Buku history of java merupakan jasa peninggalan dari masa pemerintahan….

Text

Tak diraukan lagi, buku The History of Java telah menjadi salah satu sumber sejarah paling penting untuk mengetahui kehidupan masyarakat Jawa di masa lalu. Buku ini ditulis oleh Sir Thomas Stamford Raffles, seorang administratur kelahiran Inggris, yang sagat terobsesi untuk merekam eksotisme dunia Jawa yang penuh dengan keanekaragaman serta keunikan geografis dan budaya.

The History of Java diterbitkan pertama kali pada tahun 1817 dalam volume. Volume Pertama berisi tentang inti buku itu sendiri secara lengkap, sedangkan Volume Dunia berisi informasi tambahan dan lampiran, Kedua volume itu kemudian dirangkum menjadi satu dalam buku ini. Isinya antara lain mencakup keadaan geografis, informasi mengenai penduduk asli Jawa, keadaan pertanian, kepercayaan dan upacara keagamaan, bahasa, serta beberapa hal-hal menarik lainnya. Kerja keras dan ketekunan Raffles telah menghasilkan sebuah Masterpiece yang sangat berharga bagi masyarakat Indonesia.

LIHAT SEMUA: buku history of java merupakan jasa peninggalan dari masa pemerintahan….

Buku history of java merupakan jasa peninggalan dari masa pemerintahan….

Patung Thomas Stamford Raffles di Singapura | MonEscape /Shutterstock

200 tahun berlalu sejak diterbitkan buku The History of Java pada 10 Mei 1817. Buku fenomenal tersebut merupakan karya Sir Thomas Stamford Raffles.

"Mengapa sekarang kita mengenang Raffles walau tidak semua orang suka mengenangnya? Ini karena 200 tahun yang lalu dia menerbitkan buku The History of Java," ujar Eka Budianta, penulis senior Indonesia, membuka diskusi The Meaning and Legacy of Raffles for Present-Day Indonesia di Kedutaan Besar Inggris, Kuningan, Jakarta, Rabu, (24/05/2017).

The History of Java merupakan buku mengenai keadaan penduduk di pulau Jawa, adat-istiadat, keadaan geografi, sistem pertanian, sistem perdagangan, bahasa dan agama yang ada di pulau Jawa pada waktu itu.

Dalam bukunya, Raffles yang saat itu menjabat sebagai Gubernur-Jendral di Hindia-Belanda, juga menceritakan tentang upacara adat penyambutan kelahiran bayi, pernikahan, dan kematian.

"Raffles memang fenomenal. Dia seperti komet. Pada usia 35 tahun, sudah menjadi Letnan Gubernur di Jawa. Menurut saya, dia adalah figur menarik dalam sejarah Inggris," ujar Peter Carey, sejarawan dan pengarang asal Inggris yang hari itu juga meluncurkan buku berjudul Inggris di Jawa.

"Buku ini (The History of Java) memiliki segudang pengetahuan dan merupakan warisan dari leluhur," kata Peter.

Menurut Prof. Farish Ahmad Noor, Head of the Doctoral Programme, Rajaratnam School of International Studies di Nanyang Technological University, Singapura, buku The History of Java memiliki kekuatan yang hebat, juga menarik untuk dibaca karena tak hanya berisi soal sejarah Jawa, tetapi juga berisi sejarah Raffles.

Raffles di Jawa

Selain buku The History of Java, nama Raffles dikenal karena penemuan Candi Borobudur. Nama Candi Borobudur pun dibuat oleh Raffles, awalnya bernama Borebudur, artinya 'candi budur di dekat Desa Bore', lalu diubah menjadi Borobudur.

Sejak ditemukan Raffles pada 1814, Borobudur terus mengalami upaya penyelamatan dan pemugaran, sampai akhirnya bangunan megah tersebut masuk dalam daftar situs warisan dunia.

Dalam bidang ilmu pengetahuan, nama Raffles dikenal sebagai penulis buku History of the East Indian Archipelago, penemuan bunga Rafflesia Arnoldi, merintis Kebun Raya Bogor, serta aktif mendukung Bataviaach Genootschap, perkumpulan kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

Nama Raffles juga dikenal sebagai penemu serta pendiri Singapura. Patung Raffles pun dibangun di Raffles Landing Site, sebagai tempat yang diyakini Raffles menginjakkan kakinya pertama di pulau ini tahun 1819.

Jasa Raffles lainnya adalah warisan berupa sistem birokrasi dan administrasi. Pria yang lahir di Jamaica ini mengganti sistem tata kelola tanah, dari tanam paksa menjadi sistem penyewaan tanah yang lebih menguntungkan pihak penggarap dan penyewa.

Beberapa hal yang diusahakan oleh Raffles antara lain menghentikan perdagangan budak, menghapuskan kerja rodi dan sistem monopoli, menyelidiki flora dan fauna Indonesia, meneliti peninggalan-peninggalan kuno seperti candi dan sastra, juga meneliti dokumen-dokumen sejarah Melayu.

Saat istrinya, Olivia Mariamne, wafat pada 1814, Raffles memakamkan istrinya di tempat yang saat ini menjadi Museum Prasasti, Jakarta. Ia pun membangun monumen peringatan untuk mengenang kematian sang istri di Kebun Raya Bogor.

Merayakan 200 tahun buku The History of Java

Untuk merayakan 200 tahun setelah terbitnya buku The History of Java, diluncurkan dua buku. Buku pertama oleh Peter Carey berjudul Inggris di Jawa dan buku Raffles dan Kita oleh Yayasan Arsari Djodjohadikusumo dan Balai Pelestarian Pusaka Indonesia.

Buku Inggris di Jawa merupakan sebuah babad berupa buku harian milik seorang pangeran senior di Keraton Yogyakarta, Pangeran Aryo Panular. Sang pangeran mengawali babad pada tahun 1812 dan mengakhirinya pada 1816. Buku ini memberi petunjuk terkait sudut pandang orang Jawa.

Peter carey mengungkapkan, babad ini memberikan sudut pandang baru mengenai pendudukan Inggris di Jawa. Babad ini berisi keprihatinan, ketakutan, dan aspirasi dari seorang Pangeran Jawa pada masa itu.

Buku Raffles dan Kita terdiri dari 35 tulisan. "Pemikiran dalam buku ini memberikan pencerahan bagi kita semua dalam menyikapi sejarah dan tutur sejarah yang dibingkai oleh para pembesar pada masa kolonial yang bisa jadi sangat subjektif," ujar Catrini Kubontubuh, editor buku tersebut.

tirto.id - Alkisah, seorang pejabat tinggi Belanda datang ke istana Yogyakarta membawa seekor harimau putih besar sebagai hadiah bagi Sultan. Ia mendengar bahwa Sultan sangat menggemari adu harimau dan kerbau. Abdi keraton pun segera sibuk mempersiapkan arena untuk laga antara harimau dan kerbau itu.

Dalam laga yang disaksikan seluruh penghuni keraton itu, kerbau milik Sultan berhasil mengalahkan harimau. Sultan sangat girang atas kemenangan kerbaunya. Begitu pula si pejabat Belanda. Ia mengira bahwa dengan taktik diplomasi ini bisa memperlancar urusannya dengan Sultan.

Tetapi si pejabat Belanda itu salah kira. Sejak lama orang Jawa biasa merepresentasikan dirinya sebagai kerbau dan orang Belanda sebagai harimau. Maka kemenangan kerbau milik Sultan adalah suatu pertanda kemujuran. Sebaliknya, jika Belanda punya harimau yang tak terkalahkan, itu berarti buruk bagi para bangsawan Jawa.

Sejarawan Bernard H.M. Vlekke mendapatkan kisah itu dari magnum opus Sir Thomas Stamford Raffles, The History of Java (selanjutnya disebut HJ). Vlekke mengutip kisah itu dalam Nusantara: Sejarah Indonesia (2016: 251) untuk menunjukkan bagaimana orang Belanda masih asing dengan alam pikir orang Jawa meskipun telah saling berinteraksi sejak abad ke-17.

Baca juga: Rampogan, Cara Jawa Mengalahkan Belanda

Kekalahan harimau bagi orang Jawa adalah sebentuk ejekan tak terucap kepada orang Belanda. Tapi menurut Tim Hannigan dalam Raffles dan Invasi Inggris ke Jawa (2015), Belanda sama sekali tak menyadari simbolisme ini.

“Bergenerasi-generasi pejabat Belanda yang berpakaian hitam bertepuk tangan dengan puas dari panggung penonton ketika harimau dilemparkan kerbau ke udara dengan luka tusuk tanduk yang fatal di perutnya, sama sekali tidak tahu alasan mengapa orang Jawa di sekitar mereka tersenyum begitu lebar," tulis Hannigan (hlm. 299).

Barangkali orang Belanda baru menyadarinya setelah History of Java terbit pertama kali pada 1817. HJ adalah publikasi pertama yang memberikan informasi tentang Jawa dan penduduknya secara lengkap. Vlekke menilai karya Raffles itu jauh dari netral tetapi isinya menarik dan ditulis secara brilian.

Proses Penulisan HJ

Sejak mula, Raffles memang punya minat besar kepada bahasa dan adat istiadat Jawa. Salah satu tindakan pertamanya usai menguasai Jawa adalah mengaktifkan kembali Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Masyarakat Kesenian dan Keilmuan Batavia). Menurut Vlekke, Raffles juga beberapa kali menerbitkan karyanya di Verhandelingen—jurnal ilmiah terbitan lembaga itu (hlm. 251).

Raffles pertama kali mengutarakan niat menulis buku tentang Jawa dan masyarakatnya kepada Elton Hammond, kemenakannya, pada 1813. Saat itu dia masih menjabat sebagai letnan gubernur jenderal di Jawa. Karena itu, ia masih harus menangguhkan pengerjaan buku tersebut karena waktunya habis untuk urusan pekerjaan.

Tetapi, ia masih punya cukup waktu untuk mengumpulkan bahan-bahan. Kepada Hammond, seperti diungkap P. Swantoro pada salah satu kolomnya yang terkumpul dalam Dari Buku ke Buku (2016), Raffles menyampaikan keyakinannya bahwa tak ada seorang pun yang memiliki informasi tentang Jawa selengkap dirinya (hlm. 169).

Raffles tidak sedang membual. Selama lima tahun masa kerjanya di Jawa, ia mengumpulkan banyak sekali sumber tentang Jawa. Bahan-bahan penting itu ia kumpulkan dengan bantuan beberapa kolega dan bawahannya. Untuk bidang kepurbakalaan, misalnya, ia mendapat bantuan data-data lapangan dari Hermanus Christiaan Cornelius.

H.C. Cornelius, seorang tentara bagian zeni berkebangsaan Belanda, pada 1814 ditugaskan Raffles meneliti Candi Borobudur. Cornelius mengerahkan sekitar 200 orang untuk membantunya dan butuh waktu enam minggu untuk melakukan penelitian. Hasilnya adalah deskripsi ringkas dan sejumlah gambar tentang candi itu (hlm. 162).

Baca juga: Bom Borobudur: Dua Habib Ditangkap, Dalangnya Tak Pernah Terungkap

Buku history of java merupakan jasa peninggalan dari masa pemerintahan….

Lalu, untuk menghimpun data-data pengetahuan alam, Raffles mendapat bantuan dari Thomas Horsfield. Naturalis berkebangsaan Amerika itu telah meneliti tanaman berkhasiat medis Di Hindia Belanda sejak 1801. Ia juga mahir geologi. Atas dorongan Raffles pula Horsfield memperluas penelitiannya tentang sejarah alam dan zoologi.

Selain memanfaatkan tenaga ahli bangsa Eropa, Raffles juga memanfaatkan pengetahuan orang-orang pribumi. Bantuan orang-orang pribumi Jawa terutama ia butuhkan untuk telaah epigrafi dan menerjemahkan naskah-naskah sastra dan sejarah Jawa. Secara khusus, ia menghimpun kelompok kecil cendekia pribumi di Bogor untuk membantunya.

Swantoro mencatat dalam bukunya, “Di antara mereka terdapat bupati Semarang, Kiai Adipati Suria Adimenggala dan kedua puteranya, Raden Saleh dan Raden Sukur."

Raden Saleh dan Raden Sukur fasih berbahasa Inggris berkat pendidikannya di Kalkuta. Sementara Ayah mereka adalah seorang priyayi cerdas yang membantu Raffles menerjemahkan naskah babad. Lain itu, ada pula Panembahan Sumenep, Natakusuma, yang menguasai sejarah Jawa dan kitab-kitab Arab.

“Raffles mengakui, alur-utama cerita-sejarah History of Java didasarkan pada hasil pemadatan bahan-bahan yang telah dilakukan oleh Kiai Adipati. Raffles menilai hasil kerja bupati itu paling berkesinambungan," tulis Swantoro (hlm. 166-167).

Tetapi, bahan-bahan dari Kiai Suria Adimenggala bukanlah sumber tunggal Raffles dalam menyusun sejarah Jawa. Ia masih memanfaatkan sumber lain sebagai pembanding. Menurut Donald Weatherbee dalam artikelnya, “Raffles Sources for Traditional Javanese Historiography and the McKenzie Collections" (terbit di jurnal Indonesia, no. 26, 1978), Raffles sering pula menggunakan manuskrip ringkasan sejarah susunan Middelkoop.

Jacob Albert van Middelkoop adalah pegawai VOC yang pertama kali tiba di Jawa pada 1793. Ia bertugas di Semarang ketika mendapat tugas dari Gubernur Pantai Timur Laut Jawa Nicolaas Engelhard untuk menerjemahkan naskah-naskah sejarah Jawa tradisional.

Baca juga:

  • Kisah Pegawai VOC yang Dibuang ke Pulau Terpencil Karena Sodomi
  • Karena Korupsi, VOC Bubar Saat Jelang Tahun Baru

Raffles mengakui bahwa ia menggunakan juga sumber dari Middelkoop itu. Salah satu bagian dari HJ dijelaskannya mengambil referensi langsung dari Middelkoop. Namun, pada beberapa bagian lain banyak data-data Middelkoop yang dipakai tanpa menyebut sumbernya lagi. Karenanya, Weatherbee berpendapat bahwa sebenarnya bahan-bahan Middelkoop-lah yang menjadi tulang punggung naskah Raffles daripada bahan-bahan dari Kiai Suria Adimenggala (hlm. 64).

Dari bahan-bahan yang dikumpulkan atas bantuan anak buah, kolega, dan priyayi pribumi itulah Raffles mulai menyusun bukunya. Untuk urusan ini, ia berkiblat pada History of Sumatra karya William Marsden—yang latar belakangnya sebagai birokrat Inggris mirip dengan Raffles. Buku Marsden itu terbit pada 1783.

Vlekke menjelaskan bahwa Raffles memaksudkan bukunya nanti akan seperti karya Marsden. Buku itu akan menggambarkan secara lengkap Pulau Jawa: iklimnya, penduduknya, peninggalan masa silamnya, dan sejarahnya. Tetapi, berbeda dengan Marsden yang menulis secara saintifik, karya Raffles adalah campuran dari deskripsi ilmiah, apologi, dan pelaporan lapangan (hlm. 252).

Karya Raffles itu kemudian terbit hanya dua tahun setelah masa kerjanya di Jawa habis pada 1815. Berkat HJ, nama Raffles mendunia sebagai seorang cendekiawan. Predikatnya itu bahkan melampaui profesi utamanya sebagai birokrat Kerajaan Inggris. Vlekke sampai menulis, “Zaman berikutnya lebih mengenal Raffles sebagai penulis History of Java (Sejarah Jawa) daripada sebagai gubernur yang memperkenalkan sistem sewa tanah (hlm. 251-252)."

Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA atau tulisan menarik lainnya Fadrik Aziz Firdausi
(tirto.id - fdr/ivn)

Reporter: Fadrik Aziz Firdausi
Penulis: Fadrik Aziz Firdausi
Editor: Ivan Aulia Ahsan

Subscribe for updates Unsubscribe from updates