Ada tiga kelompok orang yang diwarisi Al qur an jelaskan ketiga kelompok tersebut

Kaum Muslim Terbagi Tiga Golongan: Sabiqun bil Khairat, Muqtashid, Zhalimu Linafsih.


ALLAH SWT menyebutkan, umat Islam terbagi kedalam tiga golongan atau kelompok, berdasarkan ketaatannya kepada syariat Islam yang bersumberkan Al-Quran. Hanya ketiga kelompok Muslim ini pula yang ada dalam Islam, bukan sebutan-sebutan kelompok umat Islam yang sering dipropagandakan media-media anti-Islam. Ketiga golongan kaum Muslim menurut Al-Quran itu adalah
  1. Zhalimu Linafsih
  2. Muqtashid
  3. Sabiqun bil Khairat
Dalam QS. Al-Fathir disebukan:

ُثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ

“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri, dan di antara mereka ada yang pertengahan, dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.” (QS. Fathir: 32).

Pengertian Sabiqun bil Khairat, Muqtashid, Zhalimu Linafsih.


Apa pengertian dan kriteria golongan Sabiqun bil Khairat, Muqtashid, Zhalimu Linafsih? Dalam Tafsir Al-Quran Departemen Agama RI disebutkan:
  1. Zhalimu Linafsih adalah orang yang menganiaya dirinya sendiri, yaitu orang yang lebih banyak kesalahannya daripada kebaikannya. 
  2. Muqtashid adalah pertengahan, yaitu orang-orang yang kebaikannya berbanding dengan kesalahannya.
  3. Sabiqun bil khairat adalah golongan orang-orang yang lebih dahulu dalam berbuat kebaikan, yaitu orang-orang yang kebaikannya amat banyak dan amat jarang berbuat kesalahan.

Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan
  1. Dzalimun linafsihi atau orang-orang yang menganiaya diri sendiri adalah orang-orang yang meninggalkan kewajiban dan melakukan banyak maksiat.
  2. Muqtashid atau pertengahan adalah orang-orang yang hanya melakukan perbuatan wajib dan menghindarkan diri dai perbuatan maksiat, meninggalkan perbuatan-perbuatan baik, namum suka melakukan perbuatan-perbuatan makruh (tercela).
  3. Sabiqun bilkhairat atau orang yang lebih dahulu berbuat kebaikan adalah orang-orang yang melaksanakan kewajiban dan kebaikan-kebaikan lainnya, meninggalkan perbuatan-perbuatan yang haram dan makruh, bahkan juga meninggalkan perbuatan yang mubah.”
Dalam Tafsir Al-Baghawi disebutkan, Mujahid, Al-Hasan, dan Qatadah menjelaskan:
  1. Zhalimun linafsihi (orang yang mendzalimi diri sendiri) adalah ash-habul masy’amah (golongan kiri).
  2. Muqtashid (pertengahan) adalah ash-habul maimanah (golongan kanan). 
  3. Sabiqun bilkhairat (lebih dahulu berbuat kebaikan) adalah al-muqarrabun
Pendapat dalam Tafsir Al-Baghawi itu berdasarkan QS Al-Waqi'ah:7-2 

وَكُنتُمْ أَزْوَاجاً ثَلَاثَةً ◌ فَأَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ ◌ مَا أَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ ◌ وَأَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ ◌ وَالسَّابِقُونَ السَّابِقُونَ ◌ أُوْلَئِكَ الْمُقَرَّبُونَ ◌ فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ

“Dan kamu menjadi tiga golongan. Yaitu golongan kanan. Alangkah mulianya golongan kanan itu. Dan golongan kiri. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu. Dan orang-orang yang beriman paling dahulu, Mereka Itulah yang didekatkan kepada Allah. Berada dalam jannah kenikmatan.” (QS Al-Waqi’ah: 7-12)

Dalam hadits riwayat Imam Ahmad dari Abu Darda, Rasulullah saw. bersabda:
  1. Kelompok Saabiqun adalah mereka yang akan masuk janah (surga) dengan tanpa hisab. 
  2. Kelompok muqtashid adalah mereka yang akan dihisab dengan hisab yang ringan (hisaban yasiira). 
  3. Kelompok dhalimun adalah mereka yang mendapat rintangan sepanjang mahsyar, kemudian Allah menghapus kesalahannya karena rahmat-Nya.
Setelah diampuni Allah, kelompok zhalimun ini  berkata, "Dan mereka Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami. Sesungguhnya Rab kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal (jannah) dari karunia-Nya; didalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu." (QS Fathir: 34--35). (HR Imam Ahmad).

Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan, suatu ketika  Aisyah r.a. ditanya oleh Uqbah bin Shuhban al-Hinai tentang ayat di atas. Beliau menjawab, "Wahai anakku, mereka berada di janah. Adapun sabiq bil khairat adalah mereka yang telah berlalu pada masa Rasulullah saw., Rasulullah menjanjikan untuk mereka janah. Adapun muqtashid adalah mereka yang mengikuti jejaknya dari kalangan sahabatnya, sehingga bertemu dengan mereka. Adapun dhalim linafsih adalah seperti aku dan kalian?."

Komentar ibunda Aisyah r.a. yang mengelompokkan dirinya ke dalam dhalim linafsih, tentu sebuah ketawadhu'an, sebagaimana dinyatakan oleh Uqbah bin Shuhban. Menurutnya, Aisyah justru termasuk pemuka sabiq bil khairat. Namun, bagi kita tidak ada alasan untuk tidak menyatakan diri kita sebagai muqtashid apalagi sabiq bil khairat.

Tiga kelompok di atas memang akhirnya dinyatakan akan masuk janah, karena mereka adalah umat Muhammad Saw yang bertauhid. Namun, kelompok zhalim linafsih berada pada posisi terancam karena akan melewati proses hisab yang berat dan belum tentu mendapat ampunan dan rahmat Allah SWT.

Semoga kita termasuk kelompok Sabiqun bil Khairat, yaitu golongan kaum Muslim yang bersegera dalam kebaikan, melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya, juga menjalankan amalan-amalan sunah, dan menjauhi perbuatan makruh apalagi haram. Amin...! Wallahu a'lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com).*

Bismillaahirrahmaanirrahim. Alhamdulillaahi robbil ‘aalamiin.

Alah SWT berfirman dalam Surat Al Baqarah ayat 185 :

شَهۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدٗى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٖ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِۚ

“Ramadhan, adalah bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran; sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” (Q.S. Al Baqoroh : 185)

Betapa pemurahnya Allah kepada manusia, disampimg memberikan kehidupan kepada kita, ternyata kita juga dilengkapai dengan petunjuk-petunjuk yang membedakan mana perbuatan yang haq dan mana perbuatan yang bathil.

“Al Qur’an diwahyukan sebagai ‘hudallinnas’, petunjuk bagi manusia Tetapi ternyata sikap manusia dalam menerima Al Qur’an itu terbagi menjadi tiga golongan yang hal ini juga diungkapkan sendiri oleh Allah SWT sebagaimana firmannya didalam Surat Al Fathir ayat 32 :

“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang Menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan, dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia yang Amat besar” (Q.S. Al Fathir : 32)

Golongan pertama, adalah orang yang dzalim terhadap diri sendiri. Di satu sisi dia yakin Al Qur’an wahyu Allah, percaya Al Qur’an sebagai petunjuk Allah, namun di sisi lain masih ada sikap dan perbuatannya yang tidak sesuai dengan tuntunan Al Qur’an.

Contoh; Al Qur’an menyuruh berkata benar namun dia sering berbohong. Contoh lain, Al Qur’an menyuruh shalat, menyuruh puasa  namun dia enggan shalat, enggan puasa. “Sebaliknya yang dilarang malah dikerjakan, misalnya meminum minuman keras dll.

Kelompok kedua, adalah yang setengah-setengah. Dia yakin kebenaran Al Qur’an, tapi hanya yang sesuai dengan kepentingan dia yang dilakukannya. Sebaliknya kalau tidak sesuai dengan selera dia, maka dia tidak percaya atau tidak mau melaksanakannya. Contoh orang yang rajin shalat fardhu maupun sunnah, puasa wajib maupun sunnah, namun kalau disuruh membayar zakat dia enggan. “Jadi, tuntunan Al Qur’an yang dilaksanakan hanya setengah-setengah. Dengan kata lain, kelompok ini tidak melaksanakan Al Qur’an secara menyeluruh (kaffah),”

Kelompok ketiga, golongan umat Islam yang melaksanakan semua tuntunan Al Qur’an secara menyeluruh, tidak dipilih-pilih, semata-mata hanya mencari ridha Allah. “Kelompok ketiga inilah yang terbaik.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa orang yang lebih cepat berbuat kebaikan akan masuk surga, tanpa hisab,danorang yang pertengahan masuk surga berkat rahmat Allah, sedangkan orang yang aniaya terhadap dirinya sendiri serta orang-orang yang berada di perbatasan antara surga dan neraka dimasukkan ke dalam surga berkat syafaat Nabi Muhammad Saw.

Tersebut dalam  sebuah Hadist.

Dari Abu Hurairah RA berkata, “Rasulullah Saw bersabda.  “siapa diantara kalian yang berpuasa pada hari ini? Lalu Abu Bakar menjawab, saya. Kemudian beliau bertanya , siapa diantara kalian yang mengantarkan mayit ke kuburannya?, Abu Bakar menjawab, saya. Lalu beliau bertanya lagi, siapa diantara kalian yang memberi makan orang miskin? Abu Bakar menjawab, saya. Kemudian beliau bertanya, siapa diantara kalian yang menjenguk orang sakit?, lalu Abu Bakar menjawab, saya. Maka beliau (Nabi Muhammad) Saw berkata, jika semua perkara tersebut ada pada seseorang, maka dia akan masuk surga (HR. Muslim :3/92).

Menjadi Sabiqun bil khairat khususnya di bulan Ramadhan adalah menjadi orang-orang berpestasi. Mereka disebut berprestasi, karena memang mereka adalah orang-orang yang berusaha meninggalkan perkara yang haram dan makruh, dan mereka juga meninggalkan sebagian perkara mubah demi kesempurnaan ibadah puasa yang mereka jalankan.

Mereka ini sebenarnya bukan hanya berprestasi di bulan Ramadhan saja namun di luar bulan Ramadhan mereka juga orang-orang yang berprestasi. Hasil Tarbiyah Ramadhannya sangat berbekas dan terlihat pada sebelas bulan lainnya.

Mereka ini adalah golongan yang sangat memburu pahala, bahkan mereka berharap bahwa seluruh bulan yang ada ini adalah bulan Ramadhan. Kerinduan mereka kepada Ramadhan membuat mereka selalu berdoa sepanjang bulan kepada Allah SWT agar mereka dipertemukan dengan bulan Ramadhan.

Mereka adalah orang-orang yang menangis ketika berpisah dengan Ramadhan. Menangis sedih karena bulan yang mulia yang Allah janjikan jutaan pahala kebaikan berlalu, sedangkan mereka merasa belum banyak meraih kebaikan di dalamnya.

Mereka adalah orang yang oleh Al-Quran disifati dengan: “Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam, dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar” (QS. Adz-Dzariyat: 17-18)

Kebersamaan mereka dengan Al-Quran sangat luar biasa di bulan Ramadhan. Para salafus saleh kita terdahulu ada yang menghatamkan Al-Quran per dua hari. Ada yang menyelesaikanya per tiga hari. Ada yang mengkhatamkannya dengan dijadikan bacaan pada salat malam, bahkan dalam sebagian riwayat ada yang mengkhatamkan Al-Quran bahkan hingga 60 kali selama ramadhan.

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda: “Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Kitab Allah, maka baginya satu kebaikan, dan setiap kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan. Saya tidak mengatakan Alif Lam Mim itu satu huruf, tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf, dan Mim satu huruf.” (HR. Tirmidzi).

Anjuran untuk membaca Al Quran selama bulan Ramadhan juga sebagaimana firman Allah sebagai berikut: “Di antara amal kebajikan yang sangat dianjurkan dilakukan di bulan Ramadhan adalah tadarus Al Quran. Tadarus Al Quran berarti membaca, merenungkan, menelaah, dan memahami wahyu-wahyu Allah SWT yang turun pertama kali pada malam bulan Ramadhan.” (QS. Al Baqarah ayat 185). Dengan tadarus Al Quran, kandungan hikmah yang termuat dan terkumpul di dalamnya dapat menjadi penunjuk jalan menuju kebenaran.

Dengan Tadarus berarti kita telah berinteraksi dengan Al Qur’an
Target khatam membaca Alquran pun dicanangkan: Sekali, dua kali, bahkan lebih.

Sikap kuantitatif seperti ini adalah benar. Namun, apakah proses interaksi kita dengan Alquran yang Allah SWT inginkan, terhenti di situ?

Sekadar membaca dari awal Surah al-Fatihah juz pertama, lanjut juz dua, demikian seterusnya, sampai Surah an-Naas, surah terakhir di juz 30…? Lalu bagaimana sebenarnya membaca Alquran yang Allah SWT kehendaki dari seorang mukmin. Dengan kata lain, bagaimana membaca Alquran yang berkualitas?

Allah SWT telah menjelaskan kepada kita bagaimaa cara membaca kualitatif yang diinginkan-Nya, seperti termaktub dalam ayat berikut:

“Orang-orang yang telah Kami beri Kitab, mereka membacanya sebagaimana mestinya (haqqa tilâwatih), mereka itulah yang beriman kepadanya. Dan barangsiapa ingkar kepadanya, mereka itulah orang-orang yang rugi (QS al-Baqarah: 121).

Merujuk pada ayat di atas, menurut Imam Ghazali  di dalam Ihya Ulumid Din-nya, membaca firman-firman Allah dengan “sebagaimana mestinya” (haqqa tilâwatih) adalah dengan melibatkan lisan, akal, dan hati.

Tugas lisan adalah membaca huruf per huruf secara benar. Tugas akal adalah memahami makna dan kandungan. Sedangkan tugas hati adalah mengambil pelajaran dan nasihat untuk kemudian dipatuhi dan ditaati.  

Haqqa tilâwatih menurut Abdullah ibn Mas’ud RA dalam Tafsir at-Thabary adalah tunduk patuh terhadap segala apa yang dihalalkan dan diharamkan olehnya, dan membacanya sesuai dengan apa yang diturunkan oleh Allah serta tidak menyimpangkannya, dan tidak mentakwilkannya secara tidak patut.

Abu Hurairah RA juga mengatakan, “Sesungguhnya, rumah yang di dalamnya dibacakan Alquran, maka lapanglah penghuninya, banyak kebaikan, malaikat menghadirinya dan syaitan-syaitan meninggalkannya. Sebaliknya, rumah yang tak dibacakan Alquran, maka sempitlah penghuninya, sedikit kebaikannya, malaikat meninggalkannya dan syaitan-syaitan mendekatinya.”

Menurut Imam Al Gazali dalam bukunya Ihyaa’ Ulumuddin, setiap huruf Alquran dijaga oleh para malaikat. Masing-masing malaikat ikut mendoakan kesejahteraan bagi mereka yang membacanya. Semoga kita termasuk golongan Sabiqun Bil Khairat;

Termasuk golongan yang secara kuantitatif dan kualitatif dalam membaca Al Qur’an;

Termasuk orang-orang yang senantiasa di doakan oleh Malaikat;

Termasuk orang-orang yang mendapatkan keberkahan dalam membaca Al Qur’an;

 Semoga Allah memberikan kita kekuatan lahir dan bathin untuk melaksanakan semua perintah-perintahNya.

Nasrun minallah wa Fathun qoriib. Wa basyiril Mukminiin.

وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA