Hukum laki-laki memajang foto di medsos

KABARFAJAR-Media sosial memudahkan orang untuk memasang dan berbagi foto. Baik foto sendirian maupun foto bersama keluarga atau teman.

Tidak hanya laki-laki, wanita juga kerap  upload foto ke medsos pribadinya. Baik di FB, Twitter maupun di status WA atau WhatsApp.

Ada orang bertanya bagaimana hukumnya, laki-laki yang upload foto di medsos?

Baca Juga: Simak Berbagai Manfaat dari Rasa Syukur di Kehidupan, Baik Secara Indiividu Maupun Kelompok

Pertanyaan itu mengemuka dalam kajian Ustaz Abdul Somad atau UAS. Salah satu jamaah bertanya. "Bagaimana ikhwan yang memajang foto di FB apakah haram?".

Bagaimana pria yang memajang foto di FB apakah haram? Berikut jawaban Ustaz Abdul Somad atau UAS.

Baca Juga: Masya Allah, Ternyata Kandungan Royal Jelly Dapat Mengatasi Masalah Kemandulan, Ini Penjelasan dr Zaidul Akbar

"Bagaimana ikhwan yang memajang foto di FB apakah haram? karena foto tersebut bisa dikonsumsi akhwat.

Oh ini komisi pembela akhwat, karena selama ini ustaz-ustaz mengatakan jangan posting foto akhwat.

Terkini

  1. Beranda
  2. Klinik
  3. Teknologi
  4. Unggah Foto Editan M...
  1. Teknologi
  2. Unggah Foto Editan M...

TeknologiSenin, 12 Juli 2021

Hukum laki-laki memajang foto di medsos

Adakah hukumnya mengedit foto laki-laki (suami orang) dengan wanita, seolah-olah mereka berfoto mesra bersama? Kemudian menyebarkan di media sosial, sehingga terkesan mereka punya hubungan. Padahal laki-laki ini masih punya istri. Mohon bantuannya, terima kasih.

Hukum laki-laki memajang foto di medsos

Perbuatan mengunggah foto yang telah diedit sedemikian rupa sehingga seolah-olah menggambarkan seorang laki-laki yang sudah beristri menjalin hubungan mesra dengan perempuan lain yang bukan istrinya ke media sosial agar diketahui oleh umum berpotensi dijerat dengan pasal penghinaan dan/atau pencemaran nama baik menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) dan perubahannya.

Namun ada beberapa pedoman yang perlu diperhatikan sebelum menjerat si pelaku menggunakan UU ITE. Apa saja kah itu?

Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

Perbuatan mengunggah foto yang telah diedit sedemikian rupa sehingga seolah-olah menggambarkan seorang laki-laki yang sudah beristri tersebut memiliki hubungan mesra dengan perempuan lain yang bukan istrinya ke media sosial, hingga diketahui oleh umum berpotensi dijerat dengan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) yang berbunyi:

Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Untuk dapat dijerat pasal tersebut, terdapat beberapa pedoman yang harus diperhatikan, di antaranya sebagai berikut:[1]

  1. Pengertian muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik merujuk dan tidak bisa dilepaskan dari ketentuan Pasal 310 dan Pasal 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”).

Pasal 310 KUHP merupakan delik menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu agar diketahui umum, sedangkan Pasal 311 KUHP berkaitan dengan perbuatan menuduh seseorang yang tuduhannya diketahui tidak benar oleh pelaku.

  1. Jika muatan yang ditransmisikan, didistribusikan, dan/atau dibuat dapat diakses tersebut berupa penghinaan yang kategorinya cacian, ejekan, dan/atau kata-kata tidak pantas, perbuatan ini dapat dijerat dengan Pasal 315 KUHP tentang penghinaan ringan, bukan Pasal 27 ayat (3) UU ITE.
  1. Jika muatan yang ditransmisikan, didistribusikan, dan/atau dibuat dapat diakses tersebut berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi, atau sebuah kenyataan, maka tidak dapat dijerat Pasal 27 ayat (3) UU ITE.
  1. Dalam hal fakta yang dituduhkan merupakan perbuatan yang sedang dalam proses hukum, maka fakta tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu kebenarannya sebelum aparat penegak hukum memproses pengaduan atas delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik UU ITE.
  1. Delik pidana Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah delik aduan absolut, sehingga harus korban sendiri yang mengadukan kepada aparat penegak hukum, kecuali dalam hal korban masih di bawah umur atau dalam perwalian. Korban sebagai pelapor harus orang perseorangan dengan identitas spesifik, bukan institusi, korporasi, profesi, atau jabatan.
  1. Fokus pemidanaan bukan dititikberatkan pada perasaan korban, melainkan pada perbuatan pelaku yang dilakukan secara sengaja (dolus) dengan maksud mendistribusikan/mentransmisikan/membuat dapat diaksesnya informasi yang muatannya menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal supaya diketahui umum (Pasal 310 KUHP).
  1. Kriteria “supaya diketahui umum” dapat dipersamakan dengan “agar diketahui publik”. Umum atau publik dimaknai sebagai kumpulan orang banyak yang sebagian besar tidak saling mengenal.
  1. Kriteria “diketahui umumbisa berupa unggahan pada akun media sosial dengan pengaturan bisa diakses publik, unggahan konten atau mensyiarkan sesuatu pada aplikasi grup percakapan dengan sifat grup terbuka di mana siapapun bisa bergabung dalam grup pecakapan, serta lalu lintas isi atau informasi tidak ada yang mengendalikan, siapapun bisa upload dan berbagi (share) ke luar, atau dengan kata lain tanpa adanya moderasi tertentu (open group).


Adapun Pasal 310 KUHP yang menjadi salah satu rujukan Pasal 27 ayat (3) UU ITE mengatur:

(1) Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

(2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

(3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.

Berdasarkan ketentuan tersebut, pelaku yang mengunggah foto editan mesra suami orang lain dengan perempuan yang bukan istrinya itu dapat dikategorikan sebagai muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Atas perbuatannya, pelaku diancam pidana penjara maksimal 4 tahun dan/atau denda maksimal Rp750 juta.[2]

Perlu digarisbawahi, mengingat Pasal 27 ayat (3) UU ITE merupakan delik aduan absolut, maka laki-laki yang wajahnya diedit tersebut yang berhak mengadukan perbuatan si pelaku ke aparat penegak hukum untuk diproses hukum.

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihatPernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
  2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
  3. Surat Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 219, 154, dan KB/2/VI/2021 Tahun 2021 tentang Pedoman Impelementasi Atas Pasal Tertentu dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Tags:

Apakah laki laki boleh upload foto di sosmed?

Kesimpulannya, memajang foto di sosial media bagi wanita yang dapat dilihat oleh laki-laki yang bukan mahramnya diperbolehkan, asalkan tidak menimbulkan fitnah dan syahwat.

Apa hukumnya memajang foto?

Apa Boleh Memasang Foto di Rumah? Hukum memajang foto di rumah menurut Syekh Wahbah Al-Zuhaili dalam kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu memperbolehkan foto yang dihasilkan dari kamera. Menurutnya, tidak ada larangan untuk fotografi asalkan konten foto tidak melanggar ketentuan syariat Islam.

Apa hukumnya selfie Menurut Islam?

Foto selfie bagi Muslim dan Muslimah hukum asalnya adalah boleh. Perkara ini dijelaskan dalam bahasan muamalah Al-Aslu fil mu'amalah al-ibahah hatta yadullad dalilu 'ala at-tahrim. Sebagian kelompok memang pernah mengharamkan foto selfie dengan objek makhluk bernyawa.

Apakah selfie termasuk dosa jariyah?

Mengutip buku Ketika Halal Bersamamu oleh Ryna Widyasari, salah satu dosa jariyah yang kerap tidak disadari oleh wanita adalah mengumbar foto diri atau foto selfie di media sosial.