Bagaimana menurut nu tentang foto dan lukisan

Bagaimana menurut nu tentang foto dan lukisan

Buya Yahya menjelaskan perihal lukisan yang mutlak diharamkan dan mutlak dihalalkan /Tangkapan layar YouTube Al-Bahjah TV

KABAR BANTEN - Lukisan merupakan sebuah karya seni yang memiliki nilai yang tinggi. 

Setiap orang, mempunyai cara sendiri untuk melukis begitupun untuk menikmati indahnya sebuah lukisan.

Bagi seseorang yang menyukai lukisan bahkan memasukannya dalam sebuah kebutuhan untuk menghadirkan kebahagiaan, tentu bukan sembarang orang dan biasanya dalam dirinya mempunyai jiwa seni yang tinggi.

Baca Juga: Hukum Berfoto Selfie, dan Menguploadnya Ke Sosmed Dosakah? Begini Kata Buya Yahya

Namun, bagi kaum Muslim, Anda perlu hati-hati dalam melukis maupun membeli atau mengambil sebuah lukisan.

Dilansir kabarbanten.pikiran-rakyat.com dari chanel YouTube Al-Bahjah TV, Buya Yahya menjelaskan bahwa ada lukisan-lukisan tertentu yang diharamkan dalam Islam.

"Kalau dalam pembahasan hukum gambar, gambar ataupun lukisan itu ada yang haram yakni gambar yang berbentuk alias patung yang mana gambar tersebut adalah dari yang bernyawa," ujar Buya Yahya.

Baca Juga: Benarkah Saat Menikah, Kewajiban Anak Berbakti Terhadap Orang Tua Sudah Tak Ada? Begini Kata Buya Yahya

Sementara gambar atau lukisan yang mutlak halal adalah gambar apapun baik berbentuk atau tidak tapi dari sesuatu yang tidak bernyawa biarpun gambarnya dalam bentuk patung.

2 menit

Kira-kira, Apa hukum memajang foto ulama di rumah? Apakah dibolehkan? Untuk mendapat jawaban lengkap, kamu bisa simak artikel ini!

Foto kerap dijadikan hiasan di rumah untuk mempercantik sebuah ruangan.

Umumnya jenis foto yang digunakan sebagai hiasan yaitu foto keluarga, foto wisuda, foto sedang liburan, dan terkadang ditemukan foto seorang ulama.

Agar tampil apik, foto yang dipajang tersebut bahkan seringkali dipakaikan pigura khusus dengan ukuran berbeda.

Kamu pun pasti memasang foto di rumah, bukan?

Nah, berbicara foto seorang ulama. Kira-kira apakah dibolehkan?

Pasalnya beberapa ulama mempunyai perbedaan pendapat mengenai hukum memajang foto di rumah.

Tentu perbedaan tersebut dilandasi oleh berbagai dalil kuat.

Namun, untuk menjawab pertanyaan di atas boleh tidaknya memajang foto ulama, kamu bisa menyimak ulasannya di sini.

Hukum Memajang Foto Ulama di Rumah

Bagaimana menurut nu tentang foto dan lukisan

sumber: shopee.co.id

Penjelasan berikut kami lansir dari laman aceh.tribunnews.com yang mengutip ceramah dari Buya Yahya pada instagram @buyayahya_albahjah.

Sekadar informasi Buya Yahya mempunyai nama lengkap Yahya Zainul Ma’arif .

Ia merupakan penceramah yang cukup terkenal.

Selain itu, Buya Yahya adalah pengasuh Lembaga Pengambangan Da’wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah di Cirebon.

Ulasan mengenai hukum memajang foto ulama di rumah diungkapkan oleh Buya Yahya berawal dari sebuah pertanyaan dari seorang penanya.

Pertanyaan tersebut intinya berisi: apa hukum memajang foto ulama di rumah? Sementara di kalangan ulama ada perbedaan pendapat ihwal hukum memajang foto di dalam rumah.

Buya Yahya kemudian menjawab, foto sendiri termasuk ke dalam jenis fotografi.

Jika memang foto yang dipajang terhormat dan tidak membuka aurat, kebanyakan ulama membolehkannya.

“Jadi gambar para ulama termasuk jenis fotografi, fotografi asalkan terhormat dan tidak membuka aurat dan yang lainnya, maka di sini kebanyakan ulama memperkenankan boleh,” ungkap Buya Yahya.

Lebih lanjut Buya Yahya menjelaskan, jika foto sebenarnya bukan termasuk hal yang dilarang.

Sebab, ilmu fotografi pada hakikatnya tidak membuat sesuatu yang baru.

“Jadi memajang foto-foto itu bukan termasuk hal yang dilarang, karena fotografi itu bukan membuat sesuatu yang baru akan tetapi di situ hanya gambar dalam bentuk kertas, tidak lebih seperti cermin,” lanjutnya.

Namun bagi Buya Yahya, jika ada ulama yang mengharamkannya, kita tak perlu pusing.

Sebab para ulama tersebut pun pasti mempunyai alasan tersendiri.

“Kebanyakan ulama mengatakan boleh, kalau ada yang mengatakan haram, Anda tidak usah gelisah.”

“Tidak usah risih dengan yang mengatakan haram karena mereka juga beralasan,” jelasnya.

Kategori Gambar yang Dilarang Menurut Ulama

Melansir laman islam.nu.or.id, di balik itu semua, para ulama sepakat mengenai kategori gambar atau lukisan yang dilarang, jika memenuhi lima unsur ini:

“Maka dapat dipahami bahwa gambar yang disepakati keharamannya adalah gambar yang terkumpul di dalamnya lima hal. Pertama, gambar berupa manusia atau hewan. Kedua, gambar dalam bentuk yang sempurna, tidak terdapat sesuatu yang mencegah hidupnya gambar tersebut, seperti kepala yang terbelah, separuh badan, perut, dada, terbelahnya perut, terpisahnya bagian tubuh. Ketiga, gambar berada di tempat yang dimuliakan, bukan berada di tempat yang biasa diinjak dan direndahkan. Keempat, terdapat bayangan dari gambar tersebut dalam pandangan mata. Kelima, gambar bukan untuk anak-anak kecil dari golongan wanita. Jika salah satu dari lima hal di atas tidak terpenuhi, maka gambar demikian merupakan gambar yang masih diperdebatkan di antara ulama. Meninggalkan (menyimpan gambar demikian) merupakan perbuatan yang lebih wira’i dan merupakan langkah hati-hati dalam beragama.” (Sayyid Alawi al-Maliki al-Hasani, Majmu’ fatawa wa ar-Rasa’il, hal. 213)

***

Itulah ulasan mengenai hukum memajang foto ulama di rumah.

Semoga bermanfaat, Sahabat 99.

Baca artikel menarik lainnya di Berita 99.co Indonesia.

Apakah kamu sedang mencari hunian di Bandung?

Maka Nuansa Alam Setiabudi Clove bisa dijadikan pilihan tepat.

Informasi lebih lengkap bisa kamu temukan hanya di www.99.co/id dan rumah123.com.

Cek sekarang juga!

Republika/Wihdan Hidayat

Seorang pemuda menggambar grafiti pada tembok bekas bongkaran di Kemayoran, Jakarta, Ahad (10/1). (Republika/Wihdan Hidayat)

Rep: Hafidz Muftisany Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --

Fikih Islam memberikan jawaban-jawaban dari berbagai persoalan manusia. Baik persoalan yang sudah muncul pada era Rasulullah SAW maupun masalah-masalah kontemporer yang dihadapi saat ini. Salah satu bahasan yang cukup menarik dan terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama adalah boleh tidaknya menggambar. Turunan dari persoalan menggambar yang dihadapi pada era modern adalah fotografi. Kalangan ulama juga bersilang ketetapan soal proses menghasilkan gambar dengan teknologi ini. Soal menggambar sendiri, Syekh Yusuf Qaradhawi membagi hukum berdasarkan tujuan, di mana gambar itu diletakkan dan bagaimana pembuatannya. Jika gambar tersebut berupa sesuatu yang disembah selain Allah, hukumnya menjadi haram. Termasuk dalam larangan tersebut adalah gambar makhluk yang dikultuskan. Namun, jika gambar yang dilukis adalah gambar makhluk yang bernyawa tetapi tidak untuk tujuan disembah atau dikultuskan, hukumnya tidak sampai ke derajat haram. Menurut Syekh Qaradhawi, hukum paling tinggi adalah makruh. Sementara, untuk fotografi, menurut Syekh Yusuf Qaradhawi hukumnya boleh. Pasalnya, proses menggambar dengan fotografi sama sekali berbeda. Ulama dunia yang kini menetap di Qatar itu mengatakan, fotografi adalah masalah baru yang belum pernah  terjadi pada zaman Rasulullah SAW. Menyitir pendapat mantan Mufti Mesir, Syekh Muhammad Bakhit, proses fotografi adalah penahanan bayangan dengan suatu alat yang telah dikenal oleh ahli-ahli teknik (tustel). Cara semacam ini sedikit pun tidak ada larangannya. Larangan pada menggambar lebih ke menciptakan sesuatu yang semula tidak ada menjadi ada yang berpotensi menandingi ciptaan Allah SWT. Sementara, pengambilan gambar dengan fotografi sama sekali tidak menciptakan objek baru. Selain itu, kebolehan fotografi juga disebabkan asas darurat karena foto pada era modern sangat diperlukan. Khususnya untuk kartu penduduk, paspor, dan foto identitas yang tujuannya sama sekali jauh dari mengagungkan foto tersebut. Pendapat Syekh Yusuf Qaradhawi diperkuat oleh Prof Ali Jum'ah Muhammad, mantan mufti agung Mesir. Menurut Ali Jum'ah, foto adalah bayangan suatu objek yang ditangkap kamera. Proses ini sama sekali berbeda dengan melukis, apalagi membuat patung. Sehingga, fotografi diperbolehkan. Menurutnya, tidak ada unsur menyamai hak penciptaan yang hanya dimiliki oleh Allah SWT semata dalam fotografi. Hukum kebolehan foto tetap dengan syarat, yakni objek foto tidak terbuka aurat dan tidak menimbulkan syahwat. Jika seseorang memiliki foto yang auratnya tidak tertutup penuh, Ali Jum'ah menyarankan agar orang  tersebut berusaha hanya mahramnya yang melihat foto tersebut. Jika ia sudah berusaha maksimal, kemudian ada orang lain yang bukan mahramnya melihatnya, menurut Ali Jum'ah, hal tersebut tidak dihitung sebagai perbuatan maksiat. Sehingga, pada era modern seperti saat ini dengan fenomena selfie, orang-orang wajib berhati-hati. Agar foto-foto yang dihasilkan terbebaskan dari foto yang mengumbar aurat atau menimbulkan syahwat. Pendapat berbeda diungkapkan oleh Lajnah Daimah Kerajaan Arab Saudi. Lembaga fatwa yang saat itu diketuai oleh Syekh Abdul Azis bin Abdullah bin Baz hanya membolehkan foto yang digunakan untuk kepentingan identitas. Sementara, memajang foto baik foto makhluk maupun tidak, seperti raja, para ulama, atau orang-orang saleh hukumnya dilarang. Lajnah Daimah beralasan, fotografi bukanlah sekadar mencetak, tetapi proses sebuah alat yang menghasilkan gambar. Maka, hal ini termasuk menyamai ciptaan Allah. Larangan tentang gambar bersifat umum karena mengandung unsur menyamai ciptaan Allah dan berbahaya terhadap akidah dan akhlak, tanpa memandang alat atau cara gambar tersebut dihasilkan. Fotografi tidak seperti halnya gambar orang yang berdiri di depan cermin karena gambar yang tampak pada cermin itu hanya bayangan yang akan hilang dengan perginya seseorang dari cermin tersebut.

Sedangkan, fotografi tetap ada setelah orang tersebut pergi dari kamera. Menurut Lajnah Daimah, gambar tersebut akan memberi efek buruk pada akidah seseorang dan keindahannya akan memberi efek buruk pada akhlaknya.

  • fatwa
  • menggambar dan fotografi

Bagaimana menurut nu tentang foto dan lukisan