Apakah hutang budi harus dibayar

Sementara orang menganggap bahwa hutang itu hanya berupa barang atau uang. Padahal sebenarnya bisa berupa apa saja, misalnya adalah jasa, pengalaman, ilmu pengetahuan,, atau juga kebaikan. Hanya saja hutang yang pada umumnya dirasakan harus dibayar kembali sebatas berupa uang. Sedangkan dalam bentuk lainnya, dan apalagi yang berupa kebaikan, oleh sebagian orang dianggapnya tidak perlu dipikirkan lebih lanjut.

Namun di tengah-tengah banyak orang yang melupakan terhadap hutang kebaikan itu ternyata di zaman modern seperti sekarang ini masih ada, sekalipun jumlahnya terbatas, yang bersikap sebaliknya, yaitu berusaha membayar hutangnya dengan cara berbuat baik kepada orang yang berpiutang kepadanya itu. Padahal juga sebaliknya, bahwa pada umumnya, orang yang telah berbuat baik kepada seseorang, apalagi dijalankan dengan ikhlas, maka kebaikan yang telah diberikan itu akan segera terlupakan.

Tulisan sederhana tentang utang piutang pada pagi hari ini muncul ketika sedang teringat kembali pada kunjungan ke Maroko beberapa tahun yang lalu. Bahwa di Rabbat, ibu kota pemerintahan negara itu,ternyata terdapat jalan besar yang diberi nama jalan Ir. Soekarno. Bagi selain orang Indonesia, mungkin tidak akan mengenal apa dan siapa sebenarnya nama itu. Akan tetapi bagi orang Indonesia, ketika nama itu disebut, dan apalagi sedang berada di negeri orang lain itu, akan muncul rasa bangga yang luar biasa.

Demikian pula apa yang saya sendiri rasakan ketika sedang berkunjung ke Maroko dan melihat nama jalan itu, maka secara spontan merasa kaget, heran, dan bangga. Ternyata nama presiden pertama Indonesia, yaitu negeri yang saya cintai, dijadikan sebagai nama jalan di negeri itu. Rasa kaget, heran, dan bangga itu mendorong rasa ingin tahu asal usul pemberian nama itu.

Melalui perbincangan dengan orang Maroko sendiri, pemberian nama jalan Ir. Soekarno itu tenyata erat kaitannya dengan hutang piutang berupa kebaikan. Pada tahun 1955 Presiden Soekarno menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika. Bangsa-bangsa Asia Afrika, baik yang sudah merdeka maupun yang masih berada dalam keadaan terjajah, semuanya diundang ke Bandung untuk menghadiri konferensi bersama. Di antara mereka yang hadir adalah perwakilan dari Maroko yang pada waktu itu masih berstatus sebagai negara jajahan.

Sebagai perwakilan bangsa yang ketika itu masih dijajah oleh bangsa lain, orang Maroko yang datang dan diterima oleh Ir. Soekarno sebagai Presiden sangat bergembira. Apalagi ketika itu, menurut informasi, perwakilan dimaksudkan tidak membawa berbagai kelengkapan dokumen yang diperlukan, termasuk bendera sebagai identitasnya. Kekurangan yang masih mungkin bisa dilengkapi, misalnya bendera kebangsaannya, oleh Ir. Soekarno, dipersilahkan untuk membuatnya sendiri, agar minta jasa kepada tukang jahit, di Indonesia.

Kesempatan mengikuti konferensi Asia Afrika itu, ternyata berhasil menumbuhkan semangat nasionalisme bangsa Maroko dan selanjutnya melahirkan gerakan untuk meraih kemerdekaan. Perjuangan itu dalam waktu yang tidak terlalu lama ternyata berhasil, sehingga bangsa itu menjadi merdeka. Semangat dan inspirasi yang diperoleh dari mengikuti konferensi Asia Afrika itu dianggapnya sebagai hutang budi yang luar biasa besarnya oleh pemimpin Maroko kepada Ir. Soekarno. Bahkan kebaikan itu masih ditambah lagi, ialah bahwa pemimpin bangsa-bangsa di dunia yang pertama datang dan mengucapkan selamat, setelah negeri itu dinyatakan merdeka, adalah Presiden Republik Indonesia.

Sumbangan dari bangsa Indonesia berupa inspirasi, dorongan, dan semangat agar meraih kemerdekaan dari kegiatan konferensi Asia Afrika itu menjadikan pemimpin kerajaan Maroko, yakni Raja Hasan, merasa harus membayar hutang budi itu, ialah di antaranya dengan cara memberi nama jalan penting di pusat pemerintahannya dengan nama Ir. Soekarno. Selain penggunaan nama jalan sebagai pengingat, rasa berterima kasih, dan sekaligus penghormatan, Raja Maroko juga mengambil kebijakan, bahwa warga negara Indonesia yang berkunjung ke negeri itu, sekalipun tidak memiliki visa misalnya, asalkan membawa pasport, diijinkan masuk.

Pengalaman menarik lainnya lagi, terkait dengan hutang piutang budi baik itu, ialah ketika pada suatu saat, saya berkunjung ke Teheran, dan bertemu dengan seorang ulama yang sudah amat tua, berusia sekitar 96 tahun. Mendengar bahwa saya datang dari Indonesia, ulama tua itu langsung berteriak keras dengan menyebut nama ' Muhammad Soekarno'. Saya mencoba mengoreksi penyebutan nama itu, ialah bahwa bukan Muhammad Soekarno, melainkan cukup disebut Ir. H. Soekarno. Ulama Iran itu kembali mempertegas, bukan Ir. Soekarno, tetapi harus disebut dengan lengkap ialah Haji Muhammad Soekarno.

Ulama Iran tersebut mengaku bahwa, rasa simpatik kepada Presiden Indonesia itu muncul dari peristiwa yang tidak bisa dilupakan. Dalam suatu pertemuan internasional, yang juga dihadiri oleh ulama Iran dimaksud, Ir. Soekarno bersikap tidak sebagaimana pemimpin bangsa lain pada umumnya. Dalam sebuah jamuan, secara terus terang, Presiden Republik Indonesia, menolak minuman keras dan supaya barang haram itu diganti dengan air putih. Sikap tegas, terbuka,dan konsisten menjaga agamanya itu, oleh ulama Iran, Ir. Soekarno dianggap sebagai telah memberi contoh kebaikan yang harus dihargai. Kebaikan itu, menurutnya, harus dibalas dengan kebaikan. Maka, ulama sepuh tersebut berpesan kepada pembantunya, agar selama di Iran, saya dan rombongan dilayani sebaik-baiknya.

Dari pengalaman tersebut, saya memperoleh pelajaran penting dan amat berharga, yaitu bahwa perasaan berhutang, dan apalagi berhutang budi, ternyata bisa bertahan lama dan melahirkan semangat untuk membayarnya. Hutang berupa barang atau uang, tatkala sudah dikembalikan, maka hubungan antara pemberi dan penerima itu putus dan selesai. Hal itu adalah sangat berbeda, ketika hutang itu berupa kebaikan. Utang piutang tentang kebaikan itu biasanya selalu diingat dan muncul semangat untuk membayarnya. Jiwa mulia dan agung seperti itu sebenarnya adalah milik semua orang. Namun sayangnya, di zaman modern yang penuh dengan nuansa transaksional seperti sekarang ini, ternyata banyak orang mulai melupakannya. Wallahu a'lam.

Apa yang dimaksud dengan hutang budi?

Arti kata 'hutang budi' merujuk pada Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti: mendapat kebaikan dari orang lain sehingga merasa wajib berterimakasih.

Apa hukum balas budi?

Selain mengajarkan untuk berbuat kebaikan atau berperilaku ihsan kepada sesama makhluk, Islam juga menganjurkan untuk membalas hutang budi orang lain. Dalam hal ini para ulama menjelaskan bahwa hukum balas budi adalah sunnah.

Apakah dosa jika hutang tidak dibayar?

JAKARTA, iNews.id - Membayar utang dalam Islam hukumnya wajib dan tidak boleh menunda-nunda untuk melunasinya. Orang yang berutang dan tidak membayarnya padahal mampu maka akan mendapatkan dosa.

Apakah hutang bank harus dibayar?

Membayar hutang kepada bank merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang debitur. Sebab, Anda sudah menandatangani sebuah perjanjian dan memberikan jaminan berupa aset berharga. Surat perjanjian tersebut biasanya memuat persyaratan hukum untuk melindungi kepentingan bank.