Jelaskan dan tuliskan salah satu contoh penerapan bioteknologi pada bidang teknik mesin

Jelaskan dan tuliskan salah satu contoh penerapan bioteknologi pada bidang teknik mesin

ITB Kampus Ganesha

Jl. Ganesa 10 Bandung - Jawa Barat, Indonesia


Jelaskan dan tuliskan salah satu contoh penerapan bioteknologi pada bidang teknik mesin

Oleh: Inneke F.M Rumengan

Apa dan mengapa bioteknologi

Kepopuleran Bioteknologi akhir-akhir ini disebabkan oleh terobosan-terobosan dalam berbagai industri pangan dan farmasi yang menerapkan teknologi ini, sehingga menghasilkan produk baru dengan mutu yang lebih tinggi, dengan biaya yang lebih rendah dan dalam waktu yang lebih singkat dibanding dengan teknologi tradisional. Itulah sebabnya terobosan dalam industri ini dikatakan sebagai revolusi bioindustri, karena dengan bioteknologi  prinsip ekonomi yang mengacu pada sasaran, yaitu lebih cepat, lebih hemat, lebih efisien, dapat dicapai, karena disinilah kunci keberhasilan suatu teknologi.

Bioteknologi secara umum diartikan sebagai teknologi yang diterapkan pada dan/atau menggunakan organisme (atau bagian organisme) hidup atau produknya, untuk menghasilkan suatu produk baru atau memodifikasi suatu produk menjadi lebih bermutu, untuk kepentingan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Ada yang mendefinisikan ‘bioteknologi’ sebagai suatu sistem pendekatan yang berkaitan dengan  perubahan bahan-bahan baku dengan transformasi biologi menjadi produk yang berguna. Kedalam sistem ini terintegrasi berbagai disiplin keilmuwan seperti biologi/genetik, biokimia, dan ilmu-ilmu menyangkut keteknikan/bahan (engineering/material sciences)

Cakupan bioteknologi luas sekali menyangkut dan diterapkan pada berbagai bidang terutama kedokteran, farmasi, serta pertanian secara umum, baik pada skala ilmu murni seperti dalam menelusuri filogeni suatu spesis, pengungkapan aspek-aspek biologi yang selama ini masih terpendam, dan sebagainya, maupun pada skala industri seperti yang tadi sudah disinggung. Dewasa ini bioteknologi telah berkembang ke arah makro untuk produksi energi, pelestarian lingkungan, pengendalian pencemaran, dan sebagainya.

Pada dasarnya penerapan bioteknologi bukan hal yang baru, karena hasil terapannya sebetulnya telah dinikmati manusia sejak dahulu kala. Produk-produk olahan seperti bir, anggur, roti dan sebagainya adalah hasil terapan bioteknologi dengan fermentasi oleh mikroba. Jika ditelusuri, maka awal perkembangan bioteknologi ini sudah sejak berhasilnya diisolasi sel-sel ragi pada akhir abad ke 19, jadi sejak kira-kira seratus tahun yang lalu. Hal yang baru atau mutakhir yang membuat bioteknologi seperti mencuat ke atas permukaan akhir-akhir ini adalah penerapan suatu teknologi tingkat molekuler pada bidang ini yakni Teknologi DNA Rekombinan.

Teknologi ini yang menjadi pemacu utama berkembanganya  Rekayasa Genetika menempati urutan kedua dari ke-10 teknologi mutakhir yang menonjol sekarang ini, seperti yang pernah dimuat dimuat oleh majalah Time 1995.  Temuan-temuan yang dicapai oleh teknologi mutakhir selain rekayasa genetika, misalnya teknologi superkonduktor yang diterapkan pada bidang transportasi menghasilkan kereta yang melayang di atas rel benergi elektromagnetik. Dewasa ini tengah dikembangkan pula teknologi-teknologi untuk produksi kendaraan berbahan bakar hidrogen, bionik, telepon seluler global, komputer dengan suara sehingga disebut komputer ‘hidup’, serta  berbagai mesin mini  skala molekuler, termasuk robot berukuran sel untuk mengambil tumpukan lemak dalam darah, dan sebagainya. Jadi dapat dikatakan teknologi DNA rekombinan adalah satu-satunya terobosan di bidang biologi yang setara kepesatan kemajuannya dibanding dengan teknologi nonbiologi seperti komputerisasi dan elektronika.

Mengapa Bioteknologi Kelautan?

Pemerintah dalam hal ini mendorong pendayagunaan sumberdaya laut dan dasar laut, serta pemanfaatan fungsi wilayah laut nasional termasuk Zone Ekonomi Eksklusif, memacu percepatan pemanfaatn potensi hayatin laut dengan pendekatan bioteknologi.

Dewasa ini perhatian yang menonjol  pada pengembangan bioteknologi kelautan didasarkan pada beberapa alasan, yaitu:

  1. Lautan selama ribuan tahun telah menjadi sumber pangan, mineral, dan sumber daya alam lain;
  2. Biologi molekuler dan bioteknologi mempunyai potensi yang besar bagi pemanfaatan produk-produk laut;
  3. Bioteknologi kelautan dapat memulihkan kondisi ekosistem laut dengan mengembangkan produk-produk pengganti sumberdaya hayati laut yang hilang akibat pemanenan yang berlebihan. Juga dengan bioteknologi kelautan, produksi akuakultur dapat ditingkatkan, dan perangkat yang diperlukan untuk memahami proses ekologi dan evolusi dapat tersedia.
  4. Penerapan bioteknologi kelautan membuka lapangan kerja, merangsang penanaman modal swasta yang berakibat lanjut bagi kondisi ekonomi negara.

Menyimak perkembangan bioteknologi kelautan di dunia, ulasan selanjutnya akan dibagi atas dua tahap sesuai pengkategorian bidang-bidang kajian atau penelitian yang berkembang akhir-akhir ini, yaitu yang pertama diistilahkan Mikrobioteknologi Kelautan, dan yang kedua sudah dapat diduga berupa Makrobioteknologi Kelautan.

 Cakupan Mikrobioteknologi kelautan

Gebrakan-gebrakan yang dicapai sebagai hasil perkembangan bioteknologi kelautan dewasa ini terutama masih terkonsentrasi pada tingkat molekuler. Aktivitas riset banyak ditekankan pada aspek mikro,  terutama menyangkut rekayasa level molekuler dan genetika biota laut. Namun sebenarnya sedang digalakkan pula gebrakan baru bioteknologi pada tingkat makro atau disebut Sistem Makrobioteknologi Kelautan yang meliputi bidang kajian yang lebih luas mulai dari sumber daya hayati laut sampai habitat, yaitu lautan sebagai suatu sistem dinamik.

Pertama-tama kita menyoroti cakupan Mikrobioteknologi  Kelautan. Mikrobioteknologi kelautan pada dasarnya tidak hanya mencakup penerapan teknologi DNA Rekombinan, tetapi juga mencakup proses produksi dengan transformasi biologi yang menghasilkan produk baru. Untuk itu, para pakar bioteknologi kelautan membagi bidang kajian Bioteknologi Kelautan atas dua pendekatan yaitu: pertama pendekatan yang agak tradisional seperti bioreaction, kimia bahan hayati, dan farmakologi, juga termasuk disini kajian proses-proses biologi di laut, dan dalam sektor budidaya ikan misalnya dengan manipulasi kromosom, hibridisasi dan lain-lain. Kedua, pendekatan secara modern, berupa penerapan  teknologi DNA rekombinan yang lahir akibat aplikasi prinsip-prinsip biologi molekuler. Teknologi ini diterapkan antara lain, dalam manipulasi gen biota air, termasuk disini produksi biomaterial dari biota laut, transfer gen pada ikan sehingga menghasilkan ikan-ikan transgenik yang resisten terhadap polusi, atau penyakit, tumbuh pesat diatas kapasitas tumbuh normal, dan lain-lain. Dikatakan ‘modern’, karena teknologi ini sebetulnya baru dekade terakhir ini melahirkan temuan-temuan yang spektakuler, walaupun titik awalnya sebetulnya telah ada sejak tahun 1953 dengan ditemukannya struktur ‘double helix’ DNA.  Penelitian-penelitian dengan mengutak-atik DNA, kemudian dipacu dengan ditemukannya gunting pemotong DNA yang berupa enzim-enzim restriksi, dan sebagai benang penyambungnya, yaitu enzim-enzim ligase yang berhasil diisolasi dari mikroba pada awal tahun 1970-an. Bersamaan waktunya dengan keberhasilan sintesis gen yang pertama, yakni berupa  untaian molekul DNA yang menyandi sintesis molekul protein.

Kedua pendekatan tadi pada dasarnya dalam penerapananya akan saling kait-mengait. Dewasa ini penemuan-penemuan dalam penelitian biologi molekuler, biologi sensor, akuakultur, rekayasa bioproses dan nanoteknologi secara terpadu melahirkan teknik-teknik pendekatan untuk identifikasi, pemanfaatan, dan pengelolaan sumberdaya hayati laut. Dengan keaneka-ragaman genetik dan fisiologinya, biota laut dapat menjadi sumber senyawa-senyawa kimia, dan selanjutnya diproses menjadi obat-obatan, polimer, enzim, vaksin, pereaksi-pereaksi dalam analisis, dan sebagainya.  Pencapaian ini sekaligus mendorong pengembangan industri budidaya ikan dan non-ikan seperti kerang, udang dan rumput laut.

Cakupan Makrobioteknologi Kelautan: Revolusi Biru

Penekanan secara spesifik dalam sistem makro ini adalah pada pengembangan basis peningkatan kualitas lingkungan, pangan dan energi untuk kesejahteraan manusia. Suatu konsep yang tengah digalakkan para pakar terkait, adalah berupa ‘upwelling’ buatan untuk mengantisipasi perubahan iklim global; menciptakan ‘ranch’ dalam laut bagi generasi manusia berikut, dan mengembangkan plantasi biomass laut.

Konsep makrobioteknologi kelautan sudah dijajaki sejak awal abad 21 ini.  Data potensi bahari yang tersedia walaupun masih secara terpisah per pelaku riset dan libang terkait, tetapi sudah menjadi unsur-unsur pembentuk komponen-komponen dari sistem yang dikonsepkan. Generasi penyelamat planit bumi seharusnya bangkit, demikian himbauan pencetus ide sistem makro ini, mengingat: Populasi penduduk dunia sudah mencapai sekitar 7,8 milyard pada 2020, dan akan melonjak pada tahun 2064 mencapai sekitar sampai 10 milyard.  Dengan demikian kebutuhan akan protein dan kualitas hidup yang memadai akan melonjak. Selain itu ada kecenderungan pusat-pusat pemukiman penduduk mengarah ke daerah-daerah pantai. Di lain pihak manusia sendiri sudah banyak mencemarkan atmosfir, tanah, sungai dan perairan pantai. Padahal jika kita berpikir tentang manajemen sistem global (dunia), lautan adalah yang paling sedikit dipahami namun peranannya besar sekali.  Revolusi Hijau yang telah dicanangkan sejak lama mungkin telah membantu pemulihan lingkungan secara global ini, tetapi  belum bisa terjamin kesinambungannya. Oleh karena itulah, muncul konsep sistem makrobio-teknologi kelautan yang dikenal dengan  REVOLUSI BIRU. Dalam konsep ini, tentu tidak terlepas dari keikut-sertaan peran mikrobioteknologi seperti yang telah diulas tadi, tetapi seyogianya berintegrasi dengan sistem makro dan menjadi suatu ‘framework’ untuk membantu pemecahan masalah global.

Pengembangan bidang makrobioteknologi kelautan mungkin dapat membantu pemecahan masalah dunia pada abad 21 ini, yaitu perubahan iklim secara global, dengan pertimbangan bahwa lautan meliputi lebih dari 70% permukaan bumi. Penelitian-penelitian mikrobioteknologi kelautan dapat menjadi landasan bagi pemahaman fenomena kelautan, seperti  ‘greenhouse effect’. Proyek ini menyangkut ‘konsep upwelling buatan’, dengan maksud agar air dari bagian dalam perairan yang relatif dingin tapi kaya akan nutrient, diangkat ke permukaan untuk menopang produktivitas biomass laut, ter-masuk produksi ikan, kerang, udang, dan lain-lain. Konsep ini dipacu oleh penemuan bahwa terdapat perbedaan yang menyolok antara kandungan nutrient di bagian permukaan dan bagian dalam lautan. Dilaporkan antara lain bahwa, kandungan nitrat di bagian dalam lautan 200 x lebih tinggi dari di bagian permukaan, sedangkan konsentrasi fosfat kira-kira 15 x lebih tinggi. Di Hawai misalnya, fakta itu telah mendorong produksi akuakultur, karena mereka telah mencoba memanfaatkan air dari bagian dalam lautan dalam budidaya ikan, kerang dan udang. Konsekuensi biaya ternyata tidak berbeda dibandingkan ongkos produksi dengan menggunakan pupuk, mineral dan energi lain. Inilah salah satu contoh yang paling sederhana dari penerapan makrobioteknologi kelautan.

Secara ringkas cakupan proyek Revolusi Biru dapat dikatakan suatu proyek kemitraan sedunia yang melibatkan industriawan, pemerintah dan perguruan tinggi dalam mendisain, membangun dan mengoperasikan suatu struktur raksasa yang terapung di atas permukaan laut, dan merupakan suatu usaha komersil dengan benefit yang berwawasan lingkungan. Proyek ini mengoperasikan suatu sistem terintegrasi  yang disuplai oleh  energi panas laut (Ocean Thermal Energy). Energi ini sekaligus menggerakkan produksi air tawar, AC (air condioning), dan perikanan di daerah upwelling buatan, serta plantasi biomass laut.

Pengembangan  Bioteknologi Kelautan di Kawasan Wallacea ?

Bagaimana dengan di negara kita, akan mampukah kita terlibat dalam proyek semacam itu ? Suatu tantangan bagi kita. Kita tidak seharusnya terpesona memandang kemajuan teknologi di negara maju, tetapi kita harus bertekad untuk paling tidak ‘ba iko’ dari belakang dulu tapi kemudian berambisi untuk berjalan seiring.  Kita tidak hanya bersikeras mempertahankan laut milik nasional dengan ZEE, tetapi seyogianya menggugah dan membangkitkan minat untuk menggali potensi laut termasuk yang ada di Kawasan Wallacea. Ketersediaan sumberdaya dari laut seperti protein dari ikan, dan non ikan, mineral-mineral penting, biomas dan bahan bakar dari fossil laut di wilayah ini menunggu jamahan bioteknologi kelautan.

Pengembangan program Bioteknologi Kelautan diarahkan untuk memanfaatkan keanekaragaman hayati laut dan untuk mengembangkan industri kelautan (pangan dan farmasi, budidaya perikanan, bioremediasi, anti-biofouling dan sebagainya) secara berkelanjutan.   Ruang lingkup pengembangan Bioteknologi Kelautan akan meliputi sarana dan prasarana litbang, penyediaan sumberdaya manusia, penyusunan program litbang dan pelaksanaannya, serta pengembangan pola kerjasama kelembagaan.  Jelas sekali bagi kita, bahwa lautan yang menjadi sumber utama energi dan pangan di masa datang, sekaligus sebagai agen pengendali iklim planit bumi menanti jamahan bioteknologi kelautan.

Universitas Sam Ratulangi melalui PSBKKW, dalam mengantisipasi pembangunan kelautan di Kawasan Wallacea yang mengandung sumberdaya alam laut yang melimpah, khususnya Sulawesi Utara sebagai bibir Pasifik, maka sesuai fasilitas yang tersedia, pengembangan penelitian antara lain difokuskan pada eksplorasi potensi molekuler mikroba yang berasosiasi dengan avertebrata laut, termasuk karakterisasi gen-gen yang menyandi senyawa-senyawa bioaktif yang berpotensi dikembangkan sebagai antikangker dan antivirus termasuk virus korona SAR-CoV-2. Pengembangan penelitian ke depan, akan berorientasi pada manipulasi tingkat gen dan rekayasa klaster gen, serta rekayasa metabolik, serta riset terapan berbasis nanoteknologi. Dengan demikian segala sumberdaya hayati laut tidak hanya dimanfaatkan apa adanya, tetapi ditingkatkan ‘nilai tambah’nya.

 **Penulis adalah Staf pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, sementara ini peneliti melakukan riset dasar dan terapan  di Laboratorium Biologi Molekuler dan Farmasetika Laut. 

 ACUAN

  • Anonim, 1995. Konsep Program Pengembangan Bioteknologi Kelautan di Indonesia. Kelompok Kerja Bioteknologi Kelautan  Jakarta.
  • Attaway, D.H. dan D.J. Grime, 1995. Perspective on marine biotech-nology in the United States Government. Mar. Biotechnol. 2:105-107.
  • Berhimpon, S., 1993. Pembangunan Kelautan di Kawasan Timur Indonesia, Peluang dan Tantangan. Seminar Kiat Sulawesi Utara dalam Pembangunan Kelautan Kawasan Timur Indonesaia, Unsrat Manado.
  • Colwell, R.R., E.R. Pariser, and A.J., Sinskey, 1984. Biotechnology in the Marine Science. Proceeding of the First Anual MIT Sea Grant Lecture and Seminar.
  • Rumengan, I.F.M., 1992. Manipulasi Genetika dalam Budidaya Per-airan. Berita  Fak. Perikanan Unsrat 2(1):13-15.
  • Strom, T. dan Jan Raa, 1993. Marine Biotechnology in Norway. J Mar. Biotechnol. 1:3-7.
  • Takahashi, P.K., K.R. Mckinley, V.D. Phillip, L. Magaard, dan P. Koske, 1993. Marine Macrobiotechnology Systems. J. Mar. Biotechnol. 1:9-15.
  • Watson, J.D., J. Tooze dan D.T. Kurtz, 1988. DNA Rekombinan. Terjemahan. Penerbit Erlangga, Jakarta. 301 hal.
  • Wolfe, S.L., 1995. Introduction to Cell and Molecular Biology. Wadsworth Publ. Co.