Lihat Foto Show KOMPAS.com - Sulawesi Selatan adalah salah satu provinsi Indonesia yang ditinggali oleh berbagai macam etnis atau suku bangsa. Hal tersebut menyebabkan Sulawesi Selatan kaya akan bahasa daerah. Dilansir dari Bahasa dan Peta bahasa di Indonesia, ada 14 bahasa daerah yang ada di Sulawesi Selatan, yaitu: Bahasa Bajo merupakan bahasa yang digunakan Suku Bajo yang dikenal sebagai pengembara laut. Dilansir dari Portal Informasi Indonesia, Suku Bajo berasal dari Kepulauan Sulu di Filipina Selatan yang kemudian hidup di laut lepas dan masuk ke beberapa wilayah Indonesia, salah satunya sulaweesi Selatan. Suku Bajo menduduki dua pulau di desa Rajuni, Kabupaten Kepulauan Selayar Kecamatan Takabonerate. Bahasa Bajo memiliki tiga pengucapan atau dialek yang berbeda yaitu dialek pere, dialek kasuari, dan dialek jayabakti. Baca juga: Keunikan Senjata Tradisional Sulawesi Selatan Bahasa bonerate merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat Desa Bonerate, Pasirmanu Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. Bahasa Bonerate terdengar unik karena sangat berbeda dengan bahasa-bahasa daerah Sulawesi Selatan lainnya. Bahasa Bugis digunakan oleh Suku Bugis yang merupakan etnis terbesar di Sulawesi Selatan. Bahasa bugis memiliki sangat banyak bentuk pelafalan, yang tergambar dari 27 dialeknya. Muhammad Yusuf dalam jurnal Bahasa Bugis dan Penulisan Tafsir di Sulawesi Selatan (2012) menyebutkan bahwa bahasa Bugis memiliki aksara yang disebut aksara Lontara dengan kitab yang berisikan kesusastraan suci, mantra-mantra, dan kepercayaan mitologis. Bahasa Bugis De adalah bahasa daerah Sulawesi Selatan yang secara dialektis berbeda 80 hingga 90 persen dari bahasa Bugis. Bahasa Bugis De digunakan oleh masyarakat Desa Wawondula, Desa Ledu-Ledu, Desa Matano, dan desa Manurung, Luwu Timur Sulawesi Selatan. Bahasa Konjo adalah bahasa yang berasal dari bahasa Makassar dengan dialek yang berbeda. Bahasa Konjo digunakan Suku Kajang yang bertempat tinggal di Desa Kajang Ammatoa Bulukumbu, Desa Possi Tanah Bulukumba, Desa Bira Bonto Bahari, dan Desa Ara Bontoh Bahari. Baca juga: 3 Alat Musik Tradisional Sulawesi Selatan Artikel ini memiliki beberapa masalah. Tolong bantu memperbaikinya atau diskusikan masalah-masalah ini di halaman pembicaraannya. (Pelajari bagaimana dan kapan saat yang tepat untuk menghapus templat pesan ini)
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. Halaman artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. Artikel ini mungkin mengandung riset asli. Bahasa Banjar adalah sebuah dialek bahasa yang dipertuturkan oleh suku Banjar di Kalimantan Selatan, Indonesia, sebagai bahasa ibu.[2][3][4][5] Bahasa Banjar termasuk dalam daftar bahasa dominan di Indonesia.[6][7] Penutur bahasa Rumpun bahasa Austronesia
bjn – Banjar bvu – BukitGlottologbanj1241[1]Linguasfer31-MFA-fd Sebagian ahli bahasa berpendapat bahasa Banjar termasuk kelompok bahasa Melayu Borneo Timur. Kelompok Borneo Timur pula menurunkan dua kelompok, yaitu Borneo Utara dan Borneo Tenggara. Borneo Tenggara menurunkan satu cabang yang akhirnya menurunkan bahasa Berau dan Kutai, satu cabang lagi disebut sebagai kelompok Borneo Selatan yang menurunkan bahasa Banjar dan Bukit. Beberapa dialek Melayu di Borneo tersebut ada yang hanya menurunkan 3 vokal saja, yaitu: /i/; /u/ ; /a/. Collin (1991) menemukan gejala penyatuan vokal e dan a menjadi /a/ di Berau dan juga dialek lain di timur pulau Borneo, yakni dalam dialek Banjar dan Kutai (Kota Bangun).[8][9][10] Di tanah asalnya di Kalimantan Selatan, bahasa Banjar yang merupakan bahasa sastra lisan terbagi menjadi dua dialek besar, yaitu Banjar Kuala dan Banjar Hulu. Sebelum dikenal bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, pada zaman dahulu apabila berpidato, menulis atau mengarang orang Banjar menggunakan bahasa Melayu Banjar dengan menggunakan aksara Arab. Tulisan atau huruf yang digunakan umumnya huruf atau tulisan Arab gundul dengan bahasa tulis bahasa Melayu (versi Banjar). Semua naskah kuno yang ditulis dengan tangan seperti puisi, Syair Siti Zubaidah, Syair Tajul Muluk, Syair Burung Karuang, bahkan Hikayat Banjar dan Tutur Candi juga menggunakan huruf Arab berbahasa Melayu (versi Banjar). Bahasa Banjar dihipotesiskan sebagai bahasa Melayik, seperti halnya bahasa Minangkabau, bahasa Betawi, bahasa Iban, dan lain-lain.[11][12] Karena kedudukannya sebagai lingua franca, pemakai bahasa Banjar lebih banyak daripada jumlah suku Banjar itu sendiri. Selain di Kalimantan Selatan, bahasa Banjar yang semula sebagai bahasa suku bangsa juga menjadi lingua franca di daerah lainnya, yakni Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur serta di daerah Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, sebagai bahasa penghubung antarsuku.[13] Di Kalimantan Tengah, tingkat pemertahanan bahasa Banjar cukup tinggi tidak sekadar bertahan di komunitasnya sendiri, bahkan menggeser (shifting) bahasa-bahasa orang Dayak.[14] Penyebaran bahasa Banjar sebagai lingua franca ke luar dari tanah asalnya memunculkan varian bahasa Banjar versi lokal yang merupakan interaksi bahasa Banjar dengan bahasa yang ada di sekitarnya misalnya bahasa Samarinda,[15][16] bahasa Kumai, dan lain-lain. Di sepanjang daerah hulu sungai Barito atau sering disebut kawasan Barito Raya (Tanah Dusun) dapat dijumpai bahasa Banjar versi logat Barito misalnya di kota Tamiang Layang digunakan bahasa Banjar dengan logat Dayak Maanyan. Pemakaian bahasa Banjar dalam percakapan dan pergaulan sehari-hari di Kalimantan Selatan dan sekitarnya lebih dominan dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Berbagai suku di Kalimantan Selatan, bahkan Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur berusaha menguasai bahasa Banjar, sehingga dapat pula kita jumpai bahasa Banjar yang diucapkan dengan logat Dayak, Bugis, Jawa dan Madura. Bahasa Banjar juga masih digunakan pada sebagian permukiman suku Banjar di Malaysia seperti di Kampung (Desa) Parit Abas, Mukim (Kecamatan) Kuala Kurau, Daerah (Kabupaten) Kerian, dan Negeri Perak Darul Ridzuan. Bahasa Banjar banyak dipengaruhi oleh bahasa Melayu, Jawa, dan bahasa-bahasa Dayak.[17][18][19][20] Dalam perkembangannya, bahasa Banjar ditengarai mengalami kontaminasi dari intervensi bahasa Indonesia dan bahasa asing.[21] Bahasa Banjar berada dalam kategori cukup aman dari kepunahan karena masih digunakan sebagai bahasa sehari-hari oleh masyarakat Banjar maupun oleh pendatang.[22] Walaupun terjadi penurunan penggunaan bahasa Banjar, tetapi laju penurunan tersebut tidak sangat kentara.[23] Saat ini, bahasa Banjar diajarkan di sekolah-sekolah di Kalimantan Selatan sebagai muatan lokal.[24] Bahasa Banjar juga memiliki sejumlah peribahasa.[25] Salah satu hasil telaah sarjana-sarjana Barat atas bahasa-bahasa Nusantara yang sangat berharga bagi perkembangan linguistik Indonesia adalah rekonstruksi sebuah bahasa nusantara purba yang dinamai Austronesia Purba atau Proto Austronesia (PAN). Bahasa-bahasa daerah yang ada sekarang seperti bahasa-bahasa di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali dan lain-lain di Nusantara merupakan refleksi dari PAN. Penelitian (dalam Kawi:1993, Refleksi etimon proto Austronesia dalam bahasa Banjar) menyajikan informasi mengenai rekaman refleksi fonem-fonem Proto-Austronesia (PAN) yang di dalamnya terurai mengenai perwujudan bentuk-bentuk refleksi, gejala perubahan bunyi fonetis, dan perubahan struktur fonologis. Etimon-etimon Proto-Autronesia menurut persepsi mereka masih terefleksi dengan utuh pada bahasa Banjar. Secara umum fonem-fonem etimon Proto-Austronesia secara umum diwarisi tanpa perubahan, kecuali fonem *z> j, v >. w . b>b,w,q >,h,g,k,[26]. Dari data kebahasaan yang diperoleh dari buku English Finderlist of Reconstruction in Austronesian Languages (post-branstetter) oleh Wurm dan Wilson (1978) dapat dilihat dengan jelas bahwa bahasa Banjar memang berasal dari sebuah bahasa Purba yang bernama Proto Austronesia. Setelah membandingkan kosa-kosakata Proto Austronesia dan Banjar, Kawi dan Effendi (2002) menemukan banyak sekali kosa-kosakata yang sama atau mirip sehingga berdasarkan kesamaan dan kemiripan itu dapat disimpulkan bahwa bahasa Banjar merupakan turunan langsung bahasa Austronesia Sulung (Proto Austronesia).[27][28] Kontribusi Bahasa Melayu Banjarmasin berperan dalam merekonstruksi Proto-Melayu. Bukti-bukti dalam bidang fonologi yang ditemukan Wolff dapat digunakan untuk memberikan kontribusi dalam merekonstruksi adanya sistem asli, yaitu adanya sistem empat vokal dalam Melayu Banjarmasin.[29][30] Kekerabatan dengan Bahasa Austronesia lainnyaKesamaan leksikal bahasa Banjar terhadap bahasa lainnya yaitu 73% dengan bahasa Indonesia [ind], 66% dengan bahasa Tamuan (Malayic Dayak), 45% dengan bahasa Bakumpai [bkr], 35% dengan bahasa Ngaju [nij].[31] Hasil penelitian Wurm dan Willson (1975), hubungan kekerabatan antara Bahasa Melayu dan Bahasa Banjar mencapai angka 85 persen. Adapun kekerabatan dengan bahasa Maanyan sekitar 32 % dan dengan bahasa Ngaju 39 %, berdasarkan penelitian Zaini HD. Bahasa Banjar mempunyai hubungan dengan bahasa yang digunakan suku Kedayan (sebuah dialek dalam bahasa Brunei) yang terpisahkan selama 400 tahun dan bahasa Banjar sering pula disebut Bahasa Melayu Banjar.[32] Kekerabatan dengan Bahasa Austronesia lainnya [33]
Beberapa kosakata Bahasa Malagasi berasal dari bahasa Melayu Banjar dan bahasa Melayu Sumatra (Sriwijaya).[38][39][40][41][42] Kekerabatan dengan Bahasa Melayu StandarWalaupun bahasa Banjar dianggap sebagai bahasa Melayu,[43] tetapi faktanya tidak ada kekerabatan dengan bahasa Melayu lainnya.[44] Bahasa Banjar dibagi menjadi dua dialek besar, yaitu dialek Banjar Hulu dan Banjar Kuala. Perbedaan utama antara kedua dialek tersebut adalah fonologi dan kosakata, meskipun susunan sintaksisnya yang sedikit berbeda juga dapat diberitahukan. Banjar Hulu hanya mempunyai tiga huruf vokal saja, yaitu /i/, /u/, and /a/. Apabila sebuah kata mengandung huruf vokal selain huruf ketiga tersebut, maka huruf asing tersebut diganti dari salah satu dari mereka berdasarkan pada kedekatan ketinggiannya dan kualitas huruf vokal yang lain. Pengucapan
Sebagai contoh, penutur bahasa Banjar mencoba mengucapkan kata yang berasal dari bahasa Inggris "logo" akan diucapkan seperti kata bahasa Indonesia untuk polos, "lugu". Kata bahasa Indonesia "orang" akan diucapkan sebagai "urang". Kata "ke mana" akan diucapkan dan bahkan sering kali diucapkan sebagai "kamana". Karakteristik khusus yang lain dari dialek Banjar Hulu adalah kata yang berawalan dengan huruf vokal sebagian besar diucapkan /h/ di awal pada sebuah kata. Penambahan /h/ juga dapat diucapkan dalam ejaan. Huruf hidup
Banjar Kuala mempunyai lima huruf vokal /a, i, u, e, o/. Peta persebaran suku bangsa Banjar di berbagai daerah. Meski suku Banjar bermigrasi ke berbagai daerah, namun bahasa Banjar masih tetap mereka bawa dan dipakai dalam percakapan sehari-hari. Daerah perantauan orang Banjar yang masih menuturkan bahasa Banjar secara asli adalah di daerah Sumatra dan Malaysia Barat. Secara geografis, suku ini pada mulanya mendiami hampir seluruh wilayah provinsi Kalimantan Selatan sekarang ini yang kemudian akibat perpindahan atau percampuran penduduk dan kebudayaannya di dalam proses waktu berabad-abad, maka suku Banjar dan bahasa Banjar tersebar meluas sampai ke daerah-daerah pesisir Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, bahkan banyak didapatkan di beberapa tempat di pulau Sumatra yang kebetulan menjadi permukiman perantau Banjar sejak lama seperti di Muara Tungkal, Tembilahan, dan Sapat.[45] Selain di pantai timur pulau Sumatra, bahasa Banjar dapat dijumpai juga pada perkampungan Suku Banjar[46] yang berada di pantai barat semenanjung Malaya di Malaysia Barat[47] (Perak Tengah, Krian, Pahang, Kuala Selangor, Batu Pahat, Kuala Lumpur,[48] walaupun karena pertimbangan politik, suku Banjar di Malaya disebut sebagai orang Melayu, tetapi di luar wilayah Malaya, seperti di Sabah dan Sarawak misalnya di daerah Tawau masih menyebut dirinya suku Banjar.[49][50] Menurut Cense,[51] bahasa Banjar dipergunakan oleh penduduk sekitar Banjarmasin dan Hulu Sungai. Akibat penyebaran penduduk, bahasa Banjar sampai di Kutai dan tempat-tempat lain di Kalimantan Timur.[52] Sedangkan Den Hamer[51] melokalisasi bahasa Banjar itu di samping daerah Banjarmasin dan Hulu Sungai sampai pula ke daerah pulau Laut (Kalimantan Tenggara) dan Sampit yang secara administratif pemerintahan termasuk provinsi Kalimantan Tengah sekarang ini.[51] Dibandingkan dengan perantau-perantau dari daerah lain yang umumnya masih mempunyai ikatan yang cukup kuat dengan daerah asal maupun kerabat dari daerah asal seperti perantau Minang, Bugis dan Madura, maka pola merantau suku Banjar berbeda. Perantau Banjar cenderung merantau hilang, yakni tak lagi menjalin kontak dengan orang-orang daerah asal, tak banyak surat menyurat dan tak banyak pulang ke daerah asal, namun tidak sama sekali meninggalkan kebanjarannya. Ciri kebanjaran yang mencolok yang cenderung dipertahankan orang Banjar adalah bahasa Banjar yang dapat dipertahankan dengan cara membangun permukiman khusus komunitas orang yang berasal dari daerah Banjar di tanah rantau, sehingga di dalam rumah tangga maupun kampung yang baru, mereka dapat mempertahankan bahasa Banjar, maka kebanjaran orang Banjar terutama sekali terletak pada bahasanya dan tanah air orang Banjar adalah bahasa Banjar. Selama seseorang fasih menggunakan bahasa Banjar dalam kehidupan sehari-hari maka dia dapat disebut orang Banjar, tidak peduli apakah ia lahir di Tanah Banjar atau bukan, berdarah Banjar atau bukan, dan sebagainya. Bahasa merupakan salah satu faktor kebanjaran disamping faktor lainnya seperti adat istiadat dan lain-lain.[53] Bahasa Banjar no. 6, Bahasa Bukit (Meratus) no. 14, Bahasa Ma'anyan no. 32 Dialek-dialek Bahasa Banjar Hulu[54] bersesuaian dengan kecamatan-kecamatan yang berpenduduk suku Banjar yang ada di Hulu Sungai, karena orang Banjar menyebut dirinya berdasarkan asal kecamatan atau banua masing-masing. Banjar KualaPapan judul dalam Bahasa Banjar dengan huruf Jawi (pojok kanan), di kantor Desa Lok Tamu, Kecamatan Mataraman, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Dialek Bahasa Banjar Kuala yaitu bahasa yang meliputi Kabupaten Banjar, Barito Kuala, Tanah Laut, serta kota Banjarmasin dan Banjarbaru. Karena letaknya yang strategis di sekitar sungai Barito, pemakaiannya meluas hingga wilayah pesisir bagian tenggara Kalimantan yaitu kabupaten Tanah Bumbu dan Kotabaru sampai ke Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Bahasa Banjar Kuala dituturkan dengan logat datar tanpa intonasi tertentu, jadi berbeda dengan bahasa Banjar Hulu dengan logat yang kental (ba-ilun). Dialek Banjar Kuala yang asli misalnya yang dituturkan di daerah Kuin, Sungai Jingah, Banua Anyar dan sebagainya di sekitar kota Banjarmasin yang merupakan daerah awal berkembangnya kesultanan Banjar. Bahasa Banjar yang dituturkan di Banjarmasin dengan penduduknya yang heterogen berbeda dengan Bahasa Banjar yang dituturkan di Hulu Sungai dengan penduduknya yang agak homogen. Perbedaan pada umumnya terletak pada intonasi, tekanan, tinggi-rendah dan sebagian kosakata. Di Banjarmasin, intonasi terbagi tiga karakter:[55][56]
Kosakata dialek Banjar Hulu tidak semuanya ada pada semua subdialek bahasa Banjar, tetapi jelas tidak akan ditemukan dalam dialek Banjar Kuala, ataupun sebaliknya kosakata seperti unda (aku), dongkah (sobek besar), atung (taat) dan sebagainya dalam dialek Banjar Kuala tidak akan ditemukan pada dialek Banjar Hulu. Dilihat dari kosakata, baik dalam hal jumlah maupun variasi subdialeknya, tampaklah dialek Banjar Hulu jauh lebih banyak dan kompleks. Misalnya antara subdialek satu dengan subdialek lainnya seperti Alabio, Kalua, Amuntai dan lain-lain banyak berbeda kosa katanya, sehingga dapat terjadi kosakata yang dipergunakan pada daerah satu tidak jarang atau kurang biasa dipergunakan pada daerah lainnya. Tetapi dibandingkan dengan dialek Banjar Kuala, subdialek Banjar Hulu ini lebih berdekatan satu sama lain. Karena itu di dalam Kamus Banjar–Indonesia sering hanya dibedakan antara Banjar Kuala (BK) dan Banjar Hulu (BH). Dalam perkembangannya pergaulan dan pembauran antara kedua pemakai dialek tersebut kian intensif.[45][57]
Perbedaan dalam pengucapan fonem:
Contoh Dialek Banjar Hulu
Dalam bahasa Banjar tidak ada F, Q, V karena F dan V masuk ke P, dan Q masuk ke K, dan Z masuk ke abjad S/J.[45] Syair madihin menggunakan bahasa Banjar.[61] Dalam penulisan karya sastra Banjar maupun dalam kesenian Wayang Kulit Banjar sejak dahulu sering digunakan secara khusus kosakata yang diserap dari bahasa Jawa, padahal kosakata tersebut tidak dipakai dalam bahasa Banjar sehari-hari, tetapi memang banyak pula kosakata yang diserap dari bahasa Jawa yang sudah lazim menjadi bahasa Banjar sehari-hari. Contoh kata-kata dalam penulisan karya sastra maupun wayang Banjar tersebut misalnya: karsa (karsa/kersa), gani (geni), danawa (denawa), ngumbi (ngombé), sadusu (sedasa), sadulur (sadulur/sedulur) dan lain-lain. Bahasa Banjar juga mengenal tingkatan bahasa (Jawa: unggah-ungguh), tetapi hanya untuk kata ganti orang, yang tetap digunakan sampai sekarang. Zaman dahulu sebelum dihapuskannya Kesultanan Banjar pada tahun 1860, bahasa Banjar juga mengenal sejenis bahasa halus yang disebut basa dalam (bahasa istana), yang merupakan pengaruh dari bahasa Jawa, disamping ada pula kosakata yang diciptakan sebagai bahasa halus misalnya jarajak basar artinya tiang, dalam bahasa Banjar normal disebut tihang. Basa dalam merupakan bahasa yang sudah punah, tetapi sesekali masih digunakan dalam kesenian daerah Banjar. Di dalam Hikayat Banjar, banyak digunakan kata ganti diri manira (saya) dan pakanira (anda) yang merupakan varian bahasa Bagongan yang digunakan di Kesultanan Banten.
untuk kata ganti orang ke-3 (dia)
Berikut merupakan beberapa angka (bilangan/wilangan) dalam Bahasa Banjar. Bilangan / angka dalam bahasa Banjar memiliki kemiripan dengan bilangan / angka dalam bahasa Jawa Kuno.
Penulisan bahasa Banjar pada zaman dahulu dalam aksara Arab Melayu (Jawi) misalnya;[67]
Bahasa Melayu Banjar
Apabila mengarang orang Banjar menggunakan bahasa Banjar Persuratan atau bahasa Melayu Banjar, misalnya pada Hikayat Banjar yang pernah diteliti dan diedit oleh Johannes Jacobus Ras, orang Belanda kelahiran Rotterdam tahun 1926 untuk disertasi doktoralnya di Universitas Leiden. Promotornya adalah Dr. A. Teeuw. Sepenggal kisah dalam Hikayat Banjar:
Dalam penggalan Hikayat Banjar ini dapat dijumpai beberapa bahasa Banjar yang dimelayukan (bahasa Melayu Banjar) misalnya:
Sistem penulisan bahasa Banjar menggunakan alfabet Latin dan Jawi. Sistem Penulisan Menggunakan Alfabet Latin
Bahasa yang digunakan sehari-hari oleh beragam etnik yang ada di wilayah Kalimantan Selatan adalah bahasa Banjar, sehingga dalam kegiatan misi Katolik dan zending Kristen di Kalimantan Selatan, pada tempo dulu ada juga digunakan buku-buku berbahasa Banjar beraksara Latin yang ditulis dalam ejaan Ejaan Van Ophuijsen, diantaranya sebuah buku tertua yang menggunakan bahasa Banjar telah dicetak pada tahun 1865 berjudul Doea kali 52 - tjeritaan toematan di kitab Allāh.[66] Bahasa Banjar mengambil kosakata serapan dari bahasa Jawa seperti banyu (bahasa Jawa Baru), diduga dahulu yang dipakai kosakata ayying (bahasa Bukit). Dalam kenyataannya kata iwak hanya direalisasikan oleh Banjar dan Jawa. Data ini setidak-tidaknya memberi pertimbangan: pertama, boleh jadi terjadi proses peminjaman dari Jawa kepada Banjar atau sebaliknya; dan kedua, boleh jadi pemunculannya pada Banjar bukan karena proses pinjam-meminjam atau pengaruh mempengaruhi, tetapi merupakan pewarisan dari bahasa atau dialek proto yang sama. Dalam daftar etimon Proto Austronesia (Wurm dan Wilson, 1978).[70][71].
Bahasa Banjar termasuk dalam varian bahasa Melayik Borneo bagian Timur.[72][73] Berikut ini adalah tabel perbandingan bahasa Banjar dengan varian bahasa-bahasa Melayik Borneo bagian Timur.
Kalimantan Barat (Borneo Barat) dianggap sebagai daerah asal bahasa Melayu.[79] Berikut ini adalah tabel perbandingan bahasa Banjar dengan varian bahasa-bahasa Melayik Borneo bagian Barat.
Kata serapan dari bahasa Belanda (Banjar: bahasa Walanda) antara lain:
Kata serapan dari bahasa Portugal (Banjar: bahasa Paranggi) antara lain:
Kolokial bahasa Banjar dan bahasa Malagasi antara lain:[83]
Banyu artinya air.[84]
Iwak artinya ikan.[85]
Parak artinya dekat.[86]
(BOUND MORPHEME IN BANJAR LANGUAGE)
Page 211 Juni adalah hari ke-162 (hari ke-163 dalam tahun kabisat) dalam kalender Gregorian.
Memperingati Hari Lahirnya Pangeran Nurmansyah Asjum Kaslabi
10 Juni - 11 Juni - 12 Juni
|