Lebaran anak yatim 2020 jatuh pada tanggal berapa

Idul Yatama 10 Muharram 1444 H: Mengenal Lebaran Anak Yatim 2022 dan Keutamaannya /Ilustrasi Pixabay/Pexels

BERITA MAJALENGKA - Lebaran anak yatim atau Idul Yatama di bulan Muharram jatuh pada tanggal 10 Muharram.

Banyak keistimewaan di bulan Muharram, selain melakukan ritual-ritual ibadah tertentu juga terdapat momen lebaran anak yatim.

Sebab pada saat itu, banyak orang yang memberikan perhatian dan santunan kepada mereka.

Pada setiap 10 Muharram atau 10 Syura menjadi momentum yang dianjurkan untuk menyantuni anak-anak yatim pada hari tersebut.

10 Muharram 1444 H bertepatan pada 8 Agustus 2022, bersiaplah untuk melakukan kebaikan yang dianjurkan Rasulullah SAW dalam menyantuni anak yatim.

Baca Juga: Kalender Jawa Hari Ini Sabtu 6 Agustus 2022: Berikut Penjelasan Watak, Karir Serta Jodoh

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah SAW sangat menyayangi anak-anak yatim, dan beliau akan lebih menyayangi lagi ketika tiba tanggal 10 Muharram.

Dilansir Berita Majalengka dari theAsianparent istilah Idul Yatama (Hari Raya anak yatim/lebaran anak yatim) sebenarnya hanyalah ungkapan kegembiraan bagi anak-anak yatim.

Banyak sekali keutamaan menyantuni dan menyayangi anak yatim, hal ini juga dilakukan oleh Rasulullah SAW sepanjang hidupnya.

Jumat, 26 Agustus 2022 | 19:44 WIB

Jumat, 26 Agustus 2022 | 18:09 WIB

Jumat, 26 Agustus 2022 | 16:39 WIB

Jumat, 26 Agustus 2022 | 15:06 WIB

Jumat, 26 Agustus 2022 | 14:11 WIB

Jumat, 26 Agustus 2022 | 13:51 WIB

Jumat, 26 Agustus 2022 | 13:00 WIB

Jumat, 26 Agustus 2022 | 12:09 WIB

Jumat, 26 Agustus 2022 | 11:57 WIB

Jumat, 26 Agustus 2022 | 08:36 WIB

Jumat, 26 Agustus 2022 | 07:15 WIB

Jumat, 26 Agustus 2022 | 06:30 WIB

Kamis, 25 Agustus 2022 | 22:06 WIB

Kamis, 25 Agustus 2022 | 21:48 WIB

Kamis, 25 Agustus 2022 | 20:51 WIB

Kamis, 25 Agustus 2022 | 20:30 WIB

Kamis, 25 Agustus 2022 | 19:35 WIB

Kamis, 25 Agustus 2022 | 18:24 WIB

Kamis, 25 Agustus 2022 | 18:05 WIB

Kamis, 25 Agustus 2022 | 16:42 WIB

Page 2

Page 3

Banyak masyarakat melestarikan tradisi lebaran anak yatim di 10 Muharram.

Rabu , 18 Aug 2021, 19:43 WIB

Republika/Tahta Aidilla

Mengenal Tradisi Lebaran Anak Yatim 10 Muharram. Foto: Ilustrasi Sedekah

Rep: Ali Yusuf Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Masyarakat Muslim Indonesia sering merayakan lebaran anak yatim pada tanggal 10 Muharram. Perayaan ini ada yang menentang, dan tidak sedikit yang melestarikan tradisi ini.

Baca Juga

"Kalau Indonesia memang ramai budaya seperti ini, hampir setiap masjid serta  majlis taklim mengadakan perayaan tahun baru Islam, disertai di dalamnya santunan anak yatim karena memang  bulan Muharram, tepatnya tanggal 10 adalah lebarannya anak yatim," tulis Ahmad Zarkasih Lc dalam bukunya "Sejarah Kalender Hijriyah".

Ahmad Zarkasih mengatakan, tradisi ini  muncul karena memang banyak hadits-hadits yang dikenal oleh orang  kebanyakan perihal fadhilah menyantuni anak yatim di tanggal 10 Muharram. Karena banyaknya yang menyantuni, seakan tanggal 10 Muharram ini jadi bulan untungnya anak yatim. 

"Sehingga banyak orang menyebutnya lebaran mengingat makna lebaran adalah hari bersenang-senang. Begitu juga di tanggal ini, anak yatim sedang senang-senangnya karena banyak yang sayang," katanya.

Ahmad Zarkasih mengatakan, di antara hadits-hadist tersebut ialah: 

"Siapa orang yang mengusap kepala anak yatim (menyantuni/menyayangi) pada hari Asyura (10 Muharram), maka Allah akan angkat derajatnya sebanyak rambut anak yatim tersebut yang terusap oleh tangannya" (Hadits ke 212 dari kitab Tanbih al-Ghafilin). 

Sayangnya memang hadits-hadits tentang keutamaan menyantuni anak yatim di tanggal 10 Muharram itu kesemuanya dalam status yang dhaif alias lemah atau tidak shahih. Sehingga ini yang menjadikan beberapa kelompok Islam lainnya mengharamkan praktek ini. 

"Bahkan mereka mengatakan itu adalah sebuah bid’ah, yaitu perkara yang mengada-ada dalam agama yang agama sendiri tidak memberikan tuntunan untuk itu," katanya.

Bagi mereka, menyantuni anak yatim itu ibadah yang tidak boleh dikhususkan pada waktu-waktu tertentu saja, akan tetapi itu adalah pekerjaan sepanjang masa yang tak bisa diidentikan dengan waktu tertentu. Tapi, mereka yang melakukan pun sejatinya tahu bahwa itu adalah hadits-hadits dhaif, dan mereka tetap melakukannya dengan alasan  yang kita tidak bisa katakan itu argumen ang ngasal.

"Mereka mengatakan memang benar hadits itu dhaif, tapi apakah mengamalkan hadits dhaif itu mutlak diharamkan?" 

Nyatanya jumhur ulama membolehkan  mengamalkan hadits dhaif dengan beberapa syarat tentunya. Imam  Nawawi  menyebutkan dalam kitabnya Azkar (hal. 8). Para ulama dari  kalangan ahli hadits dan ahli fiqih ada yang mengatakan.

"Boleh dan disukai mengamalkan hadits dhaif dalam perkara fadhail a’mal, targhib (memotivasi) serta tarhiib (memberikan peringatan) selama  haditsnya tidak maudhu (palsu)," katanya.

Karena, walaupun itu hadits dhaif, tapi  ada hadits lain yang menaunginya  secara umum, yaitu hadits keutamaan  menyantuni anak yatim secara umum tanpa mengkhususkan hari. Artinya  praktek santunan anak yatim di hari  asyura dinaungi oleh hadits umum tersebut.

"Ulama jumhur mengamalkan hadits dhaif Imam Nawawi pun membolehkan selain yang disebutkan selama memang ada hadits shahih yang menaunginya  walaupun secara umum," katanya.

Masyarakat Muslim Indonesia sering merayakan lebaran anak yatim pada tanggal 10 Muharram. Perayaan ini sudah menjadi Tradisi di Indonesia itu sendiri. Sebagian masyarakat Indonesia bahkan menganggap bahwa tanggal 10 Muharram (Asyura) adalah Hari Raya anak yatim.

Istilah Idul Yatama (Hari Raya anak yatim) sebenarnya hanyalah ungkapan kegembiraan bagi anak-anak yatim, sebab pada saat itu banyak orang yang memberikan perhatian dan santunan kepada mereka.

Dalam hadits riwayat Abu Dawud ra. dinyatakan bahwa Hari Raya umat Islam hanya ada dua, yaitu Idul Adha dan Idul Fitri :

عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا، فَقَالَ: مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ؟ قَالُوا: كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا: يَوْمَ الْأَضْحَى، وَيَوْمَ الْفِطْرِ “

Dari Anas, ia berkata : Rasulullah SAW datang ke Madinah dan mereka (orang Madinah) menjadikan dua hari raya di mana mereka bergembira. Lalu Rasulullah bertanya:

“Apa maksud dua hari ini?” Mereka menjawab: “Kami biasa bermain (bergembira) pada dua hari ini sejak zaman Jahiliyah.

” Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menggantikan untukmu dengan dua hari raya yang lebih baik dari padanya, yaitu hari raya Adha dan hari raya Fitri (HR : Abu Daud : 1134).

Sayangnya memang hadits-hadits tentang keutamaan menyantuni anak yatim di tanggal 10 Muharram itu kesemuanya dalam status yang dhaif alias lemah atau tidak shahih. Sehingga ini yang menjadikan beberapa kelompok Islam lainnya mengharamkan praktek ini.

Bagi mereka, menyantuni anak yatim itu ibadah yang tidak boleh dikhususkan pada waktu-waktu tertentu saja, akan tetapi itu adalah pekerjaan sepanjang masa yang tak bisa diidentikan dengan waktu tertentu. Tapi, mereka yang melakukan pun sejatinya tahu bahwa itu adalah hadits-hadits dhaif, dan mereka tetap melakukannya dengan alasan yang kita tidak bisa katakan itu argumen yang ngasal.

Karena, walaupun itu hadits dhaif, tapi  ada hadits lain yang menaunginya  secara umum, yaitu hadits keutamaan  menyantuni anak yatim secara umum tanpa mengkhususkan hari. Artinya  praktek santunan anak yatim di hari  asyura dinaungi oleh hadits umum tersebut. Kesimpulannya hari raya anak yatim sebenarnya hanyalah ungkapan kegembiraan bagi anak anak yatim.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA