Rabu, 05 Februari 2020 - 17:52 WIB Show Peristiwa Hari Kiamat (Yaumul Qiyamah) sangat dahsyat dan sulit dibayangkan oleh akal manusia. Hari Kiamat menjadi hari-hari yang sulit dan tidak ada manusia yang bisa lari darinya. Menurut Al-Habib Quraisy Baharun (pengasuh Ponpes As-Shidqu Kuningan) dalam halaman Fanpage Facebook-nya, salah satu peristiwa pada Hari Kiamat, Allah akan jadikan anak kecil tiba-tiba menjadi beruban rambutnya, karena dahsyatnya Hari Kiamat. Allah Ta'ala berfirman: "Bagaimana mungkin kalian bisa bertakwa, sementara kalian tetap kafir kepada Hari Kiamat, yang menjadikan anak-anak beruban." (Surah Al-Muzammil ayat 17) Demikian juga seorang Ibu yang sangat menyanyangi bayinya. Ketika terjadi Kiamat, sang ibu akan melalaikan (tidak peduli) dengan bayi yang sedang ia susui. Allah Ta'ala berfirman: "Hai manusia, bertakwalah kepada Rabbmu. Sesungguhnya kegoncangan Hari Kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Ingatlah), pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, semua wanita yang menyusui anaknya lalai terhadap anak yang disusuinya. Dan semua wanita yang hamil gugur kandungan. Kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk. Akan tetapi azab Allah itu sangat keras." (Surah Al-Hajj ayat 1-2) Salah satu yang menunjukkan dahsyatnya Hari Kiamat adalah seseorang yang lari dari ayah dan ibunya, lari dari anak-istrinya, dan lari dari saudaranya di Hari Kiamat. Padahal secara logika dan tabiat manusia, mereka akan sangat senang berjumpa dengan keluarga mereka setelah lama tidak berjumpa karena dipisahkan oleh kematian. Ternyata sebab mereka lari dan menghindar adalah karena mereka takut dituntut oleh anak-istri, ayah dan ibu, dan keluarganya. Dituntut kenapa dahulu di dunia ia tidak menunaikan kewajiban sebagai ayah dan suami. Salah satunya harus mendidik agama bagi keluarganya. Ia juga harus fokus dengan urusan diri sendiri di Hari Kiamat.Allah Ta'ala berfirman: "Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya". (Surah 'Abasa ayat 34-37) Tafsir Al-Qurthubi menjelaskan: "Yaitu ketika datangnya Hari Kiamat, ia akan lari dari saudaranya. Yaitu lari dari berdekatan dan berbicara dengan saudaranya (keluarga). Ia tidak fokus (terlalu peduli) dengan hal tersebut, karena sibuk dengan urusan dirinya."Hal ini tidak mengherankan, karena pada Hari Kiamat, dua orang sahabat yang sangat akrab di dunia, kelak di Akhirat bisa jadi bermusuhan karena persahabatan mereka tidak dibangun di atas takwa kepada Allah. Misalnya ketika tiba waktu salat, tidak ada satu pun di antara mereka mengingatkan agar salat. Mereka terus bermain-main dan beraktivitas. Kelak mereka akan saling menyalahkan dan saling bermusuhan di Hari Kiamat. Na'udzubillah min dzalik. Allah Ta'ala berfirman:الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ"Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa". (Surah Az Zukhruf ayat 67) Para ahli tafsir menjelaskan, karena persahabatan dan kecintaan mereka di dunia bukan karena Allah, maka berubah menjadi permusuhan di Hari Kiamat. Jawatankuasa Fatwa 2013-2016 telah membincangkan soalan berkenaan batasan aurat antara anak angkat dengan keluarga angkat pada mesyuarat yang ke 2 bertarikh 12 Disember 2013 dan mesyuarat ke-3 bertarikh 13 Mac 2014. الحمد لله رب العالمين ، والصلاة والسلام على سيد المرسلين وإمام المتقين نبينا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين. اللهم أرنا الحق حقا وارزقنا اتباعه، وأرنا الباطل باطلا وارزقنا اجتنابه، وبعد. Jawatankuasa Fatwa Muis menerima pertanyaan daripada Akademi Peningkatan Keluarga Islam (APKIM) melalui suratnya yang bertarikh 14 Januari 2011, melaporkan kesulitan yang dihadapinya berkaitan pengambilan anak angkat oleh keluarga Islam. Kesulitan ini disebabkan oleh kekhuatiran keluarga-keluarga tersebut berkenaan batasan aurat antara anak angkat dan keluarga angkatnya.
الله أعلم ، وبالله التوفيق ، وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم. DR MOHAMED FATRIS BAKARAM MUFTI NEGARA SINGAPURA PENGERUSI, JAWATANKUASA FATWA MAJLIS UGAMA ISLAM SINGAPURA
[1] Manbuz bererti terbuang, dan Laqith bererti anak yang dikutip. Antara sebab utama mengapa seorang anak itu diabaikan, mungkin disebabkan anak itu merupakan anak tidak sah taraf, yakni dilahirkan dari hubungan perzinaan. Oleh kerana ingin menutup keaiban dosa yang telah dilakukan, maka zuriat yang dilahirkan dari hubungan yang haram itu telah diabaikannya. Isu ini telah dibahaskan dengan terperinci oleh para fuqaha’. Sila lihat: Bidayah Al-Mujtahid 2/309, Qalyubi Umairah 3/123, AlMughni 6/374, As-Syarah As-Saghir 4/178.
[2] Johnson, Dana E. (2002), Adoption and the Effect on Children’s Development, Early Human Development 38, pp. 39-54; and Marinus H. van IJzendoorn, Femmie Juffer, and Caroline W. Klein Poelhuis (2005), Adoption and Cognitive Development: A Meta-Analytic Comparison of Adopted and Nonadopted Children’s IQ and School Performance, Psychological Bulletin, 131:2, pp. 301-316.
[3] Perkara ini jelas melalui perintah Allah s.w.t. untuk tidak mem”bin”kan anak itu kepada selain ayahnya. Allah berfirman yang bererti: Panggilah mereka (anak-anak angkat) menurut (nama) bapanya, hal itu lebih adil di sisi Allah s.w.t. (Surah Al-Ahzab: 5).
[4] Terdapat pelbagai ayat suci Al-Quran yang menitikberatkan aspek keadilan bagi mereka yang menjaga kebajikan anak yatim, antaranya firman Allah s.w.t. yang bermaksud: Dan berikan kepada anak yatim itu harta mereka, dan jangan kamu menukar [hartamu] yang buruk dengan [harta mereka] yang baik, dan jangan kamu memakan harta mereka melalui hartamu, sesungguhnya ia merupakan suatu dosa yang besar. (Surah Al-Nisaa’: ayat 2).
[5] Segala hukum-hakam Islam bertujuan untuk menjaga kemaslahatan umat manusia. Kemaslahatan tersebut terpelihara melalui penjagaan lima perkara, iaitu melalui penjagaan kesejahteraan agama, akal, nyawa, keturunan dan harta. Pemeliharaan lima perkara ini dikenali sebagai Maqasid Syariah, yang bererti: Objektif yang ingin dicapai Syarak. Menurut Imam al-Syathibi: Tujuan utama Allah menurunkan syari’at (aturan hukum) adalah untuk meraih kemaslahatan dan menghindari kemudaratan. Sila lihat: Al-Syatibi, Al-Muwaafaqaat, Beirut, Dar Al-Kutub Al’Ilmiyah, cetakan pertama, 1425H-2004, hlmn 220.
[6] Al-Suyuti, al-Ashbah wa al-Naza’ir, Beirut, Maktabah Al-‘Asriah, 2003/1424H, hlm 114.
[8] Konsep al-Zara’i’: Bererti menutup ruang. Ianya adalah satu kaedah pencegahan awal dari berlakunya perkara yang diharamkan atau dilarang syarak.
[9] Sila lihat: Al-Khatieb Al-Shirbiiniy, Al-Mughni, Juz 3, hlmn 420. Sila lihat: Ibn Rushd Al-Maaliki, Al-Bayaan wa Al-Tahsil, juz 5, hlmn 153. Sila lihat: Fataawa Al-Hindiyah, Juz 1, hlmn 343.
[10] Dari ‘Aisyah r.a., bahawasanya Rasulullah s.a.w. pernah menyuruh isteri Abu Hudzaifah (supaya menyusui Salim) sebanyak lima kali susuan. Dan Salim bebas untuk memasuki rumahnya sebab penyusuan tersebut. [Hadith riwayat Ahmad].
[11] Nabi s.a.w. bersabda: Perhatikanlah saudara lelaki kamu dari penyusuan. Karena penyusuan yang sah adalah ketika susu itu dapat mengenyangkan dari rasa kelaparan. (Hadith riwayat Al-Bukhari no. 5102 dan Muslim no. 1455)
[12] Firman Allah s.w.t.: Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi mereka yang ingin menyempurnakan penyusuan. (Surah Al-Baqarah: 233).
[13] Illah hukum: Ia bermaksud penyebab ataupun motif disebalik penetapan hukum. Para ulama berusaha untuk mengenalpasti motif/penyebab disebalik sesuatu hukum bagi sesuatu permasaalahan. Tujuannya adalah apabila motif hukum dikenalpasti bagi isu tersebut, maka hukum syariat yang sama dapat diterapkan pada isu-isu terkini dan yang terbaru yang memiliki persamaan dengannya, sedangkan hukumnya tidak dinyatakan dalam Al-Quran mahupun Sunnah. Imam Al-Shatibi antara mereka yang bertanggapan bahawa tiada bezanya antara illah (motif) sesuatu hukum dengan hikmah disebalik hukum. Kedua-duanya dianggap sebagai penyebab sesuatu hukum. Adapun sebahagian ulama Usul Fiqh membezakan antara illah (motif) sesuatu hukum dengan hikmah disebaliknya. Sila lihat: Al-Shatibi, Al-Muwafaqaat, hlmn 160.
[14] Menurut Mazhab As-Syafie diperbolehkan bagi seorang wanita yang memiliki hamba sahaya lelaki untuk melepaskan hijabnya ketika berurusan dengan hamba tersebut, berdasarkan firman Allah s.w.t. dalam surah An-Nur ayat 31: ﴿...ولا يبدين زينتهن إلا لبعولتهن أو آبائهن أو آباء بعولتهن أو أبنائهن أو أبناء بعولتهن أو إخوانهن أو بنى إخوانهن أو بنى أخواتهن أو نسائهن أو ما ملكت أيمانهن﴾ Yang bermaksud:…dan jangan mereka (yakni kaum Muslimah) menzahirkan (tempat) perhiasan mereka melainkan kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau anak lelaki mereka, atau anak lelaki suami mereka, atau saudara-saudara lelaki mereka, atau anak lelaki saudara lelaki mereka, atau anak lelaki saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau hamba sahaya lelaki yang mereka miliki.
[15] Ibn Kathir, Tafsir Ibn Kathir, Riyadh, Dar Taibah, cetakan kedua, 1999-1420H, juz 6, hlmn 82. |