Apa saja media yang digunakan dalam kultur jaringan?

Ilustrasi Kultur Jaringan foto:Pixabay

Kultur jaringan merupakan metode pembiakan sel, jaringan, dan organ tanaman secara aseptik. Metode ini bertujuan untuk memperbanyak tanaman yang memiliki sifat seperti induknya.

Di sisi lain, kultur jaringan juga bisa diartikan sebagai metode untuk mengisolasi sel atau jaringan dengan kondisi aseptik, sehingga bagian tanaman tersebut mampu memperbanyak diri dan tumbuh sebagai tanaman baru yang lengkap.

Mengutip Kemdikbud, proses kultur jaringan dilakukan dengan memotong bagian tanaman atau eksplan yang akan dibiakkan dengan media kultur. Eksplan yang akan digunakan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu:

com-Bibit-bibit eukaliptus unggul di Gedung Laboratorium Kultur Jaringan RAPP, Pangkalan Kerinci, Riau. Foto: Dok. RAPP

Jaringan Aktif dan Bersifat Meristematis.

Dalam hal ini, eksplan diharapkan memiliki daya generasi tinggi dan masih aktif membelah. Selain itu, jaringan eksplan sebaiknya memiliki zat tumbuh yang aktif agar mampu membantu perkembangan jaringan selanjutnya.

Eksplan yang diambil dari daun, akar, mata tunas, sebuk sari kuncup, ujung batang dan umbi harus bersifat steril. Agar lebih steril, eksplan juga bisa diambil dari bagian yang masih terlindung secara alamiah, seperti tertutup rapat oleh sisik, daun pelindung, dan lainnya.

Eksplan yang digunakan sebaiknya mempunyai jaringan yang masih muda. Ini karena eksplan muda mampu untuk membelah sehingga bersifat meristematik.

Setelah menyiapkan eksplan yang baik, Anda dapat melaksakan proses kultur jaringan. Proses ini terdiri dari enam tahapan penting. Apa saja? Simak ulasannya berikut.

com-Eksplan yang sudah siap ditanam di lingkungan luar dengan suhu, kelembapan, dan pencahayaan alami. Foto: Dok. RAPP

Media menjadi faktor penting dalam kesuksesan proses kultur jaringan. Media yang digunakan sebaiknya mengandung vitamin, garam mineral, dan hormon. Pada beberapa kasus, dibutuhkan juga bahan tambahan seperti gula, agar, arang, dan bahan organik lainnnya.

Tahap inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Biasanya, bagian eksplan yang diambil berupa tunas. Namun, Anda juga bisa mengambil daun, cabang, batang, akar, embrio, kotiledon, hipokotil, dan epikotil sebagai eksplan.

Sebelum memulai kultur jaringan, Anda harus melakukan sterilisasi agar eksplan terbebas dari semua proses kehidupan. Sterilisasi bisa dilakukan dengan menyemprotkan etanol merata pada peralatan yang hendak digunakan.

Multiplikasi adalah teknik memperbanyak tanaman dengan menanam eksplan pada media. Untuk menghindari kontaminasi, Anda dapat melakukan teknik ini di laminar flow. Jika sudah, pastikan tabung reaksi yang ditanami eksplan diletakkan dalam rak yang steril dengan suhu kamar.

Dalam tahapan ini, eksplan yang berhasil menjalankan proses kultur jaringan akan menunjukkan pertumbuhan akar. Nantinya, eksplan akan berkembang lagi menjadi tanaman kecil atau planlet dalam botol.

Aklimatisasi merupakan proses penyesuaian diri untuk tanaman eksplan. Dalam tahapan ini, Anda harus memindahkan planlet dari tabung ke lingkungan tumbuh baru sebelum ditanam di tanah. Pastikan Anda melakukan tahapan ini dengan hati-hati dan bertahap.

Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti sekelompok sel atau jaringan yang ditumbuhkan dalam kondisi aseptik, sehingga bagian tanaman tersebut bisa dapat memperbanyak diri hingga tumbuh menjadi tanaman-tanaman yang baru kembali dengan sifat yang sama.[1]

Kultur Jaringan Tanaman

Teknik kultur jaringan memanfaatkan prinsip perbanyakan tumbuhan secara vegetatif.[1] Berbeda dari teknik perbanyakan tumbuhan secara konvensional, teknik kultur jaringan dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu.[1] Karena itu teknik ini sering kali disebut kultur in vitro. Dikatakan in vitro (bahasa Latin), berarti "di dalam kaca" karena jaringan tersebut dibiakkan di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu.[2] Teori dasar dari kultur in vitro ini adalah Totipotensi.[3] Teori ini mempercayai bahwa setiap bagian tanaman dapat berkembang biak karena seluruh bagian tanaman terdiri atas jaringan-jaringan hidup.[3] Oleh karena itu, semua organisme baru yang berhasil ditumbuhkan akan memiliki sifat yang sama persis dengan induknya.[3]

Pelaksanaan teknik ini memerlukan berbagai prasyarat untuk mendukung kehidupan jaringan yang dibiakkan.[2] Hal yang paling esensial adalah wadah dan media tumbuh yang steril.[4] Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang mendukung kehidupan jaringan.[2] Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang diperlukan jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya.[2]

Media

Ada dua penggolongan media tumbuh: media padat dan media cair.[2] Media padat pada umumnya berupa padatan gel, seperti agar, dimana nutrisi dicampurkan pada agar.[2] Media cair adalah nutrisi yang dilarutkan di air.[2] Media cair dapat bersifat tenang atau dalam kondisi selalu bergerak, tergantung kebutuhan.[2]Komposisi media yang digunakan dalam kultur jaringan dapat berbeda komposisinya.[4] Perbedaan komposisi media dapat mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang ditumbuhkan secara in vitro.[5] Media Murashige dan Skoog (MS) sering digunakan karena cukup memenuhi unsur hara makro, mikro dan vitamin untuk pertumbuhan tanaman.[6]

Nutrien yang tersedia di media berguna untuk metabolisme, dan vitamin pada media dibutuhkan oleh organisme dalam jumlah sedikit untuk regulasi.[7][8] Pada media MS, tidak terdapat zat pengatur tumbuh (ZPT) oleh karena itu ZPT ditambahkan pada media (eksogen).[7] ZPT atau hormon tumbuhan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman.[7]Interaksi dan keseimbangan antara ZPT yang diberikan dalam media (eksogen) dan yang diproduksi oleh sel secara endogen menentukan arah perkembangan suatu kultur.[7][8]

Penambahan hormon tumbuhan atau zat pengatur tumbuh pada jaringan parenkim dapat mengembalikan jaringan ini menjadi meristematik kembali dan berkembang menjadi jaringan adventif tempat pucuk, tunas, akar maupun daun pada lokasi yang tidak semestinya.[9] Proses ini dikenal dengan peristiwa dediferensiasi. Dediferensiasi ditandai dengan peningkatan aktivitas pembelahan, pembesaran sel, dan perkembangan jaringan.[9]


Beberapa jaringan yang lambat dalam pertumbuhan mereka. Bagi mereka akan ada dua pilihan: (i) Optimalisasi media tumbuh, (ii) Membudidayakan sehat dan penuh semangat tumbuh jaringan atau varietas.[10] Necrosis bisa merusak jaringan kultur. Umumnya, nekrosis kultur jaringan bervariasi dalam varietas yang berbeda dari tanaman. Dengan demikian, dapat dikelola oleh kultur sehat dan penuh semangat tumbuh varietas.[10]

Metode perbanyakan tanaman dan penyilangan tanaman secara in vitro (kultur jaringan) dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu melalui perbanyakan tunas dari mata tunas apikal, melalui pembentukan tunas adventif, dan embriogenesis somatik, baik secara langsung maupun melalui tahap pembentukan kalus.[2] Ada beberapa tipe jaringan yang digunakan sebagai eksplan dalam pengerjaan kultur jaringan.[5] Pertama adalah jaringan muda yang belum mengalami diferensiasi dan masih aktif membelah (meristematik) sehingga memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi.[5] Jaringan tipe pertama ini biasa ditemukan pada tunas apikal, tunas aksiler, bagian tepi daun, ujung akar, maupun kambium batang.[11] Tipe jaringan yang kedua adalah jaringan parenkima, yaitu jaringan penyusun tanaman muda yang sudah mengalami diferensiasi dan menjalankan fungsinya.[11] Contoh jaringan tersebut adalah jaringan daun yang sudah berfotosintesis dan jaringan batang atau akar yang berfungsi sebagai tempat cadangan makanan.[11]

  • Kalus

  1. ^ a b c (Inggris) Hameed N, Shabbir A, Ali A, Bajwa R. 2006. In vitro micropropagation of disease free rose (Rosa indica L.). Mycopath 4:35-38.
  2. ^ a b c d e f g h i Gunawan LW. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Hal. 252.
  3. ^ a b c (Inggris) Khan IA, Shaw JJ. 1988. Biotechnology in Agriculture. Punjab. Agric. Res. Coordination Board Faisalabad, Pakistan. pp. 2.
  4. ^ a b (Inggris) Ali G, Hadi F, Ali Z, Tariq M, Khan MA. 2007. Callus induction and in vitro complete plant regeneration of different cultivars of tobacco (Nicotiana tabacum L.) on media of different hormonal concentrations. Biotechnol. 6:561-566.
  5. ^ a b c (Inggris) Pierik RLM. 1999. In vitro culture of higher plants. 4th Edition. USA: Kluwer Academic Publishers. Hal. 16-27.
  6. ^ Marlina N. 2004. Teknik modifikasi media Murashige dan Skoog (MS) untuk konservasi in vitro. Buletin Teknik Pertanian 9(1):4-6.
  7. ^ a b c d (Inggris) Akiyoshi DE et al. 1983. Cytokinin/auxin balance in crown gall tumors is regulated by specific loci in the T-DNA. J. Proc. Natl. Acad. Sci. 80: 407-411.
  8. ^ a b (Inggris) Soomro R, Yasmin S, Aleem R. 2003. In vitro propagation of Rosa indica. Pakistan Journal of Biological Sciences 6(9):826-830.
  9. ^ a b (Inggris) Lyndon RF. 1990. Plant Development; The Cellular Basis. London: Unwin Hyman Ltd. Hal. 37-41.
  10. ^ a b (Inggris) Pazuki, Arman & Sohani, Mehdi (2013). "Phenotypic evaluation of scutellum-derived calluses in 'Indica' rice cultivars" (PDF). Acta Agriculturae Slovenica. 101 (2): 239–247. doi:10.2478/acas-2013-0020. Diakses tanggal February 2, 2014. 
  11. ^ a b c (Inggris) Evert RF, K.Esau, SE Eichhorn. 2006. Esau's Plant anatomy: meristems, cells, and tissues of the plant body: their structure, function, and development. 3rd edition. New Jersey: John Willey & Sons. Hal. 67-79.

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kultur_jaringan&oldid=18936558"

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA