Dekat Muara Takus pernah berdiri sebuah kerajaan yang diberi nama Katangka yang bermakna

Dekat Muara Takus pernah berdiri sebuah kerajaan yang diberi nama Katangka yang bermakna

Dekat Muara Takus pernah berdiri sebuah kerajaan yang diberi nama Katangka yang bermakna
Lihat Foto

BARRY KUSUMA

Candi Muara Takus di Kabupaten Kampar, Riau.

KOMPAS.com - Candi Muara Takus adalah sebuah situs candi Budha yang terletak di desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar, Riau.

Di dalam kompleks candi ini, terdapat beberapa bangunan yang disebut dengan Candi Sulung, Candi Bungsu, Mahligai Stupa, dan Palangka.

Para ahli berbeda pendapat terkait kapan candi ini didirikan. Ada yang mengatakan pada abad ke-7, abad ke-9, dan bahkan ada yang mengatakan abad ke-11.

Meski demikian, diyakini bahwa Candi Muara Takus merupakan peninggalan peradaban Budha dari masa Kerajaan Sriwijaya.

Para ahli juga menganggap bahwa kawasan berdirinya candi merupakan salah satu pusat pemerintahan Kerajaan Sriwijaya.

Baca juga: Sejarah Berdirinya Kerajaan Sriwijaya

Candi Muara Takus diperkirakan dibangun pada masa perkembangan agama Hindu dan Buddha di Indonesia.

Meski demikian, asal-usul dari pendirian candi ini masih belum banyak ditemukan karena kurangnya bukti-bukti yang kuat.

Candi Muara Takus diperkirakan dibangun pada masa Kerajaan Sriwijaya, yakni antara abad ke-4 hingga 11 M.

Candi ini merupakan candi Budha tertua di Indonesia yang ditemukan di Sumatera. Hal ini dibuktikan pada bentuk stupa yang merupakan lambang dari Budha Gautama.

Pada bangunan candi ini juga terdapat Yoni dan Lingga sebagai simbol dari jenis kelamin dan juga ada kemiripan arsitekturnya dengan candi-candi yang berada di Myanmar.

Dekat Muara Takus pernah berdiri sebuah kerajaan yang diberi nama Katangka yang bermakna

Dekat Muara Takus pernah berdiri sebuah kerajaan yang diberi nama Katangka yang bermakna
Lihat Foto

Shutterstock/StevenAssa

Kompleks Candi Muara Takus di Riau.

KOMPAS.com - Candi Muara Takut merupakan salah satu kompleks percandian Budha yang ada di Pulau Sumatera.

Dalam kompleks ini terdapat beberapa bangunan yaitu Candi Sulung, Candi Bungsu, Candi Mahligai, dan Palangka.

Candi Muara Takus diyakini merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya, dan menjadi bukti peradaban Budha di masa lalu.

Baca juga: Candi Cetho: Sejarah, Kompleks Bangunan, dan Harga Tiket Masuk

Lokasi Candi Muara Takut berada di muara Sungai Kampar Kanan, tepatnya di Desa Muara Takus, XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Riau.

Candi Muara Takus berjarak sekitar 150 kilometer dari Kota Pekanbaru, dengan titik koordinat 0.3332554°N 100.6419115°E.

Rute menuju Candi Muara Takus dapat ditempuh melalui jalan darat, yaitu dari Pekanbaru arah bkittinggi.

Ketika sampai di Muara Mahat, pengunjung kemudian diarahkan melewati jalan kecil menuju ke Desa Muara Takus.

Sejarah Candi Muara Takus

Tahun pembangunan Candi Muara Takus ini masih belum bisa dipastikan oleh para ahli.

Sebagian menyebut Candi Muara Takus dibangun pada abad ke-7, abad ke-9, bahkan ada yang meyakini dibangun abad ke-11.

Terkait nama Muara Takus, terdapat dua teori yang menjelaskan alasan kompleks candi ini dinamakan demikian.

Baca juga: Candi-candi Peninggalan Kerajaan Majapahit

Dekat Muara Takus pernah berdiri sebuah kerajaan yang diberi nama Katangka yang bermakna
Salam sejahtera untuk kita semua....

Bagaimana kabar ananda siang ini? mudah-mudahan sehat selalu dan berada dalam perlindungan-Nya. Kembali lagi kita berjumpa untuk melanjutkan materi pelajaran BMR (Budaya Melayu Riau). Sebelum kita mulai pelajarannya, silahkan ananda isi absen sesuai kelas masing-masing;

Absen Kelas 7.1, Silahkan klik DISINI

Absen Kelas 7.2, Silahkan klik DISINI

Absen Kelas 7.3, Silahkan klik DISINI

Absen Kelas 7.4, Silahkan klik DISINI

Absen Kelas 7.5, Silahkan klik DISINI

Absen Kelas 7.6, Silahkan klik DISINI

Absen Kelas 7.7, Silahkan klik DISINI

Absen Kelas 7.8, Silahkan klik DISINI

Adapun materi kita hari ini yaitu :

Dekat Muara Takus pernah berdiri sebuah kerajaan yang diberi nama Katangka yang bermakna

Baiklah, sebelum kita mulai pelajaran, alangkah baiknya kita berdo'a menurut agama masing-masing, berdo'a mulai.....

Pada pertemuan yang lalu kita membahas mengenai sejarah singkat melayu Riau. Memang kalau kita uraikan secara rinci bagaimana sejarah melayu Riau tersebut, tentunya akan memakan waktu yang lama. Nah..kali ini kita akan lanjutkan pelajaran kita dengan judul: Kerajaan dan Kelompok Masyarakat di Riau.

Untuk materi hari ini, silahkan ananda baca dan tulis pada buku catatan untuk rangkumannya (tidak perlu dicatat seluruhnya)

Kerajaan merupakan: Sistem pemerintahan yang dikepalai oleh seorang raja secara turun-temurun. Sedangkan Kelompok Masyarakat merupakan: Satu kesatuan dari kumpulan manusia yang hidup secara bersama-sama disuatu wilayah. Dari berbagai sumber sejarah, dapat disebutkan bahwa sampai saat ini, di provinsi Riau, sempat lahir setidak-tidaknya 20-an kerajaan dan kelompok masyarakat. Tetapi kerajaan maupun kelompok masyarakat yang sudah dapat diketahui secara persis yakni:

Kerajaan Kandis merupakan salah satu kerajaan tua yang pernah ada di Riau. Namun demikian, tidaklah dapat diketahui secara pasti tahun beberapa kerajaan ini didirikan. Catatan tentang kerajaan Kandis ditemukan dalam kitab “Negara Kertagama” yang menyebutkan bahwa Kandis merupakan salah satu kerajaan yang berada dalam taklukan majapahit. Daerah kekuasaan kerajaan Kandis diperkirakan meliputi daerah Kuantan sekarang ini yaitu mulai dari hulu batang Kuantan negeri lubuk Ambacang sampai ke Cerenti. Ibu kota kerajaan Kandis adalah Padang Candi, yaitu suatu tempat dipinggir batang kuantan. 

Dinamakan Padang Candi Karena disitu terdapat gugusan Candi. Kandis pada waktu itu merupakan suatu kerajaan yang telah sanggup berdiri sendiri dan makmur. Karena Kandis yang subur menghasilkan berbagai bentuk hasil bumi antara lain rempah-rempah. Cuma saja, bagaikan puncak gunung, Kandis diperkirakan ditempat tinggi ynag datarannya adalah bentuk kelompok masyarakat. Artinya, bukan mustahil, aktifitas kemasyarakatan dengan system tersendiri sudah ada sebelum kandis resmi berdiri. Bukankah kerajaan itu sendiri merupakan aktifitas keatuan masyarakat yang membentuk suatu system. Apalagi seangkatan dengan Kandis ini, dalam kawasan yang sama, ditemui pula beberapa kerajaan. 

Diantara kerajaan yang dimaksud adalah kota Alang. Kerajaan ini diperkirakan berdiri sebelum masehi abad ke-2 masehi. Diperlukan waktu dua hari berjalan kaki untuk menempuh pusatnya yang sudh tertimbun tanah. Diduga, kota Alang memiliki peradaban tinggi, sehingga ada yang mengaitkannya dengan pekerjaan atlantis yang dikemukakan filosof dan sejarawan terkemuka dunia, plato, sebagai Negara adidaya masa lalu. Sebaliknya, ada juga yang mengatakan, pada akhirnya kota Alang tunduk pada Kandis, bahkan kota Alang menjadi bagian dari Kandis. Penelitian untuk kota Alang hampir belum pernah dilakuin secara mendalam. 

Menurut Muchtar Lutfi, ed. (1997), dekat Muara Takus, Kabupaten Kampar sekarang, besar kemungkinan pernah berdiri sebuah kerajaan bernama Katangka. Tetapi sistem pemerintahannya belum dapat diuraikan. Sebutan “Katangka” itu sendiri dapat bermakna sebagai bangunan yang berbentuk stupa, berasal dari kata “katangko” atau “kelangko”. Dari kata “kelangko” dapat juga bermakna tempat suci. Dalam kaitan ini, motif bangunan dituangkan dalam bentuk anyaman dan disimpan di katang atau katang-katang. Masih ada dua lagi permaknaan terhadap sebutan katangka yang patut disebutkan. 

Pertama, “katangka” disebut berasal dari kata “kalangka”, gabungan dari dua kata yakni “kala” dan “angka”. Kata “kala” mengacu pengertian pada waktu tengah hari, sedangkan “angka”, setidak-tidaknya mengacu kepada makna liku, ukiran dan tanda. Pemaknaan ketiga, “katangka” disebut berasal dari kata “karangko”, artinya tempat tinggi sebagai tempat pengintaian. Ini sejalan dengan keberadaan Katangka disuatu tempat yang tinggi dibandingkan dengan sekitarnya. Dari tempat ini, jel terlihat tempat-tempat lain seperti Batu Bersurat, Tanjung Alai, Muara Mahat, Koto Dalam, Shindu dan Koto Tengah. Selain itu nama koto Tuo dan Muara Takus. Paling menyeramkan, disamping Katangka, terdapat banyak gundukan tanah yang disebut sebagai kuburan jin. 

Sampai sekarang di mana pusat kerajaan sriwijaya sebenarnya masih diperdebatkan banyak sarjana. Ada yang menyebutkan di Thailand, Jawa, Palembang, dan Muara Takus yang kini termasuk dalam administratif kabupaten kampar, provinsi riau. Salah seorang pakar yakni J.L. Moens, menyebutkan semulah sriwijaya berada di pantai timur semenanjung melayu (Malaysia sekarang), kemudian pindah ke muara takus (ibid). Dua faktor utama yang memperkuat muara takus sebagai pusat sriwijaya. 

Pertama, adalah posisinya yang terletak di pinggir sungai yakni sungai kampar yang pada waktu dahulu dapat dilayari kapal samai ke hulu, dengan muaranya di selat melaka. Kedua, adalah banyak ditemui bangunan besar dan peninggalan-peninggalan lain. Hal terakhir ini sulit ditemui di kawasan yang juga disebut-sebut sebagai pusat sriwijaya semancam pelembang yang hanya ditemui stupakecil, meskipun daera inilah yang paling gencar menyebut wilayahnya sebagai pusat sriwijaya. Sebagai gambaran umum mengenai peninggalan di muara takus setidaknya ada sepuluh tempat yang memperlihatkan bukti pencapaian peradaban pada abad ke-7. 

Paling terkenal adalah muara takus itu sendiri yang memiliki gugusan candi dalam areal 74 x 74 meter. Ada pula sisa- sisa tembok berukuran 1,5meter x 2 km yang mengelilingi candi. Keberadaan tembok dapat dikesani sepanjang 19 km yang menghubungkan antara muara takus dengan batu bersurat. Di seberang Muara Takus, disebut sungai Takus, terdapat apa yang dinamakan perahu bergerai. Melihat dari makna salah satu gabungan kata tersebut yakni “bergerai” besar kemungkinan kawasan ini sempat menjadi penting bagi penguasa waktu itu. Sebab “gerai” artinya singgasana bertingkat, sehinggah makna “bergerai” bisa jadi mengacuh pada pengertian kepemilikan singgahsana dimaksud. Di sungai takus, juga di temui apa yang di sebut tampayan. 

Dua tempat yang di dapati prasasti adalah batu bersurat dan muara mahat. Tetapi prasasti ini belum dapat diteliti secara akademis karena terbenam di sungai kampar. Namun keduanya di pastikan menyimpan informasi yang penting bagi pencapaian suatu peradaban.perasasti di muara mahat misalnya, di perkirakan berisi undang – undang sebuah negeri. Lokasi perasasti itu sendiri di namakan batu udang. Bukti-bukti pemukiman ditemui di pongkai dan minanga tamwan. Sedangkan kota barat, koto dalam gulamo, banyak ditemukan pecah – pecehan keramik dari jaman dinasti sung. Benda semacam ini ditemukan di balai hyang kemala kewi. Di tempat trakhir, selain di temukan keramik maupun porselin, juga ditemukan sejumlah senjata kuno. 

Selain Muara Takus, penemuan-penemuan benda yang terkolong kuno di Riau adalah di Sintong dan Siarang-Arang, sekarang masuk kedalam administrative Kabupaten Rokan Hilir. Cuma sayangnya, dua tempat ini belum “seberuntung” muara takus, karena kajian terhadapnya masih amat terbatas. Padahal penelitian di muara takus sendiri pun amatlah kurang. Di sisi lain banyak benda-benda peninggalanya sudah beralih fungsi bahkan di laporkan sempat menjadi panggung tiang penduduk. Cuma saja, dari peninggalan yang sempat di temui, memperlihatkan bahwa dua wilayah ini perna terdapat suatu sistem pengaturan masyarakat secara terpadu. 

Kerajaan kuantan pada dasarnya merupakan kelanjutan dari kerajaan kandis itu sendiri. Pada masa kerajaan kuantan, ibu kota di pindahkan dari padang candi ke Sintuo, yaitu suatu tempat di seberang koto teluk kuantan sekarang. Tidak dapat pulak di ketahui secara pasti kapan berdirinya kerajaan kuantan. Suatu ketika kuantan tidak memiliki raja. Maka kebetulan pada waktu itu datang rombongan raja dari bintan yang bernama sang sapurba. Kedatangan sang sapurba sangat dielu – elukan oleh rakyat kuantan. Sang sapurba kemudian diangkat menjadi raja kuantan, dengan gelar Tri Murti Buana.

Pada suatu masa kemudia, pengaturan kehidupan masyarakat di kuantan dan singingi dikendalikan oleh konfederasi negeri (koto) yang di namakan Rantau Nan Oso Kurang Dua puluh (rantau kurang satu dua puluh). Meskipun masing-masing negeri (koto) memiliki otonomi tersendiri, permasalahan antara koto dilaksanakan melalui musyawarah orang gedang di teluk kuantan yang pimpin Datuk bisai.  

Kerajaan keritang terpusat di pinggir sungai gangsal. Kata keritang diperkirakan berasal dari kata “itang”. Itang adalah sejenis tumbuh – tumbuhan yang banyak terdapat di sekitar sungai gangsal. Seperti kandis, nama kerajaan keritang juga termaktub dalam kitab “Negara Kertagama”. Keritang, pada waktu itu merupakan sebuah kerajaan yang cukup besar, sehingga maja pahit sangat menganggap penting kerajaan tersebut. Menurut petunjuk yang ada, berakhirnya kerajaan keritang disebabkan oleh karena rajanya yang bernama Raja Merlang, ditawan oleh Melaka. Raja Merlang ini kemudian menikah dengan anak raja Melaka, Sultan Mansyur Syah dan memiliki seorang anak yang bernama Nara Singa. Nara Singa inilah yang nantinya menjadi Raja di Indragiri. 

Kerajaan Gasib atau Siak Gasib,diperkirakan telah berdiri pada abad ke 14 atau Mahesi.Pusat kerajaan Gasib teletak di tepi sebuah anak sungai yang bernama Gasib. Tempat ini berada di Hulu Kuala Mandau sekarang ini.Kerajaan Gasib mengusai wilayah sepanjang sungai Siak, mulai dari paling hulu, yaitu di Bukit Seligi Tapung sampai Bukit Langa, Tapung Kanan. Tidak diketahui secara jelas tentang jumlah raja yang memerintah Gasib, khususnya pada periode Hindu/Budha. Hanya ada dua catatan singkat yang menyebut tentang Raja Gasib. 

Catatan singkat yang menyebut tentang Raja Gasib. Catatan pertama menyebutkan,bahwa berdasarkan catatan Cina,pada tahun 1433,Raja Bedagai dari Gasib,bersama-sama dengan Raja Indragiri dan Siantan datang untuk meminta pelindungan kepada Cina. Catatan Kedua menyebutkan bahwa pada tahun 1444-1447, Melaka mengalahkan Gasib dan menawan Rajanya, yaitu Permaisura. Setelah ditaklukkan Melaka, Gasib memasuki era kepemimpinan yang beragama Islam. Sultan Mansyur Syah, kemudian mengangkat anak raja Gasib yang ditaklukkan [Raja Permaisura] yang bernama Megat Kudu kemudian memeluk agama Islam dan menjadi menantu raja Melaka, bergelar Sultan Ibrahim. Saat Melaka diperintah oleh Sultan Alauddin Riayat Syah [1477-1488],diangkat Raja Abdullah,menggantikan ayahnya, Sultan Ibrahim, sebagai raja Gasib. Pda masa Sultan Mahmud Syah menjadi Raja Gasib, menggantikan Sultan Abdullah. 

Kerajaan ini terletak di Hulu Sungai Segati, di tepi sungai Kampar. Kerajaan Segati didirikan oleh Tuk Jayo Sagati, keturunan Maharaja Olang. Pusat kerajaan pertama kali terletak di Tanjung Bungo. Tapi kemudian atas prasangka puteranya yang bernama Tuk Jayo Tunggal meninggal dunia, maka diangkatlah Tuk Jayo Alam, puteranya, sebagai raja. Kerajaan Segati ini pada masa Tuk Jayo Alam pernah diserang oleh kerajaan Siak Gasib dan pusat pemerintah di Gunung Setawar jauh ke tangan Gasib. Tapi dengan kemampuannya, Tuk Jayo Tunggal, pusat pemerintah di Gunung Setawar jauh ke tangan Gasib. Tapi dengan kemampuannya, Tuk Jayo Alam berhasil membangun kekuatan dan kemudian merebut kembali kerajaan dari tangan Gasib Kerajaan Segati mencapai pucak pada masa kekuasaan Tuk Jayo Alam. Setelah beliau meninngal, maka digantikan puteranya Tuk Jayo Laut. 

Setelah Tuk Jayo Laut, meninggal ia digantikan oleh Tuk Jayo Gagah. Pemerintah Tuk Jayo Gagah kemudian digantikan oleh Tuk Jayo Bendil. Pada masa pemerintah Tuk Jayo Bedil, Kerajaan Segati pernah melawan Portugis di Melaka Kerajaan Segati mengalami kemunduran dan bahkan hancur ketika tidak mampu melawan serangan Aceh. Setelah kalah, Tuk Jayo Bedil melarikan diri ke Petalangan Rapuh dan kemudian terus ke Kuatan. Pada masa berikutnya, wilayah kekuasaan Segati, Menjadi bagian dari kerajaan Pelalawan. 

Kerajaan ini berlokasi di hulu sungai Pekantua, Pelalawan. Kerajaan ini didirikan oleh Maharaja Indera dari Kerajaan Tumasik (Singapura). Di Pekantua, Maharaja Indera membangun istananya di Pematang Rua. Dibangunnya pula sebuah candi, sebagai ungkapan rasa syukur atas selamatnya beliau ketika Majapahit menyerang Tumasik sekitar tahun 1380 M. Diperkirakan, kerajaan Pekantua didirikan pada penghujung abad ke-14 M, Lebih kurang sezaman dengan kerajaan Melaka.Setelah Maharaja Indera mangkat , ia digantikan oleh puteranya Maharaja Pura. Setelah era Maharaja Indera mangkat, ia digantikan oleh puteranya Maharaja Pura. Setelah era Maharaja Pura, pemerintahan dilanjutkan oleh Maharaja Laka dan kemudian dilanjutkan lagi oleh Maharaja Syisya. Pada masa Maharaja Syisya ini, dibangun sebuah bandar baru di seberang Pekantua, yang dinamakan Bandar Nasi. 

Setelah memerintah beberapa lama, Maharaja Syisya kemudian digantikan oleh puteranya Maharaja Jaya. Pada masa Maharaja Jaya, kerajaan Pekantua diserang oleh Melaka.Dipimpin oleh panglima Sri Nara Diraja, Melaka menaklukkan Pekantua. Setelah berada di bawah Melaka, maka kerajaan Melaka mengangkat Munawar Syah sebagai raja. Setelah Munawar Syah mangkat, beliau digantikan oleh Raja Abdullah. Pada masa ini Pekantua diperangi oleh Portugis. Raja Abdullah ditawan dan kemudian dibuang ke Goa.  

=================================================

Sekian dulu materi singkat dari bapak, untuk hari ini tugasnya hanya menulis pada buku catatan ananda masing-masing, tidak perlu ananda kirim fotonya ke wa bapak karena nantinya ketika kita sudah belajar tatap muka maka bapak akan mengecek catatan ananda sekalian. Sebelum kita tutup perjumpaan hari ini, silahkan ananda saksikan dan nyanyikan video berikut ini:

Mengakhiri perjumpaan kita kali ini, mari sama-sama kita berdoa menurut agama masing-masing. Berdoa mulai.....

Sampai jumpa minggu depan, jaga kesehatan, semangat terus dalam belajar dan jangan lupa beribadah...