Memajukan pendidikan bagi seorang pelajar dilakukan dengan cara

Pendahuluan

Pendidikan menempati posisi yang amat strategis dalam pembangunan bangsa, terutama pada jangka panjang. Karena demikian pentingnya pendidikan, hingga ayat al-Qur’an yang pertama kali diturunkan Allah, yaitu surat al-‘Alaq ayat 1 sampai dengan 5 adalah berkenaan dengan pendidikan. Arti lima ayat tersebut selengkapnya: “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Ia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu muliakanlah. Dia telah mengajarkan manusia dengan pena.”  Lima ayat surat al-Alaq ini telah menetapkan lima unsur pokok pendidikan. Yaitu (1)Unsur Ideologi pendidikan yang bercorak humanisme teo-centred, sebagaimana dipahami dari ayat “iqra bismi rabika al-ladzi khalaq.”Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan; (2)Unsur metode dan pendekatan dalam proses pembelajaran yang berbasis pada aktivitas siswa (student centred) sebagaimana terdapat dalam kalimat iqra’:bacalah yang diulang sebanyak dua kali; (3)Unsur kurikulum pendidikan yang bersifat terbuka dan virtual, yaitu segala sesuatu yang belum diketahui sebagaimana, terdapat dalam ayat: ‘allama al-insaan maa lam ya’lam’:mengajarkan manusia tentang segala sesuatu yang belum diketahuinya; (4)Unsur tenaga pendidik, yang dalam hal ini Allah SWT, sebagaimana terlihat pada ayat “allama al-Insaan”:Dia telah mengajarkan manusia, dan (5)Unsur teknologi pendidikan, yang direpresentasikan dengan kosakata “al-qalam”, sebagaimana terdapat dalam ayat: “allama bi al-qalam.: Mengajarkan manusia dengan pena.[1]

Sejalan dengan itu, Undang-undang Dasar 1945 mengamanatkan agar negara mencerdaskan seluruh rakyat Indonesia dengan memberikan pendidikan dalam arti yang seluas-luasnya. Selanjutnya lahir pula Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Islam yang mengatur seluruh komponen pendidikan:visi, misi, tujuan, kurikulum, mutu lulusan, proses belajar mengajar, tenaga pendidik dan kependidikan, sarana prasarana, pembiayaan, pengelolaan, dan evaluasi. Untuk melaksanakan sistem pendidikan ini, maka lahirlah pula berbagai peraturan perundangan lainnya, seperti Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen;  Undang-undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 yang disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan sebagainya.

Di dalam berbagai peraturan perundangan tersebut disebutkan tentang adanya pendidik dan tenaga kependidikan yang bersifat formal yang diangkat oleh pemerintah, tapi juga ada tenaga pendidik dan kependidikan yang diangkat oleh masyarakat, melalui Yayasan Pendidikan yang dibuat oleh masyarakat yang bersangkutan.

Namun demikian, pendidikan di Indonesia masih menghadapi sejumlah permasalahan yang hingga saat ini belum terpecahkan. Masalah pendidikan tersebut, antara lain berkenaan dengan mutu yang masih rendah, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang belum mencukupi baik secara kuantitatif maupun kualitatif, serta penyebarannya yang belum merata, pengelolaan pendidikan yang masih belum profesional dan memuaskan pelanggan, pembiayaan pendidikan yang masih merata dan belum mencukupi, pemerataan pendidikan bagi seluruh seluruh masyarakat, relevansi lulusan pendidikan dengan tuntutan dunia kerja, serta moral dan karakter peserta didik yang cenderung merosot.

Berkenaan dengan problema pendidikan tersebut, para pemuda, sebagai komponen bangsa terbesar dapat ikut serta mengatasinya sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas yang dimilikinya. Tulisan ini lebih lanjut akan mengemukakan beberapa peran yang dapat dilakukan oleh para pemuda dalam ikut serta mengatasi problema pendidikan tersebut. 

Karakter Pemuda

Karakter pemuda dapat dilihat dalam berbagai aspek yang amat luas. Di antaranya adalah sebagai berikut: (1)Dari segi fisik, pemuda adalah mereka yang telah berubah fisiknya dari keadaan kanak-kanak dan remaja menuju ke dalam keadaan dewasa. Hal ini misalnya dapat dilihat dari tinggi badan, postur tubuh, dan pertumbuhan organ tubuh lainnya yang telah mencapai batasan yang maksimal, dana dalam keadaan demikian, secara fisik mereka sudah dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan dukungan fisik; (3)Dari segi usia, pemuda adalah mereka yang berada dalam rentang usia 18-40 tahun, dengan usia ini, mereka sudah dapat diserahkan tanggung jawab untuk mengambil peran dan keputusan; (3)Dari segi sosial, pemuda adalah mereka yang belum terikat pada struktur dan ikatan sosial tertentu, sehingga lebih leluasa dalam melakukan mobilitas vertikal dan horizontal; (4)Dari segi psikologi, pemuda adalah mereka yang masih penuh dengan semangat, idealisme yang tinggi, dan keberanian untuk mengambil resiko. Dengan kondisi psikologis ini, maka mereka dapat bertindak dalam membakar semangat dan idealisme; (5)Dari segi intelektual, pemuda adalah mereka yang sudah memiliki kemampuan berfikir abstrak serta telah memiliki bekal pengetahuan, keterampilan, dan wawasan yang dapat dikembangkan lebih lanjut ke arah yang lebih mendalam dan terspesialisasi.

Dengan karakter yang demikian itu, sejarah mencatat, banyak peran-peran strategis dan penuh resiko yang dapat diambil oleh para pemuda. Di antara peran strategis dan penuh resiko tersebut adalah menggalang kekuatan untuk menjatuhkan sebuah regim pemerintahan yang otoriter; menggalang kekuatan untuk memaksa pihak penguasa untuk mencabut atau merubah kebijakan yang merugikan masyarakat, menggalang kekuatan untuk ikut berjuang memanggul senjata dalam mengusir kaum penjajah; menggalang kekuatan untuk membuat keputusan dan hal-hal baru yang berpengaruh jangka panjang seperti Sumpah Pemuda, Tri Tura (Tiga Tuntutan Rakyat), yaitu Bubarkan PKI, Turunkan harga Barang, dan kembali kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,  dan sebagainya.

Peran Pemuda dalam Bidang Pendidikan

Sejarah mencatat, bahwa dari sejak pra-kemerdekaan, para pemuda telah aktif dalam kegiatan pendidikan. Berdirinya Taman Siswa di Jogjakarta da Perkumpulan Budi Utomo,[2] misalnya merupakan bukti bahwa dari sejak awal para pemuda telah terlibat dalam bidang pendidikan. Dalam situasi di mana pendidikan masih menghadapi problema yang demikian besar, serta tantangan era globalisasi yang demikian kuat, peranan pemuda di masa sekarang walaupun spiritnya sama, namun bentuk dan programnya dapat berbeda dengan keadaan sebelumnya. Peran tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.

Pertama,  di samping menjadi pendidik yang baik, para pemuda dapat menjadi volunteer yang berjuang untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pada masa lalu ada mahasiswa yang dimobilisasi menjadi pendidik secara sukarela terutama bagi masyarakat di daerah terpencil.[3] Sifat dan karakter pemuda sebagaimana tersebut di atas, memungkinkan para pemuda dalam melaksanakan tugas ini.

Kedua, para pemuda dapat membangun sekolah alternatif non-formal untuk membantu anak-anak yang putus sekolah karena permasalahan biaya pendidikan.[4] Hingga saat ini, masih banyak anak usia sekolah yang tidak dapat melanjutkan pendidikan karena tidak adanya biaya.

Ketiga, para pemuda dapat melaksanakan pendidikan alternatif melalui program paket A (setara SD/Ibtidaiyah), program paket B (setara SMP/Tsanawiyah, program paket C (setara dengan SMU/Aliyah bagi kelompok sosial yang tidak memiliki persyaratan mengikuti pendidikan formal. Kelompok sosial tersebut misalnya anak para Gepeng (Gelandangan dan Pengemis), anak para PSK (Pekerja Sex Komoersial),  para pengamen, para pemulung, dan lain sebagainya. Pelaksanaan pendidikan ini dapat memanfaatkan berbagai sarana yang ada di masyarakat, seperti gerbong kereta api yang tidak aktif, balai desa, Pos Siskamling, rumah penduduk yang ditinggalkan penghuninya, gedung-gedung terbengkalai, lahan parkir, kios-kios yang tidak digunakan, bahkan ruangan terbuka.

Keempat, para pemuda dapat melaksanakan pendidikan dengan memafaatkan media-media informasi dan komunukasi dengan menyebarkan tulisan-tulisan dengan menyebarkan tulisan-tulisan mengenai problematika pendidikan yang terjadi yang dibuat oleh para pemuda. Dengan menyebarnya tulisan-tulisan melalui media tersebut, maka hal ini dapat menyadarkan masyarakat tentang kondisi pendidikan Indonesia saat ini. Atau para pemuda dapat langsung terjun ke dalam masyarakat untuk memasyarakatkan bahwa begitu pentingnya pendidikan bagi kehidupan bangsa.[5]


[1] Lihat Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010), cet. I, hal. 80-82; Muhammad Athiyah al-Abrasyi, al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Fulasifatuha fi al-Islam, (Mesir: Dar al-Ma’arif, 1968), cet. I; hal. 91-92.

[2] Lihat A.M., Fatwa, Peran Pemuda dalam Pengembangan Pendidikan, opini 5 Juli 2012, dimuat dalam Goegle dan diunduh pada hari Rabu, 29 April, 2015.

[3] Lihat A.M., Fatwa, Peran Pemuda dalam Pengembangan Pendidikan, opini 5 Juli 2012, dimuat dalam Goegle dan diunduh pada hari Rabu, 29 April, 2015.

[4] Di sektar kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terdapat sejumlah madrasah dan sekolah yang pembangunannya dirintis oleh para mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tergabung dalam organisasi Ekstra Kampus, seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) bekerja sama dengan masyarakat setempat. Madrasah atau sekolah tersebut antara lain: Madrasah Nurul Huda di Jalan Pepaya Kampung Utan, Ciputat, Tangerang Selatan misalnya dirintis oleh kawan-kawan mahasiswa dari PMII; Madrasah Ruhul Amin di Jalan Kampung Gunung, Ciputat, Tangerang Selatan; dirintis oleh kawan-kawan dari HMI; dan Madrasah Miftahul Jannah dirintis oleh kawan-kawan dari IMM; dan Taman Kanak-kanak Ketilang, dirintis oleh Senat Mahasiswa Fakultas Tarbiyah.  Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta banyak yang terlibat dalam pendidikan keagamaan non-formal, seperti pengajian di masjid, pengajian di majelis ta’lim, dan kelompok kajian agama lainnya.

[5] Dikutip dari Artikel berjudul Bangkitnya Generasi Muda untuk Memajukan Pendidikan Nasional, diambil dari Goegle pada hari Rabu, 29 April 2015, hal. 1.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA