Apa alasan tentang haram atau tidaknya bunga bank

Oleh: SN

Kata “Bank” berasal dari bahasa Italia “banco” yang artinya meja, sedangkan bank menurut ahli ekonomi artinya Bank adalah suatu badan yang menerima dan memberi kredit dan Bank adalah suatu badan yang keberadaannya memuaskan keperluan orang akan kredit.

Apakah hukum Bank?

Mengenai hukum bank para ulama berbeda pendapat, bila disimpulkan ada tiga macam yaitu:

  1. Haram, dengan alasan bank itu pasti terdapat bunga, bank tanpa bunga mustahil berkembang, padahal islam melarang sistem bunga.
  2. Mubah, dengan alasan bank di suatu negara merupakan kebutuhan yang tidak bisa dielakkan, sehingga pelaksanaan bank hukumnya boleh atau mubah.
  3. Mutasyabihat atau diragukan haram atau tidaknya, karena dilihat dari satu segi bank merupakan kebutuhan mendesak dalam kehidupan masyarakat maupun negara, tetapi dari segi yang lain sangat sulit. bank meniadakan bunga, karena itu hukum bank belum jelas antara boleh atau haram.

Apakah fungsi Bank?

Berikut ini adalah fungsi-fungsi bank antara lain:

  1. Menjadi sentral peredaran uang dalam jumlah banyak yang diperlukan oleh masyarakat dan negara.
  2. Sebagai tempat tukar menukar mata uang dan pemindahan pembukuan.
  3. Untuk mengawasi peredaran uang, jumlah, volume serta mengendalikan inflasi.
  4. Bank merupakan tempat penyimpanan uang yang paling aman, baik bagi negara maupun masyarakat.
  5. Khusus bank islam selain berfungsi sebagaimana tersebut diatas. juga dapat menghilangkan sistem bunga sehingga dapat menarik masyarakat berani mengambil modal untuk usaha.
  6. Bank dapat berfungsi sebagai pengiriman pembayaran bagi pedagang dalam jumlah besar.

OLEH ANDRIAN SAPUTRA

Semangat antiriba semakin menggelora di berbagai komunitas Muslim Tanah Air. Salah satunya dapat terlihat dari semakin bertambahnya nasabah perbankan syariah dari waktu ke waktu.

Namun demikian perbankan konvensional pun masih menjadi pilihan nasabah Muslim termasuk untuk meminjam dana. Tentunya pada perbankan konvensional berlaku bunga, baik itu bunga pinjaman maupun bunga simpanan. Lantas bagaimana sebenarnya hukum bunga bank konvensional? 

Pakar fiqih muamalah, Rumah Fiqih Indonesia, Ustaz Muhammad Abdul Wahab, menjelaskan hukum bunga bank masih menjadi perdebatan di kalangan para ulama kontemporer. Meski ulama sepakat tentang hukum haramnya riba, tapi para ulama berbeda pendapat dalam menentukan kriteria riba pada bunga bank.

Di Indonesia sendiri fatwa tentang halalnya bunga bank tidak begitu populer. Menurut Ustaz Wahab, kebanyakan para ulama dan organisasi keislaman di Indonesia memfatwakan bahwa bunga bank itu riba yang diharamkan. Meski demikian,  sejumlah negara berpenduduk mayoritas Muslim lainnya, seperti Mesir, banyak para ulama atau muftinya justru memfatwakan halalnya bunga bank. Ada juga ulama lain yang berpendapat hukum bunga bank berstatus syubhat.

Ustaz Wahab menjelasakan para ulama yang memfatwakan halal bunga bank berpendapat bahwa praktik riba pada masa lalu tidak sama dengan fenomena bunga bank pada masa sekarang. Pada masa lalu transaksi terjadi secara perorangan, di mana seseorang meminjam uang dan yang memberikan pinjaman mengenakan bunga.

Sementara, transaksi termasuk peminjaman uang dari bank lebih kompleks. Bank dinilai sebagai pihak ketiga yang menyalurkan pinjaman yang dananya dari nasabah investor.

Para ulama yang memfatwakan halal bunga bank berpendapat bahwa praktik riba pada masa lalu tidak sama dengan fenomena bunga bank pada masa sekarang.

Bunga bank ditentukan berdasarkan pengawasan dan perhitungan oleh otoritas terkait. Bank tidak bisa semena-mena dalam menentukan besaran bunga. Selain itu terdapat perbedaan mata uang dan nilainya yang digunakan masa lalu dan sekarang. Uang kertas diqiyaskan dengan uang tembaga (fulus) di mana tidak masuk dalam kategori ribawi. 

Pada masa lalu, tujuan berutang untuk memenuhi kebutuhan dasar. Bila peminjam tidak dapat membayar bunga maka akan menjadi budak. Pada masa kini, orang yang meminjam dana di perbankan adalah orang kaya dengan tujuan untuk bisnis maupun membeli barang dan lainnya.

Karena itu, maksud dan tujuan para ulama berpendapat pengharaman riba tidak terwujud dalam praktik bunga bank. Salah satu ulama yang memfatwakan halal bunga bank adalah Syekh Abdul Wahab Khalaf. Ia menilai praktik bunga bank sejatinya adalah akadnya mudharabah. Hanya saja keuntungannya ditentukan di awal. Menurut dia, penentuan keuntungan di awal tak bertentangan dengan Alquran dan Sunnah. 

Para ulama yang menghalalkan bunga bank berpendapat bahwa dikatakan riba bila bunga yang diperoleh berlipat-lipat dari pokok pinjaman. Sedangkan bila sedikit atau tidak sampai pada nilai pokok pinjaman maka tidak disebut riba.

Pinjaman bank dinilai sebagai bentuk istitsmar (pengembangan harta) bukan qardh yang tujuannya untuk sosial. Bank biasanya menyalurkan pinjaman pada pengusaha untuk mengembangkan bisnis. Karena tidak ada eksploitasi peminjam, bank memberikan pinjaman pada orang yang lolos screening kelayakan mendapat pinjaman.

Akan tetapi ulama yang memfatwakan haramnya bunga bank juga mempunyai argumentasi kuat. Riba itu mau sedikit mau banyak tetap haram, berapapun nilainya.

Akan tetapi ulama yang memfatwakan haramnya bunga bank juga mempunyai argumentasi kuat. "Kebanyakan lembaga fatwa itu mengharamkan (bunga bank), alasannya riba itu mau sedikit mau banyak tetap haram, berapapun nilainya. Yang boleh diambil pokok utangnya saja," kata Ustaz Wahab yang juga alumni Prodi Perbandingan Mazhab Universitas Islam Muhammad Ibnu Suud Kerajaan Saudi Arabia dalam kajian fiqih di Rumah Fiqih Indonesia yang disiarkan virtual beberapa hari lalu.

Ulama yang mengharamkan bunga bank berpendapat bahwa riba tetap haram meski tidak ada menzalimi. Selama ada tambahan pada pokok utang maka hukumnya haram. Sebab, haramnya riba terletak pada agar uang yang dipinjamkan beranak uang. Syekh Yusuf Al Qaradhawi adalah salah satu yang memfatwakan haramnya bunga bank. 

Bank dinilai seperti rentenir bahkan menjadi calo atau mediator dari banyak rentenir untuk dapat membungakan uang. Para ulama berpendapat bunga bank tidak memberikan maslahat, tapi menimbulkan mudharat bagi banyak sendi kehidupan termasuk menyebabkan distribusi kekayaan tidak adil, menumbuhkan kesenjangan sosial, hancurnya sumber-sumber ekonomi, lemahnya perkembangan ekonomi dan lainnya. Kesimpulannya, menurut Ustaz Wahab, ulama berbeda pendapat dalam menanggapi masalah ini.

Kalau ulama yang mengharamkan itu ilat nya mutlaqun ziyadah, artinya ada tambahan pokok utang sedikit atau banyak itu haram. Kalau ulama yang menghalalkan ilat nya dua, yaitu ziyadah dan zhulm (ada unsur zalim) artinya kalau sekadar ada tambahan saja tapi tidak menzalimi itu tidak riba.

Wallahu a’lam.