Buku “max havelaar” ditulis oleh orang belanda yang bernama

Copyright © 2021 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. All rights reserved.

Counter :

Buku max havelaar” ditulis oleh orang belanda yang bernama

Buku max havelaar” ditulis oleh orang belanda yang bernama
Lihat Foto

britannica.com

Eduard Douwes Dekker

KOMPAS.com - Multatuli adalah nama samaran Eduard Douwes Dekker, seorang penulis berkebangsaan Belanda yang menyampaikan kecamannya terhadap bangsanya sendiri atas penderitaan penduduk Indonesia lewat bukunya.

Buku karya Multatuli yang menggambarkan bagaimana penderitaan rakyat Lebak Banten akibat penjajahan Belanda adalah Max Havelaar.

Berkat kritikan dalam karyanya itu, sistem tanam paksa perlahan-lahan dihapuskan.

Selain itu, Multatuli dianggap sebagai salah satu penulis terhebat Belanda yang karyanya memelopori gaya tulisan baru.

Awal kehidupan

Eduard Douwes Dekker adalah anak keempat dari pasangan Engel Douwes Dekker dan Sietske Eeltjes Klein yang lahir pada 2 Maret 1820 di Amsterdam, Belanda.

Ketika remaja, sang ayah yang berprofesi sebagai kapten kapal, menyekolahkannya di sekolah Latin.

Setelah lulus, Douwes Dekker sempat bekerja untuk sementara waktu sebagai juru tulis di sebuah perusahaan tekstil.

Namun pada 1838, ia memilih untuk pergi ke Batavia (Jakarta) dengan menumpang salah satu kapal ayahnya.

Baca juga: Tokoh-tokoh Pelopor Politik Etis

Karier di Hindia Belanda

Eduard Douwes Dekker tiba di Batavia pada 1839. Berkat relasi ayahnya, ia diterima di deparemen akuntansi di kantor Pengawasan Keuangan Batavia.

Pada 1842, ia diangkat menjadi pengawas keuangan di Kecamatan Natal yang terletak di Sumatera Utara.

Asked by wiki @ 26/08/2021 in IPS viewed by 4269 persons

Asked by wiki @ 29/07/2021 in IPS viewed by 4190 persons

Asked by wiki @ 30/07/2021 in IPS viewed by 3627 persons

Asked by wiki @ 02/08/2021 in IPS viewed by 3100 persons

Asked by wiki @ 12/08/2021 in IPS viewed by 2260 persons

Asked by wiki @ 08/12/2021 in IPS viewed by 2053 persons

Asked by wiki @ 08/12/2021 in IPS viewed by 1991 persons

Asked by wiki @ 02/08/2021 in IPS viewed by 1932 persons

Asked by wiki @ 03/08/2021 in IPS viewed by 1899 persons

Asked by wiki @ 05/08/2021 in IPS viewed by 1817 persons

Asked by wiki @ 29/07/2021 in IPS viewed by 1729 persons

Asked by wiki @ 20/08/2021 in IPS viewed by 1690 persons

Asked by wiki @ 16/08/2021 in IPS viewed by 1662 persons

Asked by wiki @ 01/08/2021 in IPS viewed by 1617 persons

Asked by wiki @ 10/08/2021 in IPS viewed by 1557 persons

Pada tahun 1859 Eduard Douwes Dekker, seorang pegawai pemerintah yang kecewa di Hindia Belanda, menulis buku dengan nama samaran "Multatuli". Buku ini berjudul "Max Havelaar atau Lelang Kopi Perusahaan Dagang Belanda". Isinya adalah kritik tentang kesewenang-wenangan pemerintahan kolonial Belanda di Hindia Belanda. Buku tersebut merupakan bingkai dari berbagai jalinan kisah cerita. Mulainya adalah kisah tentang Batavus Droogstoppel, seorang pedagang kopi dan contoh yang tepat tentang seorang borjuis kecil yang membosankan dan kikir, yang menjadi simbol bagaimana Belanda mengeruk keuntungan dari koloninya di Hindia Belanda. Suatu hari, mantan teman sekelasnya (Sjaalman) menjenguk Droogstoppel dan memintanya menerbitkan sebuah buku. Selanjutnya -disela oleh komentar Droogstoppel- adalah kisah tentang buku itu yang secara garis besar menceritakan pengalaman nyata Multatuli (alias Max Havelaar) sebagai asisten residen di Hindia Belanda. (Sebagian besar adalah pengalaman penulis Eduard Douwes Dekker sendiri sebagai pegawai pemerintah.) Asisten residen Havelaar membela masyarakat lokal yang tertindas, orang-orang Jawa, namun para atasannya yang warganegara Belanda dan masyarakat lokal yang mempunyai kepentingan bisnis dengan Belanda, beramai-ramai menentangnya. Sejumlah kisah tentang masyarakat lokal dirangkaikan dalam buku ini, misalnya, kisah tentang Saidjah dan Adinda. Di antara kalimat-kalimat tentang kisah cinta yang mengharukan, tersirat tuduhan tentang eksploitasi dan kekejaman yang menjadikan orang-orang Jawa sebagai korbannya. Pada bagian akhir buku ini, Multatuli menyampaikan permintaan secara sungguh-sungguh langsung kepada Raja William III, yang dalam posisinya sebagai kepala negara, adalah yang paling bertanggung jawab untuk kesewenang-wenangan dan korupsi pemerintahan di Hindia Belanda.

Pada awalnya, buku ini menerima banyak kritik, tetapi kemudian segera menimbulkan perdebatan dan dicetak ulang beberapa kali. Buku ini masih diterbitkan sampai sekarang dan telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 40 bahasa. Pada tahun 1999, penulis Indonesia Pramoedya Ananta Toer merujuk buku ini dalam the New York Times sebagai "Buku yang Membunuh Kolonialisme".

Max Havelaar adalah sebuah novel karya Multatuli (nama pena yang digunakan penulis Belanda Edward Douwes Dekker). Novel ini pertama kali terbit pada 1860, yang diakui sebagai karya sastra Belanda yang sangat penting karena memelopori gaya tulisan baru.[butuh rujukan]

Buku max havelaar” ditulis oleh orang belanda yang bernama
Max Havelaar

Sampul depan novel Max Havelaar cetakan ke-5 (1881)

PengarangMultatuliJudul asliMax Havelaar, of de koffij-veilingen der Nederlandsche Handel-MaatschappijPenerjemahHB JassinNegara
Buku max havelaar” ditulis oleh orang belanda yang bernama
Hindia BelandaBahasaBahasa Belanda
Bahasa Indonesia (1972)GenreNovel

Tanggal terbit

1860 (Hindia Belanda)
1972 (Bahasa Indonesia)Jenis mediasampul lunak

Novel ini terbit dalam bahasa Belanda dengan judul asli "Max Havelaar, of de koffij-veilingen der Nederlandsche Handel-Maatschappij" (bahasa Indonesia: "Max Havelaar, atau Lelang Kopi Perusahaan Dagang Belanda").

Roman ini ditulis oleh Multatuli hanya dalam tempo sebulan pada 1859 di sebuah losmen di Belgia. Setahun kemudian, tepatnya pada 1860, roman itu terbit untuk pertama kalinya.

Di Indonesia, karya ini sangat dihargai karena untuk pertama kalinya inilah karya yang dengan jelas dan lantang membeberkan nasib buruk rakyat yang dijajah. Max Havelaar bercerita tentang sistem tanam paksa yang menindas kaum bumiputra di daerah Lebak, Banten. Max Havelaar adalah karya besar yang diakui sebagai bagian dari karya sastra dunia. Di salah satu bagiannya memuat drama tentang Saijah dan Adinda yang sangat menyentuh hati pembaca, sehingga sering kali dikutip dan menjadi topik untuk dipentaskan di panggung.

Hermann Hesse dalam bukunya berjudul: Die Welt Bibliothek (Perpustakaan Dunia) memasukkan Max Havelaar dalam deret buku bacaan yang sangat dikaguminya. Bahkan Max Havelaar sekarang menjadi bacaan wajib dil sekolah-sekolah di Belanda.

HB Jassin menerjemahkan Max Havelaar dari bahasa Belanda aslinya ke dalam bahasa Indonesia pada tahun 1972. Tahun 1973 buku tersebut dicetak ulang.

Pada tahun 1973 Jassin mendapat penghargaan dari Yayasan Prins Bernhard. Dia diundang untuk tinggal di Belanda selama satu tahun.

Novel ini diadaptasi menjadi sebuah film layar lebar pada tahun 1976 oleh Fons Rademakers sebagai bagian dari kemitraan antara Belanda-Indonesia. Namun film Max Havelaar tersebut tidak diperbolehkan untuk ditayangkan di Indonesia sampai tahun 1987.

  • Film Max Havelaar (1976)
 

Artikel bertopik sastra ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Max_Havelaar&oldid=19161900"