Bclick bait tidak melanggar facebook

Pernah tertipu untuk mengklik tombol putar palsu di Facebook yang membuka tautan alih-alih memulai video? Saya lakukan, berulang kali, dan menulis sebuah cerita di tahun 2014 berjudul “Yo Facebook, Ban Links With Fake Video Play Buttons” .

Sekarang Facebook melakukan hal itu. Hari ini mulai menurunkan kehadiran Feed Berita dari tautan yang menampilkan tombol putar palsu di gambar pratinjau, serta video yang sebenarnya hanya gambar statis yang diunggah sebagai file video. Penerbit yang menggunakan taktik scammy ini akan mengalami penurunan besar dalam distribusi cerita-cerita ini. Facebook tidak akan sepenuhnya menghapus posting ini, meskipun, kecuali jika mereka melanggar kebijakan lainnya.

Berikut adalah dua contoh tombol putar palsu yang digunakan spammer untuk mencuri klik Anda:

Bclick bait tidak melanggar facebook

Facebook telah melarang penggunaan tombol putar palsu dalam iklan berdasarkan kebijakannya terhadap penggambaran fungsi yang tidak ada selama beberapa tahun, News Feed Product Manager Greg Marra mengatakan , Tapi gerombolan itu tetap ada di News Feed.

“Kami pernah mendengar dari orang-orang yang frustrasi dengan tombol bermain palsu” kata Marra, maka update hari ini. “Spammer menggunakan taktik ini untuk mengelabui orang agar mengklik tautan ke halaman web berkualitas rendah. Facebook mengatakan kepada saya sekarang pelatihannya untuk mendeteksi kecerdasan buatan mesinnya untuk mengklasifikasikan dan mendeteksi tombol putar palsu dalam gambar pratinjau.

“Sementara prevalensi secara statistik rendah, frustrasi yang diungkapkan oleh orang-orang yang menggunakan Facebook yang menghadapi praktik menipu ini tinggi” .

Facebook mengatakan bahwa jika penerbit ingin menunjukkan ada video di balik tautan, mereka harus menunjukkan bahwa melalui tag meta Open Graph. Mereka juga bisa menggunakan kata-kata seperti “Watch” atau “Video” di tajuk utama atau deskripsi.

Bclick bait tidak melanggar facebook

Tombol video play palsu di pratinjau tautan Umpan Berita seperti yang ada di sebelah kiri dapat menyesatkan orang agar mengklik situs yang tertutup iklan seperti yang ditunjukkan di sebelah kanan.

Facebook memiliki masalah yang sama dengan penerbit yang memutar video pra-rekaman dan menelpon mereka secara langsung , atau hanya memasang hitungan mundur komputer dan menyebutnya Live. TechCrunch meminta Facebook untuk melarang shenanigans ini kembali pada bulan Januari, dan itu menindak mereka pada bulan Mei.

Ada juga penerbit yang memasang Artikel Instan “Lightning Bolt” palsu di gambar pratinjau tautan ke Artikel Tidak Instan di web standar. Itu karena orang cenderung mengklik Artikel Instan karena memuat lebih cepat.

Sementara itu, penekanan Facebook pada video di News Feed telah mengilhami ancaman baru penerbit yang mengupload gambar statis sebagai video untuk mendapatkan lebih banyak bola mata. Video gambar statis ini juga akan di-downranked. Facebook menggunakan sistem “motion scoring” yang mendeteksi gerakan di dalam video untuk mengklasifikasikan dan menurunkan klip ini.

Bclick bait tidak melanggar facebook

Perubahan hari ini datang sebagai bagian dari atasan multi-cabang besar di clickbait .Facebook sekarang menurunkan berita utama yang menyesatkan atau menahan informasi dalam banyak bahasa , menunjukkan lebih sedikit link yang terlalu banyak oleh spammer , bekerja dengan faktur fakta luar untuk menurunkan berita palsu, mempromosikan iand sekarang menunjukkan Artikel Terkait dengan sudut pandang yang berbeda untuk membuat orang curiga dengan klikbait yang berlebihan.

Dengan setiap pembaruan ini, keripik Facebook mengatasi masalah clickbait, menyisakan lebih banyak ruang di News Feed untuk konten yang sah. Dibakar dengan mencoba menonton video yang merupakan gambar tak berujung dari gambar yang sama mengikis kepercayaan pada News Feed, membuat orang cenderung menonton video di masa mendatang.

Dengan menghilangkan pengalaman menjengkelkan ini, pengguna mungkin bersedia menjelajah lebih lama, melihat lebih banyak video dari teman dan penerbit, dan menonton iklan video yang menguntungkan yang mendanai keuntungan Facebook yang melonjak.

KOMPAS.com - Di tengah derasnya arus informasi di era internet, misinformasi menjadi salah satu masalah yang dihadapi oleh berbagai platform digital, seperti Facebook dan Google, misalnya.

Yang mengejutkan, keberadaan misinformasi di Facebook dan Google ternyata turut didukung dan didanai oleh dua perusahaan teknologi raksasa itu sendiri.

Hal tersebut terungkap dalam laporan investigasi dari situs Technology Review, sebuah media yang didirikan di kampus Massachusetts Institute of Technology (MIT).

Dalam situs resminya, MIT Technology Review melaporkan bahwa Facebook dan Google mendukung penyebaran misinformasi dengan memberikan panggung kepada pembuat informasi clickbait secara global.

Baca juga: Facebook Saring Berita “Clickbait” dari Linimasa Pengguna

Informasi clickbait biasanya menyisipkan kata-kata sensasional, biasanya pada judul, tapi menyembunyikan informasi apa yang terdapat dalam artikel sebenarnya.

Tujuannya untuk memancing rasa penasaran pembaca. Seringkali isi informasi clickbait ini tak sesuai harapan bahkan dapat berisi misinformasi.

Menurut Kominfo, misinformasi sendiri dapat didefinisikan sebagai informasi yang memang tidak benar atau tidak akurat, namun orang yang menyebarkannya berkeyakinan bahwa informasi tersebut benar dan dapat dipercaya.

Tak hanya panggung, Facebook dan Google mengamini misinformasi dengan memberikan insentif melalui iklan.

Facebook disebut memberikan panggung kepada misinformasi melalui Instant Article, fitur yang diluncurkan pada 2015 ini dapat digunakan untuk hosting penerbitan konten berita secara langsung di platform Facebook.

Sebelum ada fitur Instant Article, saat pengguna membuka artikel yang diposting di Facebook, mereka akan dialihkan ke situs web penerbitnya langsung di browser. Tidak dibuka langsung di browser bawaan Facebook.

Alhasil, Facebook tidak bisa mendapatkan keuntungan sebab tak memiliki ruang iklan. Ruang iklan di browser biasanya dikuasai oleh Google, selaku pemilik browser Chrome.

Baca juga: Kominfo Gandeng Google Perangi Misinformasi di Internet, Begini Caranya

Untuk mengakali hal ini, Facebook meluncurkan Instant Article. Dengan fitur ini, artikel yang diposting di Facebook dapat terbuka langsung di dalam aplikasi, tidak lagi dialihkan ke browser eksternal.

Ini membuat Facebook bisa memiliki ruang iklan untuk meraup keuntungan. Jika ingin memonetisasi konten miliknya, penerbit bisa berpartisipasi dalam jaringan periklanan Facebook, yang disebut Audience Network.

Facebook akan memasukkan iklan ke dalam konten penerbit dan mengambil potongan 30 persen dari pendapatan.

Saat awal diluncurkan, Instant Articles tidak dibekali dengan kontrol konten kualitas konten yang kuat. Jadi, kelemahan Instant Articles ini dimanfaatkan oleh para pembuat informasi clickbait.

Caranya dengan membuat website yang banyak, memposting konten yang sama, bisa pula mencuri konten orang lain dan mereproduksinya dengan "bumbu-bumbu". Terakhir menyebarkannya ke Facebook pages sebanyak-banyaknya.

Dengan begitu, pembuat informasi itu dapat mendatangkan jumlah pengguna yang melihat konten clickbait tersebut dan pada akhirnya menghasilkan pendapatan iklan yang banyak dari Facebook.

Picu konflik

Parahnya, pembuat konten clickbait ini turut memanfaatkan krisis politik dari suatu negara, Myanmar misalnya. Selama kudeta Myanmar yang dimulai pada 1 Februari, warga Myanmar banyak yang menggunakan Facebook untuk memberitakan kondisi terkini di negaranya.

Namun, konten tersebut dicuri dan diproduksi ulang oleh pembuat konten clickbait. Misalnya seperti konten video live di Facebook yang memperlihatkan ratusan orang sedang protes terhadap kudeta Myanmar. 

MIT Technology Review mencatat, pembuat konten clickbait semacam itu dapat menghasilkan pendapatan ribuan dollar AS per bulan dari iklan di Instant Articles Facebook.

Pendapatan itu 10 kali lipat lebih banyak dibandingkan rata-rata gaji bulanan di Myanmar.

Sebelumnya, krisis etnis Rohingya di Myanmar pada 2017 juga diselimuti dengan berbagai berita palsu (fake news) dan clickbait di Facebook.

Baca juga: Facebook dan Instagram Blokir Akun Milik Militer Myanmar

Akibatnya, intensitas konflik meningkat yang pada akhirnya menyebabkan kematian pada 10.000 orang etnis Rohingya, dan emigrasi dari 700.000 orang Rohingya lainnya.

Saat krisis Rohingya, tepatnya pada 2018, media populer di Myanmar sudah dikuasai oleh pembuat berita palsu dan clickbait. Setidaknya begitulah menurut data CrowdTangle, sebuah tools insight milik Facebook (sekarang Meta).

Sebagai perbandingan, pada 2017, masih ada dua situs berita yang sah (secara hukum) yang masuk dalam 10 penerbit teratas di Facebook, untuk kawasan Myanmar. Delapan sisanya adalah situs berita fake news dan clickbait.

Pada tahun 2018, investigasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan bahwa kekerasan terhadap Rohingya merupakan genosida dan Facebook telah memainkan "peran yang menentukan" dalam kekejaman tersebut.

Baca juga: Facebook Lambat Hapus Propaganda di Myanmar, Zuckerberg Minta Maaf

Beberapa setelah hasil investigasi PBB, Facebook mengakui bahwa pihaknya tidak melakukan cukup upaya "untuk membantu mencegah platform miliknya digunakan untuk memicu perpecahan dan menghasut kekerasan di dunia nyata".

Panggung misinformasi Google: YouTube

Untuk Google sendiri disebut ikut menyediakan panggung bagi informasi misinformasi melalui platform streaming video populer milik perusahaan, yaitu YouTube.

Seperti Facebook, Google juga dilaporkan memberikan insentif melalui iklan AdSense, untuk YouTuber yang memposting konten tidak patut dan misinformasi yang viral.

MIT Technology Review melaporkan, banyak pembuat konten clickbait yang menghasilkan uang dan memonetisasi kontennya dengan cara mudah, yakni mengandalkan Instant Articles Facebook dan AdSense YouTube.

Sebab, algoritma Facebook dan YouTube menaikkan/merekomendasikan konten apa pun yang menarik bagi pengguna dan viral, sebagaimana dihimpun KompasTekno dari situs MIT Technology Review, Selasa (23/11/2021).

Baca juga: Pahami Algoritma YouTube, Kunci Jadi YouTuber Sukses

Karena algoritma itu pula, menurut MIT Technology Review, Facebook dan YouTube telah menciptakan ekosistem informasi global di mana konten yang menjadi viral di satu platform akan sering didaur ulang di platform lain untuk memaksimalkan distribusi dan pendapatan.

Informasi yang sering didaur ulang itu tidak terjamin kualitasnya. Sebab bisa saja, isi informasi yang disampaikan menjadi keliru (misinformasi) atau ditambah bumbu-bumbu untuk memancing rasa penasaran pembaca (clickbait).

Tanggapan Facebook dan Google

Terkait temuan ini, juru bicara Meta Joe Osborne membantah temuan MIT Technology Review yang menyebut bahwa Facebook memberi panggung bahkan mendanai distribusi misinformasi di platformnya. Osborne mengatakan bahwa pihak MIT Technology Review salah memahami masalah ini.

"Bagaimanapun, kami telah berinvestasi dalam membangun solusi baru yang terukur dan berdasarkan pendapat pakar untuk masalah kompleks ini (misinformasi) selama bertahun-tahun, dan akan terus melakukannya," katanya.

Baca juga: Facebook dan YouTube Dituding Sebarkan Misinformasi Vaksin Covid-19

Sementara, Google mengonfirmasi bahwa perilaku memproduksi atau reproduksi konten tidak patut atau berisi misinformasi tersebut melanggar kebijakannya.

Google disebut telah menutup semua saluran YouTube yang MIT Technology Review identifikasi sebagai penyebar msiinformasi.

"Kami bekerja keras untuk melindungi pengguna dari konten clickbait atau yang menyesatkan di seluruh platform kami. Dan (kami) telah banyak berinvestasi dalam sistem yang dirancang untuk meningkatkan informasi otoritatif,” kata juru bicara YouTube, Ivy Choi.

Apa saja pelanggaran FB?

Beberapa contohnya meliputi:.
Memposting konten yang tidak mematuhi Ketentuan Facebook..
Menggunakan nama palsu..
Meniru seseorang..
Terus melakukan perilaku yang tidak diizinkan di Facebook dan melanggar Standar Komunitas kami..
Menghubungi orang lain untuk melecehkan, iklan, promosi, atau perilaku lainnya yang dilarang..
Ketentuan Layanan Facebook tidak mengizinkan orang memposting konten yang melanggar hak kekayaan intelektual orang lain, termasuk hak cipta dan merek dagang.

Kenapa akun Facebook dibatasi untuk beriklan?

Kenapa Iklan Dibatasi di Facebook? Jika akun iklan Facebook Anda dinonaktifkan, biasanya karena satu atau beberapa iklan melanggar kebijakan iklan Anda. Itulah yang menyebabkan iklan Facebook Anda dapat dibatasi.

Langkah masalah masuk facebook?

Mengatasi Masalah Login.
Buka halaman Cari Akun Anda di facebook.com/login/identify dan ikuti petunjuknya. Pastikan menggunakan komputer atau ponsel yang sudah Anda gunakan sebelumnya untuk login ke akun Facebook..
Cari akun yang ingin Anda pulihkan. ... .
Ikuti langkah-langkah di layar untuk mereset kata sandi akun Anda..