Bagaimana sikap yang harus Dimiliki oleh seorang mubaligh

Bagaimana sikap yang harus Dimiliki oleh seorang mubaligh
Bagaimana sikap yang harus Dimiliki oleh seorang mubaligh
Suasana pembinaan mubaligh PCM se-Kabupaten Jember.

PWMU. CO – Mubaligh adalah ujung tombak dakwah pencerahan Muhammadiyah yang senantiasai membawa misi perdamaian di masyarakat. Karenanya, Anggota Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Sholihul Huda MFilI menekankan, ada 3 hal yang wajib dipersiapkan oleh seorang mubaligh dalam kerja dakwahnya. Seperti, memahami ‘itiqad ad dakwah islamiyah (doktrin dakwah Islam), ‘Idad fi nafs (persiapan mental) dan ‘Idad fil ‘ilmy (persiapan Ilmu).

Dosen Fakultasa Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya) ini lantas menjelaskan maksud dari Itiqad dakwah. Yaitu, dalam berdakwah ada prinsip-prinsip atau doktrin dalam ajaran dakwah Islam.  Dalam berdakwah kita tidak boleh memaksa orang untuk pindah agama ataupu berbuat baik. Karena hal itu bertentangan dengan al-Quran. Yakni, Laa ikraha fiddin yang artinya tidak ada paksaan dalam beragama.

(Baca:  Tinggalkan Legislatif, Enjoy Jadi Mubaligh dan Mubaligh Harus Pahami Rambu Hate Speech)

”Dakwah Muhammadiyah adalah dakwah membangun kesadaran hati, pikiran dan laku untuk berubah dari yang jelek ke yang baik melalui cara yang damai, santun dan merangkul. Bukan sebaliknya degan cara yang kasar, keras dan intimidasi dengan pentongan atau pedang,” terangnya di pembinaan mubaligh-mubalighot Pimpinan Cabang Muhammadiyah se- Kabupaten Jember, di SMA Muhammadiyah 3 Jember, Ahad (9/1).

Ketua Bidang Dakwah dan Pemikiran Islam Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PWPM) Jawa Timur kemudian menjelaskan maksud dari idada fii nafsi. Yakni, seorang muballigh harus mampu menyiapkan keseimbangan jiwa dan hatinya dalam melaksankan dakwah.

(Baca juga: Jadi Mubaligh Harus Kreatif dan IPM Tularkan Virus Dakwah Kreatif pada Kader)

Karena, lanjut Sholkik dalam berdakwah pasti akan banyak menerima tantangan. Sehingga seorang muballing dituntut harus kuat dan harus bisa memelihara jiwa dan hatinya agar tidak muda putus asa di saat ada perlawanan.
”Selain itu yang perlu dihindari oleh seorang muballigh Muhammadiyah adalah sifat egosintrisme yang artinya sikap ke akuan terhadap keberhasilan dakwah yang ujung-ujungnya adalah riya dan takabur,” tegasnya.

Terakhir Sholik menerangkan maksud idad fi ilmy. Yakani, seorang muballigh harus menguasa berbagai ilmu. Sholik lalu menyampaikan ada dua ilmu yang harus dimiliki seorang mubaligh. Pertama ilmu tafaquhu fiddin ilmu agama, seperti tafsir, hadits tasawuf dan lainnya.

”Kemudian ilmu kedua adalah tafaqahu fi nas atau ilmu kemasyrakatan. Seperti ilmu sosologi, filsafat, psykologi, politik, ekonimi dan sebagainaya,” tandasnya. (aan)

MENJADI seorang dai tidak luput dari yang namanya memberi wejangan kepada pendengarnya (mad’u). Dan tentunya wejangan tersebut pasti berarah pada hal yang positif. Dibalik semua itu sebagai pendakwah jelas harus memiliki kepribadian juga sifat yang baik, jika tidak orang lain tidak akan terpengaruh atas apa yang disampaikannya.

Mengapa? Sifatnya belum bisa dicontoh juga belum memberikan pengaruh positif untuk para pendengar.

Kepribadian baik memang sangatlah penting untuk menentukan keberhasilan dakwah, karena sejatinya berdakwah bukan sekadar menyampaikan teori melainkan haru bisa memberi teladan bagi umat yang diseru.

BACA JUGA: Mengapa Ulama Dulu yang Berdakwah Ke Nusantara, Berijtihad Adakan Baca Surat Yusuf dan Surat Maryam dalam Acara 7 Bulan Kehamilan?

Keteladanan besar sekali efek dan pengaruhnya daripada kata-kata. Kepribadian yang dimaksud meliputi dari segi sifat, dan sikap.

Sifat yang harus dimiliki seorang dai diantaranya:

1. Beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.

Aneh, jika seorang pendakwah tidak taat kepada Allah. Sedangkan menyeru kepada umatnya ialah untuk berada pada kebaikan (Allah). Justru ini merupakan sifat dasar pada akhlak dai yang harus di miliki yaitu beriman dan bertakwa.

2. Ahli ibadah.

Seorang dai tentunya mereka yang rajin ibadah. Segala sesuatu dikaitkan untuk ibadah, dalam setiap gerakannya, perkataan, perbuatan. Dan semua ibadahnya ditunjukkan kepada Allah bukan kepada manusia.

3. Amanah dan shidiq

Kedua sifat ini ada pada diri para nabi, juga diperuntukkan kepada orang-orang shaleh. Dengan begitu seorang dai yang tugasnya mengajak kebaikan harus menanamkan sifat amanah dan shidiq. Sifat ini pun selalu bersamaan, karena sejatinya jika orang tersebut amanah (terpercaya) pasti benar /jujur(shidiq) begitupun sebaliknya. Dengan begitu mad’u akan cepat percaya dan menerima ajakan seorang dai.

Adapun sikap diantaranya:

1. Berakhlak mulia.

Memiliki akhlak yang baik memang harus ada pada diri setiap orang terlebih seorang dai. karena pada dasarnya alat untuk berdakwah yang paling utama ialah akhlakul karimah.

BACA JUGA: Jadilah Pejuang Dakwah Istimewa

2. Berpandangan luas.

Dalam artian seorang dai tidak fanatik pada satu golongan, sehingga tidak muncul rasa tidak suka atau yang lainnya. Melainkan mampu menyelesaikan permasalahan dengan tidak melihat permasalahan tersebut pada satu pandangan. Berpandangan luas ini termasuk ke dalam sikap yang arif dan bijaksana.

3. Berpengetahuan cukup.

Kekurangan pengetahuan? Tidak diharapkan. Berbagai pengetahuan, kecakapan, keterampilan tentang dakwah harus benar-benar dimiliki guna mencapai dakwah yang efektif dan efisien. Pengetahuan tersebut tiada lain meliputi dari materi dakwah yang sesuai dengan teknik-teknik dakwah yang akan disampaikan.

Itulah kepribadian yang harus dimiliki seorang dai. tidak harus dai saja kita pun sama penting dan tanamkan sifat juga sikap yang sudah dijelaskan di atas. []

SUMBER: PSIKOLOGI DAKWAH/FAIZAH, S.AG., M.A./H. LALU MUCHSIN EFFENDI, LC., M.A./PERNADAMEDIA GROUP/2006

Indonesiainside.id, Jakarta – Menjadi mubaligh bukan persoalan sekadar bisa menyampaikan konten dakwah dan menghibur jamaah. Ada beberapa sifat yang harus diperhatikan, agar dakwah bisa mendapat kesuksesan.

Profesor Mahmud Yunus dalam buku “Pedoman Dakwah Islamijah” (1968) menulis beberapa sifat yang harus dimiliki oleh mubaligh (da’i) agar maksimal dalam menyampaikan dakwah.

Pertama, mengetahui isi Al-Qur`an dan Sunnah. Ringkasnya, menurut beliau seorang mubaligh harus mengetahui masalah akidah, hukum-hukum dalam Islam beserta hikmah-hikmah yang ada padanya. Bila ditanya tapi tidak tahu, tidak perlu malu untuk menjawab tidak tahu itu lebih baik daripada merasa tahu. Karena jika merasa tahu, akan sesat dan menyesatkan umat.

Kedua, mengamalkan ilmunya. Istilah beliau, “Jangan sampai perbuatannya menyalahi perkataannya.” Mubaligh yang hanya pintar mengajak tapi tidak bisa mengamalkannya, maka tidak akan menjadi perbaikan bagi masyarakat, justru akan menjadi bahan olokan.

Saat Nabi Isra Mi’raj, beliau diperlihatkan orang laki-laki yang menggunting bibirnya dengan gunting api neraka. Ketika Jibril ditanya perihal orang ini, ia menjawab, “Khatib-khatib dari umatmu yang menyuruh manusia berbuat kebaikan dan melupakan diri mereka sendiri.”

Ketiga, penyantun dan lapang dada. Untuk mengetuk pintu hati komunikan dakwah, menurut beliau perlu sifat sopan santun dan lemah lembut. Di samping itu, juga penyantun, lapang dada, tak gampang marah dan semacamnya.

Keempat, berani menerangkan kebenaran agama. Istilah al-Qur`an, tidak takut pada celaan para pencela. Istilah Arab, “Katakanlah kebenaran, walaupun pahit!” Namun, kebenaran yang disampaikan menurut beliau harus dengan berangsur-angsung, sedikit demi sedikit atau bertahap.

Kelima, menjaga kehormatan dirinya. Aib bagi mubaligh ketika dalam dakwah mengemis-ngemis atau meminta-minta kepada orang yang didakwahinya. Itu akan merenggut kehormatannya dan hina harga dirinya. Padahal, mubaligh itu mulia di hadapan Allah. Kalau diksi para Nabi, “Yang mengupahku hanya Allah.”

Keenam, mempunyai lidah yang fasih dan perkataan yang terang. Hal ini supaya dakwahnya mudah dimengerti dan dipahami. Oleh karena itu, perlu kiranya sebelum berdakwah melatih diri berpidato, berkhutbah dan debat supaya sukses dalam bertabligh.

Ketujuh, menguasai ilmu-ilmu pokok yang menyangkut dengan tablighnya. Di antaranya: (1) Ilmu Kemasyarakatan, atau kondisi umat yang diseru (2) Ilmu sejarah secara umum dan umat yang diseru (3) Ilmu Jiwa atau Psikologi (4) Ilmu Bumi (5) Ilmu Akhlak, teori dan praktiknya (6) Macam-macam agama berikut alirannya (7) Mengetahui bahasa umat yang akan diseru.

Kedelapan, mempunyai keimanan yang teguh dan kepercayaan yang kokoh terhadap Allah tentang janji-Nya yang benar. Intinya, mubaligh tidak boleh berputus asa dalam usahanya melakukan dakwah, meskipun tidak berhasil pada awalnya.

Kesembilan, hendaklah berlaku tawadhu (berhati rendah) alias tidak takabur atau sombong. Seorang mubaligh tidak boleh membangga-banggakan ilmunya, merasa paling pintar di hadapan yang diseru. Hal ini justru bisa menjadi penghalang diterimanya dakwah.

Kesepuluh, menerangkan ilmu yang diketahui dan tidak menyembunyikannya. Dalam surah Al-Baqarah ayat 159 dan 160, disebutkan ancaman bagi orang yang menyembunyikan ilmu, di antaranya akan dilaknat oleh Allah dan orang-orang yang melaknatnya.

Sifat lain yang disebutkan secara ringkas seperti: bersikap sopan, sungguh-sungguh, memiliki cita-cita tinggi, berjiwa besar, sabar, tabah, bertakwa, amanah, ikhlas dalam berama. Dengan memiliki sifat-sifat ini, insya Allah mubaligh akan sukses dalam menyampaikan dakwahnya. (Aza)