Sistem Teknologi dan peralatan Hidup suku Nias

Makalah kebudayaan NiasI. PENDAHULUAN1. Latar BelakangSaya mengambil bahan untuk tulisan Etnografi adalah mengenai kebudayaan suku bangsa Nias. Karena menurut saya meskipun Nias hanya memiliki satu suku bangsa yang biasanya disebut orang nias namun mereka memiliki beragam kebudayaan yang menarik untuk diketahui dan diteliti.Pulau Nias, terletak di Provinsi Sumatra Utara, merupakan salah satu pulau yang di dalamnya berkembang salah satu kebudayaan Nusantara bernama suku nias dan orang nias menyebut dirinya Ono Niha (anak manusia). Yang menidiami Kabupaten Nias, yang meliputi pulau nias dan beberapa pulau-pulau kecil disekitarnya seperti pulau Hinako di barat, Pulau Senau dan Lafau di utara, dan Pulau Batu di selatan pualu nias. Kebudayaan orang Nias berlandaskan kebudayaan megalitik yang telah mereka bawa dari Benua Asia pada jaman perunggu kemudian dikembangkan sendiri menjadi kebudayaan megalitik yang bukan berdasarkan adat pengurbanan kerbau, melainkan pengurbanan babi. 2. DemografiNias, tergolong pulau terbesar diantara sekitar 150 pulau di propinsi Sumatra Utara. Letaknya di sebelah barat Pulau Sumatra. Pulau dengan luas 5.625 kilometer persegi ini memanjang dari utara ke selatan sejauh 120 km dengan lebar sekitar 40 km dan panjang pantainya sekitar 450 km. Pulau Nias dikelilingi oleh Samudera Hindia yang memiliki gelombang yang besar terutama di pantai barat. Dataranya bergunung dan berbukit ditengah dengan ketinggian 0 – 1.000 meter diatas permukaan laut. Dataran rendah terdapat disepanjang pantai.Kondisi geologis terdiri dari banyak ditemukannya lipatan pegunungan kecil yang bercelah. Di beberapa tempat terdapat lapisan tanah lunak dan perbukitan kapur bercampur pasir, sehingga tergolong stuktur tanah rapuh. Kondisi iklim dipengaruhi oleh Samudera Indonesia. Suhu udara berkisar antara 17 – 32 C dengan kelembaban sekitar 80 – 99% dan kecepatan angin antara 5 – 6 knot. Curah hujan yang tinggi dan relatif turun sepanjang tahun berkisar 2.000 – 4.000 milimeter per tahun. Nias memiliki 13 desa yang tersebar antara lain Desa Gunung Sitolo, Desa Tuhemberua, Desa Lahewa, Desa Alasa, Desa Gido, Desa Idano, Desa Gawo, Desa Lahusa, Desa Gomo, Desa Teluk Dalam, Desa Mandrehe, Desa Sirombu, dan Pulau-pulau Batu. Julmah penduduk relatif masih dibawah tingkat kepadatan yaitu sekitar 700.000 jiwa yang terdiri dari 36 - 159 jiwa perkilometer persegi. Tingkat perkembangan penduduk 2,14% dan di tingkat nasional 2,3%. Sejarah keberadaan masyarakat Nias bermula dari leluhur orang Nias berasal dari daerah Yunan, Cina bagian selatan, yang bermigrasi sekitar 3.500 tahun yang lalu ke pulau Nias. Leluhur dari Cina itu memiliki pengetahuan dan ketrampilan di berbagai bidang, maka kedatangan mereka membawa perubahan dan kemajuan bagi masyarakat Nias. Hal ini diperkuat dengan bukti-bukti berupa peralatan-peralatan yang dibuat orang Nias dan gaya arsitektur yang berkembang di sana,berupa motif kepala naga (hewan yang melegenda di Cina) yang terdapat pada pegangan atau gagang pedang, bagian depan rumah bangsawan, peti mayat, dan sejumlah benda-benda peninggalan zaman megalitikum. Kepulauan Batu, MentawaiPenduduk kepulauan Batu sebagian besar terdiri dari suku yang serumpun dan sebahasa dengan penduduk Nias. Usaha pekabaran Injil dimulai pada tahun 1889. Pada masa perang, gereja di situ berdiri sendiri di bawah pimpinan seorang kepala suku; seusai perang orang Kristen di Kepulauan Batu bergabung dengan BNKP. Gereja Kristen Protestan Mentawai (GKPM) berdiri sendiri pada tahun 1968. Walaupun dihimpit oleh usaha yang kuat dari pihak Islam dan misi KR, namun kini (1997) gereja ini meliputi 75% penduduk Mentawai, yaitu 24.000 jiwa lebih.II. ISI7 Unsur Kebudayaan:1. Sistem PengetahuanSistem Pengetahuan yang dimiliki suku Nias sudah cukup berkembang.Diantaranya mereka mengetahui akan kesadaran waktu di dalam kehidupan. Suku Nias juga memiliki ahli astrologi yang dikenal sebagai orang Boronadu atau Sibihasa. Orang ini memberikan keterangan musim tanam atau tunai telah tiba dalam pertanian. Waktu dalam suku bangsa Nias di kenal sebagai suatu pengertian yang ada hubunganya dengan bintang tertentu yang disebut madala. Madala selain menunjukkan nama bintang, juga memberikan pengertian tentang pembagian waktu. Madala fajar menunjukkan waktu fajar menyingsing, madala laluwo menunjukkan waktu tengah hari, dan madala tanobi menunjukkan waktu matahari tenggelam. Waktu dalam hari dalam hari dihubungkan dengan posisi peredaran matahari. Ahulo menunjukkan waktu matahari terbit. Laluo menunjukkan waktu matahari tepat diatas (siang hari), Mamoka dodoga’i menunjukkan waktu kulit jantung pisang terkelupas (kira – kira pukul 02.00 sampai pukul 03.00 siang hari). Moliriri atau molili rago menunjukkan waktu sore ketika binatang tonggeret berbunyi. Tano Owi yang menunjukkan waktu menjelang malam atau petang hari. Mereka juga menggunakan pengetahuan waktu dalam perkembangan untuk mempermudah hidup. Diantaranya pada bidang pertanian yaitu untuk mengetahui musim tanam dan panen. Ketika musim tanam padi di tandai apabila bintang madala sifelejara tepat di tengah bumi pada waktu malam hari, dan apabila kedudukannya berada di tempat matahari terbit, hal itu menunjukkan bahwa musim menuai telah tiba. Selain mengetahui pentingnya kesadaran akan waktu, orang Nias juga memiliki pengetahuan mengenai pengecoran perunggu, pandai emas, seni pahat batu dan ukiran kayu juga telah dimiliki orang Nias sejak lama yang diwariskan secara turun temurun. Selain itu orang Nias juga menyadari akan pentingnya pendidikan untuk anak-anak mereka. Menurut data yang diperoleh Jumlah anak yang bersekolah di beberapa kecamatan di Nias mencapai sekitar 396 orang atau sekitar 70% dari usia sekolah.2. Sistem Peralatan Hidup dan TeknologiOrang Nias yang berkebudayaan megalitik sudah mengenal teknologi mengenai pertukangan logam sejak zaman prasejarah. Misalnya, pandai membuat jenis-jenis pedang dan golok perang yang disebut seno gari dan telogu. Dari segi ketajaman, keampuahan, dan keindahan bentuk, senjata-senjata tajam buatan Nias tidak kalah dengan mandau yang dibuat oleh DayakOrang Nias juga memiliki keahlian dan keterlampilan dalam seni membangun pemukiman, seni ukir, dan seni tari sangat khas. Keahlian orang Nias yang khas ini diwariskan secara turun temurun sehingga keasliannya masih dapat dipertakankan. Namun adanya pergeseran niali akibat pengaruh budaya luan membuat keakhlian khas yang dimiliki orang Nias tidak begitu berkembang terutama dalam seni membuat perkakas atau ornament-ornamen dalam keperluan rumah tangga.Industri yang berkembang di Nias berupa kerajinan rumah seperti : kerajinan anyaman, topi, tikar, karung dan bagian-bagian ornament untuk bagian-bagian rumah. Industri lainnya berupa industri perkakas logam seperti pedang, tombak, golok dan cangkul. Rumah adat Omo Hada Pkaian adat tradisoional Pakaian adat pernikahan3. Sistem bahasaBahasa Nias termasuk dalam rumpun bahasa Melayu – Polinesia tetapi agak berbeda dengan bahasa Nusantara lainnya, karena sifatnya yang vocal yaitu tidak mengenal konsonan di tengah maupun di akhir kata. Bahasa Nias mempunyai huruf bunyi tunggal (vokal) yang khas yaitu yang bunyinya hampir sama dengan e pepet atau eu dalam bahasa sunda. Berdasarkan analisis, di identifikasi bahwa bahasa Nias hanya berjumlah 20, yakni: b, d, f, g, h, k, l, m, mb, n, ndr, r, rn, s, t, w, bw, x, y, z. Logat dan intonasi bunyi bahasa Nias berbeda–beda yaitu karena memiliki dua logat, antara lain logat Nias Utara dan Nias Selatan atau Tello. Logat pertama dipergunakan di Nias bagian utara, timur, dan barat yang menggunakan pengaruh logat bahasa Nias Utara antara lain di daerah pedalaman dan daerah pantai memiliki cirri khas. Logat yang kedua di Nias bagian tengah, selatan dan Kepulauan Batu yang mendapat mengaruh bahasa logat Nias bagian Selatan yaitu di daerah pedalaman dengan intonasi yang lebih tegas dan penekanan bunyi konsonan lebih sering.Penggunaan imbuhan berupa awalan, akhiran dan sisipan terbatas.penggunaan morfologi lebih banyak terjadi karena ada perubahan bunyi secara sintaksis bukan sematik. Bahasa Nias tidak mengenal hirarki atau lapis penggunaan bahasa seperti yang terjadi dalam bahasa Jawa atau Sunda. Bahasa Nias tidak mengenal tulisan. Sastra, terdapat dalam sastra lisan yang secara turun temurun berupa dongeng-dongeng dan cerita-cerita rakyat. Namun walupun begitu orang Nias diakui sebagai para penyair ulung dan sangat perspektif terhadap lingkungan alam.Contoh bahasa Nias – Indonesia :• Kata Benda :- bada gahe = sepatu - dadaoma = tempat duduk- tori-tori = kipas - bato = tempat tidur- faku = cangkul - ana’a = emas- ambala = selimut - batere = baterai- embe = ember - diala = jala• Kata Sifat :- aila = malu - ewawa = kecewa- onekhe = pintar - abe’e = keras- faetasa = tenang - dodo = ragu - ragu - adumo = takut - alimago = sayang- ame’ela = khawatir - akhari dodo = rindu• Kata Kerja :- mamabaso = membaca - umano = nyanyi- fahao = mengajarkan - famawa = menjual- fadani = memunguti - faigi = melihat- faga = memanggang - fakha = memotong- uma = mencium - mamabe’ego = mengirimkan4. Sistem Mata Pencaharian HidupMata pencaharian orang Nias, kecuali yang tinggal di daerah pantai adalah pada umumnya bercocok tanam yakni di ladang (sabae’e) dan di sawah (laza). Lahan di Pulau Nias tergolong memiliki daya guna yang besar bila system pendayagunaan dikembangkan. Hal ini di sebabkan oleh iklim di daerah Nias sangat menunjang untuk lahan pertanian karena memiliki curah hujan yang tingg sehingga banyak juga orang Nias yang hidup dari bertani.Mata pencaharian lainnya adalah berburu di hutan, menangkap ikan di sungai, beternak dan bertukang. Hasil peternakan utama di Nias adalah babi. Selain itu diternakkan pula kambing dan kerbau yang biasanya diusahakan oleh orang Nias yang beragama Islam.Nias juga memiliki hutan tropic yang beraneka ragam jenis tanaman dan relative tidak homogen. Banyak dijumpai tanaman perkebunan seperi cengkeh, kopi, karet dan Nilam. Dan yang menjadi hasil olahan penduduk antara lain berupa minyak nilam, kopi, kopra dan minyak kelapa. Minyak nilam dari Nias juga diekspor setelah diproses di Medan sebagai bahan kosmetik. Sedangkan kpra dan kopi di pasarkan keluar pulau Nias namun masih dalam jumlah yang kecil karena keterbatasan sarana dan prasarana angkutan (distribusi barang yang terbatas). 5. Sistem Organisasi SosialOrang Nias memiliki strata social yang berlandaskan pandangan kosmik Sang Pengatur, Pencipta, dan Sang Pemelihara atau Penjaga. Pencipta diwakili oleh golongan masyarakat yang disebut Si Ulu, yaitu semacam kelompok elite bangsawan dan pemimpin komunitas. Orang yang masuk dalam golongan Si Ulu harus cakap dalam segi intelektual dan dia orang yang mampu secara materi, dengan bukti dapat mengadakan pesta-pesta adapt dan sudah menikah dan juga memiliki sifat Ila Dododuno yaitu peka terhadap hati nurani rakyat. Di atas strata Si Ulu yakni Balo Si Ulu, lapisan ini lebih tinggi kaena mereka ialah lapisan yang memerintah.Sedangkan Pemelihara dan penjaga diwakili oleh golongan masyarakat yang disebut Sato. Lapisan masyarakat umum Sato, memiliki lapisan social yang didasarkan pada kemampuan intelektual, harta dan senioritas yaitu rakyat kebanyakan. Si Ila merupakan golongan terkemuka rakyat diantara Sato. Si Ila juga cersik dan pandai oleh karena itu ia memegang peranan aktif penyelenggara kelangsungan komunitas suku, khususnya program-program dan pemeliharaan norma dan hukum adat. Dalam penyelenggaraan hukum adat, kelompok Si Ila masih mempunyai aturan strata yang tajam.Lapisan budak dapat dibagimenjadi dua golongan yaitu Binu lapisan orang yang menjadi budak karena kalah perang atau diculik. Dan Sondrara Hare lapisan orang yang menjadi budak karena ditebus orang setelah dijatuhi hukuman mati. Dari kedua golongan budak tersebut, nasib golongan Binu adalah yang paling buruk karena dari lapisan Binu inilah dipilih calon untuk dijadikan kurban pada upacara pengurbanan manusia. Lapisan-lapisan masyarakat di Nias bersifat ekslusif. Mobilitas hanya terjadi dalam lapisan, yakni antar golongan. Misalnya orng dari golongan Sato dapat menanjak ke golongan Si Ila, tetapi dia tidak dapat menanjak ke lapisan Si Ulu (bangsawan). Bangsawab anggota Si Ulu yang hendak menanjak menjadi anggota Balo Si Ulu harus mengadakan upacara owasa, yang terdiri atas beberapa tingkat dengan biaya yang masing-masing berbeda.Sistem kekeluargaan dalam orang Nias adalah nuclear family, keluarga batih (bato), kelompok kekerabatan yang disebut sangambato oleh orang Nias yakni keluarga luas virilokal yang terdiri atas satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang tinggal di dalam satu rumah yang membentuk suatu rumah tangga. Namun beberapa diantaranya juga terdapat kebiasaan tinggal bersama saudara dalam satu rumah, tetapi jarang dijumpai satu rumah dihuni oleh dua kepala keluarga.Gabungan keluarga luas virilokal dari suatu leluhur disebut mado yang tedapat di Nias bagian Utara, Timur, dan Barat atau Gana yang terdapat di Nias bagian Tenggara dan Selatan. Mado dapat disamakan dengan marga pada orang Batak, yakni klen besar patrilineal (garis keturunan berdasarkan bapak). Fungsi Mado terutama mengurus pembatasan jodoh dalam perkawinan. Di Nias belaku adat eksogami mado dalam batas-batas tertentu. Artinya sesoang boleh menikah dengan orang semadonya, asalkan ikata kekerabatan leluhurnya sudah mencapai 10 angkatan ke atas.Syarat pernikahan di Nias adalah adanya emas kawin (bowo). Pada masa kini beberapa daerah terutama di Lahomi, Kecamatan Sirombu, Nias Barat jumlah emas kawin masih sangat besar, yakni paling sedikit 100 ekor babi. Pada masa lalu, orang laki-laki yang tidak dapat melunaskan emas kawin harus mengabdi dahulu kepada mertua sampai bisa melunaskan emas kawin tersebut.Desa-desa di pulau Nias umumnya berasal dari desa tradisional yang dahulu berupa kerajaan dengan dikepalai oleh seorang kerajaan, namun sekarang sudah di kepalai oleh seorang kepala desa. Kepala desa tersebut dipilih oleh rakyat dari calon-calon yang dipilih oleh Majelis Adat dengan persetujuan camat. Seorang kepala desa yang baru dipilih diharuskan untuk memotong sejumlah babi yang tidak ditentukan berapa jumlahnya namun semua anggota masyarakat desa harus bisa menikmatinyaOrang Nias sangat konsekuen terhadap hasil orahua. Kebanyakan orang Nias dalam mematuhi hasil orahua merupakan pengabdian terhadap sesama. Orahua merupakan system gotong royong yang dikendalikan bersama untuk mencapai tujuan bersama. Masalah yang ditangani oleh orahua bukan hanya masalah adat tapi juga menyangkut aspirasi pengembangan desa dan perbaikan atau perubahan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, karena itu orahua merupakan titik simpul yang dapat dimasuki oleh perubahan-perubahan dan masuknya system teknologi maupun ideologi baru.Pengendalian social di Nias berupa hukum adat. Untuk memperbaiki peraturan-peraturan yang sudah tidak sesuai lagi dengan zaman. Orang Nias mempunyai suatu cara yang disebut fondrako. Cara ini diterapkan dengan memberikan suatu Denda yang setimpal dengan apa yang diperbuatnya bagi seseorang yang berani melanggar aturan. Penetapan peraturan tersebut dilakukan dalam suatu sidang. Setiap kali suatu peraturan ditetapkan, diadakan pengorbanan anak ayam. Hingga sekarang hukum adapt tersebut masih berlaku secara berdampingan denga hukum modern dari pemerintah Indonesia. Namun sangsi hukuman sekarang kebanyakan berupa denda dalam bentuk babi, beras, emas, dan uang. Hukum adat dirumuskan, disusun dan disahkan berlakunya oleh majelis adapt yakni orahua. Dimana para pemuka masyarakat duduk didalamnya dan diambil kesepakatan denda dalam takaran tertentu antara lain beras yang menggunakan takaran tumba, semacam literan dari tempurung kelapa. Babi menggunakan afore, semacam tongkat pengukur tingkat tubuh babi. Emas menggunakan tulo-tulo, semacam timbangan emas yang terbuat dari kayu. Hukum adat yang berlaku pada orang Nias antara lain: berzina (mohare), mencuri babi (manago bawi), membunuh orang (mamunu niha), membakar kampong (manoji banua), memegang racun (maoya hifo), berkhianat atau berdusta (manaboli atau mana daora goli). Dahulu sebelum agama Kristen masuk ke Nias berlaku hukum gantung (Nibuhu Nitawi Bagi), dibenamkan ke air (Nidono Badidano), dan dibunuh dengan tombak (Nihadio Toho) namun sekarang hukuman ini sudah tidak berlaku lagi.6. Sistem ReligiKebudayaan Nias merupakan salah satu kebudayaan Nusantara yang bebas dari pengaruh Hindu – Budha maupun Islam. Orang Nias mengalami banyak perubahan dalam hal kepercayaan dan agamanya. Dahulu kepercayaan orang Nias percaya pada system yang bersumber pada kekuatan alam dan roh leluhur dan juga dua kekuatan super natural di kosmos, yang menampakkan diri sebagai gejala-gejala alam dan arwah leluhur mereka. Kekuatan adikodrati (super-natural) bersumber pada gejala-gejala alam yang memiliki nama sesuai dengan tempat atau system kekuatannya. Para leluhur Nias kuno menganut kepercayaan animisme murni. Mereka mendewakan roh-roh yang tidak kelihatan dengan berbagai sebutan, misalnya: Lowalangi, Laturadanö, Zihi, Nadoya, Luluö dan sebagainya. Dewa-dewa tersebut memiliki sifat dan fungsi yang berbeda-beda. Selain roh-roh atau dewa yang tidak kelihatan dan tidak dapat diraba tersebut di atas, mereka juga memberhalakan roh-roh yang berdiam di dalam berbagai benda berwujud, misalnya: berbagai jenis patung, (Adu Nama, Adu Nina, Adu Nuwu, Adu Lawölö, Adu Siraha Horö, Adu Horö dll) yang dibuat dari bahan batu atau kayu dan juga percaya pada pohon tertentu, misalnya: Fösi, Böwö, Endruo, dll. Oleh karena masyarakat Nias percaya terhadap banyak dewa, maka sering disebut bahwa orang Nias kuno menganut kepercayaan politheisme.Dalam acara pemujaan dewa-dewa tersebut, mereka menggunakan berbagai sarana misalnya: Dukun atau pemimpin agama kuno (Ere) sebagai perantara dalam menyampaikan permohonan selalu memukul fondrahi (tambur) pada saat menyampaikan permohonan dalam bentuk syair-syair kuno (Hoho) atau mantera-mantera. Selain itu, para ere juga mempersiapkan sesajen, misalnya: sirih dan makanan lainnya untuk dipersembahkan kepada para dewa agar apa yang dimohon dapat dikabulkan. Sesajen dalam bentuk makanan (babi, ayam, telur) disertai kepingan emas juga diberikan supaya upacara pember-halaan itu sempurna dan permohonan dikabulkan. Persembahaan dalam bentuk korban makanan dapat dibagi-bagi kepada orang yang hadir, akan tetapi setelah upacara penyembahan selesai, emas sering kali menjadi porsi ere pada akhirnya. Banyak benda-benda mati yang dipercayai seolah-olah hidup dan memiliki kekuatan supernatural (sakti) sehingga dijadikan jimat sebagai sumber dan penambah kekuatan/kekebalan. Dari bebatuan, misalnya: Sikhöri Lafau, Kara Zi’ugu-ugu, Kara Mboli, Öri Zökha dan sebagainya. Sesama manusia juga di-ilah-kan. Hal ini tergambar dari ungkapan seperti: Sibaya ba sadono Lowalani (Lowalangi) ba guli danö. Artinya: Paman (saudara laki-laki sekandung dari ibu) dan orang tua merupakan jelmaan Tuhan yang hadir di bumi. Maka tidak heran kalau dalam tradisi kuno sebelum agama baru masuk di Nias, patung leluhur (Adu Zatua) selalu dibuat untuk kemudian diberhalakan. Kepercayaan dalam bentuk ani-misme-politheisme ditinggalkan oleh masyarakat setelah para misionaris menyebarkan agama di Nias. Pembuatan patung-patung dilarang, karena hanya dipandang dari sisi teologis saja, sementara pesan moral dan nilai seni di dalam berbagai patung (ukiran dan pahatan) itu tidak dihiraukan.Pemusnahan patung-patung secara besar-besaran dilakukan pada masa adanya gerakan ‘Fangesa Dödö Sebua’ (pertobatan massal) sejak tahun 1916 sampai dengan tahun 1930 yang dimotori oleh para misionaris Kristen dari Eropa yang menganut pandangan “Christ against Culture” (Kristus menentang Kebudayaan).Saat ini religi orang Nias yang berlaku pada masa dahulu sudah tidak sama lagi dengan yang sekarang. Karena sekarang sebagian besar orang Nias sudah beragama Kristen Protestan. Namun ada agama lain yang juga mempunyai penganut di Nias adalah agama Islam, Katolik, Budha dan kepercayaan Pelebegu. Pelebegu yang artinya menyembah roh adalah nama agama asli orang Nias yang diberikan oleh nenek moyang mereka. Penganutnya sendiri menyebutnya Molohe Adu yakni penyembah roh leluhur. Agama ini berkisar pada penyembahan roh leluhur. Untuk kepentingan ini mereka membuat patung-patung kayu yang disebut adu.Dewa-dewa yang terpenting dalam kepercayaan Pelebegu adalah Lowangi, yang dianggap sebagai raja segala dewa dari dunia atas, Latura Dano yakni saudara tua Lowangi, yang dianggap raja segala dewa dari dunia bawah. Dewa terpenting yang lain adalah Silewe Nasarata yang merupakan istri Lowangi, yang dianggap sebagai dewi pelindung para Ere (pemuka agama).7. Sistem KesenianKesenian orang Nias meliputi seni musik, seni lukis, tari, seni kerajinan, seni pahat seperti memahat patung.Seni Musik Tradisi dari seni suara yang dilakukan bersama (sikola manuno), nyanyian perorangan dan hoho (nyanyian adapt). Sikola manuno merupakan suatu koor baik dalam kelompok gereja untuk memuliakan kebesaran atau pujian (sinuo fano bu’o) atau lagu perkawinan dikala seorang calon mempelai laki-laki menawara, jujuran (fanuo bawango walu), lagu kematian sebagai ratapan bela sungkawa (bawa abu dodo), lagu mars, pemberi semangat berperang (sinuno wanuwo) dan lagu anak-anak (sinuno nda ono). Salah contoh Lagu dari Nias : “Hoho Hilinawalö-Fau”Alat musik pukul, gesek, tiup dan petik juga terdapat di Nias. Alat-alat musik tersebut dibunyikan pada saat pesta. Pada upacara kebesaran, pesta perkawinan dan kematian, Aramba (Gong), Faritia (canang) dan Göndra (gendang), Fondrahi/tutu (tambur) dibunyikan berhari-hari sebelum pesta berlangsung agar masyarakat dan desa tetangga mendengarnya. Alat musik Lagia, Ndruri, Doli-doli, dan Surune sering dibunyikan oleh masyarakat pada saat mereka sedang santai, kesepian atau sedih agar mereka dapat terhibur.Di Nias Selatan, selain pada upacara kebesaran (Fa’ulu), pada upacara kematian seorang bangsawan yang dihormati, gong dan gendang juga dibunyikan. Sementara pada upacara pemujaan dewa-dewa, para pemuka agama kuno (Ere) selalu membunyikan Fondrahi sambil mengucapkan mantra-mantra tertentu dalam bentuk syair atau pantun (Hoho).Contoh-contoh alat musik dari Nias : 1. Nama Nias : GöndraIndonesia : GendangEnglish : DrumAsal / Origin : Orahili-Ulunoyo, Nias TengahTerbuat dari batang pohon besar yang bulat yang telah dikeruk bagian dalamnya, hingga tembus sampai ke ujung sebelah. Kemudian, kedua sisinya ditutup dengan kulit kambing, diikat dengan rotan di sekeliling pinggirnya. Dipergunakan pada upacara besar (Owasa), pesta pernikahan dsb.2. Nama / NameNias : ArambaIndonesia : GongEnglish : GongAsal / Origin : Hilimbuasi, Nias TengahTerbuat dari bahan kuningan. Dipergunakan pada saat ada upacara besar (Owasa), pesta pernikahan dsb. Tinggi 13,5 cm, tebal 0,5 cm dengan diameter 44 cm.3. Nama Nias : FaritiaIndonesia : CanangEnglish : GongAsal / Origin : Telukdalam – Nias Terbuat dari bahan kuningan. Dipergunakan pada saat ada upacara besar (Owasa), pesta pernikahan dsb. Tinggi 8,5, cm, tebal 0,4 cm dengan diameter 26 cm.4. Nama Nias : Lagia Asal / Origin : Orahili-UlunoyoAlat musik gesek dengan Panjang 25,2 cm, Tinggi 96 cm, tebal 1,3 cm dengan diameter 14,8 cm. Seni Lukis Orang Nias juga mengenal seni lukis, namun memang tidak begitu berkembang daripada kesenian lain yang ada di Nias. Salah satu lukisan Tari Perang- NiasSeni TariTarian adat umumnya dilakukan secara berkelompok dan dilakukan di halaman muka (ewali) pada peristiwa khusus. Tarian di Nias lebih banyak bertemakan kesatriaan atau keprajuritan. Contoh Tari Nias : Tari Perang Tari CakaleleSeni Patung dan Kerajinan TanganKedua kegiatan ini dilakukan umumnya mengambil tempat di mbele-mbele atau emper depan rumah adat. Kegiatan ornamen, untuk mengisi bagian penting rumah., sebagai pencerminan penghormatan kepada nenek moyang.Pada megalith tersebut dipahat berbagai ukiran sehingga menjadi ornamen yang merupakan simbol-simbol.Contoh-contoh pahatan Nias : Tradisi Lompat Batu Melompat batu ‘fahombo batu‘ telah menjadi salah satu ciri khas masyarakat Nias. Banyak orang luar yang mengingat atau membayangkan Nias dengan lompat batu, sehingga ada juga yang mengira bahwa semua orang Nias mampu melompat batu yang disusun hingga mencapai ketinggian 2 m dengan ketebalan mencapai 40 cm. Lompat batu awalnya merupakan tradisi masyarakat Nias Selatan, khususnya Teluk dalam. Tradisi ini tidak biasa dilakukan oleh masyarakat Nias di wilayah lain, dan hanya kaum laki-laki yang melakukannya. Hal ini juga telah menjadi indikasi perbedaan budaya nenek moyang atau lelehur masyarakat Nias. Yang harus diketahui lagi, tidak pernah ada perempuan Nias yang melompat batu. Pada mulanya melompat batu, tidaklah seperti yang kita saksikan sekarang. Baik fungsi maupun cara penguasaannya. Dahulu melompat merupakan kombinasi olah raga dan permainan rakyat yang gratis, bukan tradisi komersial. manfaat lompat batu bagi orang Nias adalah sebagai uji kekuatan dan ketangkasan.Melompat batu merupakan sarana dan proses untuk menujukkan kekuatan dan ketangkasan para pemuda, sehingga memiliki jiwa heroik yang prestisius. Dan juga dianggap sebagai suatu bentuk Kedewasaan dan Kematangan Fisik.Melihat kemampuan seorang pemuda yang dapat melompat batu dengan sempurna, maka ia dianggap telah dewasa dan matang secara fisik. Karena itu hak dan kewajiban sosialnya sebagai orang dewasa sudah bisa dijalankan.Atraksi PariwisataSekarang ini, sisa dari tradisi lama itu, telah menjadi atraksi pariwisata yang spektakuler, tiada duanya di dunia. Berbagai aksi dan gaya para pelompat ketika sedang mengudara. Ada yang berani menarik pedang, dan ada juga yang menjepit pedangnya dengan gigi. Para wisatawan tidak puas rasanya kalau belum menyaksikan atraksi ini. Itu juga makanya, para pemuda desa di daerah tujuan wisata telah menjadikan kegiatan dan tradisi ini menjadi aktivitas komersial.Tradisi lompat batu juga telah menjadi atraksi pariwisata yang spektakuler dan mampu membuat Nias dikenal oleh suku bangsa lain. Namun kelihatannya sekarang sudah kurang digemari oleh generasi baru karena tingkat kesulitan untuk menguasainya. III. KESIMPULANSuku Nias merupakan sealah satu suku di Indonesia yang mempunya kebudayaan yang masih terjaga. Mereka dapat memlihara kebudayan aslinya yang diturunkan oleh nenek moyangnya sejak ratusan tahun yang lalu. Meskipun saat ini mereka juga sangat terbuka terhadap perkembangan zaman globalisasi dan dapat menyatukan kebudayaan luar terhadap kebudayaan aslinya tanpa menghilangkan kebudayaan yang asli.Salah satunya adalah tradisi lompat batu. Tradisi ini sudah lama di miliki oleh orang Nias, namun sampai sekarang mereka tetap mempertahankan tradisi tersebut. Dan tradisi Lompat batu ini menjadi salah satu obyek wisata yang terkenal di Indonesia. Pulau Nias juga bisa lebih dikenal karena tradisi lompat batu ini. Terhadap pendatang, masyarakat Nias sangat ramah, terbuka dan selalu berusaha untuk menjelaskan tentang hal-hal yang dioertanyakan oleh si pendatang. Masyarakat Nias juga terbuka terhadapkritik dan saran yang diberikan terhadap perubahan yang lebih baik demi perbaikan sukunya.IV. PENUTUPKebudayaan Nias merupakan salah satu kebudayaan di Indonesia yang perlu kita jaga dan lestarikan. Karena hal itu merupakan ciri khas bangsa Indonesia yang memiliki beraneka macam kebudayaan dan kesukuan. Bangsa Indonesia terkenal dengan suku bangsa yang berbeda-beda, namun tetap dapat disatukan sebagai orang Indonesia, seperti istilah bangsa Indonesia yakni Bhineka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda namun tetap satu jua.Maka sebaiknya sudah sepatutnya kita sebagai Warga Negara Indonesia tetap menjaga warisan nenek moyang yang sudah diturunkan sedari dulu sebagai bentuk asal jati diri bangsa. Meskipun sekarang kita juga terbuka terhadap perkembangan zaman modern ini namun kita tidak boleh terlena dan melupakan kebudayaan kita sendiri.V. DAFTAR PUSTAKA• Clarendon,Press Oxford. 1992. Oxford Studies in Social and Culture Anthropology Society and Exchange in Nias. New York : Oxford.• Saleh, M. 1989. Rumah Adat Tradisional Nias. Jakarta : Proyek Pengembangan Media Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan.• Laiya, Sitasi Z. 1985. Kamus Nias-Indonesia. Jakarta : Pusat Pembinaan & Pengembangan Bahasa & Depatremen Nasional.• Aja, Cut Puan. 1986. Fonologi Bahasa Nias. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional & Kebudayaan.• Saliha, Yuswadi. 1985. Arsitektur Tradisional Nias. Jakarta : Departement Pendidikan Nasional.• Mendro, Sokh’aro. 1981. Fondrako Ono Niha : Agama Purba, Hukum Adat, Hikayat & Mitologi Masyarakat Nias. Jakarta : Depertemen Pendidikan Nasional.• End, Dr. Th. van den. 2001. Ragi Carita 2. Jakarta : PT BPK Gunung Mulia.• Sonjaya, Jajang A. 2008. Melacak Batu Menguak Mitos Petualangan Antarbudaya di Nias. Yogyakarta : Impuls dan Kanisius.• www.museumnias.com• www.nias-online.co.idVI. BIOGRAFI SINGKAT PENULIS

Riska Anestia Nurfitria, biasa dipanggil dengan sebutan Riska. Perempuan yang lahir di Jombang, Jawa Timur 20 tahun lalu ini memiliki hobi membaca, nonton dan traveling. Sedari kecil Riska sering tinggal berpindah-pindah tempat karena pekerjaan sang ayah yang menuntut untuk bermigrasi dari satu kota ke kota lain. Masa kecilnya ia habiskan di Banda Aceh yang kini berganti nama menjadi Nangroe Aceh Darussalam, dan tinggal disana sampai ia menginjak bangku SMP. Kemudian ia pindah ke kata Bogor, Jawa Barat hingga sekarang.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA