Masjid Rahmat Surabaya. ©2021 Merdeka.com/Instagram Masjid Rahmat
Merdeka.com - Masjid Rahmat yang berlokasi di Jalan Kembang Kuning merupakan salah satu masjid tertua di Kota Surabaya, Jawa Timur. Cikal bakal keberadaan masjid tersebut sudah ada sejak zaman Sunan Ampel. Sementara itu, bangunan masjid yang ada saat ini merupakan bangunan baru yang dibangun tahun 1967. Konon, Masjid Rahmat ditemukan secara tiba-tiba oleh seorang warga saat ia merambah hutan. Saat ditemukan, bangunan beralaskan batu-bata yang ditata rapi. Letaknya lebih tinggi dari sekitar, serta di setiap sudut terdapat empat tiang yang menyangga atap yang terbuat dari daun tebu. Masyarakat setempat pun menyebutnya sebagai Masjid Tiban. Namun, setelah ditelusuri diketahui fakta bahwa masjid tersebut didirikan oleh Sunan Ampel. 2 dari 4 halaman
Diceritakan bahwa Sunan Ampel mendapat hadiah sebidang tanah di daerah utara Surabaya yang disebut Ampel Denta dari Raja Majapahit, Prabu Brawijaya. Hadiah tersebut diberikan lantaran Prabu Jayawijaya menyukai budi baik Sunan Ampel. Tak hanya diberi sebidang tanah, Sunan Ampel juga didampingi abdi dalem keraton yang bernama Ki Wiro Saroyo. Dalam perjalanan menuju Ampel Denta, Sunan Ampel dan Ki Wiro Saroyo singgah di daerah Kembang Kuning. Di sana, keduanya membangun tempat berteduh sekaligus tempat bermunajat kepada Allah. Mulailah disusun batu-bata membentuk lantai. Selanjutnya dipasang empat buah tiang yang di atasnya diberi atap berupa daun tebu yang dijahit. Setelah beberapa lama tinggal di tempat tersebut, Sunan Ampel melanjutkan perjalanan ke daerah Ampel Denta untuk mengurus tanah pemberian Prabu Brawijaya. Sementara Ki Wiryo Saroyo yang berasal dari daerah Kembang Kuning memilih tinggal di sekitar tempat yang dibangun bersama Sunan Ampel. 3 dari 4 halaman ©2021 Merdeka.com/jawatimuran.disperpusip.jatimprov.go.id Sepeninggal Ki Wiryo Saroyo, bangunan tersebut tidak lagi terurus. Bahkan, kawasan disekitarnya kembali menjadi hutan lebar. Berselang ratusan tahun kemudian, tepatnya di masa penjajahan Belanda ada seorang perambah hutan yang menemukan sisa-sisa bangunan peninggalan Sunan Ampel di Kembang Kuning itu. Selanjutnya, bangunan yang dilengkapi sumur dengan sumber air yang tidak pernah kering tersebut diperbaiki kembali dan dimanfaatkan menjadi surau. 4 dari 4 halaman ©Shutterstock Cerita sejarah Masjid Rahmat memunculkan keyakinan bahwa tempat cikal bakal masjid tersebut memiliki keistimewaan. Siapapun yang berdoa di tempat tersebut diyakini akan terkabul. Pasalnya, Sunan Ampel memilih lokasi pendirian tempat bermunajat itu bukan tanpa sebab. Beliau diyakini mendapatkan petunjuk dari Allah. Bangunan Masjid Rahmat yang sekarang berada di sebelah selatan bangunan awal. Banyak jemaah yang meyakini bahwasanya serambi bagian utara Masjid Rahmat memiliki keistimewaan dibanding tempat lain. Tak heran jika banyak di antara mereka yang memilih salat di serambi utara. “Memang benar bahwa tempat yang dianggap paling mustajabah di masjid ini justru berada di luar yaitu di depan ruangan khotib yang dulu adalah ruangan pengimaman saat sebelum masjid ini dibangun. Banyak orang yang mengatakan bahwa bila salat dan berdoa di tempat itu segala apa yang kita minta pasti akan dikabulkan oleh Allah,” ungkap HM Muchsin, salah satu takmir Masjid Rahmat Surabaya, dikutip dari Liberty, Edisi 2317, 21-30 September 2013. [rka]
SURABAYA - Raden Rahmad atau yang akrab disebut dengan Sunan Ampel memiliki banyak napak tilas di Surabaya. Tidak banyak yang tahu, sebelum mendirikan Masjid Ampel Surabaya, ternyata sang wali mendirikan sebuah musala di Kawasan Kembang Kuning. Langgar tersebut saat ini berubah menjadi bangunan masjid yang dikenal dengan nama Masjid Rahmad Surabaya. Siapa sangka jika masjid itu sebelumnya adalah langgar kecil yang terbuat dari bambu dan beratap jerami. Langgar kecil itu dibangun oleh Raden Rahmat ketika Kerajaan Majapahit dipimpin Prabu Brawijaya V. Baca Juga: Peduli Pejuang Kanker, Donasi Rambut bersama Lifebuoy x MNC Peduli Tengah Berlangsung! "Saat itu diakhir kerajaan Majapahit dan Raden Rahmad diberi tanah oleh Raja Majapahit di kawasan Ampel, namun sebelum ke situ beliau singgah di Kembang Kuning ini, " kata Mansur, Ketua Takmir Masjid Rahmad ketika berbincang-bincang dengan okezone, di kawasan Masjid Jalan Kembang Kuning, Surabaya, Kamis (4/8/2011). Ia menceritakan, ketika Raden Rahmad datang ke Surabaya singgah di Kembang Kuning. Dalam persinggahan itu, Raden Rahmad merasa terpanggil untuk syiar agama Islam. Saat itu, penduduk di Kembang Kuning menganut ajaran animisme. Rupanya, kedatangan Raden Rahmad ke tempat ini mendapat sambutan baik dari masyrakat sekitar. Bahkan, sang wali ini berkenalan dengan tokoh setempat yang bernama Ki Bang Kuning atau Ki Wiro Suryo. Dari perkenalan itu, rupanya Ki Wiro kagum dengan kepribadian dan sifat Raden Rahmad yang luhur budi pekertinya. Walhasil, selain Ki Wiro memeluk agama Islam juga ingin menikahkan putri tunggalnya yang bernama Nyai Maskarimah. "Akhirnya Raden Rahmad dan Nyai Maskarimah menikah dan tinggal di kawasan tersebut,” katanya. Dari pernikahannya itu, Raden Rahmad dikarunai dua putri yang bernama Nyimas Musthosyiah dan Musythosimah. Setelah lama singgah dikawasan tersebut, akhirnya Raden Rahmat melanjutkan syiarnya di kawasan Ampel hingga akhirnya mendirikan Masjid Ampel di kawasan yang tak jauh dari Kembang Kuning. Langgar yang dibangunnya kala itu dijadikan sebagai pusat syiar Islam di kawasan Kembang Kuning. Bisa dikatakan, langgar Rahmad inilah yang pertama kali didirikan oleh Sunan Ampel. Dari tahun ke tahun Langgar Rahmad yang dulu terbuat dari bilik bambu ternyata mengalami pemugaran dan dijadikan masjid. Masjid kecil berdiri sekitar tahun 1950 an sedangkan bangunan yang ada saat ini dibangun di tahun 1963 dan berdiri hingga sekarang. (ful) Minggu, 30 Mei 2021 14:30
lihat foto SURYAMALANG.COM/Wiwit Purwanto Masjid Jami Peneleh yang dibangun Raden Muhammad Ali Rahmatulloh alias Sunan Ampel di Surabaya pada tahun 1421.
SURYAMALANG.COM, SURABAYA – Raden Muhammad Ali Rahmatulloh alias Sunan Ampel membangun Masjid Jami Peneleh di Surabaya pada tahun 1421. "Masjid ini lebih tua dari Masjid Sunan Ampel di Ampel Denta," kata Kuncarsono Prasetyo, pemerhati sejarah Surabaya kepada SURYAMALANG.COM, Sabtu 29/5/2021). Sekilas masjid seluas 950 meter persegi ini mirip perahu terbalik. Masjid ini termasuk karya seni arsitektur yang cukup menarik dari era Kerajaan Majapahit. Pemerintah Belanda sempat merenovasi masjid ini tanpa mengubah struktur aslinya pada tahun 1800-an. Bagian masjid ini sangat lapang dan megah. Ada 10 tiang dan atap jati menjulang tinggi. Juga ada nama empat sahabat Rasul di langit-langit masjid, yaitu Abu Bakar, Umar bin Khatab, Utsman ibn affan, dan Ali bin Abi Thalib. "Masjid ini termasuk masjid tertua di Surabaya sekaligus bagian dari perjalanan perkembangan Islam di tanah Jawa," katanya. Sebelumnya, Sunan Ampel lebih dahulu mendirikan masjid di Kembang Kuning Surabaya, kemudian mendirikan Masjid di Peneleh, dan terakhir membangun masjid di Ampel. "Sebelum ke Ampel, Raden Rahmatullah ke sini dulu. Beliau tahu ada komunitas muslim dan komunitas Hindu di sini. Mereka hidup berdampingan dan rukun," jelasnya.
LENSAINDONESIA.COM: Sejarah penyebaran Islam di Surabaya masih menyisahkan bekas. Terutama peranserta Raden Rahmad atau yang dengan nama Sunan Ampel. Salah satu dari sembilan Wali ini memiliki banyak napak tilas di Surabaya. Salah satunya adalah Masjid Rahmad di Kawsan Kembang Kuning, Surabaya. Tidak banyak yang tahu, bahwa cikal bakal Masjid Rahmad dulunya adalah sebuah pondok kecil meyerupai Musholah yang terbuat dari bambu itu merupakan buah karya Sunan Ampel. Sebelum mendirikan Masjid Ampel Surabaya, Raden Rahmad diketahui pernahmendirikan sebuah Langgar kecil atau Musolla di Kawasan Kembang Kuning Surabaya. Langgar tersebut saat ini berubah menjadi bangunan masjid yang dikenal dengan nama Masjid Rahmad Surabaya. Siapa sangka jika masjid itu sebelumnya adalah langgar kecil yang terbuat dari bambu dan beratap jerami. Langgar kecil itu dibangun oleh Raden Rahmat ketika Kerajaan Majapahit dipimpin oleh Prabu Brawijaya V. “Saat itu diakhir kerajaan Majapahit dan Raden Rahmad diberi tanah oleh Raja Majapahit di kawasan Ampel namun sebelum ke situ beliau singgah di kembang kuning ini, ” kata Mansur, Ketua Takmir Masjid Rahmad ketika berbincang-bincang dengan Okezone, di kawasan Masjid Jalan Kembang Kuning, Surabaya, Kamis (4/8). Ia menceritakan, ketika Raden Rahmad datang ke Surabaya singgah di Kembang Kuning. Dalam persinggahan itu, Raden Rahmad merasa terpanggil untuk syiar Agama Islam. Saat itu, penduduk di Kembang Kuning menganut ajaran Animisme. Rupanya, kedatangan Raden Rahmad ke tempat ini mendapat sambutan baik dari masyrakat sekitar. Bahkan, sang wali ini berkenalan dengan tokoh setempat yang bernama Ki Bang Kuning atau Ki Wiro Suryo. Dari perkenalan itu, rupanya Ki Wiro kagum dengan kepribadian dan sifat Raden Rahmad yang luhur budi pekertinya. Wal hasil, selain Ki Wiro ini memeluk agama Islam juga ingin menikahkan putri tunggalnya yang bernama Nyai Maskarimah. “Akhirnya Raden Rahmad dan Nyai Maskarimah menikah dan tinggal di kawasan tersebut,”. katanya. Sedang dari pernikahannya itu, Raden Rahmad dikarunai dua putri yang bernama Nyimas Musthosyiah dan Musythosimah. Setelah lama singgah dikawasan tersebut, akhirnya Raden Rahmat melanjutkan syiarnya di kawasan Ampel hingga akhirnya mendirikan Masjid Ampel di kawasan yang tak jauh dari Kembang Kuning. Langgar yang dibangunnya kala itu dijadikan sebagai pusat syiar Islam di kawasan Kembang Kuning. Bisa dikatakan, langgar Rahmad inilah yang pertama kali didirikan oleh Sunan Ampel. Dari tahun ke tahun Langgar Rahmad yang dulu terbuat dari bilik bambu ternyata mengalami pemugaran dan dijadikan masjid. Masjid kecil berdiri sekitar tahun 1950 an sedangkan bangunan yang ada saat ini dibangun di tahun 1963 dan berdiri hingga sekarang.rid/LI-07 |