Dibawah ini yang merupakan semangat sumpah pemuda di sekolah adalah

“Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.”

“Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.”

“Kami Putra dan Putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.”


Tiga kalimat di atas merupakan Ikrar dari Sumpah Pemuda. Hari ini 92 tahun lalu, tepatnya 28 Oktober 1928, berlangsung Kongres Pemuda II yang menjadi pemicu lahirnya Sumpah Pemuda. Momentum Sumpah Pemuda menjadi salah satu titik balik perjalanan bangsa Indonesia menuju Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. 

Kalimat-kalimat pada “Ikrar Sumpah Pemuda” tersebut mengingatkan kita semua sebagai bangsa Indonesia untuk mencintai seutuhnya negara Indonesia. Setiap kalimat dalam Sumpah Pemuda tersebut memiliki makna yang sangat mendalam.

Pada alinea pertama yang berbunyi “Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia,” bermakna bahwa para pemuda dan pemudi Indonesia akan memperjuangkan kemerdekaannya hingga titik darah penghabisan. Pada alinea kedua berbunyi “Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia,” maknanya bahwa sebagai rakyat yang berasal dari suku, ras dan agama yang berbeda kita bersatu dalam satu bangsa, yaitu Indonesia, bertenggang rasa satu sama lain sehingga kokoh dalam persatuan. Adapun pada alinea ketiga berbunyi “Kami Putra dan Putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia,” makna kalimat itu menegaskan untuk menjunjung selalu bahasa persatuan kita yakni bahasa ndonesia yang juga berfungsu sebagai identitas keseluruhan negara kita.

Sumpah Pemuda sebagai salah satu tonggak sejarah bangsa, merupakan sebuah peristiwa bersejarah yang sangat menentukan perjalanan kehidupan Bangsa Indonesia. Peristiwa yang menjadikan tonggak sejarah ini dimaknai oleh siswa-siswa SMA Negeri 4 Kupang juga Guru-gurunya yang dihimpun oleh Drs. Refafi Kana sebagai peliput. Siswa-siswa dan guru memberikan apresiasinya berkaitan dengan peristiwa 82 tahun yang lalu yang sangat monumental. Adapun pendapat siswa dan guru ini akan ditulis di bawah ini dan hanya sebagian saja untuk mewakili siswa dan guru SMA Negeri 4 Kupang.

1. Pendapat Siswa :

a. Lulu B. Manu (Kelas 12 IPS1) : Makna peringatan Sumpah Pemuda adalah mempersatukan seluruh rakyat Indonesia dan menanamkan rasa cinta tanah air kepada pemuda-pemudi calon penerus bangsa.

b. Boyke L. Tino (Kelas 12 IPS4) : Makna Sumpah Pemuda bagi saya sebagai pelajar adalah sebuah momen pembangkit semangat belajar dengan mencontoh semangat para pemuda pendahulu yang rela berkorban untuk bangsa.

c. Yames Tefbana (Kelas 12 IPS4) : Makna Sumpah Pemuda bagi saya sebagai pelajar adalah inspirasi untuk membangun semangat, membangun bangsa yang lebih baik oleh generasi muda sebagai geneasi penerus.

d. Ribka Selan (Kelas 12 IPS4) : Sebagai pelajar dan penerus bangsa saya harus tetap berjuang untuk mempertahankan apa yang pemuda pada waktu itu perjuangkan untuk bangsa Indonesia, dengan begitu saya harus rajin belajar sehingga tidak dibodohi lagi oleh bangsa lain.

e. Edelweis Leo Dima (Kelas 12 IPS2) : Kita harus tetap menjaga persatuan Indonesia dan menjunjung Sumpah Pemuda serta tetap mewujudkan semangat Pemuda dalam membangun bangsa Indonesia.

f. Ayub Nedja Bawa (Kelas 12 IPA2) : Tetap bersatu membangun bangsa , komit menjaga NKRI sebagai harga mati.

Dibawah ini yang merupakan semangat sumpah pemuda di sekolah adalah

2. Pendapat Guru :
a. Ibu Dra. Maria Th. Bawang Tukan (Guru Sejarah)

Dibawah ini yang merupakan semangat sumpah pemuda di sekolah adalah

Pendapat Ibu Maria berkaitan dengan peringatan Sumpah Pemuda yang ke 82 : Pemuda tahun 1928 adalah pemuda yang bangga akan bangsanya Indonesia. “Mutiara di tengah Zamrud Khatulistiwa” untuk mneyelamatkannya dari tangan-tangan asing. Derasnya arus modernisasi dan globalisasi menghempaskan para pemuda dewasa ini dalam gelombang primordialisme dan etnosentrisme. Hilangnya permata bunda dalan bingkai NKRI. Pudarnya kecintaan pada tanah airdan gugurlah puing-puing persatuan dan kesatuan bangsa.

Hai para pemuda bersatulah, selamatkan bangsa dan negaramu dari tangan-tangan asing yang akan mengisap susu dan madu dari rahim ibumu Indonesia. Maka terlantar dan meranalah anak cucumu. Selamatkan bangsa dan negaramu tercinta hanya dengan persatuan seperti para pendahulumu.

b. Pak Drs. Refafi Kana

Dibawah ini yang merupakan semangat sumpah pemuda di sekolah adalah

Pendapat Pak Kana berkaitan dengan peristiwa Peringatan Sumpah Pemuda tahun 2010 ke 82 adalah dimaknai dengan melakukan wawancara dan meminta pendapat siswa –siswa SMA Negeri 4 Kupang dan Guru-Guru “apa makna yang bisa diungkapkannya lewat peringatan Sumpah Pemuda tahun ini “ . Di samping itu juga langsung menulis sebuah cerpen yang berjudul : BAHASAMU BAHASAKU BAHASA KITA. Cerpen ini menunjukkan kebanggaan penulis akan bahasa kebangsaannya Bahasa Indonesia yang kadang dianggap remeh oleh orang lain yang juga adalah bangsa Indonesia. Cerpen inilah yang menjadi kebanggaan sang penulis akan Bahasa Persatuan dan Bahasa Nasionalnya. Selamat membaca dan menikmati cerpen ini!

Cerpen :

BAHASAMU BAHASAKU BAHASA KITA
(Karya : Drs. Refafi Kana)

Hal itu sebenar tak berbuntut panjang seperti yang terjadi dalam keluargaku. Ayahku seorang pegawai negeri pada kantor Perikanan dan mempunyai kedudukan penting pada kantor tersebut. Sedangkan ibuku bekerja sebagai sekretaris pada sebuah biro perjalanan. Dimana biro perjalanan itu menghubungkan para wisatawan asing maupun wisatawan domestik dengan daerah-daerah wisata. Dengan demikian ibuku begitu lancar berbahasa Inggris.

Kakakku Charly , kuliah pada sebuah Akademi Bahasa Asing. Ini berarti memenuhi keinginan ibu yang seolah-olah terlalu berambisi ingin membuka biro perjalanan sendiri dan ibu sebagai manajernya serta kakakku menjadi sekretarisnya. Ibu ingin membuka usaha keluarga sendiri.

Lain halnya dengan aku,tidak berminat pada bidang yang ditekuni ibu, demikian pula dengan bidang pekerjaan yang diduduki dan ditekuni pula oleh ayahku. Aku lebih senang menekuni bidang pendidikan. Memang sejak kecil aku sudah bercita-cita ingin menjadi seorang guru atau pendidik. Dan setelah tamat SMP aku melanjutkan ke lembaga Sekolah Pendidikan Guru (SPG). Waktu itu SPG masih ada dalam unsur jenjang pendidikan di tanah air. Masuknya aku ke SPG mendapat tantangan yang begitu besar dari keluargaku. Meskipun demikian besar tantangan itu terlebih dari ibuku, aku tetap berkeras kepala mau masuk dan sekolah di SPG.

“Apa untungnya jadi guru itu ….?” Tanya ibu waktu itu. ”Menurut ibu memang tidak ada untungnya. Tapi menurut Yanto untungnya sangat besar sebab tugas guru adalah tugas yang paling mulia. Kalau tidak ada guru maka tidak ada yang menjadi presiden, gubernur, dan lain sebagainya “ timpalku memberi penjelasan pada ibu. Namun ibu tetap berkeras tidak mau menyetujui pilihanku. Ayahku lain lagi, tidak memaksa aku memasuki salah satu sekolah yang dikehendaki ayah. Malah ayah memberikan kebebasan kepadaku untuk memilih sekolah yang sesuai dengan cita-citaku. Bahkan ayahku mendorongku untuk belajar lebih rajin lagi pada sekolah yang telah aku pilih itu. Dan hasilnya sangat membahagiakan aku secara pribadi dan juga ayahku tentunya setelah aku lulus dengan menduduki ranking pertama untuk sekolahku. Sekarang aku kuliah diUniversitas negeri pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Bahasa dan Seni, Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, semester lima. Pada pemilihan jurusan ini pun ibu tetap tidak menyetujui pilihanku. “Mau dapat apa dari Bahasa Indonesia” ungkap ibu waktu itu. Kakakku pun terus menghasut kejelekan-kejelekan jurusan yang aku pilih pada ibu. Namun aku tetap pada prinsip bahwa aku lebih mencintai bahasa bangsa sendiri di samping mempelajari juga bahasa lain. Dan secara diam-diam aku mengikuti kursus bahasa Jerman, Jepang dan Mandarin. Nampaknya akhir-akhir ini ibu lebih memperhatikan kakakku, baik itu menyangkut urusan kuliahnya maupun memberikan kebebasan padanya untuk mengikuti kursus-kursus bahasa asing lainnya juga kursus untuk menangani biro perjalanan. Bahkan di rumah pun ibu dan kakakku selalu berbahasa Inggris dan kadang-kadang mereka mengolok bahasa Indonesia. Namun aku tidak diam saja tetapi selalu berdebat dengan mereka. “Taruna, bahasa Indonesia itu belum mempunyai tata bahasa yang begitu baku. Masih ketinggalan zaman.Coba bandingkan dengan bahasa Inggris yang sudah mempunyai grammar yang baik. Dipergunakan di seluruh dunia” demikian celoteh ibu hampir setiap hari. “Meskipun bahasa Bahasa Indonesia belum mempunyai tata bahasa yang begitu baku, tetapi bahasa Indonesia tetap bahasa yang hidup dan terus berkembang di negeri sendiri. Coba bandingkan negara Inggris negara maju, Indonesia negera berkembang. Bahasanya pun masih terus berkembang. Jadi bahasa Indonesia bukan bahasa yang ketinggalan Zaman.untuk memperoleh tata bahasa baku adalah tugas dan tanggung jawab kita, termasuk ibu dan kakak untuk senantiasa membantu pemerintah dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar” demikian debatanku setiap kali ibu dan kakakku mengolok kekurangan bahasa Indonesia. Bulan september yang lalu, biro perjalanan tempat ibu bekerja didatangi dua orang wisatawan asing dari Jerman. Susah sekali kedua wisatawan itu berkomunikasi, karena keduanya tidak dapat berbahasa Inggris. Dengan baik dan kurang memahami bahasa Inggris. Sedangkan di kantor ibu tidak ada pegawai biro perjalanan itu yang dapat berbahasa asing lain selain bahasa Inggris. Ibu jadi bingung. Di rumah ibu kelihatannya tidak tenang. Nampak gelisah sekali. Melihat ibu gelisah, aku mendekati ibu dan bertanya apa penyebab ibu gelisah. “Ibu , nampaknya gelisah sekali hari ini. Ada apa gerangan, bu?“ tanyaku. “Begini , nak” . Nada suara ibu tidak sinis seperti dulu lagi. “Biro perjalanan tempat ibu bekerja didatangi dua wisatawan dari Jerman. Tapi keduanya tidak dapat berbahasa Inggris dengan baik. Itulah yang membuat ibu gelisah”, jelas ibu. “Kenapa tidak kakak Charly saja yang temani tamu-tamu itu, bu? Kak Charly kan kuliahnya di Akademi Bahasa Asing, pasti dapat berbahasa Jerman”, kataku agak sinis pada ibu. Kak Charly pun baru pulang kuliah. “Kakakmu tak dapat berbahasa Jerman, tapi lebih senang berbahasa Inggris” jelas ibu. “Apa aku bisa bertemu dengan para wisatawan itu, bu?” tanyaku pada ibu. “ Kalau Taruna mau, boleh saja”, kata ibu. Aku bercakap-cakap begitu lancar dengan kedua wisatawan itu dalam bahasa Jerman. Ibu amat heran, demikian pula dengan kakakku Charly. Dalam percakapan itu kedua wisatawan ingin mempelajari dan mendalami bahasa Indonesia. “Oleh karena itu, jangan terlalu mengolok dan menghina bahasa sendiri. Kenapa bahasa sendiri tidak kita cintai? Siapa lagi kalau bukan kita yang mencintainya? Orang asing saja begitu berminat ingin mempelajari dan mendalami bahasa Indonesia. Mengapa ibu dan kakak Charly tidak seperti mereka atau bahkan melebihinya?” Wisatawan Jerman itu meminta kepada ibu agar dicarikan orang yang dapat mengajari mereka bahasa Indonesia. Ibu mengusulkan aku yang mengajari merka bahasa Indonesia. Mereka menyetujuinya. Jadi ibu telah memilih aku menjadi pengajar bahasa Indonesia bagi kedua wisatawan itu. “Apa ibu tidak salah memilih?” tanyaku pada ibu. “Tidak Taruna, ibu tidak salah memilih. Dan sekarang ibu baru sadar bahwa bahasa Indonesia itu juga sangat penting.’ “Charly juga minta maaf Taruna, karena telah menjelek-jelekkan bahasa sendiri”, timpal kakakku Charly. “Taruna, sekarang baru ibu sadar, bahwa bahasa Indonesia tidak kalah pentingnya dengan bahasa lain. Dan ternyata bahasa Indonesia adalah bahasamu, bahasaku juga, bahasa kita semua”, kata ibu dengan penuh penyesalan. Demikian pula kakakku Charly.

“Terima kasih bu. Kesadaran inilah yang Taruna nanti-nantikan dari ibu dan kakak Charly. Dan marilah kita meningkatkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dari dalam keluarga kita sendiri.”