Jelaskan alat-alat apa saja yang dibuat untuk bekal kubur pada zama batu besar !

Sabtu , 30 Jul 2016, 11:00 WIB

Red:

Pada zaman neolitik, manusia diyakini belum mengenal tulisan. Baru pada akhir zaman perunggu atau akhir zaman paleometalik manusia mengenal tulisan (akhir masa prasejarah).

Arkeolog dari Universitas Indonesia Ali Akbar menegaskan, meski manusia tidak mengenal tulisan, bukan berarti kebudayaan dan peradabannya rendah. Mereka sudah bisa berbicara (menggunakan bahasa) meskipun tidak menulis. Mereka juga sudah bisa membuat bangunan besar dan bisa mengecor logam. Ali mengungkapkan, artinya manusia pada masa itu sudah bisa memilih mana mineral yang bagus dan bisa diolah lebih lanjut. "Mereka sudah mampu mengelola api untuk menghancurkan bijih logam. Sebab untuk menghancurkan logam apinya harus konstan," katanya. Meskipun sudah disebut zaman prasejarah, budaya manusia pada masa neolitik sudah tinggi. Mereka sudah hidup menetap, bercocok tanam, dan mengenal kepercayaan. Bukti manusia purba di Cipari sudah menganut sistem kepercayaan karena ditemukan peti kubur batu. Peti kubur batu difungsikan sebagai tempat untuk menyimpan mayat. Sayangnya, tidak ditemukan fosil atau kerangka manusia di dalamnya. Pengelola Situs Taman Purbakala Cipari Uu Mardia mengatakan, meski tidak ditemukan kerangka manusia di dalam peti kubur batu, peneliti menemukan bekal kubur di dalamnya. Bekal kubur itu berupa peralatan waktu mereka hidup. Kemungkinan, ada suatu kepercayaan di zaman itu.

"Saat ada orang yang meninggal, mereka harus dikuburkan bersama peralatan yang sering digunakan saat dia masih hidup, seperti perhiasannya," kata Uu. Adanya peralatan yang terkubur di dalam peti kubur batu, menurut Ali, menunjukan ada konsep setelah meninggal manusia masih akan hidup lagi di tempat lain, semacam ada kepercayaan ada kehidupan di alam arwah. Sehingga, ketika meninggal dia dibekali dengan benda-benda. ¦ ed: friska yolandha

Artikel ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. Bantu perbaiki artikel ini dengan menambahkan referensi yang layak. Tulisan tanpa sumber dapat dipertanyakan dan dihapus sewaktu-waktu.
Cari sumber: "Dolmen" – berita · surat kabar · buku · cendekiawan · JSTOR

Dolmen adalah meja batu tempat meletakkan sesaji yang dipersembahkan kepada roh nenek moyang. Di bawah dolmen biasanya sering ditemukan kubur batu.

Dolmen di kecamatan Batu Brak, Lampung Barat (foto diambil pada tahun 1931)

Dolmen Poulnabrone di the Burren, County Clare, Irlandia


Dolmen ditemukan di Eropa, Asia, dan Afrika, terutama di sepanjang pesisir pantai. Mereka berasal dari periode Megalithikum awal, sekitar 10.000 tahun sebelum Masehi.

Dolmen adalah sebuah meja yang terbuat dari batu yang berfungsi sebagai tempat meletakkan saji-sajian untuk pemujaan. Adakalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan mayat, agar mayat tersebut tidak dapat dimakan oleh binatang buas maka kaki mejanya diperbanyak sampai mayat tertutup rapat oleh batu. Hal ini menunjukan kalau masyarakat pada masa itu meyakini akan adanya sebuah hubungan antara yang sudah meninggal dengan yang masih hidup, mereka percaya bahwa apabila terjadi hubungan yang baik akan menghasilkan keharmonisan dan keselarasan bagi kedua belah pihak.

Dolmen yang merupakan tempat pemujaan misalnya ditemukan di Telagamukmin, Sumberjaya, Lampung Barat. Dolmen yang mempunyai panjang 325 cm, lebar 145 cm, tinggi 115 cm ini disangga oleh beberapa batu besar dan kecil. Hasil penggalian tidak menunjukkan adanya sisa-sisa penguburan. Benda-benda yang ditemukan pada umumnya dolmen banyak ditemukan di Jawa Timur dan Sumatra Selatan Dolmen merupakan hasil kebudayaan megalitikum, dimana pada zaman megalit bangunannya selalu berdasarkan kepercayaan akan adanya hubungan antara yang hidup dan yang mati terhadap kesejahtraan masyarakat dan kesuburan tanaman. Domen ini merupakan sebuah media atau peralatan yang dipergunakan untuk mengadakan upacara pemujaan terhadap roh nenek moyang.

Menurut pengamatan Hoop, dolmen dolmen yang paling baik terdapat di Batucawang. Papan batunya yang berukuran 3 x 3 meter dengan tebal 7 cm, terletak di atas empat buah batu penunjang. Salah satu dolmen yang digali di Tegurwangi diduga berisi tulang-tulang manusia. Tetapi benda-benda lain yang dianggap sebagai bekal kubur tidak ditemukan. Selain dolmen, di daerah ini banyak ditemukan patung-patung batu, yang diduga merupakan patung nenek moyang. Di antara dolmen-dolmen tersebut terdapat juga dolmen yang papan batunya ditunjang oleh enam batu tegak. Tradisi setempat menyatakan bahwa tempat ini merupakan pusat kegiatan upacara pemujaan nenek moyang dan tempat tempat untuk penguburan. Di daerah ini ditemukan pula domen bersama-sama menhir. Temuan dolmen-dolmen lainnya terdapat di Pamatang dan pulau Panggung, dan di kedua tempat pula ditemukan patung batu. Daerah temuan lain ialah Nanding, Tanjungara, Pajarbulan (di sini dolmen ditemukan bersama-sama dengan lesung batu), Gunungmegang, Tanjungsakti, Pagerdewa, Lampung Barat dan Sumbawa. Dolmen diperkirakan mulai dikenal dalam masyarakat Indonesia pada zaman bercocok tanam.

Tradisi megalitik di pulau Sumba merupakan hal yang menarik. Tidak hanya bentuk-bentuknya yang sangat besar yang mempunyai berat berton-ton tetapi keunikan ini tampak sekali pada pelaksanaan pendiriannya maupun pada upacara-upacara yang dilaksanakan dalam pendirian bangunan tersebut. Dalam usaha pencarian batu, dalam pengangkutan batu maupun dalam upacara memasukkan mayat di dalam dolmen semuanya itu merupakan kegiatan yang menjadi satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Peristiwa-peristiwa itu mengandung nilai historis arkeologis yang sangat tinggi.

Masyarakat masa bercocok tanam memiliki ciri khas yang sesuai dengan perkembangan penemuan-penemuan barunya. Nilai-nilai hidup semakin berkembang dan manusia pada waktu itu tidak lagi menggantungkan hidupnya pada alam, tetapi sudah menguasai alam lingkungan sekitarnya dan aktif membuat perubahan-perubahan.

Sebagai masyarakat petani, penduduk sudah dapat memproduksi makanan sehari-hari. Salah satu segi yang menonjol dalam masyarakat adalah sikap terhadap kehidupan yang sudah mati. Kepercayaan bahwa roh seseorang tidak lenyap pada saat orang meninggal, sangat memperngaruhi kehidupan manusia. Roh dianggap mempunyai kehidupan di alamnya tersendiri sesudah orang meninggal.

Dolmen-dolmen yang masih dapat disaksikan sampai sekarang mempunyai bentuk-bentuk besar sehingga kadang-kadang sulit dibayangkan bagaimana batu besar dan dengan berat berton-ton itu dapat diangkut. Pengangkutan batu sampai setinggi dua meter lebih tentu mempunyai teknik tersendiri di dalam cara pengangkutannya. Besar tiang-tiang penyangga biasanya disesuaikan dengan besar batu datarnya. Semakin besar batu datar maka semakin besar pula tiang penyangganya.

 

Artikel bertopik arkeologi ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Dolmen&oldid=19096750"

Zaman batu menunjuk pada suatu dimana alat-alat kehidupan manusia terbuat dari batu, meskipun ada juga alat-alat tertentu terbuat dari kayu dan tulang. Pada zaman tersebut, secara dominan alat-alat yang digunakan terbuat dari batu. Zaman batu besar adalah zaman dimana hasil kebudayaannya pada umumnya berukuran besar. Hasil kebudayaannya adalah sebagai berikut.

  • Menhir.
  • Dolmen.
  • Sarkofagus atau keranda batu.
  • Peti kubur batu.
  • Punden berundak.
  • Arca.
  • Waruga.

Sarkofagus merupakan peti mayat atau keranda yang dibuat dari batu. Bentuk sarkofagus menyerupai lesung yang diberi tutup. Di dalam Sarkofagus ditemukan mayat beserta bekal kubur mereka, seperti periuk, kapak persegi, perhiasan, dan benda-benda yang dibuat dari dari perunggu maupun besi.

Jadi, jawaban yang tepat adalah D.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA