Jelaskan pengertian mujmal menurut bahasa dan istilah berikut contohnya

You're Reading a Free Preview
Page 3 is not shown in this preview.

By Unknown Saturday, April 18, 2015 Edit

Mujmal ialah suatu lafadz yang belum jelas,yang tidak dapat menunjukkan arti sebenarnya apabila tidak  ada keterangan lain yang menjelaskan. Penjelasan ini disebutalbayan. Ketidakjelasan ini disebut ijmal.

Contoh lafadz yang mujmal, sebagaimana firman Allah:

وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ...

“Perempuan yang diceraikan suaminya, menantikan iddahnya tiga quru.’”(Q.S. al-Baqarah[2]: 228).

Lafadz quru’ ini disebut dengan mujmal karena mempunyai dua makna, yaitu haid dan suci. Kemudian mana di antara dua macam arti yang dikehendaki  oleh ayat tersebut maka diperlukan penjelasan, yaitu bayan. Ini adalah contoh yang  ijmal dalam lafadz tunggal.

Contoh dalam lafadz yang murakkah (susunan kata-kata) sebagai berikut:

...أَوْ يَعْفُوَ الَّذِي بِيَدِهِ عُقْدَةُ النِّكَاحِ...

“Atau orang yang memegang ikatan pernikahan memaafkan.”(Q.S.Al-Baqarah [2]: 237).

Dalam ayat  tersebut masih terdapat ijmal tentang menentukan siapa yang di maksud orang yang memegang kekuasaan atas ikatan pernikahan itu, mungkin yang dimaksud adalah suami atau wali. Kemudian untuk menentukan siapa diantara kedua itu yang dimaksud pemegang ikatan nikah maka diperlukan penjelasan (bayan).

Selain itu, ada lagi mujmal pada tempat kembalinya dhamir yang  ihtimal (layak) menunjukkan dua segi, sebagaimana sabda Nabi saw.:

لا يمنع أحدكم جاره أن يضع خشبة في جداره

“janganlah salah seorang di antara kamu menghargai tetangganya untuk meletakkan kayu pada dindingnya.”

Kata-kata nya  padda dindingnya tersebut masih mujmal artinya belum jelas, apakah kembalinya itu kepada dinding orang itu atau kepada  tetangganya.

Al-Bayan artinya ialah penjelasan; maksudnya ialah menjelaskan lafadz atau susunan yang mujmal. Mubayyan ialah lafadz yang terang maksudnya tanpa memerlukan penjelasan dari lainnya. Jelasnya ialah:

البيان إخراج الشيء من حيزالإشكال إلي حيزا لتجلي

“Bayan ialah mengeluarkan sesuatu dari tempat yang sulit kepada tempat yang jelas.”

a.       Mubayyan dengan perkataan; sebagaimana firman Allah swt.;

فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَة

“Barang siapa yang tidak dapat membeli binatang kurban hendaklah ia berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari apabila kamu kembali;yang demikian itu sepuluh hari sempurna.” (Q.S.al-baqarah[2]: 196)

Lafadz tujuh dalam bahasa arab sering ditujukan kepada banyak yang diartikan lebih dari tujuh. Untuk menjelaskan tujuh yang sebenarnya, Allah iringi dengan firmanNya sepuluh hari yang sempurna. Penjelasan tujuh yang sebenarnya dalam ayat ini adalah dengan ucapan.

b.    Bayan dengan perbuatan; seperti penjelasan Nabi saw. Pada cara-cara sholat dan haji:

“Sholatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku menjalankan sholat.”(H.R. Bukhari).

Cara shalat ini dijelaskan dengan perbuatan oleh Nabi saw. Yakni beliau mengerjakan sebagaimana beliau mengerjakan sambil menyuruh orang menirunya.

c.       Bayan dengan isyarat; Misalnya penjelasan Nabi saw. Tentang jumlah hari dalam satu bulan. Penjelasan ini diberikan kepada sahabat beliau dengan mengangkat sepuluh jarinya tiga kali, yakni 30 hari. Kemudian mengulanginya sambil membenamkan ibu jarinya pada kali yang  terakhir. Maksudnya bahwa bulan arab itu kadang-kadang 30 hari atau 29 hari.

d.      Bayan dengan meninggalkan sesuatu; misalnya hadits ibnu hibban yang menerangkan:

كان اخرالامرين منه ص.م عدم الوضوءمما مست ا لنار

“adalah akhir dua perkara pada Nabi saw. Tidak berwudhu’ karena makan apa yang dipanaskan api,”

Hadits ini sebagai penjelasan yang menyatakan bahwa Nabi saw tidak berwudhu’ lagi setiap kali selesai makan  daging yang dimasak.

e.        Bayan dengan diam; Misalnya tatkala Nabi saw menerangkan wajibnya ibadah haji, ada seorang yang bertanya ”Apakah setiap tahun ya Rasulullah?”Rasulullah diam tidak menjawab. Diamnya Rasulullah ini berarti menetapkan bahwa haji tidak wajib dilakukan tiap tahun


Bismillah, sesuai judul di atas, kami ingin menjelaskan tentang istilah mujmal dan mubayyan dalam ushul fiqih. Kami juga akan membahas tingkatan-tingkatan pada bayan serta penangguhan-penangguhan dalam bayan. Simak selengkapnya.

Pengertian Mujmal dan Mubayyan

Secara istilah, mujmal adalah lafaz yang sighatnya tidak jelas menunjukkan apa yang dimaksud. Sedangkan mubayyan adalah lafaz yang sighatnya jelas menunjukkan apa yang dimaksud.

Lafaz mujmal dapat terjadi pada:

Pertama, lafaz mufrad, baik dalam bentuk isim, fi’il, maupun huruf yang bentuknya isim, seperti lafaz قُرْءٌ  bisa berarti suci dan haid. Yang berbentuk fi’il, seperti lafaz  عَسْعَسْ bisa berarti datang dan pergi. Yang berbentuk huruf, seperti الوو  bisa untuk ‘ataf, awal kalimah, atau sumpah (huruf qasam).

Kedua, susunan kalimat, seperti firman Allah dalam QS. Al-Baqarah: 237,

اَوْ يَعْفُوَا الَّذِيْ بِيَدِهٖ عُقْدَةُ النِّكَاحِ

“Atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah...”

Yang dimaksud dengan الَّذِيْ بِيَدِهٖ عُقْدَةُ النِّكَاحِ dalam ayat tersebut belum jelas, apakah wali atau suami.

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan, lafaz mujmal itu masih memerlukan penjelasan (bayan), sehingga dapa diketahui maksudnya secara jelas. Selama dalam keadaan mujmal, maka hukumnya ditangguhkan sampai ada bayan (penjelasan).

Tingkatan Bayan

Yang dimaksud dengan bayan adalah menjelaskan status yang tidak jelas sehingga menjadi jelas. Tingkatan bayan sendiri ada lima:

1. Bayan Qauli

Yaitu bayan menggunakan kata-kata, atau disebut juga sebagai bayan penguat, misalnya dalam firman Allah,

فَصِيَامُ ثَلٰثَةِ اَيَّامٍ فِى الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ اِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ

“Maka wajib (puasa) tiga hari tiga malam dalam masa haji dan tujuh hari setelah pulang. Itulah sepuluh hari yang sempurna.” (QS. Al-Baqarah 196)

Kata-kata عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ menguatkan  kata ثَلٰثَةِ اَيَّامٍ dan سَبْعَةٍ yang ditegaskan dalam sebelumnya.

2. Bayan Fi’li

Yaitu bayan menggunakan perbuatan, seperti sabda Nabi, “Shalatlah sebagaimana kamu melihat shalatku.” Hadis tersebut menguatkan pelaksanaan shalat yang dilakukan Nabi.

3. Bayan Isyarah

Yaitu bayan dengan menggunakan isyarah. Contoh, penjelasan Nabi tentang keharaman emas dan perak bagi kaum laki-laki. Beliau bersabda,

“Sesungguhnya dua (barang ini haram atas umatku yang laki-laki.” (Al-Hadis)

4. Bayan Tarku

Yaitu bayan dengan meninggalkan, seperti hadis riwayat Ibnu Hibban,

“Yang terakhir dari dua perkara dari Nabi Saw. adalah tidak mengambil wudu karena memakan sesuatu yang dimasak.”

5. Bayan Sukut

Yaitu bayan dengan cara diam setelah ada pertanyaan. Contohnya ketika salah seorang sahabat Uwaimir al-Jalany bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang istrinya yang kelihatannya berselingkuh, maka Rasul diam tidak memberikan jawaban.

Hal ini menunjukkan tidak ada hukum Li’an. Setelah turun ayat Li’an, Nabi bersabda, “Sesungguhnya telah diturunkan (ayat) Al-Qur’an mengenai kamu dan istrimu, dan Nabi menjalankan Li’an antara keduanya.”

Penangguhan Bayan

Setiap lafaz ‘Am, Mutlaq, Mujmal, majas dan Musytak diperlukan penjelasan atau keterangan, tetapi penjelasan tidak mesti segera datang atau ditangguhkan. Penangguhan dalam bayan ada dua:

Pertama, penangguhan penjelasan dari waktu dibutuhkan. Dalam masalah ini, para ulama sepakat bahwa penjelasan tidak boleh lambat dari waktu diperlukan. Sebab dampaknya penangguhan berarti membolehkan mengamalkan sesuatu yang masih mujmal (global).

Contohnya dalam hadis riwayat Siti ‘Aisyah mengenai kedatangan Fatimah binti Abu Hubais kepada Nabi seraya bertanya, “Hai Rasulullah, saya perempuan yang berpenyakit istihadah. Sebab itu saya tidak pernah suci, apakah saya boleh meninggalkan shalat?”

Lalu Nabi menjawab,

“Tidak, itu hanya semacam cairan, bukan haid. Maka apabila datang haid, maka tinggalkanlah shalat dan apabila (haid) telah berlalu (berhenti), maka basuhlah darah itu dari dirimu dan laksanakan shalat.”

Hadis di atas menerangkan tentang wajibnya bersuci bagi wanita mustahadhah (wanita yang mengalami istihadhah) setiap kali ingin mengerjakan shalat, sebab bila wajib bersuci, niscaya Rasul memberikan penjelasan di waktu itu juga, karena pada waktu itulah penjelasan (bayan) diperlukan.

Kedua, penangguhan penjelasan dari waktu khitab, artinya bahwa pada saat turunnya perintah tidak ada penjelasan pelaksanaannya. Kemudian Jibril mencontohkan kepada Nabi, dan selanjutnya Nabi mencontohkan kepada umat-umatnya. Penangguhan penjelasan seperti ini menurut jumhur ulama fiqih dan ulama kalam hukumnya boleh.

Demikianlah penjelasan singkat mengenai mujmal dan mubayyan. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat. Wallahu A’lam

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA