Pemilu 1955 tercatat dalam sejarah sebagai pemilu tingkat nasional pertama.
Kamis , 10 Dec 2020, 13:59 WIB
Arsip RI
Pemilu 1955
Red: Mas Alamil Huda
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Wilda Fizriyani
Tak ada yang salah apabila masyarakat mengingat Pemilihan Umum (Pemilu) 1955 sebagai tonggak demokrasi di Indonesia. Peristiwa ini memang telah tercatat dalam sejarah sebagai pemilu tingkat nasional pertama.
Pemilu 1955 selalu dipercaya sebagai ajang pemilihan satu-satunya yang terlaksana pada zaman demokrasi parlementer. "Padahal ada pemilu-pemilu lain yang turut meramaikan kontestasi politik Indonesia di tahun 1950-an," kata Penulis buku 'Sejarah Pemilu yang Dihilangkan', Faisal Hilmy Maulida.
Indonesia pernah mengadakan pemilu tingkat lokal pada 1951 dan 1952 di Yogyakarta dan Sulawesi. Kemudian pemilihan anggota DPRD pada 1957. Bahkan, pemerintah setempat sempat berencana mengadakan pemilu kedua para 1959 atau 1960 tapi gagal karena lain hal.
Menurut Hilmy, keberhasilan pemilu lokal di Yogyakarta dan Sulawesi menjadi dorongan tersendiri untuk Indonesia. Pemerintah terpicu untuk mengadakan pemilu secara nasional pada 1955. Di kontestasi politik 1955 ini, PNI berhasil menjadi partai terkuat lalu disusul Masyumi, NU dan PKI.
Gagasan pemilu pertama
Pelaksanaan Pemilu 1955 sebenarnya tidak serta merta hadir di tahun tersebut. Ide dan program untuk menjalankan pemilu sudah ada sejak Kabinet Natsir (Masyumi). Kabinet ini dimulai sejak 6 September 1950 lalu jatuh pada 27 April 1951.
Meski Kabinet Natsir jatuh, program dan gagasan pemilu tetap dilanjutkan oleh pemerintahan selanjutnya. Kabinet Sukiman yang mengambilalih pemerintahan Natsir bertekad untuk membentuk konstituante dan menyelenggarakan pemilihan dalam waktu singkat. Namun belum genap setahun memimpin, kabinet ini jatuh lalu digantikan Kabinet Wilopo pada 3 April 1952.
Pada masa Kabinet Wilopo, UU Nomor 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Anggota Konstituante dan Aanggota DPRD (UU Pemilu) berhasil disahkan. Namun penyelenggaraan pPemilu gagal dilaksanakan karena kabinet terlebih dahulu jatuh. Selanjutnya, pemerintahan diambil alih oleh Kabinet Ali Sastroamidjojo (PNI) dengan tetap meneruskan program pemilu.
Menurut Hilmy, Kabinet Ali Sastroamidjojo berhasil merumuskan susunan Panitia Pemilihan Indonesia (PPI). Pada prosesnya, juga berhasil melakukan pendataan pemilih, persiapan calon, dan penetapan jadwal pemilu. "Namun pemilu gagal terlaksana di kabinet ini, karena kabinet harus kembali jatuh pada 12 Agustus 1955 atau satu bulan menjelang rencana pemilu untuk DPR," ujar Hilmy.
Pimpinan kabinet berikutnya dipegang oleh Burhanuddin Harahap (Masyumi). Pada masa kabinet ini, pemilu tingkat nasional berhasil terlaksana dengan baik mulai 29 September 1955. "Dan soal penyelanggaraan pemilu ya memang kerja bareng yang enggak bisa dipisahkan berdasarkan partai masing-masing," kata dia menambahkan.
Pada proses pelaksanaan Pemilu 1955, respons masyarakat cukup luar biasa. Ajang ini seolah-olah menjadi hajatan untuk masyarakat Indonesia. Mereka berbondong-bondong mendatangi tempat pemungutan suara (TPS) dengan baju terbaiknya.
Hilmy melihat adanya gambaran semangat yang luar biasa pada diri masyarakat. Mereka memiliki harapan tinggi untuk Pemilu 1955. Setidaknya rakyat berharap hasil pemilu dapat menyelesaikan masalah yang tidak dapat diselesaikan jajaran kabinet atau parlemen.
"Artinya, ketika pemilu ada keterwakilan secara langsung, pemilih bisa memilih dan memilah wakilnya secara langsung. Diharapkan nantinya ketika proses itu sudah selesai, nantinya stabilitas sosial politik bisa terwujud," ucap dosen di Universitas Binus Malang ini.
Kesuksesan Pemilu 1955 membuat pemerintah kembali melaksanakan penyelenggaraan pemilu daerah pada dua tahun berikutnya. Pemilihan ini berlangsung secara bertahap mulai Juni hingga penghujung tahun 1957 dengan jadwal berbeda di setiap provinsi. Pada ajang ini, PKI berhasil menjadi partai terkuat, mengalahkan partai-partai besar lainnya.
Selanjutnya, PKI selalu melaksanakan konsolidasi gerakan secara kuat. Mereka rutin mengevaluasi capaian target kaderisasi setiap bulannya. Lalu pimpinan partai berusaha turun ke lapangan untuk kampanye dan sebagainya
Untuk pemilihan umum yang memilih anggota Konstituante pada bulan Desember 1955, lihat Pemilihan umum Konstituante Republik Indonesia 1955. Pemilihan umum legislatif Indonesia 1955 (biasa dikenal dengan Pemilu 1955) adalah pemilihan umum pertama di Indonesia yang diadakan pada tahun 1955. Pemilu ini sering dikatakan sebagai pemilu Indonesia paling demokratis. Pemilu ini dilaksanakan saat keamanan negara masih kurang kondusif; beberapa daerah dirundung kekacauan oleh DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) khususnya pimpinan Kartosoewirjo. Dalam keadaan seperti ini, anggota angkatan bersenjata dan polisi juga memilih. Mereka yang bertugas di daerah rawan digilir datang ke tempat pemilihan. Pemilu akhirnya pun berlangsung aman. Pemilu ini bertujuan memilih anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Hasil menurut kota dan kabupaten
Seluruh 257 kursi Dewan Perwakilan RakyatTerdaftar43.104.464Kehadiran pemilih87,66%
29 September 1955 1971 →
Partai pertama
Partai kedua
Partai ketiga
Ketua
Sidik Djojosukarto
Soekiman Wirjosandjojo
Abdul Wahab Hasbullah
Partai
PNI
Masyumi
NU
Kursi yang dimenangkan
57
57
45
Suara rakyat
8.434.653
7.903.886
6.955.141
Persentase
22,3%
20,9%
18,4%
Partai keempat
Partai kelima
Partai keenam
Ketua
Alimin
Anwar Tjokroaminoto
Johannes Leimena
Partai
PKI
PSII
Parkindo
Kursi yang dimenangkan
39
8
8
Suara rakyat
6.176.914
1.091.160
1,003,325
Persentase
16,4%
2,89%
2.6%
Partai ketujuh
Partai kedelapan
Ketua
I. J. Kasimo
Sutan Syahrir
Partai
Partai Katolik
PSI
Kursi yang dimenangkan
6
5
Suara rakyat
770,740
753,191
Persentase
2.0%
1.99%
Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260. Pemilu ini dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat pemungutan suara, dan kepala pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.
Partai-partai yang terdaftar resmi di Indonesia pada tahun 1954.
Pemilihan pertama awalnya direncanakan untuk Januari 1946, tetapi karena Revolusi Nasional Indonesia masih berlangsung, hal ini tidak memungkinkan. Setelah perang, setiap kabinet memasukkan pemilihan umum dalam programnya. Pada bulan Februari 1951 kabinet Natsir memperkenalkan RUU pemilu, tetapi kabinet ini jatuh sebelum diperdebatkan dalam parlemen. Kabinet berikutnya, yang dipimpin oleh Sukiman berhasil mengadakan beberapa pemilihan regional.[1] Akhirnya, pada bulan Februari 1952, kabinet Wilopo memperkenalkan RUU untuk pendaftaran pemilih. Diskusi di Dewan Perwakilan Rakyat tidak dimulai sampai September karena berbagai keberatan dari partai politik. Menurut Feith, ada tiga faktor penyebab hal ini terjadi. Pertama, para legislator khawatir kehilangan kursi mereka; kedua, mereka khawatir tentang kemungkinan ayunan untuk partai-partai Islam; dan ketiga, sistem pemilihan sesuai dengan Konstitusi Sementara tahun 1950 sehingga akan berarti lebih sedikit perwakilan untuk daerah di luar Jawa.[2]
Mengingat kenyataan bahwa kabinet itu jatuh setelah memperkenalkan langkah-langkah kontroversial, ada keengganan untuk memperkenalkan RUU pemilu dan ada kekhawatiran tentang kemungkinan konflik politik yang disebabkan oleh pemilihan.[3] Meskipun demikian, banyak pemimpin politik menginginkan pemilihan umum karena legislatif yang ada pada saat itu didasarkan pada kompromi dengan Belanda (yang sebelumnya merupakan kekuasaan kolonial) dan karena itu dianggap memiliki sedikit otoritas rakyat. Mereka juga percaya bahwa pemilu akan membawa stabilitas politik yang lebih besar.[4] Hal ini semakin diperkuat oleh "Peristiwa 17 Oktober 1952", ketika tentara bersenjata di depan istana menuntut pembubaran badan legislatif, menyebabkan tuntutan yang lebih besar dari semua pihak untuk pemilihan awal. Pada 25 November, RUU Pemilu telah diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat. Setelah 18 minggu perdebatan dan 200 usulan amandemen, RUU tersebut akhirnya disahkan pada 1 April 1953 dan menjadi hukum pada 4 April. RUU ini menetapkan jumlah keanggotaan legislatif dimana satu anggota legislatif untuk 150.000 penduduk dan memberikan hak untuk memilih bagi semua orang yang berusia di atas 18 tahun, atau yang pernah atau sudah menikah.[5] Begitu RUU itu disahkan, kabinet mulai menunjuk anggota Komite Pemilihan Pusat. Hal ini dilakukan untuk memiliki satu anggota dari setiap partai pemerintah dan ketua independen. Namun, Partai Nasional Indonesia (PNI) memprotes bahwa mereka tidak memiliki anggota dalam komite, dan perselisihan ini masih belum terselesaikan ketika kabinet itu jatuh pada 2 Juni.[6]
Pada tanggal 25 Agustus 1953, perdana menteri baru, Ali Sastroamidjojo, mengumumkan jadwal persiapan untuk pemilihan selama 16 bulan mulai bulan Januari 1954. Pada tanggal 4 November, pemerintah mengumumkan Komite Pemilihan Pusat baru yang diketuai oleh anggota PNI S. Hadikusomo dan termasuk semua partai yang diwakili di pemerintahan yaitu Nahdatul Ulama (NU), Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) Partai Rakyat Indonesia (PRI), Partai Rakyat Nasional (PRN), Partai Buruh dan Barisan Tani Indonesia (BTI), serta beberapa partai pendukung pemerintah, seperti Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) dan Partai Kristen Indonesia (Parkindo).[7]
Presiden Sukarno memberikan suaranya pada saat pemilu.
Meskipun pada bulan April 1954 Panitia Pusat Pemilihan telah mengumumkan bahwa pemilihan akan diadakan pada tanggal 29 September tahun berikutnya, pada bulan Juli dan awal Agustus, persiapan telah terlambat dari jadwal. Pengangkatan anggota panitia TPS yang direncanakan dimulai pada 1 Agustus tidak dilakukan oleh sebagian besar daerah dan mereka baru memulainya pada 15 September. Dalam pidato hari kemerdekaan pada 17 Agustus, Presiden Sukarno mengatakan bahwa siapa pun yang menghalangi pemilu adalah "pengkhianat revolusi". Pada 8 September, Menteri Penerangan Sjamsuddin Sutan Makmur mengatakan bahwa pemilihan akan diadakan pada 29 September kecuali di beberapa daerah yang persiapannya belum selesai. Akhirnya, sebagai hasil dari "kesibukan" (kerja keras) mereka, panitia TPS siap pada hari pemilihan.[8]
Menjelang hari pemungutan suara, rumor menyebar, termasuk ketakutan akan keracunan yang meluas di Jawa. Ada juga penimbunan barang. Di berbagai bagian negara juga diberlakukan jam malam spontan dan tidak diumumkan selama beberapa malam sebelum hari pemungutan suara.
Pada hari pemungutan suara itu sendiri, banyak pemilih yang menunggu untuk memberikan suara pada pukul 7 pagi. Hari itu damai karena orang-orang menyadari tidak ada hal buruk yang akan terjadi. Sebanyak 87,65% pemilih memberikan suara sah dan 91,54% memberikan suara. Dengan mengesampingkan jumlah kematian antara pendaftaran dan pemungutan suara, hanya sekitar 6% yang tidak memilih.[9]
Lihat pula: Daftar anggota Dewan Perwakilan Rakyat 1956–1960
| ||||
1. | Partai Nasional Indonesia (PNI) | 8.434.653 | 22,32 | 57 |
2. | Masyumi | 7.903.886 | 20,92 | 57 |
3. | Nahdlatul Ulama (NU) | 6.955.141 | 18,41 | 45 |
4. | Partai Komunis Indonesia (PKI) | 6.179.914 | 16,36 | 39 |
5. | Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) | 1.091.160 | 2,89 | 8 |
6. | Partai Kristen Indonesia (Parkindo) | 1.003.326 | 2,66 | 8 |
7. | Partai Katolik | 770.740 | 2,04 | 6 |
8. | Partai Sosialis Indonesia (PSI) | 753.191 | 1,99 | 5 |
9. | Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) | 541.306 | 1,43 | 4 |
10. | Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti) | 483.014 | 1,28 | 4 |
11. | Partai Rakyat Nasional (PRN) | 242.125 | 0,64 | 2 |
12. | Partai Buruh | 224.167 | 0,59 | 2 |
13. | Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS) | 219.985 | 0,58 | 2 |
14. | Partai Rakyat Indonesia (PRI) | 206.161 | 0,55 | 2 |
15. | Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI) | 200.419 | 0,53 | 2 |
16. | Murba | 199.588 | 0,53 | 2 |
17. | Baperki | 178.887 | 0,47 | 1 |
18. | Persatuan Indonesia Raya (PIR) Wongsonegoro | 178.481 | 0,47 | 1 |
19. | Grinda | 154.792 | 0,41 | 1 |
20. | Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai) | 149.287 | 0,40 | 1 |
21. | Persatuan Dayak (PD) | 146.054 | 0,39 | 1 |
22. | PIR Hazairin | 114.644 | 0,30 | 1 |
23. | Partai Persatuan Tharikah Islam (PPTI) | 85.131 | 0,22 | 1 |
24. | AKUI | 81.454 | 0,21 | 1 |
25. | Persatuan Rakyat Desa (PRD) | 77.919 | 0,21 | 1 |
26. | Partai Republik Indonesia Merdeka (PRIM) | 72.523 | 0,19 | 1 |
27. | Angkatan Comunis Muda (Acoma) | 64.514 | 0,17 | 1 |
28. | R.Soedjono Prawirosoedarso | 53.306 | 0,14 | 1 |
29. | Lain-lain | 1.022.433 | 2,71 | – |
37.785.299 | 100,00 | 257 | ||
Sumber: Komisi Pemilihan Umum (KPU)[10] |
Pemilu 1955 tidak dilanjutkan sesuai jadwal pada lima tahun berikutnya, 1960. Hal ini dikarenakan pada 5 Juli 1959, dikeluarkan Dekret Presiden yang membubarkan Konstituante dan pernyataan kembali ke UUD 1945. Kemudian pada 4 Juni 1960, Soekarno membubarkan DPR hasil Pemilu 1955, setelah sebelumnya dewan legislatif itu menolak RAPBN yang diajukan pemerintah. Presiden Soekarno secara sepihak melalui Dekret 5 Juli 1959 membentuk DPR-Gotong Royong (DPR-GR) dan MPR Sementara (MPRS) yang semua anggotanya diangkat presiden.
- ^ Feith 2007, hlm. 273.
- ^ Feith 2007, hlm. 274-275.
- ^ Feith 2007, hlm. 276.
- ^ Feith 2007, hlm. 277.
- ^ Feith 2007, hlm. 278-280.
- ^ Feith 2007, hlm. 281.
- ^ Feith 2007, hlm. 348.
- ^ Feith 2007, hlm. 424-426.
- ^ Feith 2007, hlm. 429.
- ^ Sekretariat Jenderal KPU 2010, hlm. 35.
- Feith, Herbert (2007). The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia (dalam bahasa Inggris). Equinox Publishing (Asia) Pte Ltd,. ISBN 979-3780-45-2.
- Feith, Herbert (1999). The Indonesian Elections of 1955 [Pemilihan Umum 1955 di Indonesia]. Kepustakaan Popular Gramedia. ISBN 979-9023-26-2.
- Friend, Theodore (2003). Indonesian Destinies (dalam bahasa Inggris). The Belknap Press of Harvard University Press. ISBN 0-674-01834-6.
- Ricklefs, M.C. (1991). A History of Modern Indonesia Since c.1200 (dalam bahasa Inggris). Stanford: Stanford University Press. ISBN 0-8047-4480-7.
- Sekretariat Negara Republik Indonesia (1975). 30 Tahun Indonesia Merdeka (edisi ke-2 (1950-1964)). Sekretariat Negara Republik Indonesia.
- Sekretariat Jenderal KPU (2010). Pemuilu untuk Pemula: Modul 1 (PDF). Komisi Pemilihan Umum.
Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pemilihan_umum_legislatif_Indonesia_1955&oldid=19113077"