Hubungan Sosiologi Hukum dengan ilmu alam

Download full-text PDFRead full-text

Cara Pandang Terhadap Sosiologi Hukum (Sebuah Dialektika)

Oleh Adeng Septi Irawan, S.H.[1]

 

 

Filsafat hukum sebagai bagian dari disiplin ilmu hukum telah memiliki tradisi yang lama dan telah di kembangkan oleh ahli-ahli dan para pemikir di masa lalu. Filsafat hukum tersebut berusaha menghayati arti dan hakikat hukum itu sendiri dan telah banyak menghasilkan pemikiran-pemikiran yang berguna di masa sekarang. Akan tetapi, tidak dapat  disangkal, bahwa hasil-hasil dari pemikir tersebut tidak semuanya dapat dijadikan acuan atau pedoman. Hal ini disebabkan karena timbulnya usaha-usaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, diantaranya apakah hukum itu, apakah keadilan itu, dan apakah hukum yang tidak baik dapat dinamakan hukum.

Dalam usaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang arti hukum seringkali dikemukakan bagaimana hukum itu seharusnya. Bagi mereka yang menelaah masyarakat secara empiris, hal itu sangat sulit untuk diterima karena fakta harus dipisahkan dengan keadaan yang seharusnya  terjadi. Namun demikian, hal ini bukan berarti hasil-hasil pemikiran tersebut sama sekali tidak berpengaruh terhadap perkembangan sosiologi hukum di masa kini. Sosiologi hukum pada hakikatnya lahir dari hasil-hasil pemikiran para ahli pemikir, baik di bidang filsafat (hukum), ilmu hukum, maupun ilmu sosiologi (hukum).

Beberapa hal yang menjadi penyebab mengapa beberapa tokoh atau ahli hukum melibatkan diri dalam pemikiran filsafat hukum dan ilmu hukum. Soerjono Soekanto (Guru Besar Sosiologi Hukum Universitas Indonesia) mengungkapkan beberapa penyebab para tokoh atau para ahli hukum tersebut menerjunkan diri dalam bidang filsafat hukum antara lain dikarenakan timbulnya kebimbangan akan kebenaran dan keadilan dari hukum yang berlaku, timbulnya berbagai pendapat dari berbagai pemikir terkait ketidakpuasan terhadap hukum yang berlaku. Karena hukum tersebut tidak lagi sesuai dengan keadaan masyarakat yang justru diatur oleh hukum itu sendiri. Timbulnya ketegangan antara hukum yang berlaku dengan filsafat, karena adanya perbedaan antara dasar-dasar dari hukum yang berlaku dengan pemikiran filsafat, Soerjono Soekanto mengakui hal tersebut diatas bahwa isi dari peraturan-peraturan yang berlaku tidaklah lagi dianggap adil dan tidak dapat dipergunakan sebagai ukuran untuk menilai perilaku dan atau tindakan orang dalam kehidupan sehari-hari.

Dari pertarungan dialektika filsafat hukum dan ilmu hukum itu lahirlah sebuah hal yang bernama sosiologi hukum. Sehingga dapat ditarik benang merah untuk menggalinya secara lebih komprehensif. Lalu apa sebenarnya yang dimaksud dengan hakikat Sosiologi Hukum, apa saja aliran-aliran yang ada dalam Sosiologi Hukum, dan apa saja konsep-konsep dalam Sosiologi Hukum;

  1. B.Hakikat Sosiologi Hukum

Sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analitis.

Menurut Brade Meyer:

-         Sociology of the law: Menjadikan hukum sebagai alat pusat penelitian secara sosiologis yakni sama halnya bagaimana sosiologi meneliti suatu kelompok kecil lainnya. Tujuan penelitian adalah selain untuk menggambarkan betapa pentingnya arti hukum bagi masyarakat luas juga untuk menggambarkan proses internalnya hukum itu sendiri.

-         Sociology in the law: Untuk memudahkan fungsi hukumnya, pelaksanaan fungsi hukum dengan dibantu oleh pengetahuan atau ilmu sosial pada alat-alat hukumnya.

-         Gejala sosial lainnya: Sosiologi bukan hanya saja mempersoalkan penelitian secara normatif (dassollen) saja tetapi juga mempersoalkan analisa-analisa normatif didalam rangka efektifitas hukum agar tujuan kepastian hukum dapat tercapai.[2]

  1. C.Aliran-Aliran dalam Sosiologi Hukum

Sosiologi hukum untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh seseorang berkebangsaan Italia yang bernama Anzilotti pada tahun 1882. Sosiologi hukum pada hakikatnya lahir dari hasil-hasil pemikiran para ahli pemikir baik di bidang filsafat (hukum), ilmu hukum, maupun sosiologi (hukum).

Tokoh Aristoteles (Filsuf Yunani), Thomas Aquinas (Frater Dominikan Italia), Hugo Grotius (Yuris Belanda)

Teorinya:

Hukum alam adalah hukum yang digambarkan berlaku abadi sebagai hukum yang norma-normanya berasal dari Tuhan Yang Maha Adil, dari alam semesta dan dari akal budi manusia, sebagai hukum yang kekal dan abadi yang tidak terikat oleh waktu dan tempat sebagai hukum yang menyalurkan kebenaran dan keadilan dalam tingkatan semutlak-mutlaknya kepada segenap umat manusia. Para pemikir terdahulu, umumnya menerima suatu hukum yaitu hukum alam atau hukum kodrat. Berbeda dengan hukum positif sebagaimana diterima oleh orang dewasa ini, hukum alam yang diterima sebagai hukum tersebut bersifat tidak tertulis. Hukum alam ditanggapi tiap-tiap orang sebagai hukum oleh sebab menyatakan apa yang termasuk alam manusia itu sendiri yaitu kodratnya.

Dalam perkembangannya, aliran hukum alam dapat dibagi dua macam yaitu: Irasional dan Rasional. Aliran hukum yang irasional berpendapat bahwa hukum yang berlaku universal dan abadi itu bersumber dari tuhan secara langsung (Aristoteles dan Thomas Aquinas). Sebaliknya, aliran hukum alam yang rasional berpendapat bahwa sumber hukum yang universal dan abadi itu adalah rasio manusia (Hugo Grotius).

  1. 2.Mazhab Formalistis

Berpendapat bahwa hukum dan moral merupakan dua bidang yang terpisah serta harus dipisahkan. Beberapa pendapat para ahli, yakni John Austin, Ahli Teori Hukum Inggris (1790 – 1859)[3] yang berpendapat:

Bahwa hukum merupakan perintah dari mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau dari yang memegang kedaulatan. Bahwa hukum adalah merupakan perintah yang dibebankan untuk mengatur makhluk berpikir, dimana perintah dilakukan oleh makhluk berpikir yang memegang dan mempunyai kekuasaan.

Bahwa hukum sebagai suatu sistem yang logis, tetap dan bersifat tertutup, dan oleh karena itu ajarannya dinamakan analytical jurisprudence.

Analytical Jurisprudence dibagi dua yaitu hukum yang dibuat oleh Tuhan dan hukum yang disusun oleh Manusia. Hukum yang disusun oleh manusia dibedakan menjadi dua, yaitu hukum yang sebenarnya dan hukum yang tidak sebenarnya.[4]

Hukum yang sebenarnya :

Hukum yang dibuat oleh penguasa bagi pengikut- pengikutnya dan hukum yang disusun oleh individu-individu guna melaksanakan hak-hak yang diberikan kepadanya. mengandung 4 (empat) unsur utama, yaitu perintah, sanksi, kewajiban dan kedaulatan.

Hukum yang tidak sebenarnya :

Bukanlah merupakan hukum yang secara langsung berasal dari penguasa, akan tetapi merupakan peraturan-peraturan yang disusun oleh perkumpulan-perkumpulan atau badan-badan tertentu.

  1. Hans Kelsen, Ahli Hukum dan Filsuf Austria (Teori Murni tentang Hukum)

Suatu sistem hukum sebagai suatu sistem pertanggapan dari kaidah-kaidah, dimana suatu kaidah hukum tertentu akan dapat dicari sumbernya pada kaidah hukum yang lebih tinggi derajatnya. Kaidah yang merupakan puncak dari sistem pertanggapan dinamakan kaidah dasar atau Grundnorm. Setiap sistem hukum merupakan Stunfenbau (Teori Anak Tangga Hans Kelsen) daripada kaidah-kaidahnya.

Penamaan teori murni tentang hukum murni mempunyai makna tersendiri untuk menyatakan bahwa hukum berdiri sendiri terlepas dari aspek-aspek kemasyarakatan yang lain. Yang bermaksud menunjukkan bagaimana hukum itu sebenarnya tanpa memberikan penilaian apakah hukum itu cukup adil atau kurang adil.

  1. 3.Mazhab Sejarah dan Kebudayaan

Hukum hanya dapat dimengerti dengan menelaah kerangka sejarah dan kebudayaan dimana hukum itu timbul. Beberapa pendapat para ahli, diantaranya:

  1. Friedrich Karl Von Savigny (ahli ilmu sejarah hukum Jerman)

Teorinya :

Hukum merupakan perwujudan dari kesadaran hukum masyarakat.(volksgeit) Semua hukum berasal dari adat istiadat dan kepercayaan bukan dari pembentuk Undang Undang.

  1. Sir Henry Maine, Ahli Hukum dan Sejarawan Inggris (Bukunya berjudul Ancient Law)

Teorinya :

Perkembangan hukum dari status ke kontrak yang sejalan dengan perkembangan masyarakat sederhana ke masyarakat yang modern dan kompleks. Hubungan-hubungan  hukum yang didasarkan pada status warga-warga masyarakat yang masih sederhana, berangsur- angsur akan hilang apabila masyarakat tadi berkembang menjadi masyarakat yang  modern dan kompleks.[5]

Tokohnya adalah Jeremy Bentham, Filsuf Inggris, (1748-1832).

Teorinya :

Bahwa manusia bertindak untuk memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi penderitaan. setiap kejahatan harus disertai dengan hukuman yang sesuai dengan kejahatan tersebut, dan derita yang dijatuhkan tidak  lebih dari pada apa yang diperlukan untuk mencegah terjadinya kejahatan. Pembentuk hukum harus membentuk hukum yang adil bagi segenap warga masyarakat secara individiual.[6]

Kelemahannya :

Setiap manusia tidak mempunyai ukuran yang sama mengenai keadilan, kebahagiaan dan penderitaan.

  1. 5.Aliran Sociological Jurisprudence

Beberapa tokohnya yaitu :

  1. Eugen Ehrlich, ahli hukum Austria (pelopor aliran ilmu sosiologi hukum), Teorinya :

Pembedaan antara hukum positif dengan hukum yang hidup (living law) atau pembedaan antara kaidah-kaidah hukum dengan kaidah-kaidah sosial lainnya.

Bahwa hukum positif hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang ada dalam masyarakat. Pusat perkembangan dari hukum bukanlah terletak pada Badan-Badan Legislatif, keputusan-keputusan Badan Yudikatif ataupun Ilmu Hukum, akan tetapi justru terletak dan hidup dalam masyarakat itu sendiri.

  1. Roscoe Pound, seorang Sarjana Hukum dan Pendidik Amerika.

Teorinya :

Hukum harus dilihat atau dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial, sedangkan tugas dari ilmu hukum yaitu untuk mengembangkan suatu kerangka dimana kebutuhan-kebutuhan sosial terpenuhi secara maksimal.

Konsepnya yang terkenal adalah law as a tool of social engineering artinya hukum sebagai alat untuk mewujudkan perubahan-perubahan di bidang sosial.

Maknanya saat itu bahwa fungsi hukum adalah untuk mengubah perilaku (sikap mental) warga masyarakat Amerika serikat yang rasial dan diskriminasi.

Para tokohnya yaitu, Karl Llewellyn (Sarjana Hukum Amerika), Jerome Franks (Filsuf Hukum Amerika, dan Justice Oliver Mendell.(Hakim Amerika).

Teorinya:

Konsep yang radikal tentang proses peradilan dengan menyatakan bahwa hakim-hakim tidak hanya menemukan hukum akan tetapi membentuk hukum.

Seorang hakim harus selalu memilih, dia yang menentukan prinsip-prinsip mana yang dipakai dan pihak-pihak mana yang akan menang. Keputusan-keputusan hakim seringkali mendahului penggunaan  prinsip-prinsip hukum yang formal. Keputusan- keputusan pengadilan dan doktrin hukum selalu dapat dikembangkan untuk menunjang perkembangan atau hasil-hasil proses hukum. Karl Llewellyn mengembangkan teori tentang hubungan antara peraturan-peraturan hukum dengan perubahan- perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat. 

Pendapatnya bahwa tugas pokok dari pengadilan adalah menetapkan fakta dan rekonstruksi dari kejadian-kejadian yang telah lampau yang menyebabkan terjadinya perselisihan.

  1. D.Konsep-Konsep Sosiologi Hukumdi Indonesia
    1. 1.Hukum Berfungsi Sebagai Sarana Social Control (Pengendalian Sosial)

Hukum sebagai kontrol sosial: kepastian hukum, dalam artian Undang Undang yang dilakukan benar-benar terlaksana oleh penguasa, dan penegak hukum.

  1. 2.Hukum Berfungsi Sebagai Sarana Social Engineering (Rekayasa Sosial

Hukum dapat bersifat sosial engineering: merupakan fungsi hukum dalam pengertian konservatif, fungsi tersebut diperlukan dalam setiap masyarakat, termasuk dalam masyarakat yang sedang mengalami pergolakan dan pembangunan. Mencakup semua kekuatan yang menciptakan serta memelihara ikatan sosial yang menganut teori imperatif tentang fungsi hukum.

Melemahnya wibawa hukum menurut O. Notohamidjoyo (Ahli Hukum Indonesia), diantaranya karena hukum tidak memperoleh dukungan yang semestinya dari norma-norma sosial bukan hukum, norma-norma hukum belum sesuai dengan norma-norma sosial yang bukan hukum, tidak ada kesadaran hukum dan kesadaran norma yang semestinya, pejabat-pejabat hukum yang tidak sadar akan kewajibannya untuk memelihara hukum Negara, adanya kekuasaan dan wewenang, ada paradigma hubungan timbal balik antara gejala sosial lainnya dengan hukum.

Sistem hukum yang modern haruslah merupakan hukum yang baik, dalam arti hukum tersebut harus mencerminkan rasa keadilan bagi para pihak yang terlibat atau diatur oleh hukum tersebut. Hukum tersebut harus sesuai dengan kondisi masyarakat yang diaturnya. Hukum tersebut harus dibuat sesuai dengan  prosedur yang ditentukan. Hukum yang baik harus dapat dimengerti atau dipahami oleh para pihak yang diaturnya.

  1. 5.Suatu kenyataan bahwa hukum hanya diperlukan untuk mereka yang stratanya rendah sedangkan strata tinggi seolah kebal hukum.

Hingga saat ini banyak pelaku kejahatan kelas atas atau yang disebut kejahatan Kerah Putih (White Colour Crime) yang dihukum sangat ringan bahkan tidak sedikit yang divonis bebas, karena mereka memegang kekuasaan dan wewenang yang dapat mengintervensi para penegak hukum, hal ini berakibat bahwa mereka yang berstrata tinggi seolah kebal hukum dan sebaliknya hukum hanya dipergunakan untuk mereka yang berstrata rendah.

  1. 6.Efektifitas Hukum dan Peranan Sanksi

Merupakan naskah yang berisikan sorotan sosial hukum terhadap peranan sanksi dalam proses efektifitas hukum. Efektifitas hukum merupakan proses yang bertujuan agar hukum berlaku efektif. keadaan tersebut dapat ditinjau atas dasar beberapa tolok ukur.

  1. 7.Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum

Sadar : dari hati nurani

Patuh : Takut sanksi yang negatif

Kesadaran hukum merupakan konsepsi abstrak didalam diri manusia, tentang keserasian antara ketertiban dan ketentraman yang dikehendaki atau sepantasnya. Kesadaran hukum sering dikaitkan dengan pentaatan hukum, pembentukan hukum, dan efektifitas hukum. Kesadaran hukum merupakan kesadaran/nilai-nilai yang terdapat dalam manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan.

Hukum secara sosiologi  merupakan suatu lembaga kemasyarakatan yang diartikan sebagai suatu himpunan nilai nilai, kaidah kaidah dari pola perilaku yang berkisar pada kebutuhan pokok manusia dan saling mempengaruhi. Sosiologi hukum merupakan refleksi dari inti pemikiran pemikiran tersebut. Beberapa aliran dalam sosiologi hukum, diantaranya:

-         Aliran hukum alam (Aristoteles, Aquinas, Grotius)

  • Hukum dan moral disandarkan pada keadilan kodrati dan ketuhanan
  • Kepastian hukum dan keadilan sebagai tujuan dari sistem hukum

-         Madzhab formalisme (Austin, Kelsen)

  • Logika hukum
  • Fungsi keajegan dari pada hukum
  • Peranan formal dari petugas hukum

-         Mazhab kebudayaan dan sejarah (Carl von Savigny, Maine)

  • Kerangka budaya dari hukum, termasuk hubungan antara hukum dan sistem nilai nilai
  • Hukum dan perubahan perubahan sosial

-         Aliran utilitarianisme dan sociological jurisprudence (J. Bentham, Jhering, Eurlich, Pound)

  • Konsekuensi konsekuensi sosial dari hukum (w. Friedman)
  • Penggunaan yang tidak wajar dari pembentuk undang undang
  • Klasifikasi tujuan tujuan makhluk hidup dan tujuan tujuan  sosial

-         Aliran sociological jurisprudence (Eurlich, Pound) dan legal realism (llewellyn, frank)

  • Hukum sebagai mekanisme pengendalian sosial
  • Faktor faktor politis dan kepentingan dalam hukum, termasuk hukum dan stratifikasi sosial.
  • Hubungan antara kenyataan hukum dengan hukum yang tertulis.
  • Hukum dan kebijaksanaan kebijaksanaan hukum
  • Segi perikemanusiaan dari hukum
  • Studi tentang keputusan keputusan pengadilan dan pola pola perikelakuannya
  • Mempelajari proses hukum atau beraksinya hukum

Konsep-Konsep Sosiologi Hukum Indonesia, diantaranya hukum berfungsi sebagai sarana social control (pengendalian sosial), hukum berfungsi sebagai sarana social engineering, wibawa hukum, sistem hukum modern, suatu kenyataan bahwa hukum hanya diperlukan untuk mereka yang stratanya rendah sedangkan strata tinggi seolah kebal hukum, efektifitas hukum dan peranan sanksi, serta kesadaran hukum dan kepatuhan hukum.

Daftar Pustaka

Johnson, Alvin S. Sosiologi Hukum. Jakarta: Rineka Cipta, 1994.

Soekanto, Soerjono. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997.

//wonkdermayu.wordpress.com/kuliah-hukum/sosiologi-hukum/ diakses pada 27 oktober 2021 pukul 08.20 Wib.

[1] Penulis adalah Hakim Pratama Pengadilan Agama Sukamara, Kalimantan Tengah

[2] //wonkdermayu.wordpress.com/kuliah-hukum/sosiologi-hukum/

[3] Alvin S. Johnson, Sosiologi Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hal. 43.

[4] Ibid., hal. 44.

[5] Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hal. 76.

[6] Ibid, hal. 77.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA