Bagaimana pemerintah Mengatasi kelangkaan air bersih di Jakarta

Merdeka.com - Pemerintah DKI Jakarta bakal memaksimalkan Perusahaan Air Minum (PAM) untuk mendistribusikan air bersih di wilayah Jakarta Utara. Wilayah ini kerap mengalami krisis ketersediaan air tanah.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menuturkan, kondisi Jakarta Utara yang termasuk wilayah dataran rendah dan berdekatan dengan laut membuat pasokan air bersih tidak mudah didapatkan.

"Jadi memang di situ kita tidak mudah mendapatkan air tanah, jadi di situ kami akan memaksimalkan melalui PAM," kata Riza usai menghadiri Acara Manasik Haji Majelis Taklim Perempuan Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (MTP IPHI) di Masjid Darussalam, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (16/1). Dilansir Antara.

Riza meminta warga melapor ke kelurahan jika kesulitan mendapat air bersih. Sehingga pemerintah dapat memberikan solusi untuk mengatasi masalah tersebut.

Politikus Gerindra ini memastikan seluruh warga Jakarta tidak akan kesulitan mendapatkan pasokan air bersih. "Ini ibu kota Jakarta kami pastikan tidak boleh ada warga yang sulit mendapatkan air bersih," ungkap politisi Partai Gerindra itu.

Untuk diketahui dalam sepekan sebelumnya, warga RW015 Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara mengeluhkan suplai air bersih dari PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) yang tidak lancar dan keruh sejak tiga bulan terakhir.

Ketua RT04 RW 09 Kelurahan Penjaringan, Toni mengatakan, warga sudah melaporkan kesulitan air bersih, tapi Palyja sebagai operator penyediaan dan pelayanan air bersih di wilayah tersebut, belum menindak lanjut keluhan warga.

"Sudah ada laporan, tapi tanggapannya cuma dari teknisi datang ke lokasi untuk pengecekan meteran saja," kata Toni kepada wartawan di Jakarta Utara, Kamis (7/1).

Akibatnya warga empat RT di RW015 Kelurahan Penjaringan yakni RT04, RT05, RT06, dan RT07 kekurangan pasokan air bersih untuk beraktivitas seperti mandi dan mencuci. Untuk mencukupi kebutuhan air, warga harus membeli air galon dengan harga Rp6.000 per satu kali isi ulangnya. (mdk/noe)

Baca juga:
Nestapa Warga Penjaringan Dihantui Krisis Air Bersih
Pemprov DKI akan Sanksi Kawasan Zona Bebas Jika Masih Memanfaatkan Air Tanah
Gubernur DKI Terbitkan Pergub, 9 Kawasan Ini Dilarang Gunakan Air Tanah
Problematika Air Bersih Jakarta
Hak Atas Air Bersih Harus Dipenuhi
4,65 Persen Air di Padang Tak Layak Diminum

Ilustrasi kekeringan dan kekurangan sumber air bersih akibat kemarau. Sumber foto: Tempo.co

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi DKI Jakarta mengimbau masyarakat untuk antisipasi masuknya musim kemarau. Dalam keterangan tertulis pada Selasa (24/05), jajaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta saling berkoordinasi untuk mengantisipasi dampak kekeringan akibat musim kemarau terutama dengan Dinas Sumber Daya Air (SDA).

Dilansir dari CNN Indonesia, Kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta, Isnawa Adji mengatakan, dampak dari musim kemarau dapat menyebabkan kekeringan yang mengakibatkan kelangkaan air bersih dan juga meningkatnya polusi udara. Hal tersebut tercantum dalam data BPBD DKI dalam waktu lima tahun terakhir.

“Untuk mengantisipasi kekeringan pada musim kemarau, kami telah berkoordinasi dengan para wali kota dan bupati. Koordinasi tersebut membahas mengenai perhitungan kebutuhan air bersih khususnya bagi masyarakat yang berada di daerah rawan kekeringan serta wilayah yang belum terlayani jaringan air bersih,”jelasnya.

Dirinya menambahkann, Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya akan menyiagakan Instalasi Pengolahan Air (IPA) mobile dan mobil-mobil tangki air agar pemerintah siap memenuhi kebutuhan air bersih bagi warga Jakarta saat terjadi kekeringan.

Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST), jurusan Teknik Pertambangan, semester enam, Siti Ayu Salwa menyampaikan, langkah dan rencana Pemprov DKI Jakarta sudah cukup baik namun masih belum bisa dikatakan hal tersebut dapat mengatasi kekeringan yang ada di Jakarta sepenuhnya.

“Terutama akibat dari cuaca yang mencapai suhu tinggi di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Pemerintah perlu melakukan sosialisasi lebih lanjut yang disertai dengan contoh perannya dari upaya Pemprov DKI ke masyarakat setempat agar masyarakat mengetahui peran apa yang dilakukan pemerintah dalam mengantisipasi musim kemarau dan kekeringan,” ungkapnya.

Dirinya menambahkan, pemerintah dapat mengutamakan pemberian cadangan air di wilayah yang berdataran rendah ataupun wilayah yang memiliki suhu yang lebih tinggi. Masyarakat perlu ikut mengantisipasi kekeringan dengan penghematan air serta turut melakukan kegiatan penghijauan di daerah masing-masing.

(Jelita Mawar Hapsari)

JAKARTA, KOMPAS.com - Pada akhirnya, kekhawatiran atas kelangkaan air di DKI Jakarta hanya akan menjadi sebatas retorika jika tidak ada upaya yang lebih konkret dari pemerintah dan masyarakat untuk menjaganya.

BBC melansir Jakarta termasuk lima teratas kota besar di dunia yang terancam mengalami kelangkaan air bersih dalam beberapa waktu ke depan. Masyarakat pun dipastikan bakal sulit memperoleh kebutuhan dasarnya, bila hal itu benar-benar terjadi.

Baca juga : Jakarta di Ambang Kelangkaan Air Minum (I)

Saat ini, kurang dari separuh penduduk DKI yang memiliki akses terhadap air ledeng, menggali sumur secara tidak sah. Praktek ini menguras cadangan kantung air bawah tanah, yang secara harafiah mengempiskannya.

Lihat Foto

Kompas/Setyo Adi

Warga melewati genangan air dari rembesan air laut yang menembus tanggul karung pasir di Muara Baru, Penjaringan, Jakata Utara, Rabu, (3/1/2018)

Imbas dari tindakan ini adalah amblesnya permukaan tanah dari tahun ke tahun, sehingga terjadi kenaikan permukaan air laut. Bank Dunia memprediksi sekitar 40 persen wilayah Jakarta saat ini berada di bawah permukaan laut.

Baca juga : Jakarta di Ambang Kelangkaan Air Minum (II)

Kondisi diperburuk, karena saat hujan lebat terjadi justru kantung tanah tidak terisi ulang. Pasalnya, seantero kota dipenuhi beton dan aspal, sehingga lapangan terbuka pun tak bisa menyerap curah hujan.

Langkah konkret itu haruslah diambil Pemprov DKI Jakarta selaku pemangku kebijakan. Sebab, Pemprov harus menggandeng pemda di sekitarnya yang merupakan daerah hulu, sekaligus sumber pengisi kantung air tanah Jakarta.

Kerusakan situ, danau, embung dan waduk (SDEW) di wilayah sekitar DKI tentu akan berpengaruh terhadap pasokan dan kualitas air di Ibu Kota Indonesia ini.

Baca juga : Jakarta di Ambang Kelangkaan Air Minum (III)

Seperti diketahui dalam sepuluh tahun terakhir 33 situ di sekitar Jakarta hilang. Situ itu tersebar di Kabupaten/Kota Bogor, Depok, Kabupaten/Kota Tangerang dan Kabupaten/Kota Bekasi.

Lihat Foto

KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS

Tim gabungan dari Dinas Tata Air, Palyja, dan Komisi Pemberantasan Korupsi melongok bak penampungan air di salah satu gudang jasa pengiriman di Slipi, Jakarta Barat, Rabu (7/9). Di Jakarta terjadi sejumlah anomali pemakaian sehingga diduga pengambilan air tanah tanpa izin begitu besar.

"Hulu ini bukan di Jakarta, tapi adanya di sana. Semua itu kalau rusak, ya airnya berkurang di Jakarta. Air di Jakarta itu adanya tidak di Jakarta, tapi di sana," kata Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Bernardus Djonoputro kepada Kompas.com, Senin (5/3/2018).

Baca juga : Jakarta di Ambang Kelangkaan Air Minum (IV)

Tanpa disadari masyarakat, Jakarta sebenarnya adalah daerah pesisir. Artinya dataran di Jakarta lebih rendah daripada daerah lain di sekitarnya.

Lihat Foto

KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG

Warga memancing di Kanal Banjir Barat (KBB) sungai Ciliwung di Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (21/9/2017). Terbatasnya ruang terbuka hijau atau lahan bermain di pemukiman padat penduduk menyebabkan warga setempat memanfaatkan lahan kosong dipinggir sungai Ciliwung sebagai tempat bermain.

KOMPAS.com - Diakui atau tidak, kondisi air tanah di Jakarta sangat kotor dan tercemar. Menurut peneliti LIPI, kondisi tersebut bisa berlanjut menjadi krisis air bersih bagi warga Jakarta.

"Bahaya pencemaran tersebut akan menjadi bencana bagi kota Jakarta itu sendiri, jika tidak segera diantisipasi," kata Anto Tri Sugiarto, Kepala Balai Pengembangan Instrumentasi (BPI) LIPI, dalam keterangan persnya, Kamis (22/3/2018), di Jakarta. 

Untuk itu, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menawarkan dua konsep untuk mencegah bencana krisis air bersih di Jakarta dan kota-kota lainnya.

Konsep pertama adalah teknologi integrated floating wetland yang fokus terhadap pemulihan danau dan sungai.

Untuk kasus di Jakarta, konsep ini juga dilengkapi dengan integrated water management yang berfokus pada tata kelola air tanah, danau dan sungai yang saling berhubungan.

Baca Juga: BRI Pasang Mesin ATM di Dasar Laut Pahawang, Ini Kata Peneliti LIPI

Pasalnya, kondisi geologis Jakarta yang terdiri dari endapan gunung api di selatan dan endapan alluvial laut di utara membuat 13 sungai dan 55 danau, serta waduk, di Jakarta terhubung satu dengan lainnya. 

Apabila terjadi pencemaran di salah satu sumber air, tentu akan mempengaruhi sumber lainnya.

Sementara itu, konsep kedua adalah teknologi Nanobubble yang mengolah air limbah agar tidak mencemari sungai dan danau.

LIPI melakukan riset selama kurang lebih tiga tahun untuk menemukan cara memperoleh air bersih. Ilmuwan memanfaatkan teknologi yang ada, baik konvensional ataupun canggih di bidang biologi, fisika, dan kimia.

Baca juga : Limbah Pabrik Ancam Ekosistem Sungai Bengawan Solo, Ini Kata Ahli

"Tidak dapat dimungkiri, ancaman krisis air bersih tersebut membuat LIPI bergerak lebih awal untuk pengembangan penelitian terhadap sungai dan danau di Jakarta, serta di Indonesia,” kata Anto, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (22/3/2018).

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA