Apa itu glass ceiling

Semua orang, baik pria maupun wanita, seharusnya mempunyai kesempatan yang sama untuk meniti karier. Akan tetapi, kenyataannya wanita menghadapi lebih banyak hambatan untuk melakukan hal tersebut.

Dalam dunia  yang semakin modern ini, jumlah wanita karier semakin meningkat. Meskipun begitu, jumlah wanita yang memegang jabatan tinggi terhitung lebih sedikit dibanding pria. Bukan karena kualitas dan latar belakang pendidikan wanita, melainkan karena fenomena glass ceiling.

Istilah glass ceiling pertama kali diperkenalkan dalam sebuah edisi The Wall Street Journal tahun 1986 oleh Hymowitz dan Schellhardt. Awalnya, glass ceiling merupakan sebuah metafora yang mengacu pada hambatan transparan dan artifisial yang dihadapi wanita atau kaum minoritas untuk meraih jabatan tinggi dalam suatu perusahaan. Selanjutnya, glass ceiling dideskripsikan sebagai sebuah konsep yang merujuk pada hambatan-hambatan yang dihadapi wanita ketika mencoba meraih posisi lebih tinggi dalam suatu perusahaan, kantor pemerintahan, pendidikan atau organisasi non-profit (Akpinar-Sposito, 2013).

Hambatan-hambatan (barrier) dalam glass ceiling dikelompokkan menjadi tiga oleh The Federal Glass Ceiling Commission. Hambatan-hambatan tersebut ialah societal barrier, internal structural barrier, dan government barrier. Pertama, societal barrier atau hambatan sosial dideskripsikan sebagai hambatan yang diciptakan oleh tradisi masyarakat seperti stereotip gender, prasangka, dan bias. Kedua, internal structural barrier yaitu hambatan yang datang dari dalam internal perusahaan seperti, keengganan perusahaan membimbing pegawai wanita untuk promosi jabatan di masa mendatang. Ketiga, government barrier yang terjadi  karena lemahnya pengaturan dan pengawasan serta kurangnya pengumpulan data dan laporan oleh pemerintah terkait adanya glass ceiling.

Cotter dkk. (2001) menyebut empat kriteria khusus untuk menyimpulkan bahwa fenomena glass ceiling  ada di suatu lingkungan kerja. Pertama, perbedaan gender atau ras yang tidak dijelaskan oleh karakteristik kepegawaian lainnya. Glass ceiling dianggap benar-benar ada bila perbedaan perlakuan atau pendapatan yang mencolok terkait ras atau gender bukan karena latar pendidikan, pengalaman, kemampuan, dan karakteristik lain yang berhubungan dengan pekerjaan. Kedua, perbedaan perlakuan berdasarkan gender atau ras lebih besar pada mereka  yang berpendapatan tinggi. Seperti yang diungkapkan oleh seorang jaksa wanita di Ontario, bahwa ketika ia menduduki jabatan yang tinggi, para rekan kerja prianya memperlakukannya dengan tidak serius. Selain itu, ia mendapat bayaran yang kurang dan kekhawatirannya tidak pernah dianggap (Cotter dkk., 2001). Ketiga, ketidaksetaraan gender atau ras terhadap kesempatan kenaikan jabatan. Sebagai contoh, di antara 100 pria dan 100 wanita di sebuah perusahaan, 20 pria dan 10 wanita yang dipromosikan naik ke jabatan selanjutnya. Artinya, pria mempunyai dua kali lebih banyak peluang dipromosikan daripada wanita walaupun secara kualitas wanita dan pria setara.Terakhir, ketidaksetaraan gender atau ras meningkat seiring berjalannya karier seseorang. Contoh situasi yang menggambarkan kriteria terakhir adalah selisih pendapatan antara pria dan wanita pada jabatan yang sama semakin tinggi seiring kenaikan jabatan.

Kriteria-kriteria di atas telah jelas menggambarkan bagaimana fenomena glass ceiling membawa kerugian bagi para wanita yang bekerja. Wanita yang percaya bahwa glass ceiling merugikan cenderung enggan melamar posisi yang lebih tinggi, meskipun  secara kualitas mereka setara dengan pria. Bila glass ceiling terus berlangsung, jumlah wanita yang melamar jabatan tinggi semakin menurun mengakibatkan proporsi pekerja wanita dan pria semakin tidak seimbang. Perusahaan atau organisasi merupakan pihak yang perlu memperbaiki kebijakan terkait promosi jabatan agar dibuat sesuai dengan kenyataan yang meliputi kualitas para pekerjanya.  

Beauties, apakah kamu pernah mendengar istilah glass ceiling? Glass ceiling saat ini menjadi permasalahan serius. Karena di zaman modern seperti saat ini, diskriminasi terhadap perempuan masih sering terjadi. Ibaratnya, glass ceiling menjadi penghalang tak terlihat untuk kemajuan profesional perempuan, seperti karier hingga posisi kepemimpinan.

Tapi, apa sebenarnya kamu tahu yang dimaksud dengan glass ceiling? Bagaimana cara kita menghadapinya? Melansir dari berbagai sumber, simak penjelasan lengkapnya berikut ini.

Apa Itu Glass Ceiling?

Apa itu glass ceiling

Arti glass ceiling/Foto: Freepik.com/tirachardz

Mengutip dari Investopedia, glass ceiling merupakan ungkapan metafora yang digunakan untuk menggambarkan hambatan yang dihadapi oleh perempuan dan kaum minoritas di tempat kerja. Meski tidak terlihat oleh masyarakat umum, tapi glass ceiling sendiri benar-benar terjadi dalam dunia pekerjaan.

Dari Mana Istilah Glass Ceiling Berasal?

Apa itu glass ceiling

Asal-usul glass ceiling/Foto: Freepik.com/tirachardz

Marilyn Loden pertama kali menggunakan istilah ini pada tahun 1978 di Women's Exposition di New York. Saat itu, Loden merupakan seorang karyawan di New York Telephone Co. dan diminta untuk duduk di panel berjudul "Mirror, Mirror on the Wall", yang tujuannya terlihat seperti menyalahkan perempuan karena kurangnya kemajuan mereka dalam tenaga kerja.

Di panel tersebut, Loden menjelaskan bahwa kurangnya kepercayaan diri bukanlah halangan bagi karier perempuan. Loden pun menyebutnya sebagai glass ceiling.

Efek dari Glass Ceiling

Apa itu glass ceiling

Efek glass ceiling/Foto: Freepik.com/yanalya

Penghalang sebagai karier untuk perempuan dan kaum minoritas, glass ceiling memiliki dampak buruk bagi kesehatan dan kesejahteraan di tempat kerja. Berikut adalah beberapa efek dari glass ceiling, dilansir dari Healthline:

  • Stres: Glass ceiling memberikan dampak langsung pada tingkat stres karyawan perempuan. Masalah stres ini akan berpengaruh pada produktivitas karyawan yang menurun.
  • Ragu pada diri sendiri: Sering tidak diberi kesempatan untuk menjabat di posisi tertinggi atau mendapat promosi jabatan akan menimbulkan keraguan pada kualitas kerja seseorang.
  • Gangguan mood: Diskriminasi gender di tempat kerja menjadi penyebab utama perempuan lebih rentan mengalami kecemasan dibandingkan pria. Akibat glass ceiling, perempuan dan kaum minoritas akan lebih mudah merasa gelisah, sulit berkonsentrasi, bahkan depresi.

Cara Menghadapi Glass Ceiling

Apa itu glass ceiling

Cara menghadapi glass ceiling/Foto: Freepik.com/lookstudio

Ada beberapa cara yang bisa kamu lakukan untuk menghadapi glass ceiling, seperti:

  • Tunjukkan hasil pekerjaan: Perempuan cenderung tidak menunjukkan hasil pencapaiannya. Jangan ragu untuk menunjukkan hasil pekerjaanmu, Beauties. Dengan begini, secara tidak langsung kamu sudah membuka peluang karier di masa depan.
  • Membangun jaringan: Semakin luas jaringanmu, semakin besar juga peluangmu untuk mencoba karier baru atau membangun usaha sendiri. Di zaman sekarang, kamu bisa membangun lebih banyak jaringan melalui media sosial.
  • Lakukan yang terbaik: Apa pun yang kamu kerjakan saat ini, lakukanlah yang terbaik. Dengan begitu, hasil kerjamu kemungkinan akan dipertimbangkan oleh atasan untuk mendapatkan promosi jabatan.

Itu dia beberapa hal yang perlu kamu tahu mengenai glass ceiling. Tak dapat dipungkiri, fenomena ini harus segera dihilangkan agar tidak ada diskriminasi gender di tempat kerja.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

Apa maksud glass ceiling?

Dilansir dari Investopedia, Glass Ceiling merupakan ungkapan metafora untuk menggambarkan hambatan yang dihadapi oleh wanita dan juga kaum minoritas saat mencoba peran yang lebih tinggi dalam perusahaan.

Mengapa terjadi glass ceiling?

Glass ceiling terjadi ketika perempuan dan kaum minoritas ingin mencoba berperan lebih tinggi dalam perusahaan. Meski fenomena ini tidak terlalu terlihat oleh masyarakat umum, namun glass ceiling benar-benar terjadi di dunia kerja.

Apa yang dimaksud dengan glass ceiling dalam gender stereotypes?

Halangan yang terjadi pada perempuan untuk mencapai puncak kariernya atau posisi kepemimpinan, namun tidak pada laki-laki seperti ini disebut glass ceiling.

Konsekuensi apa yang dapat muncul jika di dalam organisasi terdapat fenomena glass ceiling?

Dampak glass ceiling Adanya batasan atau hambatan tersebut membuat perempuan hanya berada di posisi atau jabatan itu saja. Adanya glass ceiling juga dapat membuat perempuan kehilangan percaya diri. Karena mereka merasa jika orang lain bisa menduduki jabatan tinggi, sedangkan dirinya tidak.