Dalam akad jual beli maupun pinjam meminjam barang yang digunakan dalam akad haruslah

Ingin transaksi halal? Yuk pahami tentang akad jual beli.

Dewasa ini, perbankan syariah semakin digemari masyarakat Indonesia. Salah satu sistem wajib yang ada di dalamnya yaitu akad jual beli. Tujuan dari sistem ini agar transaksi berjalan lancar dan sesuai dengan syariah Islam. Terdapat berbagai macam akad jual beli, mulai dari musyarakah hingga murabahah. Yuk ketahui lebih lanjut dengan membaca artikel di berikut ini.


Pengertian Akad Jual Beli

Akad jual beli adalah suatu kesepakatan antara penjual dan pembeli. Dalam agama Islam, aktivitas perdagangan yang dilakukan tanpa adanya akad, maka kegiatan jual beli dianggap tidak sah.


Rukun Akad Jual Beli

Dalam agama Islam, rukun akad jual beli adalah suatu hal yang wajib terpenuhi sebelum Anda melakukan proses transaksi untuk menentukan tingkat keabsahannya. Berikut adalah beberapa contoh dari rukun dalam kegiatan jual beli.

  1. Penjual dan Pembeli
    Dalam akad, harus ada penjual dan pembeli agar aktivitas perdagangan bisa dilakukan secara sah. Selain itu, akan lebih baik jika akad dilakukan tatap muka secara langsung untuk mencegah rasa ketidakpuasan atau salah paham yang bisa muncul.

  2. Objek
    Objek akad dapat berbentuk barang ataupun jasa yang bisa diterima nilainya dan terjamin halal. Misalnya, akad jual beli rumah, baju dan makanan.

  3. Pengucapan Akad
    Pengucapan akad berisikan tentang pernyataan bahwa penjual menyetujui kesepakatan dari pembeli dan bersedia untuk memberikan barang yang dijual untuk ditukar dengan alat transaksi seperti uang atau harta lain.


Syarat Sah Akad Jual Beli

Selain rukun, setidaknya ada tiga syarat utama yang harus dipenuhi akad jual beli dalam Islam. Ketiga syarat tersebut antara lain.

  1. Keikhlasan Penjual dan Pembeli
    Dalam akad, semua pihak yang terlibat baik penjual maupun pembeli harus ikhlas dalam melakukan transaksi. Wajib hukumnya untuk menegaskan bahwa tidak ada pihak yang terpaksa dalam aktivitas tersebut. Kalau ada salah satu pihak yang merasa tidak ikhlas, maka kegiatan jual beli dapat dianggap tidak sah.

  2. Penjual dan Pembeli Memenuhi Syarat
    Kegiatan jual beli hanya bisa terealisasikan untuk orang yang telah memenuhi syarat sah menggunakan hartanya dalam akad. Beberapa contoh syarat tersebut antara lain:

    • Kegiatan jual beli wajib dilakukan oleh orang yang memiliki akal.

    • Orang yang telah terbebani syariat atau mukallaf.

    • Bukan merupakan hamba sahaya para saudagar dan telah merdeka atas keinginannya sendiri.

    • Sudah cukup umur dan mengerti perihal harta.

  3. Halal
    Dalam contoh akad jual beli, objek yang diperjualbelikan harus bersifat halal dan tidak dilarang oleh agama Islam.


Macam-macam Akad Jual Beli

Akad yang dilakukan dalam kegiatan ekonomi syariah terdiri dari berbagai macam. Berikut macam-macam akad jual beli yang sesuai dengan syariat Islam.

  1. Musyarakah
    Akad ini dilakukan oleh 2 pihak yang mengumpulkan modal bersama untuk usaha tertentu. Dimana nantinya, keuntungan dari usaha tersebut akan dibagi secara rata.

  2. Wadi’ah
    Wadi’ah dilaksanakan jika ada salah satu pihak yang menitipkan barang kepada pihak kedua. Akad ini seringkali dilakukan oleh perusahaan bank dalam produk rekening giro.

  3. Wakalah
    Wakalah adalah pengikat antara perwakilan salah satu pihak dengan pihak lainnya. Bank syariah kerap menggunakan akad ini dalam pembelian barang impor dan pembuatan Letter of Credit

  4. Kafalah
    Kafalah menekankan perihal jaminan yang akan diserahkan oleh satu pihak kepada pihak lain. Akad ini umumnya diterapkan dalam partisipasi tender (tender bond), garansi sebuah proyek (performance bond), dan pembayaran di muka (advance payment bond).

  5. Qardh
    Qardh mengatur tentang pemberian dana pinjaman ke nasabah dalam jangka waktu yang singkat dan harus diganti secepatnya. Jumlah nominal yang dibayarkan harus sesuai dengan dana pinjaman yang diberikan.

  6. Hawalah
    Hawalah mengatur tentang pengalihan utang. Umumnya, akad ini dilakukan oleh bank syariah dan nasabahnya yang akan menjual produk ke pembeli lain dalam bentuk giro mundur (Post Dated Check).

  7. Rahn
    Rahn merupakan akad yang cara kerjanya mirip dengan sistem pegadaian. Dimana, pihak penggadai akan mendapatkan uang dari barang yang digadaikan. Akad ini juga diterapkan apabila diterapkan jika ada pembiayaan yang memerlukan adanya jaminan tambahan.

  8. Ijarah
    Ijarah mengatur tentang pengalihan hak guna suatu objek dengan adanya biaya cicilan sewa tanpa memindahkan hak kepemilikan dari objek tersebut.

  9. Mudharabah
    Akda mudharabah dilakukan oleh pemilik dan pengelola modal.. Kedua pihak tersebut nantinya akan berbagi keuntungan dari kegiatan usaha. Namun, jika timbul kerugian, hanya pemilik modal yang akan menanggungnya. .

  10. Istishna’
    Istishna’ mengatur perihal proses transaksi suatu produk yang dipesan berdasarkan kriteria yang disepakati pembeli. Dalam akad ini, proses pembayarannya pun harus sesuai kesepakatan, apakah dibayar di awal atau saat produk telah dikirim.

  11. Murabahah
    Akad jenis ini akan berfokus dengan harga jual dan keuntungan yang disetujui kedua pihak. Nantinya, produk akan diberikan saat akad telah selesai dan pembeli dapat melunasi pembayaran secara tunai maupun cicilan.

  12. Salam
    Akad salam dilakukan dengan cara pemesanan, dimana pembeli akan melakukan pembayaran dahulu sebelum produk dikirimkan. Akad ini seringkali diterapkan dalam bidang pertanian.


Sekian pembahasan OCBC NISP mengenai akad jual beli. Penting untuk memahami macam-macam sistem akad jual beli yang Anda gunakan agar transaksi Anda lebih lancar. Semoga informasi ini bermanfaat, ya!


Baca Juga:

Islam merupakan agama yang telah disempurnakan oleh Allah SWT. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al Maa-idah Ayat 3 yang artinya “Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …” [Al-Maa-idah: 3]. Islam sebagai agama yang sempurna telah mencangkup segala aspek kehidupan manusia, sebagai pedoman hidup manusia agar dapat memperoleh kebahagian dunia dan akhierat. Salah satu aspek yang diatur dalam Islam adalah yang berhubungan dengan kegiatan ekonomi. Manusia melakukan kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti sandang, pangan, dan papan. Salah satu kegiatan ekonomi yang sering dilakukan oleh manusia adalah kegiatan jual beli.

Allah SWT telah menghalalkan praktek jual beli yang sesuai dengan ketentuan dan syari’atNya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surat Al Baqarah ayat 275 yang artinya:” …Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan  riba…(Q.S. al-Baqarah: 275). Rasullullah SAW bersabda: Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sama beratnya dan langsung diserahterimakan. Apabila berlainan jenis, maka juallah sesuka kalian namun harus langsung diserahterimakan/secara kontan” (HR. Muslim). Maka berdasarkan hadits ini, jual beli merupakan aktivitas yang disyariatkan. Namun disisi lain, Rasullullah SAW juga bersabda “Sesungguhnya para pedagang itu adalah kaum yang fajir (suka berbuat maksiat), para sahabat heran dan bertanya, “Bukankah Allah telah menghalalkan praktek jual beli, wahai Rasulullah?”. Maka beliau menjawab, “Benar, namun para pedagang itu tatkala menjajakan barang dagangannya, mereka bercerita tentang dagangannya kemudian berdusta, mereka bersumpah palsu dan melakukan perbuatan-perbuatan keji.” (Musnad Imam Ahmad 31/110, dinukil dari Maktabah Asy Syamilah. Oleh karena itu seseorang muslim yang melaksanakan transaksi jual beli, sebaiknya mengetahui syarat-syarat praktek jual beli berdasarkan ketentuan Al Qur’an dan Hadits, agar dapat melaksanakannya sesuai dengan syari’at sehingga tidak terjerumus kedalam tindakan-tindakan yang dilarang dan diharamkan.
Syarat-syarat praktek jual beli yang sesuai dengan syariat Islam yaitu:

  1. Transaksi jual beli dilakukan dengan Ridha dan sukarela

Transaksi jual beli yang dilakukan oleh kedua belah pihak, hendaknya dilaksanakan berdasarkan kebutuhan, dan dilakukan dengan ridha dan sukarela tanpa ada paksaan dari pihak manapun, sehingga salah satu pihak (baik penjual maupun pembeli) tidak ada yang dirugikan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surat An-Nisaa ayat 29 yang artinya : ““… janganlah kalian saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang timbul dari kerelaan di antara kalian…” (Q.S. An-Nisaa: 29). Berdasarkan ayat ini juga, maka diketahui bahwa transaksi jual beli harus dilakukan oleh orang-orang yang berkompeten yaitu orang-orang yang paham mengenai jual beli, dan mampu menghitung atau mengatur uang. Sehingga tidak sah transaksi jual beli yang dilakukan oleh orang gila dan anak kecil yang tidak pandai atau tidak mengetahui masalah jual beli.

  1. Objek jual beli bukan milik orang lain

Objek jual beli merupakan hak milik penuh salah satu pihak yang terlibat dalam transaksi jual beli. Seseorang bisa menjual barang yang bukan miliknya apabila telah mendapatkan ijin dari pemilik barang. Rasullullah SAW bersabda: Janganlah engkau menjual barang yang bukan milikmu.” (HR. Abu Dawud)

  1. Transaksi jual beli dilakukan secara jujur

Transaksi jual beli hendaknya dilakukan dengan jujur. Rasullulah SAW bersabda: “Barang siapa yang berlaku curang terhadap kami, maka ia bukan dari golongan kami. Perbuatan makar dan tipu daya tempatnya di neraka” (HR. Ibnu Hibban).
Salah satu contoh transaksi jual beli yang jujur adalah dengan cara penjual menyempurnakan takaran. Hal ini dapat diketahui dalam Allah berfirman asy Syu’araa ayat 181-183 yang artinya adalah ”Sempurnakanlah takaran jangan kamu termasuk orang-orang yang merugi, dan timbanglah dengan timbangan yang lurus, dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan”(Q.S. Asy Syu’araa: 181-183). Allah SWT juga berfirman dalam surat Al Muthaffifiin ayat 1-6 yang artinya: ”Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang ini menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan di bangkitkan, pada suatu hari yang besar (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam ini” (Q. S. Al Muthaffifiin; 1-6). Transaksi jual beli juga dikatakan dilakukan dengan jujur apabila seorang penjual menjelaskan dengan jujur kondisi barang yang dijualnya kepada pembeli. Penjual akan memberitahukan kepada pembeli apabila terdapat cacat pada barang yang dia jual. Hal ini sesuai dengan sabda Rasullullah SAW yang artinya: Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain. Tidak halal bagi seorang muslim menjual barang dagangan yang memiliki cacat kepada saudaranya sesama muslim, melainkan ia harus menjelaskan cacat itu kepadanya” (HR. Ibnu Majah)

  1. Transaksi jual beli barang yang halal

Transaksi jual beli yang dilakukan haruslah barang atau jasa yang halal dan atau tidak di larang oleh syariat Islam, seperti jual beli narkoba, dan minuman keras. Rasullullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah jika mengharamkan atas suatu kaum memakan sesuatu, maka diharamkan pula hasil penjualannya” (HR Abu Daud dan Ahmad).

  1. Objek jual beli dapat diserahterimakan

Barang yang menjadi objek jual beli, haruslah barang yang dapat diserah terimakan segera dari penjual kepada pembeli. Rasullullah bersabda: Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sama beratnya dan langsung diserahterimakan. Apabila berlainan jenis, maka juallah sesuka kalian namun harus langsung diserahterimakan/secara kontan” (HR. Muslim). Sehingga tidak sah menjual burung yang terbang di udara, hasil sawah yang belum dipanen, dan lain-lain. Transaksi yang mengandung objek jual beli seperti ini diharamkan karena mengandung spekulasi atau judi. Allah SWT berfirman dalam Surat Al Baqarah ayat 219 dan Surat Al Maidah ayat 90-91 yang artinya “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi, katakanlah bahwa pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.” (Al-Baqarah: 219). Hai orang–orang yang beriman sesungguhnya arak, judi, berhala dan mengundi nasib adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian dengan khamr dan judi, menghalangi kalian dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kalian (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (Al Maidah: 90-91)

Sedangkan jual beli yang dilarang menurut syari’at Islam adalah:

  1. Transaksi jual beli yang menjauhkan dari ibadah

Transaksi jual beli yang dilakukan, hendaklah tidak melupakan kewajiban manusia untuk menjalankan ibadah kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam Surat Al Jumuah ayat 9-10 yang artinya” “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS Al Jumuah : 9-10). Allah SWT juga berfirman dalam Surat Annur ayat 37 yang artinya: laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang.

  1. Transaksi jual beli barang yang haram

Transaksi jual beli yang dilarang menurut syari’at Islam adalah jual beli barang yang diharamkan seperti jual beli minuman keras, narkoba, barang hasil pencurian dan lain-lain. Karena hal ini juga berarti ikut serta melakukan dan menyebarluaskan keharaman di muka bumi. Rasullullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah jika mengharamkan atas suatukaum memakan sesuatu, maka diharamkan pula hasil penjualannya” (HR Abu Daud dan Ahmad)

  1. Transaksi jual beli harta riba

“Rasulullah SAW melaknat orang yang makan riba, yang memberi makannya, penulisnya dan dua saksinya, dan beliau bersabda : “Mereka itu sama”. (HR. Muslim). Dalam hadits tersebut dapat kita ketahui bahwa Islam melarang transaksi jual beli harta riba.

  1. Transaksi jual beli hasaath

Rasulullah SAW bersabda: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli hashaath (jual beli dengan menggunakan kerikil yang dilemparkan untuk menentukan barang yang akan dijual) dan jual beli gharar.” (HR. Muslim). Transaksi jual beli hasaath  dilarang karena jual beli dengan kerikil yang dilempar untuk menentukan barang. Membuat pembeli tidak bisa memilih, memilah barang yang sesuai keinginan dan sesuai kualitas barangnya. Sehingga ada salah satu pihak (pembeli) yang dirugikan dalam transaksi jual beli ini. Itulah mengapa jual beli hasaath tidak diharamkan dalam Islam.

Pnulis: Wahyudhi Sutrisni, ST., MM.

Dosen Prodi Teknik Industri

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA