Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dinamakan .... *

SEMUA KARAKTER A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z

Gender adalah hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan. Gender merujuk pada hubungan antara laki-laki dan perempuan, anak laki-laki dan anak perempuan, dan bagaimana hubungan sosial ini dikonstruksikan. Peran gender bersifat dinamis dan berubah antar waktu.

Hubungan sosial dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk berdasarkan kriteria tertentu. Berikut ini akan kita bahas beberapa bentuk hubungan sosial:

Berdasarkan statusnya hubungan sosial dapat dibedakan menjadi hubungan tertutup dan hubungan terbuka. Hubungan tertutup adalah hubungan sosial yang terjadi dalam satu golongan sosial tertentu. Sebagai contoh: hubungan sesama agama, sesama etnik, sesama ras, sesama orang kaya, dan sebagainya. Sementara itu, hubungan terbuka adalah hubungan sosial yang disebabkan oleh perbedaan status di masyarakat, bukan oleh kelompok sosial. Sebagai contoh hubungan sosial di sekolah. Di sekolah siswa menjalin hubungan sosial dengan guru. Di perusahaan terjadi hubungan antara majikan dan karyawan. Di rumah terjadi hubungan antara pemilik rumah dengan pekerja rumahtangga.

Menurut tingkatannya, hubungan sosial dapat dibedakan menjadi hubungan sosial horizontal dan hubungan sosial vertikal. Hubungan sosial horizontal adalah hubungan sosial antara individu atau kelompok yang sederajat yang memiliki kepentingan yang sama. Hubungan antarkolega di sekolah merupakan contoh hubungan sosial horizontal.

Hubungan sosial vertikal adalah hubungan sosial terjadi atas dasar perbedaan kedudukan. Sebagai contoh, hubungan anak dengan orangtua. Orangtua memberi perintah kepada anak untuk belajar. Sebaliknya, anak tidak dapat memberi perintah kepada orangtua. Demikian pula di sekolah, kepala sekolah memberi perintah kepada guru untuk mengerjakan tugas-tugas tertentu, dan bukan sebaliknya.

Dilihat dari dimensi waktu hubungan sosial dapat dibedakan menjadi hubungan yang bersifat temporer dan hubungan sosial yang sifatnya permanen. Hubungan sosial temporer adalah hubungan sosial yang sifatnya sementara atau terjadi dalam waktu tertentu. Siswa berhubungan dengan siswa lain dan guru di sekolah. Hubungan sosial

[43]

di sekolah hanya terjadi pada jam sekolah. Contoh lain, hubungan antara penjual dan pembeli, antara penumpang dan sopir bus, dan sebagainya.

Sementara itu, hubungan sosial permanen adalah hubungan sosial yang berlangsung dalam waktu lama, bahkan dapat berlangsung sepanjang waktu. Sebagai contoh: hubungan antara suami dan istri, hubungan antara anak dengan orangtua di dalam keluarga.

Berdasarkan kepentingan, hubungan sosial dapat dibedakan menjadi hubungan sosial primer dan hubungan sosial sekunder. Hubungan sosial primer adalah hubungan sosial yang bersifat pribadi. Hubungan yang bersifat pribadi tersebut melekat pada kepribadian seseorang dan tidak dapat digantikan oleh orang lain. Sebagai contoh: hubungan suami dan istri. Hubungan sosial sekunder adalah hubungan sosial yang bersifat formal atau resmi, impersonal (tidak bersifat pribadi) dan segmental (terpisah-pisah) yang didasarkan atas asas manfaat. Sebagai contoh: hubungan dalam dunia perdagangan antara dua pihak yang dituangkan dalam kontrak tertulis.

Hubungan sosial juga dapat dibedakan antara hubungan sosial di pedesaan dan hubungan sosial di perkotaan. Hubungan sosial di pedesaan dan di perkotaan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

No Masyarakat Pedesaan Masyarakat Perkotaan

1 Informal Formal

2 Saling mengenal Tidak saling mengenal

3 Pribadi (personal) Tidak bersifat pribadi (impersonal)

4 Komunalistik Individualistik

5 Tatap muka (face to face) Tidak harus tatap muka (bisa melalui media)

6 Pengendalian social ketat Pengendalian social longgar 7 Keteritakan pada tradisi kuat Keteritakan pada tradisi lemah 8 Kehidupan keagamaan bersifat

kental

Kehidupan keagamaan bersifat longgar

[44] 10 Masyarakat mayoritas bekerja di

sector tertentu seperti sebagai petani, nelayan.

Masyarakat bekerja di banyak sector seperti industri, perdagangan, pemerintahan, keuangan, pendidikan, dan sebagainya

Kita telah memahami perbedaan hubungan social pada masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan. Untuk memperkaya pemahaman, kita perhatikan gambar di bawah ini.

Kita pernah mendengar istilah paguyuban dan patembayan, atau dalam bahasa Jerman disebut sebagai Gemeischaft dan Gesselschaft? Di antara kalian mungkin belum pernah mendengar istilah itu. Baiklah, istilah itu dikemukan oleh Sosiolog Jerman bernama Ferdinand Tonnies. Tonnies membedakan hubungan social ke dalam Gemeinschaft (Paguyuban) dan Gesselschaft (Patembayan). Paguyuban adalah bentuk kehidupan bersama yang anggotanya diikat oleh suatu hungan batin yang murni dan alamiah serta bersifat kekal. Kehidupan bersama dalam paguyuban memiliki cirri-ciri sebagai berikut: hubungan social bersifat menyeluruh yang harmonis, bersifat pribadi, dan berlangsung untuk kelangan sendiri dan bukan untuk orang lain dari luar (eksklusif).

Menurut Tonnies, paguyuban mempunyai tiga bentuk, yaitu: 1). Paguyuban karena ikatan darah/keturunan (gemeinschaft by blood), yaitu merupakan ikatan yang didasarkan pada ikatan darah atau keturunan. Contoh: keluarga dan kelompok kekerabatan;

2) Paguyuban karena tempat (gemeinschaft by place), yaitu suatu paguyuban yang terdiri dari orang-orang yang berdekatan tempat tinggal, sehingga saling dapat tolong menolong. Contoh: rukun tetangga dan rukun warga;

3) Paguyuban karena jiwa pikiran (gemeinschaft by mind), yaitu suatu paguyuban yang terdiri dari orang-orang yang walaupun tidak mempunyai hubungan darah atau tempat tinggalnya tidak berdekatan, namun mereka mempunyai jiwa dan pikiran yang sama, dan mempunyai ideologi yang sama.

Tonnies mengartikan patembayan sebagai ikatan lahiriah yang bersifat pokok untuk jangka waktu yang pendek. Patembayan terbentuk oleh kemampuan pikiran

[45]

(imajinasi) serta strukturnya bersifat mekanis yang memiliki beberapa komponen. Contoh : ikatan antara pedagang dan organisasi dalam suatu pabrik/industri.

Charler Horton Cooley menjelaskan hubungan-hubungan sosial dapat terjadi pada kelompok primer (primary group) dan kelompok sekunder (secondary group). Hubungan sosial dalam kelompok primer ditandai oleh pergaulan dan kerjasama tatap muka yang intim. Dalam kelompok ini kita dapat mengenal seseorang sebagai suatu pribadi secara akrab. Untuk mengenal pribadi seseorang secara akrab kita dapat melakukannya melalui hubungan sosial yang bersifat informal (tidak resmi), akrab, personal, dan total, yang mencakup banyak aspek dari pengalaman hidup seseorang. Dalam kelompok primer ini, seperti keluarga, hubungan sosial cenderung bersifat santai. Para anggota kelompok primer seperti ini saling tertarik satu sama lain sebagai suatu pribadi. Mereka menyatakan harapan-harapan, kecemasan-kecemasan, berbagai pengalaman, memperguncingkan gosif dengan senang, dan saling memenuhi kebutuhan akan keakraban persahabatan. Agar terjadi hubungan sosial antara anggota kelompok secara akrab, kelompok primer harus kecil.

Sementara itu, dalam kelompok sekunedr hubungan sosial bersifat formal, impersonal, dan segmental, serta didasarkan pada azas manfaat (utilitarian). Seseorang tidak berurusan dengan orang lain sebagai suatu pribadi, tetapi sebagai orang yang berfungsi dalam menjalankan suatu peran. Dalam hubungan sosial pada kelompok sekunder ini kualitas pribadi tidak penting, sebaliknya yang dianggap penting adalah cara kerja. Hanya aspek atau bagian dan seluruh kepribadian, yang terlibat dalam menjalankan peran, itu saja yang dianggap penting. Kelompok sekunder berbentuk serikat pekerja, mitra dagang, kelompok profesi, dan sebagainya. Kelompok ini lahir untuk memenuhi tujuan khusus yang terbatas, yang hanya melibatkan sebagian dari kepribadian para anggotanya.

Menurut Emile Durkheim, hubungan sosial dapat terjadi pada dua tipologi masyarakat, yaitu masyarakat yang bertipe solidaritas mekanis dan solidaritas organis. Hubungan sosial yang terjadi pada masyarakat yang bertipe solidaritas mekanis, masing-masing anggota dapat menjalankan peran yang diperankan oleh orang lain. Hal ini disebabkan pada masyarakat seperti ini belum terjadi pembagian kerja. Peran semua orang sama sehingga ketidakhadiran seseorang tidak mempengaruhi kelangsungan

[46]

hidup masyarakat karena peran seseorang tersebut dapat digantikan oleh orang lain. Seorang anak, misalnya, dengan cepat dapat melakukan apa yang dilakukan oleh ayahnya seperti berburu, berladang, dan bertani.

Dalam masyarakat seperti ini, yang diutamakan adalah persamaan perilaku dan sikap. Perbedaan tidak dibenarkan. Menurut Durkheim, seluruh anggota masyarakat diikat oleh apa yang dinamakan sebagai kesadaran kolektif (collective conscience), yaitu suatu kesadaran bersama yang mencakup keseluruhan kepercayaan dan perasaan kelompok. Kesadaran kolektif ini bersifat eksternal (exterior) dan memaksa (coercive). Anggota masyarakat yang melakukan pelangaran terhadap kesadaran kolektif ini akan mendapatkan sanksi yang bersifat represif. Pelanggar kesadaran kolektif akan dikenai sanksi yang memberikan penderitaan atau nestapa. Sanksi represif ini merupakan bentuk kemarahan kolektif sebagai akibat dari pelanggaran terhadap kesadaran kolektif. Anggota masyarakat lain merasa terlanggar kesadaran kolektifnya. Tujuan dari pengenaan sanksi represif adalah ketidakseimbangan masyarakat dapat dipulihkan kembali. Dengan kata lain, sanksi represif dijatuhkan untuk menimbulkan efek jera, baik bagi si pelanggar maupun orang lain, agar tidak mengulangi perbuatan pelanggaran terhadap kesadaran koletif.

Pada masyarakat yang bertipe solidaritas organis, anggota masyarakat berhubungan dengan anggota lain berdasarkan fungsi atau peran masing-masing. Pada masyarakat seperti ini telah terjadi pembagian kerja, bahkan telah terjadi spesialisasi-spesialisasi fungsi atau peran. Tiap anggota masyarakat menjalankan peran yang berbeda, dan di antara berbagai peran yang ada terdapat saling ketergantungan. Hal ini analog dengan saling ketergantungan antarbagian suatu organisme biologis. Karena saling ketergantungan ini maka ketidakhadiran pemegang peran tertentu akan mengakibatkan gangguan pada kelangsungan hidup masyarakat. Banyak contoh kita temukan dalam masyarakat. Misalnya, tidak berperannya polisi akan mengakibatkan adanya ancaman atau gangguan keamanan masyarakat secara keseluruhan. Tidak berperannya petani akan mengakibatkan masalah dalam produksi dan penyediaan bahan pangan yang dapat mengancam kelangsungan hidup masyarakat. Demikian juga, pemogokan sopir truk pengangkut barang kebutuhan pokok akan mengganggu atau mengancam persediaan bahan kebutuhan pokok bagi masyarakat.

[47]

Dalam masyarakat seperti ini ikatan utama yang mempersatukan masyarakat bukan lagi kesadaran kolektif, melainkan kesepakatan yang terjalin di antara berbagai kelompok profesi. Pelanggaran-pelanggaran terhadap kesepakatan-kesepakatan akan memperoleh ancaman sanksi yang bersifat restitutif atau hukum perdata. Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap kesepakatan bersama, si pelanggar akan dijatuhi sanksi denda atau membayar ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. Tujuan dari pemberian sanksi ini adalah untuk memulihkan atau mengembalikan keseimbangan telah dilanggarnya.

Max Weber menjelaskan hubungan social pada dua tipe masyarakat, yaitu masyarakat tradisional dan masyarakat rasional. Pada masyarakat tradisional hubungan-hubungan social antara anggota masyarakat berlandaskan pada tradisi. Anggota masyarakat sangat terikat pada tradisi yang dipelihara dan dilestarikan oleh masyarakatnya. Anggota masyarakat melakukan tindakan tertentu karena tindakan itu telah menjadi kebiasaan turun-temurun. Masyarakat tradisional seperti ini kita temukan pada masyarakat pedesaan. Kalian yang bertempat tinggal di daerah pedesaan akan menemukan berbagai macam ritual tradisional yang diselenggarakan anggota masyarakat ketika memulai masa tanam dan panen di sawah. Kalian juga menemukan ritual bersih desa di desa. Anggota masyarakat mendatangi tempat-tempat yang dikeramatkan untuk melakukan ritual.

Sementara itu, pada masyarakat rasional anggota masyarakat tidak memliki keterikatan dengan tradisi masyarakatnya. Sebaliknya, anggota masyarakat justru meninggalkan tradisi. Anggota masyarakat melakukan tindakan sangat mempertimbangkan tujuan yang ingin dicapai dan dengan cara apa tujuan tersebut dicapai. Tindakan seperti ini oleh Weber disebut dengan tindakan yang bersifat rasionalitas instrumental. Tindakan seperti ini lazim terjadi pada hubungan-hubungan dalam transaksi jual beli di pasar atau dunia perdagangan. Pembeli mempunyai tujuan untuk membeli barang dengan kualitas bagus dan harga murah, sementara penjual atau pedagang mempunyai tujuan untuk menjual barang dengan harga tinggi sehingga memperoleh keunungan. Masyarakat rasional seperti ini kita temukan pada masyarakat perkotaan.

[48]

Hubungan social juga dapat dilihat dari dimensi fisiologis seperti: hubungan social antara laki-laki dan perempuan, hubungan antara orang yang berusia tua dan muda, hubungan antara orang kulit putih dan kulit hitam.

Kita pernah mendengar istilah kelompok mayoritas dan kelompok minoritas? Berdasarkan jumlah dan kualitas anggota kelompok, hubungan social dapat dibedakan menjadi hubungan social kelompok mayoritas dan kelompok minoritas. Dilihat dari jumlah anggotanya, etnik Jawa merupakan kelompok mayoritas, sementara itu etnik Tionghoa merupakan kelompok minoritas. Dilihat dari kualitas anggotanya, meskipun jumlahnya lebih sedikit orang kulit putih di Afrika Selatan pada masa penerapan politik apartheid merupakan kelompok mayoritas dibandingkan orang kulit hitam, meskipun jumlahnya lebih besar. Orang kulit putih mengusai orang kulit hitam di negara itu.

Bentuk hubungan sosial juga bisa didasarkan pada kelompok etnik. Kelompok etnik berdasarkan atas persamaan dan perbedaan budaya bangsa-bangsa di dunia. Berdasarkan persamaan dan perbedaan budaya, masyarakat Indonesia dapat dibedakan menjadi puluhan, bahkan ratusan etnik. Kelompok-kelompok etnik itu seperti: etnik Jawa, etnik Sunda, etnik Madura, etnik Batak, etnik Bugis, etnik Banjar, dan sebagainya.

Selain itu, hubungan sosial juga dapat dilihat dari agama. Berdasarkan atas agama, masyarakat Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok, yaitu: Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, dan sekian banyak aliran kepercayaan. Di antara pemeluk-pemeluk agama tersebut menjalin hubungan sosial.

Atas dasar keberagaman kelompok etnik dan agama ini bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat majemuk. Apakah dampak yang ditimbulkan oleh keberagaman kelompok etnik ini bagi bangsa Indonesia?

Di satu sisi, keberagaman etnik dan agama dapat menimbulkan konflik social yang melibatkan antarkelompok etnik dan agama. Beberapa konflik social di beberapa daerah seperti di Ambon, Poso, Sampit, Kupang, dan sebagainya tidak dapat dilepaskan dari adanya perbedaan etnik dan agama. Konflik-konflik social tersebut bukan saja mengakibatkan terjadinya korban jiwa dan harta benda, juga mengakibatkan terancamnya disintegrasi bangsa. Bangsa Indonesia menghadapi encaman perpecahan. Salah satu factor penyebab konflik-konflik social tersebut adalah

[49]

perbedaan etnik dan agama tidak bisa dikelola dengan baik. Selain itu, masyarakat yang berbeda etnik dan agama tidak mensyukuri bahwa perbedaan etnik dan agama merupakan rahmat dan anugrah dari Tuhan Yang Mahaesa.

Di lain sisi, sebagai bangsa yang religius kebegaraman etnik dan agama harus disyukuri sebagai rahmat dan anugrah dari Tuhan Yang Mahaesa. Bila kita mengembangkan rasa syukur seperti itu maka kebegaraman etnik dan agama akan menjadi kekayaan bangsa Indonesia, yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Sebagai bangsa Indonesia, kita hendaknya mengembangkan sikap toleransi dan menjadikan diri kalian sebagai individu yang multikulturalis.

Apakah yang dimaksudkan individu yang multikulturalis? Individu multikulturalis adalah individu yang bukan hanya mengakui adanya perbedaan atau keberagaman, melainkan harus mempunyai kesediaan untuk hidup berdampingan di tengah-tengah perbedaan atau keberagaman. Sebagai contoh: perkawinan campur antaretnik.

[50]

Kegiatan Belajar 6

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA