Bagaimana hakikat dan relasi islam dan iman jelaskan

HAKIKAT IMAN[1]

Oleh: Erlan Naofal, S.Ag, M.Ag[2]

Iman secara etimologi artinya mempercayai.[3] Percaya berkaitan erat dan tidak bisa dipisahkan dari mengenal dan mengetahui(ma'rifat)[4]. Dalam arti kepercayaan terhadap sesuatu itu tumbuh dengan dilandasi dan didasari pengetahuan dan pengenalan terhadapnya. Jika seseorang mempercayai sesuatu maka dia mengetahui dan mengenalnya. Dalam Khasyiyah Jami' al-Shahih lil imam al-Bukhari disebutkan bahwa kadar dan tingkat keimanan seseorang kepada Allah itu tergantung pada sejauh mana kadar pengetahuan dan pengenalan (ma’rifatullah) orang tersebut kepada Allah.[5] Jadi seseorang yang beriman kepada Allah, maka tentunya dia mengetahui dan mengenal Allah. Mengenal dan mengetahui Allah berbeda dengan mengenal makhluk-Nya. Mengenal dan mengetahui Allah adalah dengan mengenal sifat-sifat-Nya, perintah-Nya dan larangan-Nya yang dapat diperoleh dengan cara men-tadabburi dan men-tafakuri ayat-ayat-Nya, baik ayat kauniyat/tersirat di alam raya maupun ayat qur'aniyat/tersurat dan tertulis dalam Qur'an. Meskipun demikian, tidaklah merupakan kemestian orang yang mengetahui sesuatu otomatis mempercayai dan mengimaninya. Adakalanya mengetahui sesuatu tetapi tidak mengimaninya seperti iblis yang mengetahui (ma'rifat) terhadap Allah, tetapi dia tidak mengimani dan tidak mau tunduk pada perintah Allah SWT.

Sedangkan menurut terminologi[6], iman diformulasikan sebagai pembenaran dengan hati, pengakuan dengan lisan yang dibuktikan dengan perbuatan dan karya nyata (amal)[7].

Iman memiliki tiga sifat yaitu[8]: Pertama, iman itu bersifat abstrak dengan pengertian manusia tidak dapat mengetahui dan mengukur kadar keimanan orang lain. Iman bersifat abstrak karena iman ada dalam hati dan isi hati tidak ada yang tahu kecuali Allah dan orang tersebut. Namun meskipun demikian ada sebuah hadits yang memberi petunjuk kepada kita bahwa meskipun iman itu bersifat abstrak, tetapi iman dapat diidentifikasi dari amaliah dan ketaatan seseorang dalam menjalankan agamanya. Nabi bersabda:

Artinya:"Apabila kamu melihat seorang laki-laki membiasakan dirinya pergi ke mesjid (untuk menunaikan ibadah), maka persaksikanlah bahwa orang tersebut beriman"(al-Hadits).[9] Kedua, iman bersifat fluktuatif artinya naik turun, bertambah dan berkurang, bertambah karena melaksanakan keta'atan dan berkurang karena melakukan kemaksiatan[10]. Kondisi iman bersifat fluktuatif ini karena iman bertempat dalam hati yang mana karakter dasar hati adalah berubah-ubah dan tidak tetap dalam satu kondisi, hati kadang senang, sedih, marah, rindu, cinta, benci sehingga dalam bahasa Arab hati dinamai qalbun yang artinya bolak-balik dan tidak tetap dalam satu kondisi.

Abu Musa al-‘Asy’ari menyebutkan:"sesungguhnya hati disebut qalbun tiada lain karena hati selalu bolak-balik dan berubah.[11]. Oleh karena itu iman mesti dijaga dan dipupuk. Iman itu ibarat tanaman yang mesti dipupuk dan pelihara dengan baik. Karena apabila iman tidak dipelihara dan dipupuk bisa saja iman itu mati ataupun kalau tidak mati, iman itu tidak akan tumbuh dengan baik dan tidak akan berbuah amal kebajikan seperti tanaman yang tidak terurus dan ditelantarkan yang mungkin mati atau mungkin hidup tetapi tidak berbuah dan tidak menghasilkan.

Diantara hal-hal yang harus dilakukan untuk memelihara dan memupuk keimanan adalah men-tadaburi ayat-ayat Alqur'an, men-tafakkuri ciptaan-ciptaan Allah, berdzikir, berdo'a kepada Allah agar diberi anugrah iman yang kuat[12] dan senantiasa mengamalkan ajaran-ajaran agama dengan konsisten. Dalam sebuah Hadits Nabi bersabda:"Perbaharuilah imanmu". Lalu para shahabat bertanya kepada Rasul:"Bagaimana kami memperbaharui iman kami. Beliau menjawab:"Perbanyaklah menyebut La Ilaha Illallah".[13] Ketiga, iman itu bertingkat-tingkat. Artinya tingkat dan kadar keimanan dalam hati orang beriman itu berbeda dan tidak sama, ada yang kuat, ada yang sedang dan ada yang lemah imannya.


Kadar dan kualitas keimanan Abu Bakar dan shahabat-shahabat Nabi tentunya berbeda dengan keimanan orang-orang sesudahnya. Alqur'an pun dalam meredaksikan orang-orang yang beriman adakalanya menggunakan kata Alladzina Amanu dan terkadang menggunakankata al-Mu'minun. Ada perbedaan makna antara kedua kata tersebut. Kata Alladziina Aamanuu mengandung arti seluruh orang yang beriman baik yang kuat imannya, yang sedang imannya maupun yang lemah keimanannya. Sedangkan kata al-Mu'minun mengandung arti orang mu'min yang memiliki kualitas keimanan yang sempurna.

Mudah-mudahan kita diberi kekuatan iman dan Islam oleh Allah sehingga termasuk orang yang memiliki kualitas keimanan yang baik, namun tentunya untuk meraih dan mewujudkan hal itu perlu ada upaya sungguh-sungguh (mujahadah) dan keinginan kuat (iradah) yang diwujudkan dengan semangat menggebu (himmat 'adzimah) untuk mendalami, mempelajari dan mengamalkan ajaran agama Islam itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

1. A.W. Munawwir, Kamus al-Munawwir, Arab-Indonesia Terlengkap, Pustaka Progressif, Surabaya,2002,cet.25

2. Hasyiyah Jami’ al-Shahih, Maktabah Darul Ihya al-Kutub al-‘Arabiyyah, tt.3. Aam Amirudin, Tafsir kontemporer, Khazanah Intelektual, Bandung, 2006,Jilid I.

4. Fathul Majid, dalam Program al-Maktabah al-Syamilah.

5. Itsbatushifat al-‘Uluwwi, dalam Program al-Maktabah al-Syamilah.

6. Al-Ghazali, Bidayat al-Hidayat, Pustaka al-'Alawiyyah, Semarang, tt

7. al-Durr al-Mantsur,dalam Programal-Maktabah al-Syamilah.

8. Sunan Ahmad bin Hambal, dalam Program Maktabah al-Syamilah.

9. Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1973, cet.7

الحمد لله الذي قد تم هذا التأليف بعون الله واعانته علي يد الفقير ايرلان نوفل

القاضي للمحكمة الشرعية سديكلنج

________________________________

[1] Artikel ini dibuat untuk disampaikan Penulis pada Bintal Rutin Mingguan Pengadilan Agama Sidikalang tanggal 20 Januari 2010, pada Khutbah Jum’at di Mesjid Jami’ Bintang Mersada Sidikalang-Dairi Sumatera Utara tanggal 19 Februari 2010 dan Khutbah Jum'at di Mesjid al-Muhajirin Perumnas Simbara Permai Sidikalang Dairi-Sumatera Utara 26 Maret 2010

[2] Penulis menyelesaikan Pendidikan SI pada Fakultas Syari'ah Jurusan al-Akhwal al-Syahsiyyah IAIC Cipasung Tasikmalaya pada tahun 2000. sedangkan Pendidikan S2 selesai pada tahun 2006 dari UIN Sunan Gunung Djati Bandung pada Studi Konsentrasi Hadits dan pernah mondok di Pesantren Sukahideng Tasikmalaya dari tahun 1992-2000. Pertama berkarir sebagai Calon Hakim pada Pengadilan Agama Kelas 1-A Subang, Jawa Barat dari tahun 2006-2009 dan sejak Agustus 2009 bertugas sebagai Hakim Pratama Muda pada Pengadilan Agama Kelas 2 B Sidikalang, Medan Sumatera Utara.

[3] A.W. Munawwir, Kamus al-Munawwir, Arab-Indonesia Terlengkap, Pustaka Progressif, Surabaya,2002, cet.25,hal. 41

[4] Yang dimaksud ma'rifat dalam artikel ini adalah ma'rifat menurut bahasa yang artinya mengetahui dan mengenal (A.W. Munawwir, ibid. hal. 919) , bukan ma'rifat dalam ilmu tashawwuf yang merupakan salah satu maqam atau hal sebagaimana yang dicetuskan oleh Dzunnun al-Misri. (Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1973, cet.7, hal.76)

[5] Hasyiyah Jami’ al-Shahih, Maktabah Darul Ihya al-Kutub al-‘Arabiyyah, tt, hal.12 yang bunyinya: وايمان الشخص علي قدرمعرفته بالله artinya:”dan keimanan seseorang itu sesuai dengan kadar/ukuran ma’rifatnya kepada Allah”.

[6] تصديق بالقلب واقرار باللسان وأفعال بالأركان

[7] Amal adalah perbuatan yang dilakukan dengan segenap kesadaran dan penuh pertimbangan.

[8] Aam Amirudin, Tafsir kontemporer, Khazanah Intelektual, Bandung, 2006,Jilid 1, hal.143. dalam buku tersebut, Ustadz Aam Amirudin hanya menyebutkan dua karakter/sifat iman yaitu abstrak dan fluktuatif. Sedangkan sifat iman yang ketiga adalah pendapat penulis sendiri berdasarkan dalil-dalil berikut:

خيركم قرني ثم اللذين يلونهم ثم الذين يلونهم (Sebaik-baik kamu adalah generasiku, kemudian generasi sesudahku, lalu generasi sesudahnya)

[9] وفي الحديث : إذا رأيتم الرجل يعتادالي المسجد فاشهدوا له بالإيمان Fathul Majid, Juz I, hal.333 dalam Program al-Maktabah al-Syamilah.

[10] Itsbatushifat al-‘Uluwwi, Juz. 1hal. 122 dalam Program al-Maktabah al-Syamilah.

[11] انما سمي القلب قلبا لتقلبه al-Durr al-Mantsur,Juz. I, hal. 155 dalam Programal-Maktabah al-Syamilah.

[12] Dalam kitab Bidayat al-Hidayat, Imam al-Ghazali memuat do'a sebagai berikut: اللهم انا نسألك ايمانا خالصا دائما يباشر قلوبنا ويقينا صادقا حتي نعلم انه لن يصيبنا الا ما كتبته علينا (Ya Allah sesungguhnya kami memohon/meminta kepada-Mu iman yang murni yang terus menerus menyinari hati-hati kami dan keyakinan yang benar sehingga kami meyakini bahwasanya tidak akan menimpa kepada kami kecuali apa yang telah Engkau tetapkan hal itu buat kami). Al-Ghazali, Bidayat al-Hidayat, Pustaka al-'Alawiyyah, Semarang, tt, hal. 23

[13]جددوا ايمانكم قيل يا رسول الله وكيف نجدد إيماننا قال أكثروا من قول لا إله إلا الله Sunan Ahmad bin Hambal, Juz II, hal. 359, Hadits nomor 8695 dalam Program Maktabah al-Syamilah.

Pengertian Iman – Menurut pandangan agama Islam, iman dapat berarti meyakini dan hal mengenai iman ini telah dituliskan dalam Al-Quran, yang merupakan kitab suci umat muslim. Dalam beberapa surat, seperti surat At-Taubah, Allah telah menerangkan mengenai keimanan yang diturunkan kepada umatnya.

Selain disebutkan dalam Al-Quran, iman juga turut dijelaskan melalui berbagai hadist. Menurut salah satu hadist, iman adalah tambatan hati yang dilakukan serta diucapkan, sehingga menjadi satu kesatuan.

Para ulama agama Islam, turut memberikan pendapatnya mengenai definisi iman. Namun, sebelum itu Grameds perlu mengetahui pengertian iman secara istilah maupun bahasanya. Simak hingga akhir artikel ya!

Pengertian Iman Secara Bahasa dan Istilah

Quran – holy book of muslims, scene in the mosque at Ramadan time

Iman adalah kepercayaan yang dipercayai oleh seseorang yang berkenaan dengan agama, keyakinan maupun kepercayaan kepada Tuhan, nabi, kitab dan sebagainya. Dalam ajaran agama Islam, iman berarti kepercayaan, keyakinan kepada Allah, nabi-nabi-NYA serta kitab yaitu Al-Quran dan lain sebagainya.

Menurut ajaran agama Islam, umat muslim mengimani enam rukun iman. Keenam rukun iman tersebut wajib diimani dan diyakini oleh orang Islam. Namun, apa pengertian iman menurut bahasa dan istilah?

Sebelum membahas pengertian iman dari para ulama serta menurut Al-Quran dan hadist. Berikut adalah pengertian iman secara bahasa dan istilah.

Menurut bahasa Arab, kata iman berakar pada kata amana – yu;minu – imana yang secara harfiah atau etimologis dapat diartikan sebagai percaya dan yakin. Secara bahasa, iman dapat diartikan sebagai tashdiq atau membenarkan yang maknanya hampir sama secara istilah.

Secara istilah, menurut buku Ensiklopedi iman yang ditulis oleh Syaikh Abdul Majid Az-Zandani, iman dapat diartikan sesuai dengan makna linguistiknya yaitu tashdiq atau mempercayai.

Iman secara istilah, maknawi atau terminologis merupakan percaya dengan yakin akan keberadaan Allah, Malaikat Allah, Kitab-kitab – NYA, para Rasul – NYA, akhirat, hingga qadha dan qadar yang telah terangkum dalam rukun iman menurut ajaran agama Islam.

Pengertian Iman Menurut Al-Quran dan  Para Ulama

Muslim man is praying in mosque

Dalam Al-Quran, iman disebutkan dengan pelafalan yaqin atau meyakini. Seperti pada surat Al-Baqarah ayat 4 dan Surat Al-An’am ayat 75. Berikut penjelasan lebih lengkapnya.

Dalam surat Al-Baqarah ayat 4 

وَالَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِمَآ اُنْزِلَ اِلَيْكَ وَمَآ اُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ ۚ وَبِالْاٰخِرَةِ هُمْ يُوْقِنُوْنَۗ

Artinya:

“Dan mereka yang beriman kepada (Al-Qur’an) yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dan (kitab-kitab) yang telah diturunkan sebelum engkau, dan mereka yakin akan adanya akhirat.”

Sementara itu, iman juga disebutkan dalam surat Al-Anam ayat 75: 

وَكَذٰلِكَ نُرِيْٓ اِبْرٰهِيْمَ مَلَكُوْتَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَلِيَكُوْنَ مِنَ الْمُوْقِنِيْنَ

Artinya:

“Dan demikianlah, Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi, dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin.”

Dari kedua surat dan ayat dalam Al-Quran tersebut, disebutkan kata yaqin serta tashdiq yang berarti amalan hati. Iman dapat diartikan sebagai ucapan hati yang berada di dalam hati dan terbentuk melalui keyakinan di dalam hati.

