Analisis pemikiran pendidikan dari Ki Hajar Dewantara Tentang pentingnya budaya dalam pendidikan

Bangsa ini perlu mewarisi buah pemikiran Ki Hajar Dewantara. Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang Pendidikan sesuai dengan kondisi masyarakat di Indonesia, bahkan pemikiran-pemikirannya masih relevan hingga saat ini. Benar adanya yang dikatakan oleh Ki Hajar Dewantara yang intinya kita harus bisa bangga atas apa yang kita punya, tidak usah meniru miliki orang lain. Milik orang lain belum tentu pas dan cocok untuk kita. Tetapi, kita harus belajar untuk memaksimalkan apa yang kita punya.

Pemikiran yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara dapat menjadi landasan dalam menentukan Kebijakan Pendidikan yang diambil dalam pelaksanaan Pendidikan nasional. Karena, didalam pemikiran Ki Hajar Dewantara terdapat makna filosofi, kultural yang sesuai bagi masyarakat bumi pertiwi Indonesia.

Krisis akan kebijakan Pendidikan tengah dirasakan di bumi pertiwi. Karena, saat ini, penetapan kebijakan Pendidikan justru berorientasi kepada system Pendidikan yang telah diterapkan di berbagai negara. Hal ini, tentunya bisa mempengaruhi hasil dari kebijakan tersebut.

Padahal, Indonesia memiliki budaya serta falsafah yang sangat istimewa. Tentunya, sebagai penentu kebijakan Pendidikan harus bisa menentukan arah dan tujuan Pendidikan yang sejalur dengan falsafah budaya Indonesia. maka dari itu, diperlukan adanya pengambilan kebijakan yang tepat.

Maka dari itu, dalam pelaksanaan Pendidikan perlu adanya landasan Pendidikan yang mampu memberikan ciri khas sesuai dengan falsafah kehidupan bangsa. . Seperti pemikiran-pemikiran oleh Ki Hajar Dewantara. Ki Hajar Dewantara adalah sosok pemikir dan penggiat Pendidikan. Ia juga dijuluki sebagai bapak Pendidikan nasional yang hari kelahirannya diperingati sebagai hari Pendidikan nasional yakni setiap tanggal 2 Mei. Pada mulanya, Ki Hajar dewantara terkenal akan tulisantulisannya yang berbau politik dan menggugah semangat perjuangan bangsa. Setelah itu, Ki Hajar Dewantara memberikan perhatian terhadap Pendidikan dan pengajaran. Pemikiran-pemikirannya serta perhatiannya terhadap dunia Pendidikan menjadikan Ki Hajar Dewantara menjadi salah satu tokoh peletak dasar Pendidikan Bangsa Indonesia.

Kehidupan masa kini dan masa-masa yang akan datang akan selalu akrab dengan penggunaan IPTEK. Revolusi industri, globalisasi, era disrupsi, digitalisasi, Artificial Intellegence (AI), Internet of Things (IoT) adalah beberapa istilah sekaligus fenomena yang akrab dengan kehidupan kita masa kini dan masa-masa yang akan datang.

Pendidikan menjadi salah satu bidang yang juga sangat terpengaruh oleh perkembangan IPTEK. Dalam konteks mempersiapkan kehidupan masa kini dan masa yang akan datang yang begitu lekat dengan penggunaan teknologi, maka pendekatan IPTEK di bidang pendidikan amat sangat diperlukan. Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa

“Untuk mendapatkan sistem pengajaran yang berfaedah bagi perikehidupan bersama, haruslah sistim itu disesuaikan dengan hidup dan penghidupan rakyat serta pentingnya asas menurut keadaan (natuurlijkheid), dalam arti segala alat, usaha dan cara pendidikan harus sesuai dengan kodratnya keadaan.”

Makna yang tersirat dari pemikiran Ki Hadjar Dewantara tersebut adalah pentingnya kontekstualitas dalam pendidikan, pendidikan yang sesuai dengan zamannya, atau asas menurut keadaan (natuurlijkheid). Para siswa dan anak-anak kita yang saat ini sedang belajar adalah generasi penerus bangsa yang kelak akan mewarnai kehidupan dan peradaban bangsa Indonesia. Maka dari itu, perikehidupan dan kehidupan yang “serba teknologi” harus dipersiapkan sejak dini, supaya para generasi penerus kita tidak gagap teknologi sekaligus tidak kehilangan moral pijakan sebagai bangsa Indonesia.

Konsep Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara

Dasar-dasar Pendidikan barat yang dirasakan oleh Ki Hajar tidak tepat dan tidak cocok untuk mendidik generasi muda Indonesia Karena Pendidikan barat bersifat regering,tucht,orde (Perintah,hukuman,dan ketertiban). Menurut beliau karakter Pendidikan semacam ini merupakan suatuperkosaan atas kehidupan batin anak-anak. Akibatnya, anak-anak rusak akan budipekertinya Karena selalu hidup di bawah paksaan dan tekanan. Menurut Ki Hajar Dewantara, cara mendidik semacam itu tidak akan bisa membentuk seseorang hingga memiliki kepribadian.
Ki Hajar Dewantara juga menjelaskan tentang dasar jiwa anak dan kekuasaan Pendidikan. Dalah hal ini, dasar jiwa yaitu keadaan jiwa yang asli menurut kodratnya sendiri, sebelum ada pengaruh dari luar.

Disini, dikemukakan tiga teori. Yakni. Aliran lama yang mengngkapkan bahwa anak yang lahir bagaikan sehelai kertas kosong, yang belum ditulis, sehingga pendidik boleh mengisi kertas yang kosong itu menurut kehendaknya. Teori ini juga dinamakan teori tabula rasa. Aliran yang kedua adalah aliran negative, yang berpendapat bahwa anak itu lahir sebagai sekhelai kertas yang ditulisi sepenuhnya. Sehingga Pendidikan tidak dapat mengubah watak-watak anak. Jadi, Pendidikan menurut aliran negative dianggap dapa menolak pengaruh-pengaruh jahat dari luar, akan tetapi mewujudkan budipekerti yang tidak Nampak ada didalam jiwa anak, tak akan dapat. Aliran yang ketiga adalah aliran yang terkenal dengan “convergentie-theorie” seperti aliran yangtadi. Seorang anak dilahirkan bagaikan selembar kertas putih yang sudah tertulis penuh, tatpi dalam aliran ini, dijelaskan bahwa tulisan-tulisan tadi merupakan tulisan yang suram. Menurut aliran ini ditetapkan bahwa Pendidikan itu berkewajiban dan berkuasa menebalkan segala tulisan yang suram berisi baik. Agar kelak Nampak sebagai budi pekerti yang baik. Segala tulisan jahat hendaknya dibiarkan jangan sampai menebal dan makin Citra manusia di Indonesia berdasarkan konsep pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara: Pertama, Manusia Indonesia yang berbudi pekerti adalah yang memiliki kekuatan batin dan berkarakter. Artinya Pendidikan diarahkan untuk meningkatkan manusia Indonesia yang berdiri teguh pada nilai-nilai kebenaran. Sehingga manusia di Indonesia dapat menyadari tanggungjawabnya untuk melakukan apa yang diketahuinya sebagai kebenaran. Ekspresi dari kebenaran ini dapat terlihat dari tutur kata, sikap, dan perbuatannya terhadap lingkungan alam, baik dirinya sendiri dan sesame manusia Jadi, budi pekerti adalah istilah yang memayungi perkataan, sikap dan tindakan yang selaras dengan kebenaran ajaran agama, adat-istiadat, hukum positif, dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan universal.

Kedua, manusia Indonesia yang maju pikirannya adalah yang cerdas kognisi(tahu banyak dan banyak tau). Sehingga melalui kecerdasannya itu, dapat membebaskan dirinya dari kebodohan dan pembodohan dalam berbagai jenis dan bentuk.(pada masa itu, dari penjajahan yang berupa indoktrinasi). Manusia yang maju adalah manusia yang berani berpikir tentang realitas yang membelenggu kebebasannya, kemampuan berpikirnya, serta bisa menjadi oposisi dengan hal-hal yang membodohkannya.

Ketiga. Manusia yang maju dalam aspek tubuh adalah manusia yang mampumengendalikan tubuhnya. Sehingga dengan ubuh yang maju, pemikiran yang majuserta budipekerti yang maju dapat memperoleh dukungan untuk mendeklarasikan kemerdekaan. Menjadi manusiayang merdeka, dan memiliki keterampilan untuk mengisi kemerdekaan itu dengan segala pembangunan yang humanis.

Pendidikan dan Pengajaran Ki Hajar Dewantara

Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti(kekuatan batin,karakter), pikiran (intellek)dan tubuh anak. Dalam pengertian taman siswa tidakboleh dipisah-pisahkan bagian itu, agar supaya kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya. Maka dari itu harus memperhatikan hal-hal berikut ini :

  1. Segala alat, usaha, dan cara Pendidikan harus sesuai dengan kodrat atau keadaanya
  2. Kodratnya keadaan itu tersimpan dalam adat istiadat setiap rakyat yang oleh karenanya bergolonggolong merupakan kesatuan dengan sifat perikehidupan sendiri-sendiri, bercampurnya usaha untuk mencapai hidup tertib-damai/
  3. Adat istiadat sebagai sifat peri kehidupan atau sifat percampuran usaha dan daya upaya akan hidup. Tidak luput dari pengaruh jaman dan tempat. Maka dari itu, tidak tetap dan senantiasa berubah
  4. Untuk mengetahui garis hidup. Dari mempelajari jaman yang telah lalu, sekarang, sehingga dapat membayangkan jaman yang akan datang
  5. Percampuran Karena percampuran bangsa. Hal ini terjadi oleh adanya hubungan modern maka dari itu, kita harus waspada dalam memilihmana yang baik untuk menambah kemuliaan hidup atau malah merugikan.hal ini, harus dilandasi dengan senantiasa mengingat bahw semua kemajuan ini merupakan anugerah dari Tuhan untuk segenap seluruh manusia di dunia.

Perkataan “Pendidikan”dan “pengajaran”” seringkali dipakai Bersama. Sebenarnya gabungan dari kedua perkataan itu dapat mengeruhkan pengeriannya yang asli. Perlu kita ketahui bahwa pengajaran adalah bagian dari Pendidikan. Maka dari itu, pengajaran adalah Pendidikan dengan cara memberi ilmu atau pengetahuan, serta juga memberikan keterampilan kecakapan kepada anak-anak yang keduanya dapat memberikan manfaat bagi anak-anak baik secara lahir maupun batin. Sedangkan Pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, sebagai manusia, dan sebagai masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.

“…. Pengajaran harus bersifat kebangsaan…. Kalua pengajaran bagi anak-anak tidak berdasarkan kenasionalan, anak-anak tak mungkin mempunyai rasa cinta bangsa dan makin lama terpisah dari bangsanya,kemudian barangkali menjadi lawan kita….. pengajaran Nasional itulah hak dan kewajiban kita….”

Ki Hajar Dewantara, 1928 Melihat uraian diatas, kita dapat menangkap pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai Pendidikan yakni upaya yang konkret untuk memerdekakan manusia secara utuh dan penuh. Menurut beliau, Pendidikan merupakan salah satu pintu masuk untuk mewujudkan manusia yang merdeka. Baik bemerdekaan lahiriah maupun batiniah manusia, baik sebagai makhluk individual maupun sebagai anggota masyarakat dan warga dunia. Dengan demikian, pendidikan menjadi wadah untuk membangun otonomi intelektual, otonomi eksistensial, dan otonomi sosial. Pendidikan adalah cara untuk sampai pada kesadaran akan pentingnya memiliki ketiga otonomi diri di atas. Dengan demikian, kemerdekaan badaniah dan batiniah yang dimaksudkan Ki Hadjar Dewantara adalah keadaan dimana manusia di Indonesia mampu menegaskan secara serentak otonomi eksistensi dirinya sebagai warga Indonesia dan warga dunia.

Pendidikan menghantar seseorang memiliki otonomi diri secara utuh dan penuh dalam wilayah kognisi, afeksi, spiritual, sosial sehingga eksistensinya mampu berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain, dan dapat mengatur dirinya sendiri.

Manusia yang terdidik mampu menyikapi tuntutan -tuntutan dan tantangan kehidupan dengan sikap yang bijakasan, dan bersahaja. Smanusia tersebut, tidak terperangkap lagi dalam kepentingankepentngan diri dan golongan yang temporal dan duniawi sifatnya. Manusia yang merdeka batiniyahnya adalah manusia yang bukan hanya pintar secara akal maupun kognitifya tetapi juga benar dalam tindakannya. Maju penalaran akalnya dan sekaligus maju moralnya. Sehingga tindakan yangdilakukan berdasarkan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa (dihayati dan sebagai prioritas dalam tuntunan hidupnya) serta hormat kepada martabat.

Metode Pendidikan Menurut Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara memang menempuh Pendidikan di belahan dunia bagian Barat. Namun, ia tidak mau menerapkan system Pendidikan yang bercorak barat. Karena, seperti yang telah disampaikan bahwa system Pendidikan barat tidak sesuai dan tidak cocok untuk keadaan masyarakat Indonesia saat ini. Karena, dalam system Pendidikan barat terdapat paksaan, hukuman, perintah. Sebab, Pendidikan model seperti ini, menurut Ki Hajar Dewantara akan memperkosa kehidupan batin anak-anak. Sehingga hal ini, dapat berbahaya bagi perkembangan budi pekerti anak-anak. Padahal dalam penanaman nilainilai melalui tahapan-tahapan yakni pembiasaan, penyadaran emosi, pendisiplinan (Ali Mustadi,2006)

Menurut Ki Hadjar Dewantara, metode pendidikan yang cocok dengan karakter dan budaya orang Indonesia tidak memakai syarat paksaan. Orang Indonesia adalah termasuk ke dalam bangsa timur. Bangsa yang hidup dalam khasanah nilai nilai tradisional berupa kehalusan rasa, hidup dalam kasih saying, cinta akan kedamaian, ketertiban, kejujuran dan sopan dalam tutur kata dan tindakan. Nilai-nilai itu disemai dalam dan melalui pendidikan sejak usia dini anak. Dalam praksis penyemaian nilai-nilai itu, pendidik menempatkan peserta didik sebagai subyek, bukan obyek pendidikan. Artinya, peserta didik diberi ruang yang seluasnya untuk bereksplorasi, berekspresi, berkreatifitas, secara mandiri dan bertanggung jawab.

Sistem Among Ki Hadjar Dewantara

Sistem Among Ki Hadjar Dewantara merupakan metode yang sesuai untuk pendidikan karena merupakan metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh (care and dedication based on love). Pendidikan sistem Among bersendikan pada dua hal yaitu:
kodrat alam sebagai syarat untuk menghidupkan dan mencapai kemajuan dengan secepat-cepatnya dan kemerdekaan sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin anak hingga dapat hidup mandiri. Sistem Among sering dikaitkan dengan asas yang berbunyi:

  1. Ing Ngarso Sung Tuladha yang memiliki arti Di depan guru harus memberikan teladan seluruh aspek kehidupannya. Hal ini, mencerminkan bahwa menjadi seorang guru harus bisa memberikan sebuah keteladanan dan menjadi teladan.
  2. Ing Madya Mangun Karsa Seorang guru harus bisa membangun semangat, motivasi, dan gairah hidup untuk menuju masa depan yang lebih baik. Hal ini menjelaskan bahwa menjadi seorang guru harus mampu memberikan dorongan serta motivasi bagi peserta didik untuk dapat mengembangkan kemampuan dan potensi dirinya.
  3. Tut Wuri Handayani seorang harus dapat mengikuti dengan baik terhadap para murid yang telah menunjukkan sikap perilaku yang benar (baik,jujur,cerdas).

Asas ini telah banyak dikenal oleh masyarakat daripada Sistem Among sendiri, karena banyak dari anggota masyarakat yang belum memahaminya.

Sistem Among berasal dari bahasa Jawa yaitu mong atau momong, yang artinya mengasuh anak. Para guru atau dosen disebut pamong yang bertugas untuk mendidik dan mengajar anak sepanjang waktu dengan kasih sayang. Tujuan dari Sistem Among adalah membangun anak didik untuk menjadi manusia beriman dan bertaqwa, merdeka lahir dan batin, budi pekerti luhur, cerdas dan berketrampilan, serta sehat jasmani dan rokhani agar menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan tanah air serta manusia pada umumnya. Dalam pelaksanaan Sistem Among, setelah anak didik menguasai ilmu, mereka didorong untuk mampu memanfaatkannya dalam masyarakat, didorong oleh cipta, rasa, dan karsa.

Ki Hadjar Dewantara dalam Pidato Penerimaan Gelar Doktor Honoris Causa (HC) dari UGM tahun 1956 dalam 60 tahun Taman Siswa menjelaskan analog hubungan guru-siswa serupa dengan hubungan petani dan tanamannya. Untuk itu guru terhadap para murid harus berfikir, berperasaan dan bersikap sebagai Juru Tani terhadap tanamannya. Orang bercocok-tanam harus takluk kepada kodratnya tanaman, janganlah tanaman ditaklukkan pada kemauan sipetani. Haruslah si petani menyerahkan dirinya, yakni menghilangkan kemurkaan dirinya, dengan iklas dan ridla kepada kepentingan tanamannya dan mengejar kesuburan tanamannya semata-mata.
Kesuburan tanamannya inilah yang menjadi kepentingan si juru-tani. Haruslah ia tahu akan perbedaan antara padi, jagung, dan tanaman lainnya dalam keperluan masingmasing untuk dapat bertumbuh dengan subur dan dapat berhasil. Karena itu perlulah si petani tahu, insaf dan mengerjakan segala ilmu atau pengetahuan pertanian, yang benar dan baik. Dalam pada itu janganlah membeda-bedakan pula dari mana asalnya pupuk, asalnya alat, atau asalnya ilmu pengetahuan pertanian, dan sebagainya; segala yang dapat enyuburkan tanaman menurut kodrat dan irodatnya harus dipakai olehnya (petani).

Dalam tulisan karya Ki Hadjar Dewantara bagian Pertama (2013: 13-14) dijelaskan tentang dasar pendidikan sebagai berikut. Pendidikan tidak memakai dasar ”regering, tucht en orde” tetapi ”orde en vrede” (tertib dan damai, tata-te ntrem). Pendidik wajib menjaga atas kelangsungan kehidupan bathin sang anak, dan haruslah anak dijauhkan dari tiap-tiap paksaan. Namun demikian, pendidik juga tidak akan ”nguja” (membiarkan) anak-anak. Pendidik mempunyai kewajiban mengamati, agar anak dapat bertumbuh menurut kodrat. ”Tucht” (hukuman) itu dimaksudkan untuk mencegah kejahatan. Sebelum terjadi kesalahannya, aturan hukumannya sudah harus tersedia. Misalnya, barang siapa datang terlambat tentu akan dapat hukuman berdiri di muka kelas. Hukuman semacam itu, pertama adalah tiada setimpal dengan kesalahannya. Kedua, tiap-tiap aturan yang mendahului kenyataannya, itulah bertentangan dengan sifatnya roch manusia, yang tiada dapat dimasukkan dalam peraturan. Tanda buktinya adalah untuk mengatur ketertiban pergaulan hidup, sudah ada macam-macam dan ribuan peraturan. Tetapi setiap hari orangpun masih selalu membuat aturan baru. Itulah tandanya setiap peraturan tiada akan bisa sempurna. ”Orde” (ketertiban) yang dimaksudkan dalam pendidikan barat jelaslah hanya paksaan dan hukuman. Dari sebab itu dasar pendidikan menjadi orde en vrede, tertib dan damai, inilah yang akan dapat menentukan syaratsyarat sendiri, yang tiada akan bisa bersifat paksaan. Dan oleh karenanya, maka hukuman yang tiada setimpal dengan kesalahannya pun tidak akan terdapat.
Kesemuanya itu merupakan syarat-syarat jika pendidikan hendak mendatangkan manusia yang merdeka dalam arti kata yang sebenar-benarnya. Yaitu lahirnya tiada terperintah, batinnya bisa memerintah sendiri dan …. dapat berdiri sendiri karena kekuatan sendiri. Oleh karena itu dalam pendidikan harus senantiasa diingat, bahwa kemerdekaan iu bersifat tiga macam: berdiri sendiri (zelfstandig), tidak tergantung kepada orang lain (onafhankelijk), dan dapat mengatur dirinya sendiri (vrijheid, zelfbeschikking) (Ki Hadjar Dewantara, 2013: 4).

Fatwa Pendidikan Ki Hajar Dewantara

Pendidikan Nasional menurut paham Taman Siswa adalah Pendidikan yang beralaskan garis hidup dari bangsanya (cultureelnational) dan ditujukan untuk keperluan perikehidupan yang dapat memngangkat derajat negara dan rakyatnya, agar dapat bekerja Bersama-sama dengan lain-lain bangsa untuk kemuliaan segenapbangsa manusia di seluruh dunia. Maka dari itu Ki Hajar Dewantara dalam pidatonya “wasita” Jilid 11 no. 1-2-Juli-Agustus 1930 menyampaikan tentang tiga fatwa Pendidikan yakni:

1) Tetep,antep,mantep, 2) Ngandel, kandel, kendel, bandel,dan

3) Neng, ning, nung, nang.

Fatwa yang pertama adalah Tetep,antep,mantep. Artinya ketetapan pikiran dan batin, menjamin keyakinan diri dan membentuk kemantapan dalam prinsip hidup. Hal ini juga menentukan kualitas dari seseorang. Istilah tetep di sini dapat dimaknai dalam kerangka yang prinsipil, yakni memiliki ketetapan pikiran (untuk berkomitmen) yang selaras dengan nilai-nilai sosial. Pendidikan membentuk seseorang untuk mampu berpikir kritis dan memiliki ketetapan pikiran dalam khasanah nilai-nilai. Artinya, pikirannya tidak gampang terombangambingkan oleh tawaran-tawaran hidup yang tidak selaras dengan nilai-nilai. Istilah antep menunjukkan bahwa pendidikan menghantar seseorang untuk memiliki “kepercayaan diri” dan keuletan diri untuk maju terus dalam mengatasi segala tantangan kehidupan secara kstria (bersahaja). Dalam praksis kehidupan, orang yang antep adalah yang memiliki keteguhan hati ke arah kualitas diri sebagai manusia personal dan anggota komunitas sosial. Sementara istilah mantep menunjukkan bahwa pendidikan menghantar seseorang untuk berkanjang dalam kemajuan diri, memiliki orientasi yang jelas untuk menuju tujuan yang pasti, yakni kemerdekaan diri sebagai pribadi, anggota masyarakat dan warga dunia. Jadi, landasan operasinal pendidikan adalah upaya membentuk kualitas pribadi peserta didik sampai pada tingkat yang maksimal.

Fatwa yang kedua adalah Ngandel, kandel, kendel, bandel . Ngandel adalah istilah dalam bahasa Jawa yang artinya “berpendirian tegak”. Sehingga Pendidikan itu harus menghantar orang pada kondisi diri yang ngandel (berpendirian tegak/teguh). Orang yang berpendirian tegak adalah yang berprinsip dalam hidup. Kendel adalah istilah yang menunjukkan keberanian. Pendidikan membentuk seseorang untuk menjadi pribadi yang berani, berwibawa dan ksatria. Orang yang berpendidikan adalah orang yang berani menegakkan kebenaran dan keadilan, matang dan dewasa dalam menghadapi segala cobaan. Sementara istilah bandel menunjukkan bahwa orang yang terdidik adalah yang “tahan uji”. Segala cobaan hidup dan dalam segala situasi hidup dihadapinya dengan sikap tawakal, tidak lekas ketakutan dan hilang nyali.

Fatwa yang Ketiga adalah neng, ning, nung dan nang. Artinya bahwa pendidikan pada tataran terdalam bercorak religius. Pendidikan itu menciptakan kesenangan perasaan (neng), keheningan (ning), ketenangan (nang), dan renungan (nung). Dalam dan melalui pendidikan, seseorang bisa mengalami kesucian pikiran dan ketenangan batin. Menurut Ki Hadjar, kekuasaan akan datang manakala seseorang sudah mengalami kesucian pikiran, ketenangan batin dan hati. Ketiga fatwa pendidikan Ki Hadjar di atas tetap penting sebab ia memiliki kandungan makna yang berkualitas kemanusiawian, suatu kualitas yang merupakan bagian mendasar dari idealisme pendidikan sejak masa Yunani klasik. Bila ketiga fatwa itu dikritisi, ia tampak tetap memiliki relevansi untuk konteks pendidikan Indonesia kini terutama manakala penerapannya dimaksudkan untuk membangun jiwa kepemimpinan dalam diri anak-anak di Indonesia. Harapan ke depan mereka kelak mampu menjadi pemimpin Indonesia yang benar-benar “mengIndonesia”. Artinya, menjadi pemimpin yang memiliki ketetapan pikiran dan batin, memiliki kepercayaan diri dan pendirian yang teguh, memiliki pikiran yang suci, batin yang tenang dan hati yang senang. Kondisi demikian menjadi jaminan ke arahterciptanya kepemimpinan yang memerdekakan kemanusiaan setiap pribadi di Indonesia secara utuh dan penuh.

Terobosan Kebijakan Pendidikan Ki Hajar Dewantara

Seperti yang telah disampaikan oeleh Ki Hajar Dewantara bahwa kita sebagai bangsa Indonesia harus memiliki system Pendidikan yang sesuai dengan keadaan kita. Tidak perlu meniru milik orang lain. Nyatalah kita tidak usah mengadakan barang tiruan kalau memang kita sudah mempunyainya sendiri (Ki Hajar Dewantara, 2013:242).

Indonesia merupakan negara yang memiliki kearifan lokal dan budaya yang unik dan merupakan negara yang sangat beragam. Indonesia juga terkenal dengan falsafah budaya dan kehidupan yang arif dan bijaksana. Maka dari itu, Kebijakan Pendidikan di Indonesia juga seharusnya bisa memperhatikan dan sesuai dengan jiwa manusia Indonesia. tercermin melalui nilainilai Pancasila.

Kebijakan Pendidikan yang harus diterapkan adalah selalu berusaha untuk berjuang dalam melakukan upaya perbaikan dengan memperhatikan keadaan bangsa. Karena, sejatinya Pendidikan bukan hanya perkara pembangunan melainkan terdapat perjuangan di dalamnya. Perjuangan disini, bisa diartikan dengan perjuangan dari sisi siswa maupun dari sisi guru, serta pihak yang terlibat dalam Pendidikan. Seperti pepatah jawa Jer Basuki Mawa Bea Segala usaha untuk mencapai cita-cita dalam Pendidikan memerlukan beaya berupa materi, waktu, tenaga. Dengan demikian, maka dalam memberi Pendidikan, seorang guru dapat memberikan aspirasi bagi anak didiknya agar dapat mengembangkan bakat mnat, maupun kreatifitasnya. Untuk itu, guru dapat menjadi teladan dalam ucapan, pikiran, maupun tindakan bagi murid-muridnya.

Sumber Bacaan

Dariyo Agoes.2013.Dasar-Dasar Pedagogi Modern.Jakarta. PT. Indeks

DePorter,Bobbi. 2006. Quantum Learning.Bandung. Mizan Pustaka

Kumalasari,Dyah. 2010. KONSEP PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARA DALAM PENDIDIKAN TAMAN SISWA (Tinjauan HumanisReligius). ISTORIA Volume VIII Nomor 1 September 2010

Shania Salsabila.2017. CONSIDERATION OF EDUCATION AND TEACHING BY KI HAJAR DEWANTARA
AS A NATIONAL EDUCATION POLICY BASIS IN ACCORDANCE WITH NATIONAL IDENTITY. Fakultas Ilmu Pendidikan , Universitas Negeri Yogyakarta.

TRI HANDITO.2021. Pendidikan & Pandemi , Komasiana

Listia,Ria.2011.Biografi Pahlawan Kusuma Bangsa. Jakarta.Sarana Bangun Pustaka.

Suroso.2011.Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang Belajar dan Pembelajaran. Scholaria Vol 1 No 1 halaman 46-72

Tauchid Moh,dkk.2014 Ki Hajar Dewantara Bagian Pertama: Pendidikan. Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa.