Mengapa pemanasan global juga berdampak pada penurunan hasil tangkapan ikan oleh para nelayan

Oleh Liputan6.com pada 09 Jan 2020, 17:45 WIB

Diperbarui 09 Jan 2020, 17:45 WIB

Perbesar

Kapal nelayan melintas di pesisir laut Jakarta, Kamis (9/1/2020). Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Sumber Daya Air (SDA) memetakan kawasan yang rawan diterjang banjir rob selama cuaca ekstrem melanda Jakarta pada 9 hingga 12 Januari 2020. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Pakar Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Alan Koropitan mengaku kecewa dengan hasil konferensi iklim PBB di Madrid-Spanyol Desember lalu. Sebab, hasil pertemuan internasional tersebut tidak melahirkan solusi yang jelas dalam menangani pemanasan global.

Negara penyumbang emisi terbesar seperti Amerika, Belanda dan Australia bungkam. Sementara negara kecil seperti Indonesia diminta menurunkan kadar emisi.

Pemerintah Indonesia memang sudah melaporkan akan mengurangi emisi hinggap 26 persen. Jumlahnya akan bertambah hingga 46 persen jika mendapatkan bantuan pembiayaan dari dunia internasional.

"Kalau menurunkan emisi bisa mengganggu ekonomi suatu bangsa," kata Alan kepada wartawan, Kamis (9/1/2020).

Pemanasan global ini kata Alan sangat merugikan industri perikanan. Dari data jurnal sains magazine yang dibacanya, selama 80 tahun terakhir hasil stok ikan di dunia berkurang hingga 4,1 persen. Data Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) mencatat penurunan hasil ikan secara global berkurang hingga 80 juta ton.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Perbesar

Kapal bantuan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk nelayan di Kepulauan Natuna. (Gideon/Liputan6.com)

Dalam situasi tak menentu ini yang dirugikan adalah nelayan. Sebab mereka mengalami ketidakpastian perubahan iklim dan dihadapkan stok perikanan dunia menurun.

Tak ada yang bisa dilakukan nelayan selain beradaptasi dengan alam. Untuk itu, dia mendorong pemerintah melakukan upaya rehabilitasi mangrove.

Mangrove tak hanya bermanfaat untuk memecah gelombang menuju pesisir. Mangrove juga bisa dimanfaatkan untuk budidaya pembesaran ikan kecil. Akan lebih maksimal jika dikombinasikan dengan budidaya ikan seperti yang telah dilakukan di Muara Gembong, Bekasi-Jawa Barat.

Perbesar

Kapal nelayan Natuna. (Dok. Ajang Nurdin)

Selain itu, dia juga meminta pemerintah mengembangkan teknologi prakiraan cuaca. Dia ingin Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) tak hanya mengabarkan cuaca saja. Tetapi mengkombinasikan dengan informasi wilayah tangkapan ikan.

"Kalau ada cuaca ekstrem di sini, lebih baik nelayan melautnya ke wilayah sini, misalnya," kata Alan.

Informasi ini sangat bermanfaat bagi nelayan dengan kapasitas kapal dibawah 10 GT. Agar mereka bisa melakukan antisipasi dari kerugian saat melaut.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓

  • Liputan6.comAuthor
  • Ilyas Istianur PradityaEditor

TOPIK POPULER

POPULER

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4
  • 5
  • 6
  • 7
  • 8
  • 9
  • 10

Berita Terbaru

  • Temui Petani Tembakau dan Industri Rokok, Zulkifli Hasan: Harus Sama-Sama Untung

  • Sabrila, Pelajar di Sultra Diberi Hadiah Usai Marahi Jokowi karena Ponselnya Rusak

  • Kick-off BRI Liga 1 Persib vs Persija 2 Oktober Pukul 16.00 WIB, Bobotoh Demo Soal Tiket

  • Adam Levine Selingkuh Bikin Maya Septha Khawatir dengan Suami, Gayanya Bikin Ngakak

  • Buka PaDi Hybrid Expo 2022, Erick Thohir: 64,5 Juta Pelaku Ekonomi RI Itu UMKM

  • Fashion Show Bawah Air Sambut Hari Batik Nasional

  • 2 Mantan Pentolan KPK Jadi Pengacara Ferdy Sambo, Ini Harapan Kuasa Hukum Brigadir J

  • Sekjen DPR: Banyak Pamdal yang Dulunya Penangguran dan Titipan Anggota Dewan

  • Referendum 4 Wilayah Pendudukan Rusia di Ukraina Unggul, Zelensky Siap Beking

  • Bengkak, Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung Butuh Tambahan Dana Rp 3,2 Triliun

  • Petani Tuban Menjerit Pupuk Subsidi Langka Saat Musim Tanam

  • Ini Pabrikan Otomotif yang Paling Sering Sabet Gelar Mesin Terbaik di Dunia

Berita Terkini Selengkapnya

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA