara dan syarat-syarat tertentu maka dari itu tidak boleh sembarangan dalam melakukan pemburuan terhadap hewan karna harus sesuai dengan syari’at Islam. Dengan adanyan pendapat Fatwa Mpu Aceh tersebut kita dapat mengetahui dan bisa menjadikan pedoman.

Actions (login required)

Jelaskan hukum memakan daging hewan buruan dengan menggunakan sengatan listrik dalam hukum Islam
View Item