Beberapa surat dalam Al-Quran lainnya menyebutkan pula mengenai keimanan dari seorang muslim.

Surat Al-Baqarah, ayat 136

Q.S 2:136

قُوْلُوْٓا اٰمَنَّا بِاللّٰهِ وَمَآ اُنْزِلَ اِلَيْنَا وَمَآ اُنْزِلَ اِلٰٓى اِبْرٰهٖمَ وَاِسْمٰعِيْلَ وَاِسْحٰقَ وَيَعْقُوْبَ وَالْاَسْبَاطِ وَمَآ اُوْتِيَ مُوْسٰى وَعِيْسٰى وَمَآ اُوْتِيَ النَّبِيُّوْنَ مِنْ رَّبِّهِمْۚ  لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ اَحَدٍ مِّنْهُمْۖ وَنَحْنُ لَهٗ مُسْلِمُوْنَ

Artinya:

Katakanlah, “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami, dan kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya, dan kepada apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta kepada apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, dan kami berserah diri kepada-Nya.”

Merujuk pada surat Al-Baqarah tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa iman yang dipercayai oleh umat muslim merupakan kepercayaan maupun keyakinan yang tertanam dalam hati dan diwujudkan melalui lisan serta perbuatan. Keyakinan tersebut mengacu pada kepercayaan akan lima rukun Islam.

Selain menurut Al-Quran, beberapa ulama juga turut memberikan pendapatnya mengenai definisi dari iman. Beberapa ulama terkenal seperti Imam Syafii, Imam Ahmad hingga Imam Bukhari turut mengemukakan pendapatnya.

Menurut Imam Syafii, iman seorang muslim meliputi perkataan serta perbuatannya. iman dapat bertambah maupun berkurang. Bertambahnya iman seseorang disebabkan oleh ketaatan pada Allah, sedangkan berkurangnya iman seseorang disebabkan oleh kemaksiatan.

Imam Ahmad memiliki pendapat yang tidak jauh berbeda dengan Imam Syafii, Imam Ahmad mengemukakan bahwa iman dapat bertambah dan berkurang, bertambah karena seseorang melaksanakan amalan tertentu dan berkurang karena orang tersebut meninggalkan amalan.

Kemudian, Imam Bukhari pun menambahkan dari kedua ulama tersebut, Imam Bukhari mengatakan bahwa setelah bertemu dengan banyak ulama dari berbagai penjuru negeri, ia melihat bahwa ulama mengemukakan iman adalah perkatan serta perbuatan yang dapat bertambah dan berkurang.

Ulama lainnya seperti Imam Malik, Asy Syafi’i, Al Auza’i serta Ishaq Bin Rahawai memiliki pendapat yang sama mengenai pengertian iman. Iman adalah pembenaran yang dilakukan dengan hati, pengakuan secara lisan, serta diamalkan dengan anggota badan. Menurut para ulama tersebut, amal merupakan salah satu unsur keimanan.

Sahabat nabi seperti Ali bin Abi Thalib berpendapat bahwa iman merupakan ucapan yang diucapkan dengan lidah dan kepercayaan yang diyakini benar dengan hati serta dikerjakan dengan anggota tubuh. Seperti Ali, Aisyah pun memiliki pendapat yang sama mengenai pengertian iman.

Pengertian Iman Menurut Ulama Indonesia

Religious asian muslim man holding holy quran

Para ulama di Indonesia seperti Ustadz Khalid Basalamah hingga Ustadz Adi Hidayat juga mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian iman. Berikut pengertian iman menurut para ulama di Indonesia.

Ustadz Khalid Basalamah

Menurut Ustadz Khalid Basalamah, iman adalah mengikrarkan suatu hal dengan pikiran, lalu diucapkan dengan menggunakan lisan dan diyakini di dalam hati serta diaplikasikan dengan menggunakan anggota tubuh.

Ustadz Adi Hidayat

Ustadz Adi Hidayat menjelaskan bahwa kata iman berasal dari kata Al-Amnu yang berarti aman, tenang dan tentram. Menurut Ustadz Adi Hidayat, iman memiliki hubungan dengan kata aman dan tenang. Kedua kata tersebut kemudian dapat dimaknai apabila seorang muslim meyakini Allah, maka ia akan mendapat ketenangan jiwa serta rasa aman dari kegelisahan dunia maupun ancaman yang ada di akhirat nanti.

Grameds dapat mengetahui lebih lanjut mengenai pengertian iman dengan membaca buku berjudul ‘Kekuatan iman dan Ihsan’ yang ditulis oleh Ipnu R. Noegroho. Buku ini membahas tentang dasar-dasar iman dalam Islam dan apa saja syarat-syarat yang dapat menjadikan seseorang sebagai seorang muslim dan beriman. Buku ini hanya dapat Anda beli di Gramedia.com beli dan dapatkan bukunya sekarang juga!

Tingkatan Iman dalam Islam Menurut Syekh M, Nawawi

Dalam Islam, keimanan memiliki tingkatan-tingkatan. Tingkatan ini juga membedakan keimanan setiap orang. Menurut seorang ulama asal Banten, yaitu Syekh M, Nawawi tingkatan keimanan seseorang dapat dibagi menjadi lima tingkat. Berikut penjelasannya.

a. Iman Taqlid

Tingkat keimanan yang pertama yaitu iman taqlid. Iman taqlid adalah iman yang didasarkan pada ucapan orang lain, umumnya dari ulama, tetapi tanpa memahami dalilnya. Menurut Syekh M. Nawawi, tingkat keimanan yang pertama ini sah, walaupun tanpa mencari dalil atas masalahnya.

b. Iman Ilmu atau Ilmul Yaqin

Tingkatan iman yang kedua yaitu iman ilmu. Iman ilmu adalah iman yang dimiliki seorang hamba dalam menyelesaikan suatu masalah dengan dalil dan ilmu yang dimiliki.

Pada tingkatan iman yang ketiga yaitu iman iyana. Iman iyana adalah iman yang dimiliki oleh  seorang hamba yang meyakini bahwa Allah merupakan zat yang nyata, walaupun wujudnya tidak dapat dilihat. Ketika seseorang berada di tingkatan iman yang ketiga, ia mempercayai bahwa Allah tidak ghaib serta selalu hadir di batinnya.

d. Iman Haq atau Haqqul Yaqin

Pada tingkat iman keempat yaitu iman haq. Iman haq adalah iman yang dimiliki oleh seorang muslim dengan pandangan bahwa Allah selalu ada dalam hatinya. Para ulama pun menyebut seseorang dengan tingkat keimanan iman haq dikatakan sebagai seorang yang arif. Hal ini dikarenakan Allah selalu hadir di hatinya, orang tersebut hanya memandang kepada Allah dan tidak pada duniawi lagi.

e. Iman Hakikat

Tingkat yang terakhir adalah iman hakikat.Iman hakikat adalah iman yang dimiliki oleh seorang hamba dengan hanya melakukan segala hal yang mendekatkan dirinya pada Allah. Maka dari itu, orang dengan keimanan hakikat dapat dipandang sebagai seorang hamba yang telah tenggelam di laut dan tidak melihat adanya pantai.

Dari kelima tingkat iman tersebut, dua kategori iman pertama dapat diusahakan oleh manusia. Oleh karena itu, Syekh M. Nawawi pun menjelaskan bahwa setiap manusia wajib untuk mendalami tingkat keimanannya dengan cara mencari dalil mengenai keimanan.

Sedangkan keimanan pada tingkatan berikutnya, merupakan anugerah yang diberikan oleh Allah kepada manusia dan tidak dapat diusahakan oleh manusia. Sebab hanya dapat diperoleh sesuai dengan kehendak Allah.

Tingkatan Iman Secara Umum

Central Mosque, Hat Yai District, Songkhla Province, Southern Thailand

Selain tingkat iman menurut pandangan Syekh M. Nawawi tingkatan iman secara umum dapat dikategorikan pula menjadi lima, yaitu muslim, mukmin, muhsin, mukhlis serta muttaqin. Berikut penjelasannya.

a. Muslim

Muslim adalah tingkatan iman ketika seseorang mengaku beragama Islam, kadar iman yang pertama ini termasuk tingkat iman yang terendah. Hal ini dikarenakan hanya sebatas pada pengakuan bahwa Allah ialah tuhan yang ia percayai sebagai Tuhan Yang Maha Esa. Oleh sebab itu, seorang hamba dinilai belum memiliki perbedaan dengan iblis, karena iblis juga meyakini bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa..

b. Mukmin

Mukmin adalah seorang hamba yang memiliki iman dengan mengkaji syariat agama Islam. Dengan pengkajian syariat tersebut, ia memiliki peningkatan pada wawasan mengenai agama Islam.

c. Muhsin

Muhsin adalah seorang hamba yang memiliki tingkat keimanan yang dapat memperbaiki segala perbuatannya menjadi lebih baik.

d. Mukhlis

Mukhlis adalah seorang hamba orang yang memiliki keikhlasan dalam beribadah. Pada tingkatan ini, seorang hamba tersebut segala hal yang dilakukannya hanya untuk Allah.

e. Muttaqin

Tingkat keimanan terakhir dan tertinggi adalah muttaqin. Muttaqin adalah seorang hamba yang yang selalu bertakwa kepada Allah dan menjauhi larangan-larangan Allah..

Itulah lima tingkatan keimanan dalam Islam menurut ulama serta secara umum. Pembahasan selanjutnya adalah tentang rukun iman dalam Islam.

Baca juga:

Rukun Iman dalam Islam

portrait of asian muslim praying by fold arm in front of a chest at home

Dalam ajaran agama Islam terdapat enam rukun iman, sebagai salah satu wujud dari keimanan itu sendiri. Rukun iman juga dapat dijadikan sebagai patokan pengertian iman secara maknawi atau istilah. Berikut penjelasan lebih lanjutnya.

Rukun iman merupakan pandangan dalam ajaran agama Islam yang meyakini bahwa Nabi serta Rasul adalah utusan dari Allah dan diperintahkan untuk menyampaikan kabar gembira serta menyampaikan ancaman pada manusia yang tinggal di bumi.

Pengertian rukun iman ini juga terangkum dalam hadist dari Muslim yang berbunyi:

“…Rasulullah SAW mengatakan, ‘Engkau beriman pada Allah, pada para malaikat- Nya, pada para rasul – Nya, pada hari kiamat dan pada takdir baik serta buruk.’ Orang tadi (Jibril), kemudian berkata, ‘Engkau benar’.”

Hadist tersebut merupakan riwayat Umar bin Khattab, ketika ia mendengar bahwa malaikat Jibril yang mengubah wujudnya menjadi seorang laki-laki dan bertanya kepada Nabi Muhammad.

Berikut keenam rukun iman dalam Islam.

1. Iman Kepada Allah

Rukun iman yang pertama, adalah beriman kepada Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa dan tuhan semesta alam. Seseorang dapat dikatakan beriman kepada Allah, apabila ia mengimani empat hal sebagai berikut.

  1. Beriman pada keberadaan Allah atau mengimani keberadaan Allah.
  2. Beriman kepada Rububiyyah Allah, yaitu percaya dan yakin bahwa tidak ada yang menguasai, menciptakan, serta mengatur seluruh alam semesta kecuali Allah.
  3. Beriman pada Uluhiyyah Allah, meyakini bahwa tidak ada yang berhak serta layak disembah selain Allah serta mengingkari seluruh sembahan selain Allah.
  4. Beriman pada asma serta sifat-sifat Allah atau Asmaul Husna yang telah ditetapkan untuk Allah dan ditetapkan oleh nabi untuk Allah. Kemudian menjauhi sikap-sikap yang dapat menghilangkan makna, memalingkan, serta mempertanyakan Allah.

2. Iman Pada Para Malaikat Allah

Iman kepada para malaikat Allah termasuk dengan mengimani amalan serta tugas-tugas yang diberikan oleh Allah pada para malaikat. Iman pada malaikat dapat dilakukan dengan cara mempercayai bahwa tidak ada seorang pun yang mengetahui pasti jumlah malaikat. Sementara itu, ada 10 malaikat yang wajib diimani oleh umat muslim dan mengimani bahwa malaikat diciptakan dari cahaya.

Ada 10 malaikat yang wajib diimani oleh umat muslim, yaitu malaikat Jibril, malaikat Mikail, malaikat Rakib, malaikat Atid, malaikat Munkar, malaikat Nakir, malaikat Maut, malaikat Israfil, malaikat Malik, dan malaikat Ridwan.

3. Iman Kepada Kitab-kitab Allah

Beriman pada kitab-kitab Allah termasuk dalam kalam atau ucapan. Ada empat kitab Allah yang wajib diimani oleh seorang muslim. Di antaranya adalah Taurat, Injil, Zabur hingga kitab suci Al-Quran.

4. Iman Kepada Rasul-rasul Allah

Mengimani para rasul Allah maknanya adalah meyakini serta mempercayai dengan segenap hati bahwa rasul Allah itu ada. Beriman pada rasul Allah berarti mempercayai bahwa rasul-rasul tersebut diciptakan oleh Allah untuk membawa kebenaran maupun ajaran Allah kepada manusia di bumi.

Para rasul yang diciptakan dan diutus oleh Allah dapat menerima wahyu melalui perantara, yaitu malaikat. Perlu diketahui bahwa Allah menurunkan banyak nabi ke bumi, tetapi hanya ada 25 nabi serta rasul yang wajib diketahui oleh umat muslim, mulai dari Nabi Adam hingga Nabi Muhammad.

5. Iman Pada Hari Akhir

Beriman pada hari akhir atau hari kiamat maknanya adalah meyakini serta mempercayai bahwa hari akhir atau kiamat tersebut pasti akan datang dan tidak ada satupun yang mengetahui pasti kapan datangnya hari akhir tersebut.

Pada hari akhir, alam semesta serta seluruh isinya akan hancur dan manusia akan dibangkitkan dari kubur untuk dikumpulkan serta dimintai pertanggungjawaban atas apa yang ia lakukan ketika masih hidup di dunia.

6. Iman Pada Qada dan Qadar

Rukun iman yang terakhir adalah beriman pada takdir yaitu qada dan qadar. Beriman pada takdir qada dan qadar maknanya yakin serta percaya dengan sepenuh hati bahwa takdir baik maupun buruk datang dari Allah, serta segala takdir yang terjadi pada manusia telah menjadi ketetapan Allah.

Qada merupakan ketetapan yang telah dituliskan sejak sebelum manusia lahir di dunia, mulai dari nasib, kematian hingga rezeki. Sedangkan qadar merupakan ketentuan maupun kepastian yang telah ditentukan oleh Allah dan pasti akan terjadi, telah terjadi maupun sedang terjadi.

Itulah pengertian iman menurut istilah maupun bahasa disertai dengan penjelasan tingkatan iman dan rukun iman dalam Islam.

Grameds dapat mengetahui lebih lanjut mengenai iman dengan membaca dan membeli buku dengan topik terkait di www.gramedia.com. Karena Gramedia sebagai #SahabatTanpaBatas, selalu menyediakan buku berkualitas dengan topik menarik untuk Grameds. Beli dan bukunya sekarang juga!

Manisnya Hidup dengan Iman

Ajaibnya Rukun Iman: Ubah Ketakutan Jadi Kejutan

Layanan Perpustakaan Digital B2B Dari Gramedia

ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah.

  • Custom log
  • Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas
  • Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda
  • Tersedia dalam platform Android dan IOS
  • Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis
  • Laporan statistik lengkap
  • Aplikasi aman, praktis, dan efisien

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA