Hal apa sajakah yang harus diperhatikan dalam melakukan penyembelihan hewan?

Setiap tahun, umat muslim melaksanakan ibadah kurban tetapi perlu diingat kembali bahwa panitia kurban perlu dibekali dengan pengetahuan yang cukup. Selain menguasai teknik penyembelihan yang benar, panitia juga perlu memperhatikan penanganan daging yang higienis.

Hal tersebut mengemuka dalam Pelatihan Penyembelihan Hewan dan Penanganan Daging Kurban Yang Higienis di Era Covid-19 (Angkatan ke-6) yang diselenggarakan oleh Fakultas Peternakan (Fapet) UGM pada Senin, 29 Juni 2020 secara daring melalui aplikasi Zoom.

“Dalam penyembelihan hewan kurban harus memperhatikan beberapa syarat, yaitu jenis ternak, umur ternak, kesehatan ternak, dan waktu penyembelihan,” ujar Ir. Nanung Danar Dono, S.Pt., MP., Ph.D., IPM., ASEAN. Eng selaku narasumber pada acara tersebut.

Jenis ternak yang sah untuk berkurban adalah sapi, kambing, domba, kerbau, unta, dan sejenisnya. Umur dari hewan yang dikurbankan dianggap cukup jika telah berganti sepasang gigi depan (poel) atau untuk sapi/kerbau setara dengan 1,5—2 tahun, kambing/domba 1,5 tahun, dan unta umur 5 tahun.

“Ternak kurban juga harus memenuhi syarat kesehatan, yaitu kuat berdiri dan tidak cacat. Ternak disembelih pada hari nahar atau Hari Raya Idul Adha (10 Dzulhijjah) atau di hari tasyrik (11,12, dan 13 Dzulhijjah),” ungkap Nanung.

Di masa pandemi ini, Nanung mengingatkan bahwa ada protokol kesehatan umum yang harus diperhatikan ketika menyembelih hewan kurban. Dirinya mengimbau agar panitia kurban menjaga jarak pada saat pelaksanaan penyembelihan, menyediakan air dan sabun atau hand sanitizer, serta tidak melibatkan anak-anak, lansia, dan orang sakit dalam proses penyembelihan. Shohibul kurban juga tidak harus hadir pada saat penyembelihan.

“Selain itu, panitia juga harus memperhatikan kondisi wilayahnya, apakah aman menurut informasi dari pemerintah. Jika situasi tidak memungkinkan, bisa dititipkan di lembaga sosial keagamaan. Hewan kurban sebaiknya disembelih di RPH resmi milik pemerintah,” kata Nanung.

Jika situasi aman, penyembelihan tetap dapat dilakukan di kampung/masjid dengan memperhatikan protokol kesehatan secara ketat. Panitia wajib mengurangi kerumunan dengan cara mengurangi jumlah panitia, membatasi/mengurangi jumlah ternak yang disembelih, membagi waktu penyembelihan menjadi 3—4 hari, dan membagi lokasi penyembelihan menjadi 3—4 tempat. Ketua panitia/ketua takmir harus tegas terkait dengan protokol kesehatan ini.

Nanung menambahkan, sebelum proses penyembelihan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, siapkan seluruh peralatan, yang paling utama adalah mengasah pisau setajam mungkin. Kedua, periksa kondisi tubuh ternak, terutama kesehatannya. Ketiga, puasakan ternak sebelum disembelih agar ternak tidak beringas sehingga lebih mudah ditangani. Selain itu, pemuasaan juga akan mengurangi isi perut. Pemuasaan dilakukan 12 jam sebelum penyembelihan tetapi minum tetap diberikan. Keempat, istirahatkan dan tenangkan ternak sebelum disembelih. Ternak yang stres karena gelisah atau kelelahan dapat menurunkan kualitas daging.

Pada saat penyembelihan, Nanung menekankan satu hal penting yaitu memotong 3 saluran pada leher bagian depan, yaitu saluran nafas, saluran makanan, dan pembuluh darah.

“Sebelum ternak mati, dilarang keras untuk menusuk jantungnya, menguliti, memotong kakinya, memotong ekornya, dan sebagainya. Untuk mengecek apakah hewan sudah mati, dapat menggunakan tiga refleks, yaitu refleks mata, refleks kuku, dan refleks ekor. Setiap bagian ternak yang terpotong ketika hewan belum mati, maka bagian tersebut dianggap sebagai bangkai,” imbuhnya.

Setelah disembelih, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, periksa organ dalam hewan kurban. Apabila panitia menemukan ketidakwajaran, sebaiknya menghubungi ahli kesehatan. Kedua, jangan memotong-motong daging sambil merokok. Daging adalah sel-sel tubuh yang terbuka yang dapat menyerap aroma-aroma termasuk aroma rokok. Ketiga, jangan mencuci jeroan di sungai karena dikhawatirkan air sungai tidak bersih. Jeroan sebaiknya dicuci dengan air bersih dari selang. Keempat, daging sebaiknya dikemas dengan plastik berwarna bening/putih karena umumnya tas plastik berwarna hitam adalah hasil daur ulang.

Penanganan Daging Secara Higienis

Narasumber lain, yaitu Prof. Dr. Ir. Nurliyani, MS, mengungkapkan bahwa daging kurban perlu dijaga higienitasnya. Hal ini perlu dilakukan karena kita harus memilih makanan yang baik karena pangan merupakan kebutuhan dasar dan hak asasi manusia agar dapat menjalankan aktivitas dengan baik.

“Kualitas pangan yang dikonsumsi menentukan kualitas SDM. Untuk membentuk manusia yang sehat dan produktif diperlukan asupan gizi yang cukup. Gizi yang cukup diperoleh dari konsumsi pangan yang memenuhi kaidah aman, bergizi, berimbang dan beragam (AB3),” ujar Nurliyani.

Manusia disarankan mengonsumsi makanan yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Daging yang ASUH yaitu tidak mengandung bibit  penyakit dan residu obat-obatan, bergizi dan berguna bagi kesehatan, tidak dicampur dengan bagian lain dari hewan lain, dan ditangani sesuai sengan syariat Islam.

Nurliyani mengungkapkan, ada beberapa sumber kontaminasi kuman. “Pertama, dari hewan sendiri, yaitu dari kaki, kulit, dan bulu. Kedua, dari kotoran, saluran pencernaan, dan kulit (30%). Ketiga, pisau penyembelihan, khususnya dari awal sayatan terbesar. Keempat, pengulitan dan pembersihan karkas. Kelima, tangan, pakaian, dan  peralatan kotor. Proses mengangkat, memotong, menimbang, dan membungkus daging menyumbang risiko kontaminasi hingga sebesar 50%,” jelasnya.

Agar daging higienis, ada beberapa syarat peralatan yang harus dipenuhi. Pertama, pisau tajam, panjang, tidak berkarat. Kedua, alas plastik, wadah daging, dan talenan harus bersih. Ketiga, kandang penampungan kering dan teduh. Keempat, tempat penyembelihan kondisinya kering dan terpisah dari sarana umum. Kelima, tersedia tempat khusus untuk pemotongan daging dan penanganan jeroan terpisah dari penanganan daging.

Nurliyani menambahkan, perlu dilakukan pemeriksaan pada ternak sebelum dipotong sebagai pertahanan pertama penularan penyakit dari daging yang dikonsumsi. Pemeriksaan ini dilakukan 12 jam sebelum dipotong.

“Setelah disembelih, ada beberapa cara penanganan daging yang dapat dilakukan, yaitu pemisahan kepala dan bagian-bagian lain dilakukan setelah hewan mati. Hewan digantung pada kaki belakang untuk menyempurnakan pengeluaran darah yang masih tersisa untuk mencegah kontaminasi hewan. Darah harus keluar sebanyak-banyaknya karena jika masih tersisa, kuman yang tumbuh akan membuat daging cepat busuk,” kata Nurliyani.

Untuk menjaga higienitas daging, hindari tangan manusia kontak langsung dengan daging, lalat atau serangga lain, peralatan yang kontak dengan daging, air kotor, alas/tanah yang kotor. Untuk petugas/panitia kurban perlu menjaga kebersihan diri, mengenakan pakaian yang bersih, dan sering mencuci tangan. Peralatan juga harus bersih dan terbuat dari bahan yang tidak mencemari daging.

Dalam menyimpan daging, Nurliyani memaparkan 5 kunci penyimpanan yang benar, yaitu: (1) bersihkan daging dengan baik, daging sapi dan kambing tidak perlu dicuci karena justru akan merusak. (2) pisahkan makanan mentah dan matang agar tidak terjadi kontaminasi silang. (3) masak makanan secara sempurna. (4) tempatkan makanan pada temperatur yang sesuai. (5) gunakan air dan bahan mentah yang aman.

Nurliyani menambahkan terkait penyimpanan daging, area dengan kisaran suhu 5-60oC adalah area berbahaya karena bakteri dapat tumbuh dengan cepat. Oleh karena itu, disarankan untuk menyimpan daging di bawah 5oC atau di atas suhu 60oC. Daging sapi mentah dapat bertahan di kulkas selama 3-5 hari sedangkan di freezer selama 4-6 bulan. Kambing mentah dapat bertahan di kulkas selama 3-5 hari, di freezer selama 6-9 bulan.

Selain itu, dalam menyimpan daging di kulkas, Nurliyani menyarankan daging dikemas dalam kemasan kecil dan langsung habis dimasak ketika dikeluarkan dari freezer. Daging yang sudah dikeluarkan dari freezer hendaknya tidak dimasukkan lagi untuk disimpan karena akan menurunkan kualitas daging.

Dekan Fapet UGM, Prof. Dr. Ir. Ali Agus, DAA., DEA., IPU., ASEAN. Eng mengatakan, pelatihan ini merupakan pelatihan yang rutin dilaksanakan setiap tahun. Tahun ini, meskipun terjadi pandemi, Fapet UGM tetap melaksanakan.

Hal ini dikarenakan tuntutan akan produk pangan hasil ternak yang aman dan tayib semakin hari semakin meningkat. Oleh karena itu, panitia kurban perlu membekali diri dengan pengetahuan yang cukup.

“Dalam pelatihan ini narasumber membagikan pengetahuan agar prosesi penyembelihan lancar, daging sehat dan higienis. Oleh karena itu, aspek kesejahteraan hewan yang menjadi tuntutan perlu kita kembangkan termasuk kesejahteraan hewan sebelum disembelih. Setelah daging diproses, tentu diperlukan tips dan trik agar daging tetap higienis dengan sarana prasarana sehat dan bersih,” ujar Dekan. (Humas Fapet/Nadia)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA