Motif pucuk rebung merupakan motif khas lampung yang di aplikasikan pada ... *

Rangga Pandu Asmara Jingga

Rangga Pandu Asmara Jingga

Presiden Joko Widodo mengenakan baju adat  Melayu Bangka Belitung warna hijau bermotifkan pucuk rebung saat menghadiri Sidang Tahunan MPR-RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI Tahun 2022 di Jakarta, Selasa. Biro Pers Sekretariat Presiden, menyebutkan motif pucuk rebung melambangkan kerukunan, sementara warna hijau dipilih karena mengandung filosofi kesejukan, harapan, dan pertumbuhan. Sedangkan  Ibu Negara hadir mengenakan kebaya berwarna pink lengkap dengan hijab berwarna senada serta dilengkapi dengan kain batik berwarna cokelat. Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin  mengenakan pakaian adat Solo dengan blankon, sementara Wury Ma’ruf Amin mengenakan kebaya berwarna hijau. Wapres memilih pakaian atas berupa setelan Sikepan hitam dipadu dalaman putih dengan hiasan rantai arloji di dada menemani lambang kepresidenan, serta memakai Blangkon Trepes rata bagian belakang. Adapun untuk bawahan, Wapres memakai kain jarik batik cokelat motif Sidomukti dan selop berwarna emas. Kegiatan di kompleks parlemen ini merupakan rangkaian perayaan HUT ke-77 RI, 17 Agustus 2022. Kegiatan ini dapat disaksikan melalui tayangan langsung di kanal Youtube DPR RI dan Sekretariat Presiden.

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Jokowi kenakan baju adat Babel motif pucuk rebung lambangkan kerukunan

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga

Editor : Evi Ratnawati


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat

Terkait

Tol baru diharapkan dapat mempercepat akses industri ke pelabuhan

Joko Widodo: Banyak kriteria untuk jadi Pj Gubernur DKI Jakarta

Presiden Jokowi Instruksikan penggunaan kendaraan listrik untuk dinas

Presiden Joko Widodo sosok sederhana dan berprestasi

Pembagian BLT BBM sudah berjalan baik

Joko Widodo: wacana cawapres bukan dari saya

Joko Widodo teken Inpres mobil listrik jadi kendaraan dinas pemerintah

Joko Widodo akan beri bansos dan temui peternak kerbau

Masih panjang perjalanan menuju kejayaan prestasi olahraga nasional

Joko Widodo: Suntikan BLT BBM untuk jaga daya beli masyarakat

Jokowi sebut Indonesia bergerak lebih maju lewat 5G Smart Mining

Presiden Joko Widodo minta UMKM manfaatkan NIB untuk tambah modal

Terpopuler

BPS Kalbar rekrut 8.500 petugas sensus REGSOSEK 2022

Pelajar di Sekadau dilatih gunakan media sosial secara sehat

62,3 juta penduduk Indonesia sudah menerima vaksin penguat

Lima orang tewas akibat tanah longsor Peti di Bengkayang

Jasad warga Singkawang ditemukan di Sungai Mandai Kapuas Hulu

Metrik

  • visibility 133 kali dilihat
  • get_app 1368 downloads

Motif Pucuk Rebung mempunyai arti sesuai dengan namanya yang berarti tunas bambu. Motif ini melambangkan kekuatan yang muncul dari dalam. Motif pucuk rebung terdiri dari berbagai jenis sesuai dengan bentuknya. Meskipun demikian, motif ini memiliki satu kesamaan yaitu bentuk segitiga yang dikelilingi tunas dan daun. Pada umumnya motif pucuk rebung terdapat pada kain tradisional Melayu dan dikenal sebagai motif utama pada tumpal atau kepala kain. Bila dilakukan eksplorasi lebih dalam, motif ini sangat potensial untuk dilakukan pengembangan baik dari segi bentuk maupun teknik yang digunakan. Tujuan dari eksplorasi yang dilakukan pada Tugas Akhir ini adalah menghasilkan motif pucuk rebung sebagai aplikasi pada busana pengantin modern dengan tampilan yang lebih menarik dan berbeda dari motif-motif yang sudah ada sebelumnya.

JURNAL BAHASARUPA Vol. 3 No 1 - Oktober 2019 p-issn 2581-0502 (Print), e-issn 2580-9997 (Online) Available Online at : //jurnal.stiki-indonesia.ac.id/index.php/jurnalbahasarupa PERSEPSI VISUAL ANAK MUDA BANDAR LAMPUNG TERHADAP MOTIF KHAS LAMPUNG (PUCUK REBUNG DAN KAPAL) Muhammad Hajid An Nur 1, Susi Susyanti 2, Arif Budiman 3 1,2,3 Institut Teknologi Sumatera Jl. Terusan Ryacudu, Way Hui, Jati Agung, Way Huwi, Kec. Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung 35365 - Indonesia e-mail: 1, 2, 3 Received : July, 2019 Accepted : September, 2019 Published : October, 2019 Abstract Lampung has many traditional and distinct motifs, one of which is Pucuk Rebung and Kapal. Both of these motifs are visual elements that we can find on Lampung's weaving, Tapis. As time goes by, these traditional motifs had undergone a shift in terms of production technique, application, and public perception of the motifs. This traditional motif has been developed by creative industries such as several distro in Lampung and applied to fashion products, ranging from accessories, t-shirts, and so on. Research shows a change in traditional motifs (Pucuk Rebung and Kapal), especially on composition and application of motifs, and not on the main visual elements itself. This certainly shifts the visual perceptions of Lampung youth towards the traditional motifs. Research on Lampung youths visual perceptions of traditional motifs will help designers to innovate, especially in utilizing Lampung's distinctive motifs. Research shows that traditional motifs score slightly higher than the new motifs. traditional motifs (both Pucuk Rebung and Kapal) are considered more dynamic, more elegant, (giving) more (sense of) proud, more meaningful, and better. Keywords: Motif, Lampung Motif, Pucuk Rebung Motif, Kapal Motif, Visual Perception, Youth Visual Perception Abstrak Lampung memiliki berbagai motif khas, salah satunya adalah motif Pucuk Rebung dan Kapal. Kedua motif ini merupakan elemen visual yang sering menghiasi kain khas Lampung yaitu Tapis. Seiring perkembangan zaman, motif tradisi ini sudah mengalami pergeseran dari sisi produksi & aplikasi sehingga mengubah persepsi masyarakat terhadap motif tersebut. Motif tradisi ini mulai banyak diolah oleh industri kreatif seperti beberapa distro di Lampung dan diaplikasikan ke dalam produk fashion anak muda, mulai dari asesoris, kaus, kemeja, dan lain sebagainya. Riset menunjukkan adanya perubahan motif tradisi (Pucuk Rebung dan Kapal) khususnya pada sisi komposisi dan aplikasi motif. Hal ini tentunya menggeser persepsi visual anak muda Lampung terhadap motif-motif tradisi tersebut. Penelitian mengenai persepsi visual anak muda Lampung akan motif tradisi dan motif gubahan akan membantu desainer dalam memutuskan inovasi produk, khususnya yang memanfaatkan motif khas Lampung. Riset menunjukkan bahwa motif tradisional memiliki skor lebih tinggi dibandingkan motif gubahan yang baru. Motif tradisional (baik Pucuk Rebung maupun Kapal) dianggap lebih dinamis, lebih elegan, lebih (memberikan rasa) bangga, lebih bermakna, dan lebih bagus. Kata Kunci: Motif, Motif Lampung, Motif Pucuk Rebung, Motif Kapal, Persepsi Anak Muda, Persepsi Visual. 22 Jurnal Bahasa Rupa

1. PENDAHULUAN Salah satu sub sektor ekonomi kreatif yang memberi kontribusi tertinggi di Indonesia adalah Fashion dan Kriya (di peringkat ke-2 dan ke-3) [1]. Pasar dari produk lifestyle ini kebanyakan adalah anak muda. Proses kreatif pengembangan sebuah produk lifestyle khususnya fashion dan kriya, salah satunya bisa berangkat dari pengolahan motif atau ragam hias tradisional. Lampung memiliki berbagai motif khas seperti motif Pucuk Rebung dan Kapal. Motif Pucuk Rebung memiliki bentuk segitiga yang melambangkan kekuatan, dulu motif Pucuk Rebung diaplikasikan pada kain tenun tapis lampung. Motif ini dapat menjadi bentuk utama dari motif kain tapis dan kadang menjadi motif tumpal atau motif pada ujung kain tapis. Kini, motif Pucuk Rebung dapat diaplikasikan di berbagai produk pakai selain kain seperti pada ukiran, atau untuk renda serta produk aksesoris dan fashion. Begitu pula dengan motif Kapal yang dulu terdapat di kain Kapal, yang kini banyak diaplikasikan pada berbagai produk souvenir, aksesoris dan fashion. yang kini menjadi ikon Lampung. Motif biasa menjadi pangkal tema dari suatu karya ragam hias [4]. Motif dapat membentuk suatu pola, baik dibentuk dari unsur titik, garis, bidang, maupun suatu bentuk figur. Motif dapat dijumpai pada kain tenun, batik, ukiran, dan artefak lainnya. Ragam hias pada kain tradisional daerah Lampung menggungkapkan sikap dan pandangan masyarakat lampung terhadap alam dan lingkungan sekitarnya [4]. Lampung memiliki motif khas pada kain tradisionalnya seperti kain tapis yang dianggap memiliki keindahan seni dan memiliki nilai estetis yang tinggi, sesuai dan relevan dengan masyarakat Lampung, serta memiliki makna simbolik yang mendalam [5]. Kain yang kental berbalutkan warna-warna emas mencerminkan bahwa Lampung memliki kekayaan alam yang melimpah. Motif yang ada pada kain tenun tapis diantaranya adalah motif Pucuk Rebung dan Kapal [3]. Seiring perkembangan teknologi, motif khas Lampung dimodifikasi dan diaplikasikan pada media baru. Modifikasi tersebut dapat dilihat dari bentuk, warna, komposisi, ukuran. Hal ini secara otomatis telah menggeser makna dan filosofi serta persepsi masyarakat akan motif tersebut. Maka persepsi ini dapat dikaji untuk mengetahui kesan yang ditangkap oleh khususnya anak muda kota Bandar Lampung setelah terjadinya modifikasi motif ini. Motif Lampung Lampung sebagai salah satu propinsi di Sumatera memiliki motif ragam hias yang khas, seperti motif Pucuk Rebung, Kapal dan siger, Motif Pucuk Rebung merupakan motif yang biasa ditempatkan dibagian ujung kain (motif tumpal). Motif Pucuk Rebung mengandung makna yang melambangkan harapan baik [2]. Motif Pucuk Rebung dapat dijumpai dalam kain tapis Jung Sarat, Kaca dan lainnya, sedangkan motif Kapal biasanya terdapat pada kain Kapal dalam adat Lampung Sebatin. Pada masa itu kain tapis dan Kapal bermotif Kapal serta berbagai mahluk hidup: manusia, Gambar 1. Kain Tapis Lampung [Sumber: Tenun handwoven textiles of Indonesia [6]] hewan, tanaman dan berbagai corak mitologi [3]. Motif Kapal Lampung banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Cina [7], namun terdapat perbedaan khas yaitu bagian ujung motif Kapal Lampung memiliki tail atau ekor yang berbeda dengan motif Kapal dari Cina [8]. Perkembangan Motif Lampung Perkembangan dan pergeseran makna terjadi secara natural seiring berjalannya waktu. Jurnal Bahasa Rupa 23

Manusia modern kini tidak lagi menyakralkan benda miliknya seperti zaman dulu [9]. Salah satu alasan perubahan motif Lampung dimungkinkan karena watak masyarakat Lampung yang relatif terbuka dan adanya interkasi/persentuhan dengan kebudayaan lain [10]. Perubahan motif Lampung sendiri terjadi pada fungsi, skala/ukuran bentuk, aplikasi dan modifikasi sesuai keinginan pasar. No Motif atau Ragam hias Gambar 2. Kain Kapal Lampung [Sumber: Tenun handwoven textiles of Indonesia [6]] Tabel 1: Perkembangan Motif/Ragam Hias Khas Lampung Dulu Sekarang Aplikasi Modifikasi 1 Pucuk Rebung 2 Kapal Perubahan dan penggunaan motif yang dikaji berkaitan erat dengan upaya ekonomi kreatif yang memanfaatkan atau mengangkat kekhasan unsur visual lampung sebagai salah satu elemen desain yang dijual. Perubahan ini mendorong perekonomian masyarakat pendukungnya secara positif [10]. Ekonomi Kreatif sebagai Pendorong Perkembangan Motif Ragam Hias Ekonomi dunia saat ini merupakan era yang cepat berubah, dimana kreativitas dan inovasi menjadi kunci ekonomi kreatif [11]. Era ini menuntut masyarakat untuk menghasilkan ide dan bukan hanya hal yang rutin dan berulang [12] yang berarti kebaruan menjadi hal penting. Menurut John Hartley dan Jason Potts dalam Normantiene & Snieska [13], industri kreatif melibatkan budaya dan teknologi. Industri fashion yang berkembang ikut mempengaruhi dan serta menggeser bentuk objek visual khas daerah (motif/ragam hias salah satunya) ke arah yang lebih kontemporer sesuai dengan selera kreator, seniman, atau desainer. Pergeseran bentuk atau corak visual terjadi sesuai kebutuhan dan jiwa zamannya untuk bisa bersaing dengan produk lifestyle mainstream lainnya. Sementara itu bidang pekerjaan kreatif yang berhubungan langsung dengan motif/ragam hias khas Lampung yakni Fashion (18,15%) dan Kriya (15,70%) masing-masing menduduki peringkat ke 2 dan 3 tertinggi dalam survey bidang kerja kreatif di Indonesia [1]. Tingginya tingkat konsumsi ini mendorong pelaku industri fashion dan kriya untuk mengembangkan desain baru yang salah satu sumbernya adalah motif tradisional dengan modifikasi tertentu. 2. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan melalui 3 tahap yaitu 1) Pengumpulan data (motif tradisi dan motif gubahan); 2) Perancangan dan penyebaran kuesioner persepsi; 3) Analisis data. 24 Jurnal Bahasa Rupa

Metode penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif mengenai persepsi visual anak muda terhadap motif khas Lampung melalui penyebaran kuesioner kepada responden. Penelitian ini menggunakan teknik kuesioner dengan skala pertanyaan ganda yang dikembangkan oleh Osgood, dkk (1957) [3], sedangkan kelompok kata yang digunakan mengacu pada skala estetika visual Lavie & Tractinsky [14]. Hasil kuesioner kemudian dihitung skor reliabilitas, kemudian item pertanyaan yang memiliki skor rendah akan dihilangkan dari hasil penelitian karena dianggap tidak reliabel. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data visual motif khas Lampung (Pucuk Rebung dan Kapal) dan data persepsi anak muda terhadap motif tersebut. Motif yang diambil adalah versi motif tradisional dan versi modern yang sudah/biasa diaplikasikan pada kaos atau produk lifestyle lain yang dikonsumsi oleh anak muda (responden). Responden merupakan remaja akhir usia 17-25 tahun (berdasarkan pengelompokkan usia menurut Departemen Kesehatan). Penyebaran kuesioner dilakukan 2 tahap, yaitu uji kuesioner dan penyebaran kuesioner akhir. Selain motif, konsumsi produk berbasis kain juga dipengaruhi oleh model dan kualitas kain [15]. Namun dalam penelitian ini hanya dibatasi pada estetika motif, yaitu kajian persepsi visual anak muda terhadap motif khas Lampung secara terpisah dari unsur lain seperti pengaruh komposisi dan aplikasi motif pada produk lifestyle tertentu. Motif yang menjadi sampel disesuaikan dan dimodifikasi seperlunya agar memiliki kualitas visual yang setara untuk menghindari noise yang mempengaruhi responden dari perbedaan kualitas artwork. Keenam motif ini (3 motif dengan masing-masing versi tradisional dan modern) selanjutnya dinilai menggunakan kuesioner semantic differential, dan kemudian dianalisis untuk menjawab tujuan penelitian. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Deskripsi Data Motif-motif yang ditemui di pasar lebih banyak sifatnya yang aplikasi dan bukan penggubahan (atau hanya sedikit saja unsur visual yang diubah). Kebanyakan perubahan dilakukan pada komposisi dan bukan pada motif itu sendiri (khususnya pada Pucuk Rebung). Motif gubahan Pucuk Rebung dan Kapal yang dijadikan bahan kuesioner dipilih dari gubahan yang memang ada di pasar (sudah dilakukan oleh orang lain, bukan dengan secara sengaja digubah oleh peneliti). Motif yang sudah dipilih ini kemudian diubah ke dalam bentuk digital menggunakan teknik tracing untuk menghilangkan warna agar dapat dibandingkan secara setara antara satu motif dengan bentuk motif lainnya. Gambar 3. Motif gubahan dan aplikasinya di pasar (kiri), dan gubahan motif Pucuk Rebung di Studio Kaway (kanan) [Sumber: Dokumentasi Pribadi] Jurnal Bahasa Rupa 25

Gambar 4. Trace motif Pucuk Rebung lama (kiri) dan kreasi baru (kanan) [Sumber: Dokumentasi Pribadi] Gambar 5. Trace motif Kapal lama (atas) dan kreasi baru (bawah) [Sumber: Dokumentasi Pribadi] Cronbach's Alpha Tabel 2: Reliabilitas SD 1 Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items.779.826 44 Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Item-Total Statistics Corrected Item- Total Correlation Squared Multiple Correlation Cronbach's Alpha if Item Deleted M2A 266.67 918.687.010.804.784 M3A 268.79 888.293.198.855.777 M1B 266.24 903.817.142.786.778 M2B 265.71 913.316.057.742.782 M1C 269.20 904.961.108.616.780 M2C 264.83 909.249.084.709.781 M3C 267.74 903.302.062.804.785 M4C 267.26 895.148.126.801.781 26 Jurnal Bahasa Rupa

M1D 268.00 901.446.114.821.780 M3D 268.26 890.656.155.873.779 M4D 267.56 887.973.176.833.778 M3E 268.94 926.735 -.042.723.785 M4E 268.50 912.715.076.838.780 *M1 = Motif 1; M1A = Motif 1, pertanyaan A; M1B = Motif 1, pertanyaan B, dst. Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa item pertanyaan A, B, C, D, dan E rata rata memiliki skor reliabilitas yang cukup rendah sehingga dihilangkan pada penyebaran kuesioner akhir. Tabel 3: Item pertanyaan yang bisa dihilangkan (kiri) dan yang dipertahankan (kanan) No Kelompok kata 1 Formal Santai 2 Feminim Maskulin 3 Familiar Asing 4 Tradisional Modern 5 Unik Pasaran 3.2 Pembahasan Dari hasil analisis kuesioner awal tersebut, dikembangkan kuesioner akhir dengan 6 item pertanyaan seperti tabel 3. Dari 100 responden, diambil kelompok responden dengan lama tinggal di Bandar Lampung lebih dari 4 tahun (74% dari total responden). Analisis dari data tersebut menunjukkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Motif Pucuk Rebung a. Motif Pucuk Rebung tradisional memiliki kesan tidak begitu monoton & juga tidak begitu dinamis (5.1), elegan (6.97), bangga (8.45), bermakna (8.1), dan bagus (7.75) (tabel 4). b. Motif Pucuk Rebung lama (tradisional), dianggap lebih elegan ( 0.17), bangga ( 0.71), bermakna ( 0.55), dan lebih bagus ( 0.013) dibandingkan motif baru. (tabel 4). c. Namun, motif Pucuk Rebung baru dianggap sedikit lebih menarik dibandingkan motif Pucuk Rebung yang tradisional ( 0.31) (tabel 4). d. Perempuan (61%) menganggap motif lama lebih bagus; sedangkan laki-laki (39%) sebaliknya. Meskipun perbedaan angkanya tidak begitu signifikan > 0.1. (tabel 5). No Kelompok kata 1 Monoton Dinamis 2 Norak Elegan 3 Malu Bangga 4 Tidak Berarti Bermakna 5 Jelek Bagus 6 Sangat tidak menarik Sangat menarik 2. Motif Kapal a. Nilai pada motif Kapal secara keseluruhan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan Pucuk Rebung. Bisa jadi karena tingkat kompleksitas visual yang lebih tinggi mempengaruhi hal tersebut (semakin suatu motif terlihat lebih kompleks dan detail, nilainya akan lebih tinggi), namun hal ini masih perlu penelitian lebih lanjut. (tabel 6). b. Motif Kapal memiliki kesan yang sangat dinamis (8.54), elegan (8.74), bangga (9.12), bermakna (9.27), dan memiliki daya tarik yang tinggi (9.16). (tabel 6). c. Motif Kapal lama dianggap lebih dinamis ( 0.48), lebih elegan ( 0.43), lebih bangga ( 0.45), lebih bermakna ( 0.59), lebih bagus ( 0.44), dan lebih menarik ( 0.33) dibandingkan motif Kapal baru. (tabel 6). d. Tidak ada perbedaan berarti antara persepsi perempuan dan laki-laki. (tabel 7). 3. Terdapat perbedaan antara daya tarik motif Pucuk Rebung dan Kapal. Responden menganggap motif Pucuk Rebung baru sedikit lebih menarik dibanding motif tradisional (tabel 4), sedangkan motif Kapal tradisional dianggap lebih menarik (tabel 6). Jurnal Bahasa Rupa 27

Tabel 4: Analisis perbandingan persepsi motif Pucuk Rebung lama dan baru Motif Pucuk Motif Pucuk Rebung Lama Rebung Baru Monoton Dinamis 5.108108 6.918919 Baru lebih dinamis Norak Elegan 6.972973 6.797297 Lama lebih elegan Malu Bangga 8.459459 7.743243 Lama lebih bangga Tidak Berarti Bermakna 8.108108 7.554054 Lama lebih bermakna Jelek Bagus 7.756757 7.743243 Lama lebih bagus Daya tarik 7.108108 7.418919 Baru lebih menarik Tabel 5: Perbandingan persepsi laki-laki dan perempuan terhadap motif Pucuk Rebung Perempuan Motif Pucuk Motif Pucuk Rebung Lama Rebung Baru Monoton Dinamis 5.577778 7.4 Baru lebih dinamis Norak Elegan 7.066667 7.022222 Lama lebih elegan Malu Bangga 8.577778 8.022222 Lama lebih bangga Tidak Berarti Bermakna 8.488889 8 Lama lebih bermakna Jelek Bagus 8.022222 7.977778 Lama lebih bagus Daya tarik 7.311111 7.622222 Baru lebih menarik Laki-laki Motif Pucuk Motif Pucuk Rebung Lama Rebung Baru Monoton Dinamis 4.37931 6.172414 Baru lebih dinamis Norak Elegan 6.827586 6.448276 Lama lebih elegan Malu Bangga 8.275862 7.310345 Lama lebih bangga Tidak Berarti Bermakna 7.517241 6.862069 Lama lebih bermakna Jelek Bagus 7.344828 7.37931 Baru lebih bagus Daya tarik 6.793103 7.103448 Baru lebih menarik Tabel 6: Analisis perbandingan persepsi motif Kapal lama dan baru Motif Kapal Motif Kapal Lama Baru Monoton Dinamis 8.540541 8.054054 Lama lebih dinamis Norak Elegan 8.743243 8.310811 Lama lebih elegan Malu Bangga 9.121622 8.662162 Lama lebih bangga Tidak Berarti Bermakna 9.27027 8.675676 Lama lebih bermakna Jelek Bagus 9.162162 8.716216 Lama lebih bagus Daya tarik 9 8.662162 Lama lebih menarik 28 Jurnal Bahasa Rupa

Tabel 7: Perbandingan persepsi laki-laki dan perempuan terhadap motif Kapal Perempuan Motif Kapal Motif Kapal Lama Baru Monoton Dinamis 8.688889 8.444444 Lama lebih dinamis Norak Elegan 8.844444 8.466667 Lama lebih elegan Malu Bangga 9.288889 8.933333 Lama lebih bangga Tidak Berarti Bermakna 9.333333 8.866667 Lama lebih bermakna Jelek Bagus 9.266667 8.888889 Lama lebih bagus Daya tarik 9.111111 8.844444 Lama lebih menarik Laki-laki Motif Kapal Motif Kapal Lama Baru Monoton Dinamis 8.310345 7.448276 Lama lebih dinamis Norak Elegan 8.586207 8.068966 Lama lebih elegan Malu Bangga 8.862069 8.241379 Lama lebih bangga Tidak Berarti Bermakna 9.172414 8.37931 Lama lebih bermakna Jelek Bagus 9 8.448276 Lama lebih bagus Daya tarik 8.827586 8.37931 Lama lebih menarik 4. KESIMPULAN Riset menunjukkan bahwa motif tradisional memiliki skor lebih tinggi dibandingkan motif gubahan yang baru. Motif tradisional (baik Pucuk Rebung maupun Kapal) dianggap lebih dinamis ( 0.17; 0.48), lebih elegan ( 0.17; 0.43), lebih (memberikan rasa) bangga ( 0.71; 0.45), lebih bermakna ( 0.55; 0.59), dan lebih bagus ( 0.013; 0.44). Sedangkan skor daya tarik motif tidak memberikan angka cukup relevan untuk diambil kesimpulan, sehingga diasumsikan ada elemen lain yang mempengaruhi daya tarik suatu motif (seperti komposisi dan aplikasi). Penelitian ini memang hanya dibatasi pada kajian akan persepsi visual anak muda terhadap motif khas Lampung secara terpisah dari unsur lain seperti komposisi dan aplikasi motif pada produk lifestyle tertentu. Karena itu tidak bisa dikaitkan secara langsung terhadap preferensi dan daya tarik membeli anak muda. Namun begitu, hasil dari kajian ini dapat menjadi salah satu bahan pengambilan keputusan desain oleh para kreator, seniman, ataupun desainer di bidang ekonomi kreatif yang hendak mengembangkan karya atau produk berdasarkan motif khas lampung dengan segmentasi audiens atau pasar anak muda/remaja. Penelitian selanjutnya perlu mendalami mengenai keterkaitan demografi remaja Lampung (tingkat pendidikan, preferensi, dan daya beli) terhadap produk yang mengangkat motif tradisional Lampung. Dengan mengetahui daya beli dan preferensi ini, desainer bisa melakukan positioning produk dengan lebih mudah dan relatif akurat. Penelitian persepsi visual ini juga bisa diarahkan ke penelitian berbasis eksperimen dengan terlebih dahulu membuat prototipe desain berdasarkan hasil penelitian. Metode tersebut dapat memberikan informasi yang lebih mendalam mengenai persepsi visual dan juga preferensi anak muda Lampung. 5. ACKNOWLEDGMENT Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Institut Teknologi Sumatera untuk memberikan hibah penelitian (No.200/IT9.C1/PP/2018 melalui "Hibah Penelitian ITERA SMART 2019". DAFTAR PUSTAKA [1] Bekraf. Data Statistik dan Hasil Survei Ekonomi Kreatif, Kerjasama Badan Ekonomi Kreatif dan Badan Pusat Statistik. 2016. [2] Angelina, I. Eksplorasi Motif Pucuk Rebung dengan Teknik Olah Reka Latar pada Busana Pengantin Modern. Journal of Visual Art and Design ITB. 2014. Jurnal Bahasa Rupa 29

[3] B. Suse, W. Eva & I Johann. Establishing a semantic differential on product prototype aesthetics: a research approach. MMI interaktiv. 1-8., 2010. [4] S. Rosidah. Makna Simbol Ragam Hias pada Kain Kebung yang Digunakan Masyarakat Lampung Saibatin di Pekon Kutadalom Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus. Universitas Lampung. 2016. [5] Winarsih. Kain Tapis Lampung dalam Perspektif Estetika: Relevansinya dengan Perkembangan Kebudayaan di Indonesia. Universitas Gajah Mada. 2013. [6] K. Kahfiati. Tenun Handwoven Textiles of Indonesia. Jakarta: Sriwijaya Pustaka Indonesia. 2014. [7] I. A. Winarno. Analisis Motif Kain Tradisional Indonesia: Pemaknaan Visualisasi Abstrak hingga Naturalis Jurnal Budaya Nusantara, 1(1), 89-102. 2017. [8] A. Budiman, dkk. Revisualisasi Aksara Kaganga sebagai Identitas Lampung. Jurnal Bahasa Rupa. 2019. [9] A. Sachari & Y. Y. Sunarya. Desain dan Dunia Kesenirupaan Indonesia dalam Wacana Transformasi Budaya. 2001. [10] L. Hartono. Kain Tapis Lampung: Perubahan Fungsi, Motif dan Makna Simbolisnya. Universitas Gajah Mada. 2004. [11] Snieska, V. & Normantiene, A. Development of creative economy in Lithuania. ECONOMICS AND MANAGEMENT. 17. 10.5755/j01.em.17.4.3009. 2012. [12] Howkins, J. Creative Economy: How People Make Money From Ideas. London: Penguin Books. 2007. [13] Normantiene, A., Snieska, V. Role of Creative Industries in Lithuanian Economy Development. ECONOMICS AND MANAGEMENT 19. 2014. [14] T. Lavie & N. Tractinsky. Assessing dimensions of perceived visual aesthetics of web sites. International Journal of Human-Computer Studies, 60(3), pp.269-298. 2004. [15] Desfiandi, A. Model Kombinasi Perilaku Keputusan Konsumen untuk Membeli Motif Produk Industri Kerajinan. Seminar Nasional Bisnis dan Teknologi. 2014. 30 Jurnal Bahasa Rupa

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA