Jelaskan hubungan antara pendidikan dan sosial masyarakat

Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan zaman. Sehingga di dalam penentuan tujuan dan proses pelaksanaannya, pendidikan di Indonesia harus selalu berakar pada budaya atau karakter nasional dan disisi lain pendidikan juga harus mampu memenuhi tuntutan jaman, apalagi di era globalisasi yang menuntut high skilled labor (tenaga berketerampilan tinggi) yang bisa diterima oleh pasar global. Oleh karena itu orientasi pendidikan harus selalu merujuk pada dua hal penting yaitu melestarikan karakter nasional dan menciptakan lulusan yang dapat bersaing secara kompetitif di pasar global atau mencetak manusia yang bertindak lokal dan berpikir global.

Peran sekolah adalah sebagai pewaris, pemelihara, dan pembaharu kebudayaan. Kartono (1977:99) menyatakan bahwa sekolah hendaknya dapat dijadikan sebagai (1) sentrum budaya untuk mengoperkan nilai dan benda budaya sendiri agar budaya nasional tidak hilang ditelan masa, (2) arena untuk mengumpulkan ilmu pengetahuan modern, teknik dan pengalaman, dan (3) bengkel latihan untuk mempraktikkan hak asasi manusia selaku warga negara yang bebas ditengah iklim demokrasi. Sekolah memiliki tugas mewariskan, memelihara, dan mengembangkan budaya yang tercermin dalam kurikulum.

Teachers working with students need increased awareness that different cultures interpret important concepts differently. The teacher trained on concepts of cultural centers is more prepared to stimulate learning among her students; she is aware of another reality and armed with a tool to employ a more multicultural approach to learning. The multicultural movement affirms a need for more culturally consistent models of education.

Guru bekerja sama dengan peserta didik meningkat kesadaran dengan menterjemahkan konsep budaya dengan cara berbeda. Guru mengarahkan ke konsep pusat kebudayaan dengan mempersiapkan dan motivasi belajar diantara peserta didik untuk sadar akan kenyataan dan berbekal belajar sebagai alat mendekati dunia kerja. Pergerakan multikultural meyakinkan bidang pendidikan sebagai suatu kebutuhan dengan model budaya yang konsisten.

Mangungwijaya dalam Tilaar (2004:14) menyatakan bahwa proses pendidikan memiliki dua aspek yang saling mengisi, yaitu sebagai proses hominisasi dan proses humanisasi. Pendidikan harus memiliki paradigma baru yang dapat menyajikan model dan strategi pembelajaran sehingga diharapkan dapat menyeimbangkan proses hominisasi dan humanisasi. Proses hominisasi melihat manusia sebagai makhluk hidup dalam konteks lingkungan ekologinya yang memerlukan terasahnya kemampuan intelektual untuk menghadapi tantangan globalisasi. Proses humanisasi menekankan manusia sebagai mahluk sosial yang mempunyai otonomi moral dan sensitivitas (kedaulatan budaya).

1. Hominisasi

Pendidikan sebagai proses hominisasi melihat manusia sebagai mahluk hidup di dalam dunia dan ekologinya. Proses hominisasi tersebut manusia memerlukan kebutuhan biologis seperti makan, beranak pinak, memerlukan pemukiman, dan pekerjaan untuk menopang kehidupan. Proses hominisasi memenuhi kebutuhan manusia sebagai mahluk biologis. Pendidikan harus mampu menghasilkan output kompetitif yang mampu bersaing untuk mendapatkan pekerjaan dalam menopang kehidupannya yang lebih baik secara ekonomis dan sosial. Pendidikan harus memiliki orientasi intelektual yang dibutuhkan manusia untuk bersaing secara kompetitif sehingga mereka dapat diterima pasar, terlebih dalam era global yang lebih berasaskan knowledge based economy.

2. Humanisasi

Pendidikan melihat manusia sebagai mahluk yang bermoral (human being). Mahluk yang bermoral berarti bahwa manusia bukan hanya sekedar hidup tetapi hidup untuk mewujudkan eksistensi, yaitu bahwa manusia hidup bersama-sama dengan sesama manusia sebagai ciptaan

Yang Maha Kuasa. Proses humanisasi tingkah laku manusia diarahkan kepada nilai-nilai kehidupan yang vertikal di dalam kenyataan hidup bersama dengan manusia lain. Nilai -nilai luhur tersebut, apakah diwahyukan ataupun yang dipelihara di dalam kehidupan bersama manusia karena disepakati, dapat mengikat kehidupan bersama nenuju suatu cita-cita bersama, yaitu kehidupan yang lebih baik, lebih tenteram, dan berkeadilan. Hal-hal tersebut dijalin dan terjalin di dalam nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat atau suatu kelompok hidup bersama manusia. Proses humanisasi mencapai puncaknya pada seseorang yang berpendidikan dan berbudaya (educated and civilized human being).

Kebudayaan dan pendidikan memiliki hubungan timbal balik sebab kebudayaan dapat dilestarikan dan dikembangkan dengan jalan mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara informal maupun formal. Sebaliknya bentuk, ciri- ciri, dan pelaksanaan pendidikan ikut ditentukan oleh kebudayaan masyarakat di mana proses pendidikan itu berlangsung (Tirtarahardja dan Sulo, 2005). Salah satu fungsi dari sekolah mencakup fungsi sosial. Sekolah dalam menjalankan fungsi sosial harus mampu mensosialisasikan peserta didik, sehingga mereka nantinya bisa merubah diri mereka dan merubah masyarakatnya. Masyarakat merupakan sebuah tempat yang menjadi tempat hidup, tumbuh, berkembang dan berubah bagi manusia. Sehingga sekolah tidak bisa dipisahkan dengan manusia, karena manusia merupakan anggota masyarakat dan menjadi pendukung dari kebudayaan yang ada di dalamnya.

Danim (2003:90) berpendapat pendidikan merupakan proses pemanusiaan untuk menjadikan manusia memiliki rasa kemanusiaan, menjadi manusia dewasa dan manusia seutuhnya agar mampu menjalankan tugas pokok dan fungsi secara penuh sebagai pemegang mandat Ilahiah dan kultural. Menetapkan tujuan-tujuan pendidikan, kita bisa mendapatkannya melalui analisis kebutuhan dari siswa, analisis budaya dan kebutuhan masyarakat. Sesuai dengan pendapat Oliva (1992:81) yang mengemukakan:

Education purposes is got from research towards child need at our society, culture analysis or our culture and from research towards various our society need. Education character in society develop erudition, interest, idea, habit, and strength from every body where will he find the place and use place to form th and the society aims to end better.

Tujuan pendidikan didapatkan dari penelitian terhadap kebutuhan peserta di masyarakat, analisis kultur atau budaya dan dari penelitian terhadap berbagai kebutuhan masyarakat. Peran pendidikan dalam

masyarakat adalah untuk mengembangkan pengetahuan, minat, ide, kebiasaan, dan kekuatan dari tiap orang dimana ia akan menemukan tempatnya dan menggunakan tempat tersebut untuk membentuk dirinya sendiri dan masyarakatnya menuju akhir yang lebih baik. Sekolah dalam menjalankan perannya sebagai pewaris dan pemelihara kebudayaan, harus mewariskan budaya kepada generasi berikutnya melalui transmisi pendidikan dan kegiatan pembelajaran dengan penekanan pada faktor rasio dan wawasan, dan bukan merupakan kegiatan adaptasi secara pasif, kodrati, dan otomatis terhadap alam.

Kebudayaan merupakan cara hidup atau way of life dan cara hidup ini merupakan totalitas kualitas kultural yang meliputi sistem nilai dan ideal dari hidup yang memberi isi dan makna bagi kehidupan. Kartono (1977:11) berpendapat unsur budaya yang harus diikutsertakan dalam kebijakan pendidikan nasional (1) asas pandangan hidup secara regional dan lokal, (2) dasar operasionalisasi bagi kegiatan mendidik, (3) dasar materialisasi bagi penentuan kurikulum (muatan lokal), (4) landasan afeksi bagi motivasi belajar dan hidup, dan (5) landasan ideal bagi upaya pembangunan lebih maju. Pendidikan diharapkan dapat menjadi salah satu perwujudan aspirasi dan perwujudan kebudayaan bangsa, sehingga ketekunan mengkaji dan menemukan kembali nilai budaya bangsa asli adalah identik dengan mengkaji asas dinamik yang ada pada bangsa dan bersumber pada budaya daerah.

Sekolah dalam menjalankan perannya sebagai agen pembaharuan dalam budaya globalisasi, pendidikan dihadapkan pada dua fungsi yaitu mempersiapkan sumber daya manusia yang bisa bersaing secara global dan berusaha tetap melindungi budaya -budaya yang telah menjadi karakter nasional. Oleh sebab itu menurut Pidarta (1997:90) berpendapat pendidikan perlu (1) memasukkan materi pelajaran yang diambil dari keadaan nyata di masyarakat atau keluarga, (2) metode belajar yang mengaktifkan peserta didik, (3) mengadakan survey di masyarakat tentang berbagai kebudayaan, (4) ikut memecahkan masalah masyarakat, dan (5) memberi kesempatan berinovasi atau kreatif menciptakan sesuatu yang baru yang lebih baik tentang hidup dan kehidupan. Akibat dari kebudayaan masa kini terdapat kemungkinan pergeseran paradigma pendidikan yaitu dari sekolah ke masyarakat luas dengan berbagai pengalaman luas. Sehingga sekolah tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat sekitarnya, keduanya saling menunjang. Sekolah merupakan agen pembangunan dan perubahan ke arah yang lebih baik bagi masyarakat.

PEMBAHASAN

Masyarakat sebagaimana dikemukakan Astrid S. Susantoadalah suatu yang didasarkan pada ikatan-ikatan yang sudah teratur dan boleh dikatakan stabil. Sehubungan dengan ini, maka dengan sendirinya masyarakat merupakan kesatuan yang dalam bingkai strukturnya (proses sosial) diselidiki oleh Sosiologi.[1] Di dalam masyarakat ini terdapat kumpulan yang terdiri dari latar belakang jeniskelamin, agama, suku, bahasa, budaya, tradisi, status sosial, kemampuan ekonomi, pendidikan, keahlian, pekerjaan, minat, hobi, dan sebagainya yang berbeda-beda. Secara geografis di masyarakat juga terdapat lahan tanah yang luas dan beragam jenis dan konturnya, gunung yang beraneka ragam tinggi an aktivitasnya, sungai, kolam ikan, flora, fauna dan lainnya yang amat kaya dan beragam. Secara kultural di masyarakat juga terdapat lembaga pendidikan.

  1. Hubungan Masyarakat dan Pendidikan

Sebagaimana telah di kemukakan di atas, bahwa antara masyarakat dan pendidikan memiliki hubungan timbal balik, fungsional simbiotik dan equal. Dari satu segi masyarakat memengaruhi pendidikan, dan dari sisi lain pendidikan memengaruhi masyarakat. Mengenai aspek apa saja hubungan timbal balik antara masyarakat dan pendidikan tersebut dapat dikemukakan secara singkat sebagai berikut :

  1. Tentang Peran Masyarakat terhadap Pendidikan

Abdullah Idi, dalam bukunya Sosiologi Pendidikan, Individu, Masyarakat dan Pendidikan, menjelaskan, bahwa sumbangan masyarakat terhadap pendidikan adalah sebagai tempat melakukan sosioalisasi, kontrol sosial, pelestarian, budaya, seleksi pendidikan dan perubahan sosial, serta sebagai lembaga pendidian. Beberapa peran ini dapat dikemukakan sebagai berikut :

  1. Masyarakat Sebagai Tempat Sosialisasi

Sosialisasi atau bermasyarakat merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki setiap orang. Para peserta didik yang belajar di sekolah, suatu saat akan menjadi anggota masyarakat , karena kelangsungan kehidupannya lebih lanjut berada di masyarakat. Berbagai kebutuhan hidupnya akan didapati melalui proses interaksi dan komunikasi dengan masyarakat. Sandang, pangan, papan, pasangan hidup (calon istri dan suaminya) dan lain sebagainya berada di masyarakat. Masyarakat yang paling dekat adalah ibu dan bapaknya, saudara-saudara sekandung, saudara terdekat , tetangga, teman bermain di sekitar tempat tinggalnya, temannya di sekolah, temannya di kampus, temannya di organisasi, dan lain sebagainya. Peseta didik, pelajar atau mahasiswa harus diberikan kemampuan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan berbagai kelompok sosial tersebut, sehingga tercipta kehidupan yang akrab, tolong menolong, kerja sama, saling pengertian, saling mengamankan dan sebagainya. Sejalan dengan itu, maka sejak masih bayi seorang anak harus sudah diajak bersosialisasi dengan baik. Dalam sosialisasi tersebut diberikan pengetahuan tentang nilai-nilai budaya, tradisi, adat istiadat, norma, ajaran, atau peraturan perundang-undangan dan lainnya yang ada di masyarakat, sehingga pada saat berinteraksi dan berkomunikasi dalam sosialisasinya itu akan berjalan secara tertib, aman dan damai, tidak bentrok konflik, dan perpecahan. Dalam proses sosialisasi itu, seorang anak diberikan pemahaman tentang tata cara dan etika bergaul dengan orang lain. Misalnya ketika bertemu mengucapkan salam, bertegur sapa, memberikan salam, menghormati yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, dan menghargai orang yang sebaya, mendatangi undangan jika diundang, menjenguk dan mendoakannya jika sakit, ikut bergembira jika orang lain mendapatkan keberuntungan, ikut simpati dan empati kepada teman yang sedang terkena musibah, mengingatkan atau mencegah orang lain yang akan berbuat sesuatu yang mengganggu kehidupan masyarakat, dengan cara yag bijaksana.

Pada masyarakat tradisional, berbagai etika dan tata cara pergaulan tersebut diatas di tuangkan dalam tradisi dan adat istiadat yang dipelihara oleh kaum adat atau pemangku adat, bagi masyarakat modern aturan tersebut dituangkan dalam bentuk undang-undang, peraturan dan berbagai operating prosedur. Dalam berbagai agama yang diturunkan Tuhan (agama samawi) atau agama yang merupakan buah renungan dan kontenplasi para tokoh spiritual terdapat petunjuk yang lebih cukup untuk mengatur jalannya proses sosialisasi. Karena agama sejak lahirnya memiliki komitmen untuk membangun keadaan masyarakat yang tertib, aman dan damai. Agama misalnya mengajarkan orang tlong menoolong, berssoaudara dengan sesama manusia, bersikap rendah hati, suka memolong orang lain, berbaik snagkat, tidak suka mengunjing org lain, tidak merendahkan atau menghina orang lain, tidak suka mefitnah, tidak pendendam, suka berkawan, bermusyawarah, ikhlas, sellu menciptakan hal-hal yang positif dan menjauhi hal-hal yang mungkar. Petunjuk agama ini akan memberikan kemudahan dan membawa suasana  sosialisasi yang produktif n fungsional. Petunjuk cara bersosialisasi juga dapat di jumpai pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan, sejarah, dan akhlak.

Proses identifikasi, adaptasi, sinkronisasi, asimilasi, konkordansi, dan integritas yang merupakan bagian dari proses sosialisasi akan terjadi dengan baik, apabila didasarkan pada undang-undang, peraturan dan nilai-nilai ajaran islam uang dipatuhi dan dilaksanakan secara konsisten islam menganjurkan agar manusia melakukan proses sosialisasi misalnya ayat-ayat berikut ini :

Artinya: hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seseorang laki-laki dan seseorag perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa, dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Ssungguhnya allah maha mengetahui lagi maha mengenal (Q.S. Al-Hujarat : 13)

  1. Masyarakat Sebagai Kontrol Sosial

Masyarakat adalah kumpulan dari sejumlah orang yang tinggal suatu daerah atau wilayah, yang memiliki komitmen, cita-cita, dan tujuan yang sama serta terikat patuh dan tunduk pada nilai agama. Serta nilai-nilai lain yang disepakati bersama. Setiap anggota masyarakat disamping mendapatkan hak-hak dan jaminan unuk hidup, mengembangkan pendidikan dan berfikir, memilih, menghayati dan mengamalkan agamanya menetukan bidang usaha ekonominya dam melanjutkan keturunannya, juga memiliki tanggung jawab sosial dan mora (social and moral obligation) yang didalam ajaran agama disebut sebagai fardhu kifayah, dan perintah melaksanakan amal ma’ruf nahi mungkar. Dengan demikian, masyarakat berperan sebagai kontrol sosial, yakni mengawasi, memantau dan mencegah orang lain berbuat menyimpang. Dalam hubungannya dengan pendidikan, maka masyarakat memiliki peran ikut mengawasi, memantau dan mencegah para pelajar dari kemungkinan melakukan berbagai perbuatan yang merugikan masyarakat. Kontrol sosial ini mendapat perhatian besar dalam islam.beberapa ayt al-Qur’an yang terkait dengan kontrol sosial ini misalnya aya yang berbunyi:

Artinya: Dan hendaknya diantara kamu umat yang menyeru  kepada kebaikandan mencegah kemungkaran (QS. Ali ‘imran :104)

Ayat tersebut oleh kuntowijoyo dijadikan dasar untuk mengembangkan konsep ilmu sosial profetik. Yaitu ilmu sosial yag mengemban misi liberasi (pembebasan), humanisasi (memperlakukan manusia dengn baik), dan transendensi (memiliki dimensi ilahiyah).

  1. Masyarakat Sebagai Pelestarian Budaya

Budaya sebagaimana dipahami adala nilai-nilai,ajaran, aturan, norma yang tumbuh, hidup dan berkembang dimasyarakat dan digunkan oleh mereka sebagi acuan, pedoman, dan  cognitive framework atau cara pandang yang membingkai pola pikir, pandangan, sikap dan perbuatan. Dengan demikian, budaya adalah sesuatau yang bersifat batin, jiwa, konsep, dan roh yang mempengaruhi sesuatu dan sekaligus membedakan antara satu dan lainnya.

Tidak hanya itu, budaya juga dapat digunakan sebagai sumber inspirasi, motivasi dan imajinasi dalam menggerakankan sebuah lembaga atau perusahaan. Nilai-nilai budaya perlu dicari sumbernya, diindentifikasi, dikonstruksi, dirumuskan dan disosialisasikan kepada seluruhnya.

Selanjutnya nilai-nilai budaya juda dapat digunakan sebagai dasar untuk memimpim sebuah lembaga. Inilah yang selanjutnya yang dikenal kepemimpinan  yang berbasis budaya. Seorang pemimpin ang berbasis budaya, ia akan menggunakan nilai-nilai budaya yang dianut oleh pegawai yang dipimpinnya untuk menggerakkannya. Dengan mengetahui budaya yang dianut oleh para pegawainya, maka ia akan dapat berkomunikasi, berinteraksi dan menggerakkan pegawai yang dipimpinya untuk mencapai prestasi yang tinggi dan menjadi pegawai yang unggul.

Nilai-nilai budaya terrsebut tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, karena masyarakatlah yang menyimpan dan memelihara nilai-nilai budaya melalui orang-orang yang hidup dalam masyarakat tersebut. Nilai-nilai, ajaran, bahkan ilmu pengetahuan, teknologi dan sebagainya yang diajarkan disekolah, akan tidak ada artinya jika tidak ada masyarakat. Permasalahannya adalah bagaimana agar masyarakat mau menerima berbagai produk pemikiran yangdihasilkan disekolah? Salah satu jawabannya adalah dengan cara agar sesuatu yang diproduk oleh sekolah atau lembaga pendidikan itu adalah sesuatu yang berguna dan bermanfaat. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa masyarakat merupakan tempat pelestarrian nilai budaya.

  1. Masyarakat Sebagai Seleksi Pendidikan

Diketahui bahwa di masyarakat sebagaimana dikemukana di ats terdapat berbagai hal yang dibutuhkan lembaga pendidikan, dan sekaligus dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran. Masyarakat memiliki SDM yang memiliki berbagai keahlian dan profesi. Ditangan mereka itu terdapat berbagai macam lembaga pendidik, peralatan teknologi, produk seni dn budaya, workshop, pabrik, lahan pertanian, peternakan, perkantoan dll. Semuanya itu dapat digunakan sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas pendidikan. Sekolah dapat memilih dan memanfaatkan apa saja yang ada di masyarakat untuk keperluan pendidikan.

Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang dapat mengasilkan orang-orang yang dapat hidup di masyarakat. Untuk itu, maka masarakat tidak lagi dapat dilihat sebagai objek pendidikan, melainkan sebagai subjek.

  1. Masyarakat Sebagai Tempat Belajar

Paradigma pendidikan saat ini telah mengalami pergeseran yang amat signifikasikan. Dimasa lalu, dan ada juga dimasa sekarang berpandangan, bahwa pendidikan adalah menuntut ilmu pengetahuan  kepada seorang guru yang berada dilembaga pendidikan atau ttempat lain. Paradigma ini menyebabkan pendidikan adalah pengalihan ilmu pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan lain sebagainya dari generasi tua kepada generasi muda, sehingga terjadi kesinambungan nilai, budaya, adat istiadat, ilmu pengetahuan dll kepada generasi berikutnya.

Keadaan ini selanjutnya menimbulkan keadaan masyarakat yang mapan, stabil, aman damai dan lestari. Pada masyrakat demikian itu kecil kemungkinan terjadi goncangan, benturan dan konflik budaya, ini positifnya. Sedangkan negatifnya, keadaan masyaraka tersebut menyebabkan bersifat statis,stagnasi, tidak ada inovasi, dan kreativitas baru. Keadaan ini pada gilirinnya menyebabkan masyarakat tersebut tertinggal dibandingkan dengan keadaan msyarakat lainnya yang lebih bersifat terbuka, menerima perubahan, dan inovasi, sebagaimana yang terjadi pada masyarakat perkotaan.

  1. Masyarakat Sebagai Lembaga Pendidikan Life Skill

Pendidikan yang baik, tidak hanya memberikan tuntutan akademik dengan cara memberikan konsep,  teori dan rumus-rumustentang berbagi macam ilmu pengetahuan yang mutakhir dan tuntutan masyrakat  dengan cara memberikan ketrampilan untuk hidup, baik yang bersifat mental maupun psikologis anatara lain dalam bentuk menumbuhkan sikap mental interprenership, sikap berani, mengambil inisiatif dan menanggung resiko, serta mau melakuna sesuatu walaupun nilainya kecil namun memiliki posisi yang strategis.sedangkan yang bersifat praktis adalah memberikan keterampilan bekerja yang disesuaikan dengan bakat, motivasi, kecendungan dan harapan yang diinginkan.

  1. Peran Pendidikan Terhadap Masyarakat

Peran pendidikan terhadap masyarakat adalah sebagai berikut:

  1. Pendidikan Sebagai Sumber Ilmu Pengetahuan Dan Keterampilan

Diketahui bahwa dilembaga pendidikan terdapat berbagai disiplin ilmu dan keterampilan yang diajarkan kepada para siswa. Ilmu pengetahuan dan keterampilan tenang agama, ekonomi, hukum sosial, kedokteran seni dan lain-lain ada dilembaga pendidikan. Ilmu pengetahuan  dan ketempilan ini tersimpan dalm berbagai referensi seperti eksiklopedia, kamus,buku, jurnal ilmiya dan lainnya. Ilmu-ilmu tersbut ditransfer kepaa masyarakat, melalui para lulusan yang tersebar dimasyarakat. Para alumni ini pada tahap selanutnya menyebarluaskan ilmu dan keterampilan itu kepda anggota masyarakat lainnya, baik disampaikan secara induvidual maupun kolektif dengan cara membangun lembaga pendidikan yang baru. Dengan cara demikian, ilmu pengetahuan dan keterampilan tersebar dimasyarakat luas.

  1. Pendidikan Sebagai Pencetak Ilmuwan

Ilmuwan aau ulama adalah orang yang memiliki otoritas dalam memberikan analisis dan penjelasan dari sebuah fenomena yang terdapat dalam masyarakat. Kehadiaran mereka di masyarakat menjadi model, idola, rujukan dan sumber inspirasi dan motivasi. Itulah sebabnya kehadiaran mereka sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Melalaui ilmu pengetahuan dan keterampilan, pengalaman, komitmen dan motivasinya yang kuat yang dimiliki  para ilmuwan, keadaan masyarakat akan mengalami kemajuan. Kemajuan dan peradaban yang maju dalam berbagai bidang sebagaimana yang disaksikan diberbagai negera didunia, terjadi disebabkan karena adanya para ilmuwan yang dihasilkan oleh dunia pendidikan.mereka itu dapat sebutan yang beraneka aragam dimasyarakat, seperti Ulama, kiayi, syekh dll.

  1. Pendidikan Sebagai Agen Perubahan Sosial

Masyarakat sebagai sumber pelaksanaan pendidikan, kerana dimasyarakat terdapat sumber yang dapat digunakan untuk menopang keberlansungan pendidikan. Dimasyarakat ada sumber daya alam dengan berbagai variasinya sebagaimana dibahas dalam ilmu biologi, biografi astronomi dan sebagainya.

Peran sekolah terhadap masyarakat anatara lain sebagai tempat mendidik, membina, mengembangkan dan lain-lain.

  1. Pendidikan Sebagai Pencetak Tenaga Kerja

Kualitas tenaga kerja yang bekerja pada berbagai sektor perusahaan industri, jasa, pertanian dan lainnya amat tergantung pada kualitas pendidikan yang dimilikinya. Dilembaga pendidikanlah  terdapa miniatur dan sketsa kehidupan yang terdapat dalam masyarakat. Untuk itu perlu kerja sama yang baik dan fungsional antara dunia pendidikan dengan dunia kerja.

  1. Pendidikan Sebagai Pengawas Masyarakat

Pada lembaga pendidikan terdapat orang-orang yang memiliki kompotensi fisik, pancaindra, intelektual, hati nurani dan spiritual. Mereka itu memilki berbagai gelar kesarjanaan yang disesuaikan dengan bidang keahlian yang dimilikinya. Mereka mempelajarai berbagai ilmu pengetahuan yang telah disepakati kebenarannya oleh para ahli, dan sekaligus mengaplikasikannya ke dalam berbagai produk budya dan peradaban seperti penggunaannya dalam pengembangan ekonomi masyarakat, peningkatan kesehatan masyarakat, menciptakan teknologi yang diperlukan untuk pengembangan infrastruktur, pemelihraan lingkungan hidup dan lain-lain.

PENUTUP

  1. Kesimpulan
  2. Bahwa masyarakat dan pendidikan terdapat hubungan mutual simbiotik yang amat berat. Masyarakat selain menjadi menjadi objek juga menjadi subjek pendidikan. Masyarakat mewarnai corek pendidikan yang dilaksanakan.
  3. Bahwa pendidikan yang baik adalaah pendidikan yang berbasis masyarakat, yaitu pendidikan yang memberdayakan masyarakat, melibatkan masyarakat, mencerdaskan dan memberikan keuntungan bagi masyarakat.
  4. Bahwa dalam rangka mewujudkan hubungan yang baik antara masyarakat dan pendidikan, maka perlu dibangun sebuah kerja sama yang harmonis anatara pendidikan dan masyarakat secara permanen, berkesinambungan dan fungsional.

1 Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, (Bandung : Bina Cipta, 1979), cet. I, hlm. 11

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA