Bagaimanakah akibat Apabila seseorang meninggalkan salah satu wajib haji?

Pembelian Pertalite dan Solar akan Dibatasi, Mekanismenya Seperti Apa?

Oleh Liputan6.com pada 10 Jul 2019, 09:01 WIB

Diperbarui 10 Jul 2019, 09:01 WIB

Perbesar

Jemaah haji tiba di Bandara King abdul Aziz, Jeddah, Arab Saudi, Minggu (7/7/2019). Menunaikan ibadah haji merupakan rukun islam ke-5 dan dianggap pondasi wajib bagi orang-orang beriman yang mampu dan merupakan dasar dari kehidupan Muslim. (Amer HILABI/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Saat melaksanakan ibadah haji dan umrah tidak dapat dipungkiri terkadang terdapat ibadah haji yang tidak dilakukan atau tidak dilaksanakan. Oleh sebab itu, apabila tidak melaksanakan wajib haji maka diharuskan membayar dam atau denda.

Ada yang disebut fidyah atau tebusan, kafarah atau penghapusan dan hadyu atau pemberian.

  • VIDEO: Langgar Qanun Syariat Islam di Aceh, Sekelompok Wanita Dikecam

Dilansir dari buku Disiplin Berhaji Menuju Haji Mabrur karya H A Tabrani Rusyan, Dam atau denda wajib dibayar karena beberapa sebab. Antara lain yaitu meninggalkan wajib haji atau umrah dan melanggar larangan ihram. Setiap yang melanggar maka harus membayar dam.

Dam juga memiliki tingkatan tersendiri bagi pelanggarannya. Jika orang yang membunuh binatang buruan di tanah haram, pembayaran dam dalam masalah ini dengan cara menyembelih binatang yang sama atau serupa atau bersedekah makanan kepada fakir miskin sebanyak binatang yang terbunuh atau berpusa dengan hitungan untuk 600 gram berat binatang tersebut maka diwajibkan puasa satu hari.

Apabila seseorang yang sedang melaksanakan ibadah haji atau umrah, bersetubuh dengan sengaja maka dam yang diatur untuk melunasinya dengan cara menyembelih seekor unta yang dapat diganti dengan seekor lembu atau 7 ekor kambing. Jika tidak dapat, maka boleh mengganti dengan berpuasa dan tiap satu mud makanan, dengan berpuasa satu hari.

Misalnya, harga unta 4 juta rupiah dan harga beras Rp 50.000,- per mud, maka orang tersebut wajib puasa 80 hari dan disamping itu hajinya batal dan ia wajib meneruskan ihramnya hingga selesai.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Kemudian apabila seseorang memotong pepohonan besar maka harus membayar dengan seekor unta atau seseorang yang terhalang di jalan sehingga tidak dapat meneruskan haji atau umrah, ia boleh bertahallul dengan menyembeli seekor kambing. Seseorang yang tidak mengerjakan salah satu dari wajib haji maka damnnya adalah menyembelih seekor kambing untuk fakir miskin atau diganti dengan berpuasa 10 hari.

Selain itu, tempat pembayaran dam juga ditentukan. Pembayaran dam dengan menyembelih binattang dan makanan harus dibayarkan di tanah haram. Jika denda berupa penyembelihan terhalang di jalan, maka harus dibayarkan di tempat yang terhalang.

Denda berpuasa boleh dilaksanakan di mana saja, kecuali yang telah ditentukan harus dibayaar di waktu haji. Apabila mengadakan akad nikah di waktu ihram, maka pernikahannya itu batal.

Lalu, apabila seseorang yang sudah berihram haji atau umrah, pelaksanannya terhalang karena sakit atau hal yang di luar kemampuannya maka hendaknya berniat tahallul dengan menyembelih seekor kambing dan dibagikan fakir miskin ditempat itu juga.

Lanjutkan Membaca ↓

Tanya :

Bagaimana hukumnya meninggalkan salah satu rukun-rukun tersebut?

Jawab :

Meninggalkan salah satu dari rukun-rukun tersebut, maka ibadahnya belum selesai kecuali dengan melakukannya. Seandai-nya seseorang dalam rumrahnya tidak melakukan thawaf, maka ia harus tetap dalam keadaan ihram sampai melakukan thawaf; dan orang yang tidak (belum) melakukan sa’i, maka harus tetap dalam keadaan ihram sampai melakukan sa’i. Demikian pula dalam ibadah haji, barangsiapa yang tidak mengerjakan rukun-rukunnya, maka hajinya tidak sah. Barangsiapa yang tidak wuquf di Arafah hingga matahari terbit pada keesokan harinya (hari raya Qurban) maka ia telah ketinggalan ibadah haji dan hajinya tidak sah, maka ia bertahallul dengan melakukan umrah, yaitu thawaf dan sa’i lalu mencukur rambut atau memendekkannya. Setelah itu pulang ke negeri asalnya dan pada tahun berikutnya mengerjakan ibadah haji kembali.

Adapun thawaf dan sa’i bila belum dilakukan dalam berhaji, maka ia harus mengqadha’nya, karena umrah itu tidak ada batas akhir waktunya, namun hendaknya tidak menundanya hingga bulan Dzulhijjah berakhir, kecuai ada udzur.

( Fatwa-Fatwa Haji oleh : Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin )

Wednesday, 22 Apr 2020 08:56 WIB

Jamaah haji wajib melakukan wajib haji dan akan didenda bila meninggalkannya. Ilustrasi tawaf wada

REPUBLIKA.CO.ID, Seorang jamaah yang akan menunaikan ibadah haji juga perlu mengetahui hal-hal yang merupakan wajib haji saat menunaikan rukun Islam yang kelima. Berikut ini adalah hal-hal yang diwajibkan dalam ibadah haji:

Baca Juga

  • Apa Saja Wajib Haji dan Sanksi Bila Meninggalkannya?

Pertama, berihram dari miqat. Menurut istilah, miqat artinya batasan. Dalam ibadah haji dikenal miqat zamani (miqat waktu) dan miqat makani (miqat tempat). Miqat zamani, yaitu batasan waktu yang orang harus memulai amalan haji dan umrah. Sedangkan, miqat makani, yaitu batasan tempat yang orang harus memulai amalan haji atau umrah.

Kedua, mabit di Muzdalifah. Yakni, menginap atau bermalam di Muzdalifah pada malam 10 Dzulhijah selepas dari wukuf di Arafah. Wajib bagi jamaah yang melakukan haji untuk datang ke Muzdalifah pada malam Nahar dengan cara menginap atau melewati sepintas lalu.

Ketiga, melontar jumrah Aqabah. Di Mina terdapat tiga buah jumrah, yakni jumrah Aqabah, Wustha, dan Ula. Nah, yang dimaksud dengan jumrah Aqabah adalah melempar pada 10 Dzulhijah. Pada hari itu, yang dilontar hanyalah jumrah Aqabah yang dilakukan setelah mabit di Muzdalifah dan setelah terbit matahari.

Keempat, melontar jumrah pada hari-hari tasyrik. Pada hari-hari tasyrik, yakni 11, 12, dan 13 Dzulhijah, jamaah wajib melontar ketiga jumrah dimulai dari jumrah Ula, Wusthah, dan Aqobah. Setiap jumrah, jamaah melakukan tujuh kali lemparan batu.

Caranya, dimulai dari melontar jumrah Ula tujuh kali dan membaca takbir bersama setiap lontaran. Lalu, melontar jumrah Wustha tujuh kali dan membaca takbir bersama setiap lontaran. Terakhir, melontar jumrah Aqabah tujuh kali dan membaca takbir bersama setiap lontaran.

Kelima, mabit di Mina atau bermalam di Mina pada malam-malam Tasyrik. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Aisyah RA, Rasulullah SAW bertawaf Ifadhoh pada hari akhir (hari Nahar) sewaktu sholat Zhuhur, kemudian kembali ke Mina, lalu tinggal di Mina pada malam hari Tasyrik, melontor jumrah jika matahari telah tergelincir.

Keenam, tawaf wada (tawaf perpisahan). Nah, tawaf ini dikerjakan saat akan meninggalkan kota suci Makkah. Tawaf ini wajib dikerjakan jamaah yang akan meninggalkan Makkah setelah prosesi ibadah haji selesai, kecuali wanita yang sedang haid.

Berbeda dengan rukun haji yang apabila tidak dikerjakan, ibadah hajinya tidak sah, wajib haji ini apabila diabaikan atau tidak dikerjakan, haji dan umrahnya tetap sah. 

Namun, jamaah yang meninggalkan wajib haji harus melaksanakan sanksi yang ditetapkan. Misalnya, seorang jamaah mengabaikan kewajiban melontar jumrah maka harus membayar dam atau fidyah (denda). 

Wednesday, 22 Apr 2020 08:56 WIB

Jamaah haji wajib melakukan wajib haji dan akan didenda bila meninggalkannya. Ilustrasi tawaf wada

REPUBLIKA.CO.ID, Seorang jamaah yang akan menunaikan ibadah haji juga perlu mengetahui hal-hal yang merupakan wajib haji saat menunaikan rukun Islam yang kelima. Berikut ini adalah hal-hal yang diwajibkan dalam ibadah haji:

Baca Juga

  • Apa Saja Wajib Haji dan Sanksi Bila Meninggalkannya?

Pertama, berihram dari miqat. Menurut istilah, miqat artinya batasan. Dalam ibadah haji dikenal miqat zamani (miqat waktu) dan miqat makani (miqat tempat). Miqat zamani, yaitu batasan waktu yang orang harus memulai amalan haji dan umrah. Sedangkan, miqat makani, yaitu batasan tempat yang orang harus memulai amalan haji atau umrah.

Kedua, mabit di Muzdalifah. Yakni, menginap atau bermalam di Muzdalifah pada malam 10 Dzulhijah selepas dari wukuf di Arafah. Wajib bagi jamaah yang melakukan haji untuk datang ke Muzdalifah pada malam Nahar dengan cara menginap atau melewati sepintas lalu.

Ketiga, melontar jumrah Aqabah. Di Mina terdapat tiga buah jumrah, yakni jumrah Aqabah, Wustha, dan Ula. Nah, yang dimaksud dengan jumrah Aqabah adalah melempar pada 10 Dzulhijah. Pada hari itu, yang dilontar hanyalah jumrah Aqabah yang dilakukan setelah mabit di Muzdalifah dan setelah terbit matahari.

Keempat, melontar jumrah pada hari-hari tasyrik. Pada hari-hari tasyrik, yakni 11, 12, dan 13 Dzulhijah, jamaah wajib melontar ketiga jumrah dimulai dari jumrah Ula, Wusthah, dan Aqobah. Setiap jumrah, jamaah melakukan tujuh kali lemparan batu.

Caranya, dimulai dari melontar jumrah Ula tujuh kali dan membaca takbir bersama setiap lontaran. Lalu, melontar jumrah Wustha tujuh kali dan membaca takbir bersama setiap lontaran. Terakhir, melontar jumrah Aqabah tujuh kali dan membaca takbir bersama setiap lontaran.

Kelima, mabit di Mina atau bermalam di Mina pada malam-malam Tasyrik. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Aisyah RA, Rasulullah SAW bertawaf Ifadhoh pada hari akhir (hari Nahar) sewaktu sholat Zhuhur, kemudian kembali ke Mina, lalu tinggal di Mina pada malam hari Tasyrik, melontor jumrah jika matahari telah tergelincir.

Keenam, tawaf wada (tawaf perpisahan). Nah, tawaf ini dikerjakan saat akan meninggalkan kota suci Makkah. Tawaf ini wajib dikerjakan jamaah yang akan meninggalkan Makkah setelah prosesi ibadah haji selesai, kecuali wanita yang sedang haid.

Berbeda dengan rukun haji yang apabila tidak dikerjakan, ibadah hajinya tidak sah, wajib haji ini apabila diabaikan atau tidak dikerjakan, haji dan umrahnya tetap sah. 

Namun, jamaah yang meninggalkan wajib haji harus melaksanakan sanksi yang ditetapkan. Misalnya, seorang jamaah mengabaikan kewajiban melontar jumrah maka harus membayar dam atau fidyah (denda). 

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA