Show
Apa itu Penyandang Disabilitas? Penyandang Disabilitas menurut UU 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Kesamaan Kesempatan adalah keadaan yang memberikan peluang dan/atau menyediakan akses kepada Penyandang Disabilitas untuk menyalurkan potensi dalam segala aspek penyelenggaraan negara dan masyarakat. Diskriminasi adalah setiap pembedaan, pengecualian pembatasan, pelecehan, atau pengucilan atas dasar disabilitas yang bermaksud atau berdampak pada pembatasan atau peniadaan pengakuan, penikmatan, atau pelaksanaan hak Penyandang Disabilitas. Mengakui bahwa disabilitas merupakan suatu konsep yang terus berkembang dan disabilitas merupakan hasil dari interaksi antara orang-orang dengan keterbatasan kemampuan dan sikap serta lingkungan yang menghambat partisipasi penuh dan efektif mereka di dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya (Lampiran UU 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan CRPD, terjemahan Pembukaan CRPD huruf (e). Dapat kita pahami juga dari paradigma yang berubah karena dulu menggunakan istilah Penyandang Cacat, kemungkinan penggunaan istilah Penyandang Disabilitas nanti juga bisa berganti dengan penyebutan lain yang berbeda, atau memiliki istilah lain yang diakui dan lebih disenangi masyarakat.
Pelaksanaan dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas menurut UU 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas memiliki asas:
UU 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas menyebutkan bahwa Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Penyandang Disabilitas memiliki berbagai ragam disabilitas. Ragam disabilitas yang ada dalam UU 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas adalah Penyandang Disabilitas fisik, Penyandang Disabilitas intelektual, Penyandang Disabilitas mental, dan/atau Penyandang Disabilitas sensorik. Ragam Penyandang Disabilitas tersebut dapat dialami secara tunggal, ganda, atau multi dalam jangka waktu lama yang ditetapkan oleh tenaga medis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas disahkan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 15 April 2016. Agar seantero negara Indonesia mengetahuinya, UU 6 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas diundangkan dan ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 69 dan Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5871 oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly pada hari itu juga tanggal 15 April 2016 di Jakarta. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 69. Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas ditempatkan pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5971. Agar setiap orang mengetahuinya. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang DisabilitasUndang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas mencabut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3670), dan menyatakannya tidak berlaku. Pertimbangan yang menjadi latar belakang pengesahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas adalah:
Landasan hukum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas adalah Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Hak asasi manusia sebagai hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia bersifat universal, perlu dilindungi, dihormati, dan dipertahankan, sehingga Pelindungan dan hak asasi manusia terhadap kelompok rentan, khususnya Penyandang Disabilitas. Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas merupakan kewajiban negara. Hal ini juga ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, sehingga masyarakat mempunyai tanggung jawab untuk menghormati hak Penyandang Disabilitas. Penyandang Disabilitas selama ini mengalami banyak Diskriminasi yang berakibat belum terpenuhinya pelaksanaan hak Penyandang Disabilitas. Selama ini, pengaturan mengenai Penyandang Disabilitas diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, tetapi pengaturan ini belum berperspektif hak asasi manusia. Materi muatan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat lebih bersifat belas kasihan (charity based) dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas masih dinilai sebagai masalah sosial yang kebijakan Pemenuhan haknya baru bersifat jaminan sosial, rehabilitasi sosial, bantuan sosial, dan peningkatan kesejahteraan sosial. Penyandang Disabilitas seharusnya mendapatkan kesempatan yang sama dalam upaya mengembangkan dirinya melalui kemandirian sebagai manusia yang bermartabat. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas) tanggal 10 November 2011 menunjukkan komitmen dan kesungguhan Pemerintah Indonesia untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak Penyandang Disabilitas yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan Penyandang Disabilitas. Dengan demikian, Penyandang Disabilitas berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan martabat manusia, bebas dari eksploitasi, kekerasan dan perlakuan semena-mena, serta berhak untuk mendapatkan Penghormatan atas integritas mental dan fisiknya berdasarkan kesamaan dengan orang lain, termasuk di dalamnya hak untuk mendapatkan Pelindungan dan pelayanan sosial dalam rangka kemandirian, serta dalam keadaan darurat. Oleh karena itu, Pemerintah berkewajiban untuk merealisasikan hak yang termuat dalam konvensi, melalui penyesuaian peraturan perundang- undangan, termasuk menjamin Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas dalam segala aspek kehidupan seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan, politik dan pemerintahan, kebudayaan dan kepariwisataan, serta pemanfaatan teknologi, informasi, dan komunikasi. Jangkauan pengaturan dalam Undang-Undang ini meliputi Pemenuhan Kesamaan Kesempatan terhadap Penyandang Disabilitas dalam segala aspek penyelenggaraan negara dan masyarakat, Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas, termasuk penyediaan Aksesibilitas dan Akomodasi yang Layak. Pengaturan pelaksanaan dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas bertujuan untuk mewujudkan taraf kehidupan Penyandang Disabilitas yang lebih berkualitas, adil, sejahtera lahir dan batin, serta bermartabat. Selain itu, pelaksanaan dan Pemenuhan hak juga ditujukan untuk melindungi Penyandang Disabilitas dari penelantaran dan eksploitasi, pelecehan dan segala tindakan diskriminatif, serta pelanggaran hak asasi manusia. Undang-Undang ini antara lain mengatur mengenai ragam Penyandang Disabilitas, hak Penyandang Disabilitas, pelaksanaan Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas, koordinasi, Komisi Nasional Disabilitas, pendanaan, kerja sama internasional, dan penghargaan. Berikut adalah isi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas (bukan format asli) : UNDANG-UNDANG TENTANG PENYANDANG DISABILITASDalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Pelaksanaan dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas berasaskan:
Pasal 3Pelaksanaan dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas bertujuan:
Hak hidup Penyandang Disabilitas meliputi hak:
Bagian KetigaHak Bebas dari StigmaPasal 7Hak bebas dari stigma untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak bebas dari pelecehan, penghinaan, dan pelabelan negatif terkait kondisi disabilitasnya. Bagian KeempatHak PrivasiPasal 8Hak privasi untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak:
Bagian KelimaHak Keadilan dan Perlindungan HukumPasal 9Hak keadilan dan perlindungan hukum untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak:
Hak pendidikan untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak:
Bagian KetujuhHak Pekerjaan, Kewirausahaan, dan KoperasiPasal 11Hak pekerjaan, kewirausahaan, dan koperasi untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak:
Bagian KedelapanHak KesehatanPasal 12Hak kesehatan untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak:
Bagian KesembilanHak PolitikPasal 13Hak politik untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak:
Hak keagamaan untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak:
Bagian KesebelasHak KeolahragaanPasal 15Hak keolahragaan untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak:
Bagian Kedua BelasHak Kebudayaan dan PariwisataPasal 16Hak kebudayaan dan pariwisata untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak:
Bagian Ketiga BelasHak Kesejahteraan SosialPasal 17Hak kesejahteraan sosial untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial. Bagian Keempat BelasHak AksesibilitasPasal 18Hak Aksesibilitas untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak:
Hak Pelayanan Publik untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak:
Bagian Keenam BelasHak Pelindungan dari BencanaPasal 29Hak Pelindungan dari bencana untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak:
Bagian Ketujuh BelasHak Habilitasi dan RehabilitasiPasal 21Hak habilitasi dan rehabilitasi untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak:
Bagian Kedelapan BelasHak PendataanPasal 22Hak pendataan untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak:
Bagian Kesembilan BelasHak Hidup Secara Mandiridan Dilibatkan dalam MasyarakatPasal 23Hak hidup secara mandiri dan dilibatkan dalam masyarakat untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak:
Bagian Kedua PuluhHak Berekspresi, Berkomunikasi,dan Memperoleh InformasiPasal 24Hak berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh informasi untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak:
Bagian Kedua Puluh SatuHak KewarganegaraanPasal 25Hak kewarganegaraan untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak:
Bagian Kedua Puluh DuaHak Bebas dari Diskriminasi, Penelantaran,Penyiksaan, dan EksploitasiPasal 26Hak bebas dari Diskriminasi, penelantaran, penyiksaan, dan eksploitasi untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak:
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin dan melindungi hak Penyandang Disabilitas sebagai subjek hukum untuk melakukan tindakan hukum yang sama dengan lainnya. Pasal 29Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan bantuan hukum kepada Penyandang Disabilitas dalam setiap pemeriksaan pada setiap lembaga penegak hukum dalam hal keperdataan dan/atau pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 30
Pasal 31Penegak hukum dalam melakukan pemeriksaan terhadap anak Penyandang Disabilitas wajib mengizinkan kepada orang tua atau keluarga anak dan pendamping atau penerjemah untuk mendampingi anak Penyandang Disabilitas. Pasal 32Penyandang Disabilitas dapat dinyatakan tidak cakap berdasarkan penetapan pengadilan negeri. Pasal 33
Pasal 34
Pasal 35Proses peradilan pidana bagi Penyandang Disabilitas dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana. Pasal 36
Pasal 37
Pasal 38Pembantaran terhadap Penyandang Disabilitas mental wajib ditempatkan dalam layanan rumah sakit jiwa atau pusat rehabilitasi. Pasal 39
Perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan keguruan wajib memasukkan mata kuliah tentang pendidikan inklusif dalam kurikulum. Bagian KeempatPekerjaan, Kewirausahaan, dan KoperasiPasal 45Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin proses rekrutmen, penerimaan, pelatihan kerja, penempatan kerja, keberlanjutan kerja, dan pengembangan karier yang adil dan tanpa Diskriminasi kepada Penyandang Disabilitas. Pasal 46
Pasal 47Pemberi Kerja dalam proses rekrutmen tenaga kerja Penyandang Disabilitas dapat:
Pasal 48Pemberi Kerja dalam penempatan tenaga kerja Penyandang Disabilitas dapat:
Pasal 49Pemberi Kerja wajib memberi upah kepada tenaga kerja Penyandang Disabilitas yang sama dengan tenaga kerja yang bukan Penyandang Disabilitas dengan jenis pekerjaan dan tanggung jawab yang sama. Pasal 50
Pemberi Kerja wajib menjamin agar Penyandang Disabilitas dapat melaksanakan hak berserikat dan berkumpul dalam lingkungan pekerjaan. Pasal 52Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin akses yang setara bagi Penyandang Disabilitas terhadap manfaat dan program dalam sistem jaminan sosial nasional di bidang ketenagakerjaan. Pasal 53
Pasal 54
Pasal 55
Pasal 56Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan jaminan, Pelindungan, dan pendampingan kepada Penyandang Disabilitas untuk berwirausaha dan mendirikan badan usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 57Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan bantuan dan akses permodalan untuk usaha mandiri, badan usaha, dan/atau koperasi yang diselenggarakan oleh Penyandang Disabilitas. Pasal 58Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memperluas peluang dalam pengadaan barang dan jasa kepada unit usaha mandiri yang diselenggarakan oleh Penyandang Disabilitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 59Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi pemasaran produk yang dihasilkan oleh unit usaha mandiri yang diselenggarakan oleh Penyandang Disabilitas. Pasal 60Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan pelatihan kewirausahaan kepada Penyandang Disabilitas yang menjalankan unit usaha mandiri. Bagian KelimaKesehatanPasal 61
Pasal 62
Pasal 63
Pasal 64Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin ketersediaan perbekalan kesehatan bagi Penyandang Disabilitas. Pasal 65
Pasal 66Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin ketersediaan pelayanan rehabilitasi medis sesuai dengan kebutuhan dan ragam disabilitasnya. Pasal 67Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin ketersediaan alat nonkesehatan yang dibutuhkan oleh Penyandang Disabilitas di fasilitas pelayanan kesehatan. Pasal 68Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyelenggarakan pelatihan tenaga kesehatan di wilayahnya agar mampu memberikan pelayanan kesehatan bagi Penyandang Disabilitas. Pasal 69Tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan medis wajib mendapatkan persetujuan dari Penyandang Disabilitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 70Rumah sakit jiwa maupun rumah sakit umum yang menyediakan pelayanan psikiatri wajib memberikan pelayanan kepada Penyandang Disabilitas sesuai dengan standar. Pasal 71
Pasal 72Segala tindakan medik kepada pasien Penyandang Disabilitas mental dilaksanakan sesuai dengan standar. Pasal 73
Pasal 74
Penyandang Disabilitas berhak untuk menduduki jabatan publik. Pasal 77Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin hak politik Penyandang Disabilitas dengan memperhatikan keragaman disabilitas dalam pemilihan umum, pemilihan gubernur, bupati/walikota, dan pemilihan kepala desa atau nama lain, termasuk:
Bagian KetujuhKeagamaanPasal 78Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melindungi Penyandang Disabilitas dari tekanan dan Diskriminasi oleh pihak mana pun untuk memeluk agama dan kepercayaan masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya. Pasal 79Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan bimbingan dan penyuluhan agama terhadap Penyandang Disabilitas. Pasal 80Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mendorong dan/atau membantu pengelola rumah ibadah untuk menyediakan sarana dan prasarana yang mudah diakses oleh Penyandang Disabilitas. Pasal 81Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan kitab suci dan lektur keagamaan lain yang mudah diakses berdasarkan kebutuhan Penyandang Disabilitas. Pasal 82Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengupayakan ketersediaan penerjemah bahasa isyarat dalam kegiatan peribadatan. Bagian KedelapanKeolahragaanPasal 83
Pasal 84Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membina dan mengembangkan olahraga untuk Penyandang Disabilitas yang dilaksanakan dan diarahkan untuk meningkatkan kesehatan, rasa percaya diri, dan prestasi olahraga. Bagian KesembilanKebudayaan dan PariwisataPasal 85
Pasal 86
Pasal 87
Pasal 88Penyandang Disabilitas berhak untuk mendapatkan pengakuan dan dukungan atas identitas budaya dan linguistik. Pasal 89
Bagian KesepuluhKesejahteraan SosialPasal 90
Pasal 91Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin akses bagi Penyandang Disabilitas untuk mendapatkan rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial. Pasal 92
Pasal 93
Pasal 94
Pasal 95Perlindungan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah melalui:
Pasal 96Ketentuan lebih lanjut mengenai rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial, diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian KesebelasInfrastrukturPasal 97
Paragraf 1Bangunan GedungPasal 98
Pasal 99
Pasal 100Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi penyediaan fasilitas yang mudah diakses pada bangunan rumah tinggal tunggal yang dihuni oleh Penyandang Disabilitas. Paragraf 2JalanPasal 101
Pasal 102
Paragraf 3Pertamanan dan PermakamanPasal 103
Paragraf 4PermukimanPasal 104
Bagian Kedua BelasPelayanan PublikPasal 105
Pasal 106
Pasal 107
Pasal 108Ketentuan lebih lanjut mengenai Pelayanan Publik yang mudah diakses oleh Penyandang Disabilitas diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Habilitasi dan rehabilitasi untuk Penyandang Disabilitas berfungsi sebagai:
Pasal 112Penanganan habilitasi dan rehabilitasi Penyandang Disabilitas dilakukan dalam bentuk:
Pasal 113Ketentuan lebih lanjut mengenai layanan habilitasi dan rehabilitasi diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kelima BelasKonsesiPasal 114
Pasal 115Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengupayakan pihak swasta untuk memberikan Konsesi untuk Penyandang Disabilitas. Pasal 116
Bagian Keenam BelasPendataanPasal 117
Pasal 118
Pasal 119
Pasal 120
Pasal 121
Bagian Ketujuh BelasKomunikasi dan InformasiParagraf 1KomunikasiPasal 122
Paragraf 2InformasiPasal 123
Pasal 124
Bagian Kedelapan BelasPerempuan dan AnakPasal 125Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan unit layanan informasi dan tindak cepat untuk perempuan dan anak penyandang disabilitas yang menjadi korban kekerasan. Pasal 126Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan Pelindungan khusus terhadap perempuan dan anak penyandang disabilitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 127Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan rumah aman yang mudah diakses untuk perempuan dan anak penyandang disabilitas yang menjadi korban kekerasan. Bagian Kesembilan BelasPelindungan dari Tindakan Diskriminasi,Penelantaran, Penyiksaan, dan EksploitasiPasal 128
BAB VKOORDINASIPasal 129
Pasal 130
BAB VIKOMISI NASIONAL DISABILITASPasal 131Dalam rangka pelaksanaan Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas dibentuk KND sebagai lembaga nonstruktural yang bersifat independen. Pasal 132
Pasal 133Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132, KND menyelenggarakan fungsi:
Pasal 134Ketentuan mengenai organisasi dan tata kerja serta keanggotaan KND diatur dengan Peraturan Presiden. BAB VIIPENDANAANPasal 135
BAB VIIIKERJA SAMA INTERNASIONALPasal 136Pemerintah dapat menjalin kerja sama internasional dengan negara yang mendukung usaha memajukan Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas. Pasal 137
BAB IXPENGHARGAANPasal 138Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan penghargaan kepada orang perseorangan yang berjasa dalam Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas. Pasal 139Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan penghargaan kepada badan hukum dan lembaga negara yang mempekerjakan Penyandang Disabilitas. Pasal 140Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan penghargaan kepada penyedia fasilitas publik yang memenuhi hak Penyandang Disabilitas. Pasal 141Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138, Pasal 139, dan Pasal 140 diatur dalam Peraturan Presiden. BAB XLARANGANPasal 142Setiap Orang yang ditunjuk mewakili kepentingan Penyandang Disabilitas dilarang melakukan tindakan yang berdampak kepada bertambah, berkurang, atau hilangnya hak kepemilikan Penyandang Disabilitas tanpa mendapat penetapan dari pengadilan negeri. Pasal 143Setiap Orang dilarang menghalang-halangi dan/atau melarang Penyandang Disabilitas untuk mendapatkan:
BAB XIKETENTUAN PIDANAPasal 144Setiap Orang yang melakukan tindakan yang berdampak kepada bertambah, berkurang, atau hilangnya hak kepemilikan Penyandang Disabilitas tanpa mendapat penetapan dari pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 145Setiap Orang yang menghalang-halangi dan/atau melarang Penyandang Disabilitas untuk mendapatkan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). BAB XIIKETENTUAN PERALIHANPasal 146Kartu Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (1) berlaku sampai dengan diterbitkannya kartu identitas kependudukan tunggal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 147Tindakan hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3670) tetap dilaksanakan sampai dengan tindakan hukum berakhir. BAB XIIIKETENTUAN PENUTUPPasal 148Istilah Penyandang Cacat yang dipakai dalam peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku, harus dibaca dan dimaknai sebagai Penyandang Disabilitas, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini. Pasal 149KND sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 harus sudah dibentuk paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 150Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3670), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Pasal 151Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3670), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 152Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 153Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Demikianlah isi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang disahkan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 15 April 2016. Agar seantero negara Indonesia mengetahuinya, UU 6 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas diundangkan dan ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 69 dan Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5871 oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly pada hari itu juga tanggal 15 April 2016 di Jakarta. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 69. Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas ditempatkan pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5971. Agar setiap orang mengetahuinya. |