Jika petani membasmi ular yang ada di sawah maka brainly

Rantai Makanan. ©2020 Merdeka.com

JATIM | 25 Agustus 2020 10:30 {news_reporter_link} {news_ext_reporter}

Merdeka.com - Rantai makanan di sawah merupakan salah satu contoh dari rantai makanan yang ada di lingkungan sekitar Anda. Di sekolah dasar, biasanya pengetahuan mengenai rantai makanan sudah pasti diajarkan. Dengan mempelajari siklus rantai makanan, manusia jadi tak sembarangan untuk berperilaku pada alam, yang seringkali bisa memengaruhi adanya rantai makanan.

Kehadiran rantai makanan ini merupakan wujud keseimbangan dari alam semesta. Rusaknya rantai makanan akan menyebabkan kerusakan ekosistem yang ada. Contohnya, jika dalam sebuah rantai makanan di sawah terdapat ular di dalamnya dan ular tersebut dibasmi, maka tikus akan merajalela karena tak ada yang memangsa.

Rantai makanan memiliki peran penting dalam berjalannya sebuah ekosistem. Rantai makanan juga bukanlah sekadar pelajaran anak SD, rantai makanan juga wajib dipahami oleh siapapun terlepas status pendidikannya.

Agar Anda memahami bagaimana sebuah rantai makanan berjalan dan ekosistem di dalamnya berlangsung dengan baik, berikut merdeka.com telah merangkum rantai makanan di sawah beserta contohnya, yang dilansir dari Liputan6.com

2 dari 4 halaman

Dikutip dari buku Environmental Correlates of Food Chain Length yang ditulis oleh F Briand dan JE Cohen, rantai makanan adalah perpindahan energi makanan dari sumber daya tumbuhan ke deretan seri organisme melalui jenjang makan.

Rantai makanan ini merupakan bagian dari jaring-jaring makanan, di mana rantai makanan bergerak secara linear dari produsen ke konsumen teratas.

Agar mudah dipahami, rantai makanan dapat diartikan sebagai interaksi makan dan dimakan dengan urutan dan tingkatan tertentu, dan dalam proses tersebut ada perpindahan energi antar jenjang organisme. Tiap tingkatan dari rantai makanan dalam ekosistem disebut sebagai tingkat trofik.

Urutan tingkat trofik dalam rantai makanan bisa dijabarkan sebagai berikut:

  • Tingkat pertama adalah organisme yang bisa menghasilkan makanan sendiri, biasanya berupa tumbuhan hijau seperti pohon, rumput, dan tumbuhan lainnya.
  • Selanjutnya di tingkat atasnya terdapat konsumen yang merupakan makhluk hidup yang tidak bisa menghasilkan makanan sendiri. Konsumen ini terbagi menjadi konsumen primer atau konsumen I yang merupakan herbivora seperti sapi, kambing, kelinci, serangga, dan lainnya. Lalu ada konsumen sekunder atau konsumen II yang merupakan organisme pemakan herbivora. Lalu ada konsumen tersier atau konsumen III yang memakan hewan yang memakan hewan hebivora, dan seterusnya.
  • Di jenjang paling atas dan berada di trofik tertinggi adalah konsumen puncak yang tidak punya predator yang memakan dirinya, seperti manusia, beruang, buaya, singa, atau paus pembunuh. Terdapat juga tingkatan lain seperti detrivor atau spesies pengurai seperti cacing tanah serta dekomposer yang juga pengurai seperti jamur dan bakteri.

3 dari 4 halaman

©2018 Merdeka.com

Agar kita lebih memahami tentang rantai makanan di sawah, kita tentunya perlu mempelajari terlebih dahulu tentang ekosistem alamnya. Sawah merupakan salah satu ekosistem manusia untuk melakukan kegiatan bercocok tanam. Tanaman yang ditanam di sawah kebanyakan berupa padi yang merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Rantai makanan juga terjadi di sawah.

Rantai makanan di sawah secara langsung memengaruhi ekosistem yang ada di sawah. Jika rantai makanan di sawah terganggu, maka produksi padi juga akan terganggu seperti munculnya hama atau gagal panen.

Ekosistem sawah memiliki beberapa ciri tertentu. Ciri tersebut merupakan penanda bahwa ekosistem di sawah cukup luas dan memiliki banyak contoh rantai makanan.

Ciri dari ekosistem sawah meliputi:

  • Merupakan lahan budidaya tanaman padi
  • Keanekaragaman hayati termasuk rendah
  • Dibuat manusia untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok (padi)
  • Terdapat saluran irigasi
  • Ada tumbuhan lain yang tumbuh di ekosistem sawah seperti rumput atau tumbuhan liar lainnya.

Alur pada rantai makanan di sawah umumnya memiliki alur sebagai berikut:

produsen → konsumen I → konsumen II → konsumen III → pengurai atau dekomposer.

Produsen diduduki oleh badi yang mendominasi sawah. konsumen I biasanya didominasi oleh pemakan padi. Konsumen II merupakan pemakan konsumen I, biasanya konsumen ini merupakan binatang karnivora. Konsumen III sampai IV merupakan pemakan konsumen sebelumnya.

Sedangkan pengurai merupakan konsumen akhir yang menguraikan senyawa organisme yang telah mati. Pada ekosistem sawah yang merupakan tipe pengurai yaitu bakteri, jamur, dan berbagai jenis cacing.

4 dari 4 halaman

Pada ekosistem sawah terdapat banyak sekali rantai makanan di sawah. Padi adalah produsen terbesar yang ada di ekosistem ini. Berikut beberapa contoh dari rantai makanan di sawah:

Energi matahari – Padi – Burung pemakan biji – Ular sawah – Elang – PenguraiEnergi matahari – Rumput – Serangga – Tikus – Ular sawah – PenguraiEnergi matahari – Padi – Tikus – Elang – Pengurai

Energi matahari – Padi – Serangga – Katak – Ular sawah – Elang – Pengurai

(mdk/raf)

Jika petani membasmi ular yang ada di sawah maka yang akan terjadi?

  1. Jumlah belalang akan meningkat
  2. Padi akan tumbuh subur
  3. Jumlah tikus akan semakin banyak
  4. Jumlah tikus akan semakin menurun
  5. Semua jawaban benar

Berdasarkan pilihan diatas, jawaban yang paling benar adalah: C. Jumlah tikus akan semakin banyak.

Dari hasil voting 987 orang setuju jawaban C benar, dan 0 orang setuju jawaban C salah.

Jika petani membasmi ular yang ada di sawah maka yang akan terjadi jumlah tikus akan semakin banyak.

Pembahasan dan Penjelasan

Jawaban A. Jumlah belalang akan meningkat menurut saya kurang tepat, karena kalau dibaca dari pertanyaanya jawaban ini tidak nyambung sama sekali.

Jawaban B. Padi akan tumbuh subur menurut saya ini 100% salah, karena sudah melenceng jauh dari apa yang ditanyakan.

Jawaban C. Jumlah tikus akan semakin banyak menurut saya ini yang paling benar, karena kalau dibandingkan dengan pilihan yang lain, ini jawaban yang paling pas tepat, dan akurat.

Jawaban D. Jumlah tikus akan semakin menurun menurut saya ini salah, karena dari apa yang ditanyakan, sudah sangat jelas jawaban ini tidak saling berkaitan.

Jawaban E. Semua jawaban benar menurut saya ini salah, karena setelah saya cari di google, jawaban tersebut lebih tepat digunkan untuk pertanyaan lain.

Kesimpulan

Dari penjelasan dan pembahasan diatas, bisa disimpulkan pilihan jawaban yang benar adalah C. Jumlah tikus akan semakin banyak

Jika masih punya pertanyaan lain, kalian bisa menanyakan melalui kolom komentar dibawah, terimakasih.

Foto : ANTARA/HO

Kegiatan Pengendalian organisme pengendalian tumbuhan (OPT) tikus di Desa Sipangko, Kecamatan Angkol Muaratais, Kabupaten Tapanuli Selatan dengan cara pengumpanan dengan racun tikus, Selasa.

Padang - Kabar kurang menggembirakan itu datang dari Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat, yakni sebanyak 227 hektare lahan pertanian pada tiga kecamatan di daerah itu diserang hama wereng coklat pada kurun Januari hingga Juni 2021.Serangan hama wereng itu terjadi di Kecamatan Tanjungmutiara seluas 27 hektare, Ampeknagari 50 hektare dan Kecamatan Lubukbasung 150 hektare.Terang saja, serangan serangga pengisap cairan tumbuhan anggota ordo Hemiptera atau kepik sejati ini membuat hasil panen petani anjlok.Persoalan serangan hama wereng ini terus terjadi, kendati sudah dilakukan berbagai upaya pengendalian oleh petani.Meski belum sampai ke taraf puso atau gagal panen, hal itu berdampak pada penurunan produksi padi di Agam.Hal serupa juga dialami petani di Kota Pariaman, berdasarkan data yang dihimpun dari Dinas Pertanian setempat setidaknya 75,25 hektare sawah di tiga kecamatan diserang wereng pada November 2020 sehingga ratusan petani pemilik sawah gagal panen.Di Kabupaten Solok Selatan juga demikian, jika biasanya satu hektare sawah saat dipanen bisa menghasilkan 54 karung padi setelah diserang wereng turun menjadi hanya 27 karung.Tidak hanya wereng, di Kabupaten Pesisir Selatan ribuan hektare tanaman padi di Kecamatan Sutera juga diserang hama tikus.Serangan hama terjadi merata dan dari hari ke hari semakin meluas tidak terkendali meski berbagai upaya telah dilakukan petani.

Musuh alami

Menanggapi maraknya hama wereng yang menyerang lahan pertanian di Sumbar, pakar pertanian Universitas Andalas (Unand) Padang Dr My Syahrawati.Ia melihat selama ini kebiasaan petani mengendalikan hama wereng cenderung memakai pestisida karena gampang didapat."Petani tinggal pergi ke kios tanya apa obat untuk basmi wereng, akhirnya direkomendasikan oleh orang kios sementara kita tidak tahu pemahaman mereka soal pestisida dan apa kandungan bahan aktifnya," katanya.Akibatnya, karena pemilik kios sering memberi rekomendasi produk adalah merek dagang bukan bahan aktif, saat petani menilai pemakaian tidak efektif mereka akan menggabungkan dengan produk lain.Akhirnya yang terjadi adalah ledakan populasi karena wereng resisten akibat kesalahan penggunaan pestisida.Padahal penggunaan pestisida untuk membasmi wereng di dunia pertanian sebenarnya adalah langkah terakhir."Ibarat COVID-19 tenaga kesehatan adalah pertahanan terakhir sebelum penerapan protokol kesehatan, dalam dunia pertanian penggunaan pestisida juga demikian," katanya.Karena itu ia mengingatkan jangan melakukan penyemprotan pestisida di awal dan akan lebih baik pakai teknik pengendalian hama yang sudah teruji dan ramah lingkungan.Ia memberi contoh setiap makhluk hidup itu ada musuh alami dan untuk wereng predatornya adalah laba-laba yang kemampuan pengendalian tidak kalah dengan pengendali sintetis.Satu ekor laba-laba ketika diuji di laboratorum bisa memangsa 50 ekor wereng dalam satu hari. Ada juga "tomcat" atau semut semai hingga kumbang bemo yang juga bisa dimanfaatkan.Sebenarnya musuh alami wereng jauh lebih banyak ketimbang hamanya namun selama ini tidak termanfaatkan dengan baik.Menurutnya penyemprotan pestisida sintetik justru lebih berdampak kepada musuh alami wereng ketimbang hamanya."Jarang terdengar predator yang resisten terhadap pestisida yang selama ini terjadi hama yang resisten," kata dia.Jika musuh alam mampu bertahan di lahan akan mampu menurunkan populasi wereng yang ada.Kalau seandainya tetap butuh pestisida bisa dipakai pestisida nabati yang dibuat dari gulma di sekitar sawah.Ia menjelaskan bahwa cara membuatnya sederhana. Cukup ambil gulma, dicincang dan campur dengan air lalu didiamkan satu sampai dua jam, disaring dan airnya masukan ke tangki penyemprot, satu kilogram campuran gulma bisa untuk tangki 10 liter."Itu tidak perlu beli semua ada di areal persawahan," kata pengajar proteksi tanaman, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Unand.Ketika ada yang menyampaikan pestisida nabati jumlahnya terbatas maka bisa dipakai bio pestisida yaitu pestisida dari makhluk hidup dari jamur."Itu bisa disemprotkan sebagaimana pestisida sintetis, tinggal dibiakan oleh petani bahannya bisa dipakai," ujarnya.Ia mengakui kebiasaan petani kalau tidak menyemprot pestisida membasmi hama merasa tidak enak dan kurang puas.Padahal menggunakan musuh alami adalah pengendalian hama dengan tangan kosong, sehingga petani tidak perlu bawa bawa tangki ke sawah, biarkan musuh alami yang bekerja, kata dia.Jika hama banyak maka gunakan pestisida nabati atau bio pestisida, kalau wereng sudah 10-15 ekor per rumpun baru pakai pestisida sintetis.Untuk jangka panjang ia menyarankan perlu rekayasa ekologi seperti mengatur jarak tanam, memakai pupuk organik sehingga lebih berkelanjutan.Ia menambahkan ancaman hama wereng cukup serius mengganggu produktivitas pertanian dan itu amat mudah dijumpai di areal persawahan yang bisa mengakibatkan gagal panen.Selain wereng ada yang mengikuti yaitu wereng bisa memindahkan virus yang bisa membuat padi jadi kerdil walau sudah diberi pupuk

Dilakukan bersama

Sementara, terkait upaya pengendalian hama tikus pakar pertanian Universitas Andalas (Unand) Padang Dr Hasmiandy Hamid menilai tidak bisa dilakukan secara perorangan."Kalau pengendalian hama lain bisa dilakukan sendiri-sendiri oleh petani, untuk tikus harus melibatkan kelompok tani dan semua orang yang ada di hamparan," katanya.Ia melihat di Sumbar ada kebiasaan berburu babi hutan yang juga merusak tanaman menggunakan anjing, maka berburu tikus bersama juga bisa dilakukan sebagai kegiatan yang menguntungkan petani.Menurutnya tikus sifatnya mirip manusia yang menyukai apa yang dimakan manusia dan di mana ada manusia tikus biasanya ikut."Karena itu untuk pengendalian harus melibatkan semua orang yang ada dalam satu kawasan," kata pengajar Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman Unand tersebut.Ia menilai pengendalian tikus akan sulit dilakukan sendiri karena hewan pengerat tersebut memiliki daerah jelajah dan kekuasaan yang cukup luas dan merusak di area itu."Tikus itu sebenarnya untuk makan hanya sedikit hanya seperlima dibandingkan kemampuan merusak, artinya kemampuan merusak lima kali lipat lebih besar dari apa yang dimakan," katanya.Ia mengemukakan tikus itu merusak karena giginya selalu tumbuh dan agar tidak terlalu panjang dia harus mengerat mengakibatkan kerusakan akibat mengerat tadi lebih besar daripada tanaman yang dimakan.Bahkan satu ekor tikus bisa mengerat 200 bibit semalam dan untuk anakan bisa 80 batang dan padi bunting 100 batang.Akibat daya rusak yang tinggi jika dikendalikan sendiri akan kesulitan, karena tikus juga bisa berpindah-pindah walaupun tempat tinggal tikus sawah kebanyakan di pematang atau di pinggir hutan.Pada sisi lain ia melihat musuh alami tikus seperti ular, kucing, burung hantu dan burung elang populasinya kian berkurang saat ini."Karena musuh alami berkurang tikus makin bertambah, apalagi sekali melahirkan bisa 10 ekor dan dalam jangka dua hari saja sudah bisa kawin lagi, jadi pertumbuhan populasinya besar sekali dan tak bisa mengandalkan musuh alami saja," katanya.Ia menyarankan upaya pengendalian tikus yang paling efektif adalah melakukan perburuan bersama-sama atau bergotong royong kalau di Jawa disebut "gropoyokan"."Biasanya sebelum tanam atau setelah panen, itu bisa dilakukan, jika sebelum tanam diharapkan populasi tikus akan berkurang di awal sehingga bisa mengurangi tikus yang merusak," katanya.Sementara jika dilakukan dengan cara meracun bisa saja namun juga bisa mematikan hewan lain karena racun tersebut bisa juga dimakan anjing atau kucing.Selain itu ia menyampaikan tikus punya sifat jera umpan yaitu ketika ada tikus yang makan umpan beracun mati maka kawanan yang lain tidak mau lagi memakan umpan tersebut karena rasa curiga yang tinggi.Akan tetapi itu bisa diakali dengan memberikan umpan di awal yang tidak beracun, ketika tikus udah merasa aman baru beri umpan beracunnya yang sifatnya kronis atau ada jeda setelah dimakan baru mati.Kemudian ia juga menyampaikan tikus senang pada tempat yang tidak terawat dan petani kadang kurang memperhatikan sawahnya."Di sawah ada pematang dan biasanya jadi sarang tikus, kalau bisa pematang dibuat kecil dengan lebar 30 centimeter supaya sarang tikus jadi lebih sempit sehingga mereka tidak nyaman," katanya.Lalu petani harus rajin memantau di mana tikus bersarang dan lakukan pengomposan menggunakan belerang karena akan mematikan tikus di sarang.Sarang tikus biasanya ada jalan masuk dan jalan keluar, kedua lubang tersebut harus dikompos, katanya.Ia juga mengingatkan dalam mengendalikan tikus pola tanam harus diselang seling karena jika padi terus menerus di satu lahan maka populasi tikus akan besar karena reproduksi tikus tergantung makanan.Ia menambahkan selain pola tanam penerapan jarak tanam yang menggunakan jajar legowo atau lebih jarang juga efektif.Sebab tikus sifatnya tidak suka terlihat dan ketika pola tanam jajar legowo akan ada bagian terbuka di antara tanaman padi.Makanya kalau padi yang diserang tikus di bagian tengah dulu baru ke pinggir dan itu tidak semua dimakan disisakan satu baris agar terlindung dari mangsa di atas, katanya.

Optimalkan penyuluh

Sementara Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi meminta penyuluh pertanian dari daerah itu mengoptimalkan peran dalam melakukan pendampingan kepada petani guna meningkatkan produktivitas dan nilai tambah komoditas pertanian."Bicara soal pembangunan pertanian kuncinya adalah penyuluh, makanya perlu ada program yang jelas, peningkatan SDM hingga memaksimalkan koordinasi serta waktu kunjungan lapangan terencana dan terjadwal dengan baik," kata dia.Menurut dia penyuluh pertanian harus tahu apa permasalahan yang dijumpai petani di lapangan serta mampu memetakan dengan baik untuk dicarikan solusinya."Di antara persoalan yang dihadapi petani di Sumbar saat ini adalah terkait dengan pengairan atau irigasi hingga soal benih, hingga hama wereng," katanya.Ia menceritakan ada petani yang sudah menggunakan benih yang sama berulang-ulang sehingga akhirnya hasil panen tidak memadai.Benih itu tidak bisa dipakai berulang, paling banyak hanya lima kali dan daya tahan akan turun sehingga mudah terserang hama, oleh sebab itu penyuluh juga berperan dalam membibing petani menggunakan benih baru yang bersertifikat dan berkualitas, kata dia.Ia mengakui saat ini petugas pertanian terbatas termasuk penyuluh pertanian yang berstatus ASN dan penyuluh swadaya.Gubernur menyampaikan jika peran penyuluh pertanian di lapangan maksimal maka potensi pertanian yang selama ini belum tergarap akan dapat ditingkatkan."Kita perlu menyatukan semua potensi yang ada untuk bersama-sama memajukan pembangunan pertanian di Sumbar," kata dia.Pada sisi lain saat melakukan kunjungan lapangan Gubernur menemukan sejumlah persoalan yang dikeluhkan petani yang perlu segera ditindaklanjuti oleh pemangku kepentingan terkait.

Oleh sebab itu menekankan agar Dinas Pertanian mulai dari provinsi, kabupaten dan kota bersama-sama mengevaluasi dan mengidentifikasi persoalan-persoalan yang dijumpai di lapangan.


Redaktur : Marcellus Widiarto

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA