Contoh karya tulis ilmiah tentang covid-19 pdf

Keywords: Virus, Covid-19, Penyakit

Penyakit virus covid-19 pertama kali dikonfirmasi masuk ke Indonesia pada bulan Maret 2020, Penyakit ini adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus covid-19. Sebagian besar orang yang tertular covid-19 akan mengalami gejala ringan hingga sedang, dan akan pulih tanpa penanganan khusus, namun tak jarang ada yang meninggal dunia. Virus yang menyebabkan covid-19 terutama ditransmisikan melalui droplet (percikan air liur) yang dihasilkan saat orang yang terinfeksi batuk, bersin, atau mengembuskan nafas. Droplet ini terlalu berat dan tidak bisa bertahan di udara, sehingga dengan cepat jatuh dan menempel pada lantai atau permukaan lainnya. Anda dapat tertular saat menghirup udara yang mengandung virus jika Anda berada terlalu dekat dengan orang yang sudah terinfeksi covid-19. Anda juga dapat tertular jika menyentuh permukaan benda yang terkontaminasi lalu menyentuh mata, hidung, atau mulut Anda. Pentingnya menjaga diri dari supaya tidak terpapar virus ini adalah langkah yang paling tepat untuk memulihkan Negeri ini dari virus ini, supaya kembali normal seperti dahulu seperti Negara lain yang sudah kembali Normal

Aulia, Gracelina . 2020 pengertian Artikel Ilmiah. Retrieved june 15, 2021, From //bosmeal.com/contoh-artikel-ilmiah/ Rada. 2021. Artikel Populer Singkat Ilmiah Retrieved june 15, 2021, From //dosenpintar.com/contoh-artikel-populer-singkat-ilmiah/ Sagita, Nafilah Sri Sagita. 2020. Awal Mula Wabah COVID-19 di Wuhan Diklaim Berasal dari Makanan Beku Impor. Retrieved june 15, 2021, From //health.detik.com/berita-detikhealth/d-5286363/awal-mula-wabah-covid-19-di-wuhan-diklaim-berasal-dari-makanan-beku-impor Semiva, Admin. 2020. 10 Contoh Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang Baik & Benar. Retrieved june 15, 2021, From //sevima.com/10-contoh-karya-tulis-ilmiah-kti-yang-baik-benar/ Soehardi, F., Putri, L. D., & Dinata, M. (2021). NVivo Software Training for Young Researchers. Mattawang: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 2(1), 8–13. //doi.org/10.35877/454ri.mattawang265 Wikanto, Adi. 2021. WHO rilis penyelidikan asal usul virus corona penyebab Covid-19, ada 4 kemungkinan. Retrieved june 15, 2021, From //kesehatan.kontan.co.id/news/who-rilis-penyelidikan-asal-usul-virus-corona-penyebab-covid-19-ada-4-kemungkinan?page=all

Yip Britt and Valeria Perasso 25 Juni 2021. BBC World Service “Asal Covid-19: Apakah kita perlu tahu dari mana asal virus corona ini?” Retrieved june 15, 2021, from //www.bbc.com/indonesia/dunia-57590872

Abstract viewed = 5141 times
PDF downloaded = 1040 times

Oleh: Kelompok 3 Mata Kuliah Advokasi

Peminatan Promosi Kesehatan 2019

Kasus pernikahan dini di Kabupaten Bondowoso belum menunjukkan penurunan yang signifikan. Bersumber pada data BPS Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Bondowoso menduduki kursi dengan kasus tertinggi sebesar 45,60% di tahun 2019. Pernikahan yang dilakukan oleh anak sebelum berusia 17 tahun dapat berasal dari internal maupun eksternal anak tersebut. Adanya stigma perawan tua, minimnya informasi kesehatan dan pergaulan mempengaruhi anak untuk melakukan pernikahan dini. Selain itu, peran keluarga tidak lepas pada putusan pernikahan dini anak. Karena putusan melakukan pernikahan dini juga dapat berasal dari keluarga, misalnya perjodohan. Kondisi ekonomi keluarga, perceraian orang tua dan rendahnya pengetahuan orang tua khususnya ibu menjadi faktor kejadian pernikahan dini pada anak.

Kasus pernikahan dini pada anak tidak hanya memberikan dampak dalam segi ekonomi namun pada kondisi biologis anak juga dapat terpengaruh. Pernikahan yang dilakukan dengan kondisi sel-sel rahim belum siap dan matang dapat memicu tumbuhnya kanker pada leher rahim. Pernikahan yang dipaksakan juga dapat memberikan gangguan pada mental dan bahkan trauma mendalam.

Menyikapi tingginya kasus pernikahan dini pada anak, pemerintah Kabupaten Bondowoso telah menerapkan Peraturan Bupati Nomor 78 Tahun 2018 mengenai Youth Counseling atau konseling remaja. Salah satu tujuannya adalah memberikan pengetahuan dan mengarahkan remaja kepada pemikiran dan perilaku sehat sehingga angka pernikahan dini di Bondowoso dapat ditekan. Adanya penerapan peraturan ini masih belum menutup kemungkinan pernikahan dini pada anak.

Kita sebagai generasi yang peduli pada hak-hak anak memberikan sikap positif terhadap langkah pemerintah Bondowoso dalam menurunkan angka pernikahan dini pada anak serta memberikan dorongan agar menguatkan kembali peran orang tua dan keluarga agar dapat memberikan arahan dan putusan yang positif pada anak. Butuh komitmen dan dukungan dari berbagai pihak untuk memberantas pernikahan dini pada anak khususnya di Kabupaten Bondowoso. Mari sama-sama lindungi dan penuhi hak anak.

published: 22 Juni 2022

Oleh: Kelompok 2 Mata Kuliah Advokasi

Peminatan Promosi Kesehatan 2019

Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Banten oleh Dinkes Provinsi Banten (2020), Kabupaten Pandeglang merupakan kabupaten/kota dengan jumlah baduta gizi kurang dan pendek tertinggi di Provinsi Banten. Prevalensi kejadian stunting di Kabupaten Pandeglang mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini ditunjukkan, yaitu pada tahun 2018 diketahui sebanyak 39,5%, tahun 2019 sebanyak 34,1%, tahun 2020 sebanyak 21,2%, dan pada tahun 2021 menjadi 13,4%. Meskipun demikian, prevalensi stunting di Kabupaten Pandeglang ini masih termasuk ke dalam zona merah dan menjadi kasus stunting tertinggi di Provinsi Banten.

Untuk mengentaskan stunting di Kabupaten Pandeglang, pemerintah setempat sendiri sudah mengupayakan beberapa penanganan seperti melakukan penyuluhan stunting, rembuk aksi cegah stunting dimulai pada tingkat desa hingga tingkat kabupaten, melakukan pendampingan terhadap ibu hamil dan balita, serta pembentukan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS). Akan tetapi, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Candarmaweni dan Rahayu (2020), diketahui bahwa salah satu penyebab tingginya angka stunting di Pandeglang adalah pelayanan kesehatan yang terbatas.

Masalah terbatasnya pelayanan kesehatan yang ada memengaruhi bagaimana status kesehatan masyarakat dan dalam hal ini memengaruhi kejadian stunting yang ada. Dibutuhkan pihak-pihak lain untuk menangani permasalahan ini, salah satunya dengan melibatkan pihak mitra ke dalamnya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Prahastuti (2020), diketahui bahwa masalah akses air bersih maupun sanitasi dapat ditangani dengan adanya kebijakan kemitraan. Berdasarkan hal itu, jalinan kemitraan dapat digerakkan untuk mendukung pengentasan masalah stunting yang ada di Pandeglang dengan adanya pengembangan konsep untuk menyesuaikan dengan permasalahan stunting ini, yaitu pelayanan kesehatan terbatas.

Integrasi yang terbentuk antara pihak pemerintah daerah, mitra, dan juga upaya yang telah diterapkan seperti adanya TPPS menjadi langkah awal untuk menyatukan pemikiran mengenai alternatif solusi terbaik yang dapat diambil serta memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh masing-masing pihak. Upaya kemitraan di Pandeglang ini perlu digalakkan untuk menyempurnakan program RAN PASTI sehingga terjadi peningkatan dalam pelayanan kesehatan di Pandeglang. Mari gerakkan jalinan kemitraan untuk bebaskan Pandeglang dari lingkup stunting.

published: 22 Juni 2022

Oleh: Kelompok 1 Mata Kuliah Advokasi

Peminatan Promosi Kesehatan 2019

Kualitas sebuah negara dapat terlihat dari kualitas sumber daya manusianya, tentu hal ini menjadi perhatian besar bagi tiap negara termasuk Indonesia. Dalam rangka menyambut bonus demografi pada tahun 2045, Indonesia perlu benar-benar mempersiapkan pemuda/i yang sehat dan produktif. Meskipun di beberapa bidang diketahui bahwa banyak pemuda yang menoreh prestasi untuk mengharumkan nama bangsa, tetapi di sektor kesehatan ada salah satu permasalahan yang masih marak dan terus meningkat sepanjang tahun yaitu perilaku berisiko merokok pada remaja atau pemula.

Berdasarkan data Riskesdas 2018, diketahui bahwa prevalensi merokok pada remaja usia 10-18 tahun mengalami peningkatan dari tahun 2013 (7,20%) ke tahun 2018 (9,10%). Angka tersebut masih sangat jauh dari target RPJMN 2019 yaitu sebesar 5,4%. Seperti yang kita ketahui bahwa perilaku berisiko merokok menjadi salah satu faktor yang berkontribusi pada beberapa penyakit tidak menular seperti kanker paru-paru,, jantung koroner, diabetes, hipertensi. Maka, guna menciptakan generasi emas yang sehat secara mental dan terutama fisiknya perlulah bagi pemerintah untuk memperhatikan masalah kesehatan pemuda/i termasuk mengenai perilaku berisiko merokok.

Pemerintah memang telah mengeluarkan kebijakan yang mengatur tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan pada PP No 109 Tahun 2012 termasuk dalam hal pengendalian iklan produk tembakau yang tertuang dalam Pasal 26. Tetapi, kebijakan tersebut seyogyanya perlu ditindaklanjuti disebabkan iklan produk tembakau yang masih dapat diakses oleh pemuda terutama di ruang terbuka sangat berpengaruh terhadap peningkatan konsumsi rokok pada remaja.

Berdasarkan penelitian yang dituliskan oleh Azalia Imani, Bastonus, Sri Widowati Herieningsih dalam jurnal yang berjudul Hubungan Antara Terpaan Iklan Rokok dan Persepsi Maskulinitas Pada Perokok Dengan Perilaku Merokok Remaja Laki-laki. Penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi terpaan iklan rokok yang diterima remaja, maka semakin tinggi pula perilaku merokok remaja. Hal ini sejalan dengan teori advertising exposure yang menjelaskan apabila konsumen terkena terpaan iklan maka akan tercipta perasaan dan sikap tertentu terhadap merek yang kemudian dapat menggerakkan perilaku konsumen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingginya terpaan rokok di televisi mampu meningkatkan perilaku merokok di kalangan remaja.

Maka dari itu, pemerintah harus tegas untuk mengendalikan iklan produk tembakau guna menciptakan generasi emas bebas rokok. Salah satu tindakan nyata yang harus diambil pemerintah yaitu dengan menindaklanjuti PP No 109 Tahun 2012 pada Pasal 26 dengan Kominfo mengeluarkan kebijakan pembatasan iklan produk tembakau baik di media digital maupun konvensional. Kalau bukan dari saat ini kita bergotong-royong untuk menekan angka perokok pemula, lantas bagaimana nasib sumber daya manusia Indonesia kedepannya? Mari kita galakkan gerakan dan dukungan untuk Indonesia bebas asap rokok.

Daftar Pustaka

Bastonus, A. I. and Herieningsih, S. W. (2017) ‘Maskulinitas Pada Perokok Dengan Perilaku Merokok Remaja Laki- Laki’, Interaksi Online, 6(1), pp. 1–11.

TCSC IAKMI (2019) ‘Hubungan Terpaan Iklan, Promosi, Sponsor Rokok dengan Status Merokok di Indonesia’, Jurnal Kesehatan Masyarakat, p. Hal 1-18.

published: 22 Juni 2022

EPIFO (Epidemiology For Information) Edisi V Tahun 2022 dapat diakses di: bit.ly/EPIFO_V2022

Oleh: Mutiara Chaerafani

Pergantian tahun antara 2019 ke 2020 lalu merupakan fenomena yang mengejutkan masyarakat dunia. Dunia dikejutkan oleh kejadian yang tidak biasa, yaitu munculnya suatu organisme baru yang hingga saat ini masih menjadi topik hangat di berbagai belahan bumi. Tak lain adalah terdeteksinya sebuah virus baru yang sangat menular, yaitu Novel Coronavirus 2019 atau 2019-nCoV di Wuhan, China yang menyebabkan penyakit yang disebut Covid-19, yaitu penyakit menular menyerang sistem pernapasan manusia. Penularannya secara langsung saat droplet penderita keluar melalui bersin atau lainnya kemudian memasuki sistem pernapasan manusia lainnya yang saat itu sistem imunitas tubuhnya lemah (Ciotti et al., 2020).

Penyakit ini tidak seharusnya dipandang sebelah mata saja. Jumlah kasus Covid-19 di Dunia mencapai angka 221 Juta kasus seluruh dunia (Worldometers, 2021). Total kasus yang telah dikumpulkan oleh Indonesia mencapai 4.100.138 pada tanggal 1 September 2021 (Satgas Covid-19, 2021). Untuk menghadapi pandemi berbagai cara dilakukan pemerintah mulai dari Penerapan Prokes hingga pembatasan mobilitas, tetapi pandemi Covid-19 belum bisa ditaklukan. Awal tahun 2021, pemerintah mulai menerapkan suatu program, yaitu pemberian vaksinasi Covid-19 kepada masyarakat di Indonesia bertujuan untuk menekan angka kasus Covid-19 dengan membentuk Herd Immunity.

Munculnya vaksin Covid-19 bukan berarti kita aman, hal yang patut dipikirkan adalah respon masyarakat dalam menyambut hal ini. Target sasaran vaksinasi dosis 1 di Indonesia sebesar 31 per 100 penduduk atau sekitar 208.265.272 juta penduduk. Untuk saat ini, perkembangan capaian target tersebut mencapai 30,48% pada dosis 1 dan sekitar 17.30% pada dosis 2 yang tentunya hal tersebut masih sangat jauh dari target (Kemenkes, 2021). Hal ini diakibatkan program vaksinasi tidak berjalan semulus yang dibayangkan karena masih banyak masyarakat yang kontra vaksinasi di tanah air. Suatu hal yang klasik dijadikan sebagai alasan, seperti yang dikutip pada laman media.com, penolakan vaksin dikarenakan keraguan akan status kehalalan dan kredibilitas vaksin Covid-19 yang ada (Bayhaqi A, 2021).

Survei yang dilakukan Kemenkes RI pada November 2020 menunjukkan bahwa 74% dari 112.888 responden menyatakan mereka tahu bahwa program vaksinasi Covid-19 di Indonesia. Terlihat juga bahwa pengetahuan tentang adanya vaksinasi Covid-19 tidak tersebar merata karena provinsi di Jawa, Maluku, Kalimantan, Papua, dan provinsi lain memiliki persentase tertinggi, yaitu 70% sementara provinsi di Sumatera, Sulawesi, dan Nusa Tenggara memiliki persentase 65-70%, dan provinsi di Aceh memiliki persentase 61%. Survei tersebut juga menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat ekonomi, maka semakin tinggi pengetahuan tentang vaksinasi Covid-19. Hal tersebut dibuktikan dengan perbedaan persentase jumlah responden yang mengetahui tentang vaksinasi Covid-19, yaitu perbandingan masyarakat miskin (64%) dengan masyarakat kelas atas (82%). Diperkirakan karena tingginya akses informasi masyarakat kelas atas (Kementerian Kesehatan RI, UNICEF and WHO, 2020). Dinyatakan juga bahwa 64,8% responden bersedia menerima vaksin, 27,6% responden merasa ragu menerima vaksin, dan 7,6% responden tidak mau menerima vaksin. (Kementerian Kesehatan RI, 2020). Menurut Juru Bicara Vaksinasi Covid-19, Siti Nadia Tarmizi, ia memaparkan survei yang dilakukan Balitbangkes Kemenkes RI pada April-Mei 2021. Ia mengatakan hampir 99% dari 5.397 responden sudah mengetahui adanya vaksinasi Covid-19, tetapi 7,6% diantaranya masih menolak divaksinasi. Survei ini juga menyatakan hanya 67% responden meyakini vaksin bisa mencegah Covid-19 (Maulana A, 2021). Hasil dari tinjauan literatur menyatakan bahwa penelitian Lazarus et al., 2021, mengatakan bahwa 71,5% responden menjawab akan menerima vaksin jika terbukti aman dan efektif. Penelitian yang dilakukan A Busra et al., 2020, menyatakan bahwa jenis kelamin, pekerjaan, jaminan kesehatan, tingkat kecemasan, dan pengembangan vaksin memengaruhi kesediaan divaksinasi. Perempuan cenderung memberi penilaian negatif terhadap vaksin Covid-19 dibandingkan dengan laki-laki. Selain itu, orang bekerja lebih yakin terhadap vaksinasi. Beberapa orang cemas terhadap vaksin Covid-19 karena efek samping yang akan timbul (Astuti et al., 2021).

Adapun penelitian dari Malik Sallam, 2021, penelitian ini mengatakan bahwa cara untuk mengendalikan pandemi ini dengan menghapus keraguan, membangun kenyamanan dan kepercayaan terhadap vaksin Covid-19 pada masyarakat agar percaya terhadap vaksinasi. Penelitian Gul Deniz Salali dan Mete Sefa Uysal, 2021, menyatakan adanya komunikasi yang menyebar luas dapat membantu masyarakat menghilangkan keraguan terhadap vaksinasi yang dibawa oleh konspirasi (Astuti et al., 2021). Maka dari itu, kunci dari keberhasilan program vaksinasi ini adalah komunikasi terhadap masyarakat agar menarik kepercayaan terhadap program ini. Untuk itu, peran serta tenaga kesehatan masyarakat disini sebenarnya sangat penting, tetapi kita tidak bisa bekerja sendiri untuk membentuk suatu hubungan yang kuat dan komunikasi yang baik karena berkolaborasi sangat diperlukan. Suatu strategi yang bersifat kerja sama sehingga bisa mencakup seluruh masyarakat adalah Pendekatan Pentahelix.

Strategi kolaborasi pentahelix merupakan konsep dimana kolaborasi antara pemerintahan, akademisi, media, dunia bisnis, komunitas atau masyarakat sipil yang berguna untuk mengatasi suatu permasalahan (Ibrahim and Nugrahani, 2021). Peran kritis tenaga kesehatan masyarakat dalam tatanan tersebut yaitu sebagai pendorong ke lima tatanan tersebut melaksanakan perannya dalam membantu keberhasilan vaksinasi Covid-19. Dengan strategi tersebut yang diterapkan untuk program vaksinasi Covid-19 diharapkan dapat membentuk rasa solidaritas, tanggung jawab, dan kerja sama untuk mencapai cakupan vaksinasi Covid-19 di Indonesia.

Pemerintah menjadi salah satu bagian dari tatanan pentahelix yang merupakan organisasi tertinggi. Pemerintah memiliki struktur, tupoksi, dan sistem berlandaskan suatu konstitusi serta serangkaian kebijakan didalamnya yang bertujuan untuk menggapai cita-cita suatu negara. Dalam tatanan ini peran pemerintah dapat dikatakan sebagai pendorong suatu kegiatan (Upe et al., 2021). Pemerintah berperan dalam membentuk suatu regulasi yang dipakai dalam pelaksanaanya. Dalam hal vaksinasi Covid-19, pemerintah berperan mendorong terealisasinya kebijakan vaksinasi ini dan membentuk regulasi vaksinasi Covid-19. Sebagaimana diketahui, pelaksanaan vaksinasi Covid-19 sudah diatur dalam beberapa regulasi diantaranya seperti Perpres Nomor 14 Tahun 2021, Permenkes Nomor 10 tahun 2021, dan Permenkes Nomor 18 Tahun 2021. Dapat kita bayangkan jika regulasi tersebut tidak dikeluarkan tentu saja dalam pelaksanaannya vaksinasi Covid-19 lebih sulit. Dalam penyusunan suatu regulasi tentunya turut diikut sertakannya ahli-ahli dalam bidang terkait dalam menyusunnya. Sudah seharusnya orang-orang kesehatan masyarakat turut berpartisipasi dalam menyusun regulasi kesehatan, hal ini dikarenakan ahli kesehatan masyarakat dalam keiikutsertaan tersebut dapat menggiring suatu regulasi ke arah promotif dan preventif. Tenaga kesehatan masyarakat harus memperkuat komunikasi dengan pemerintahan baik di level tertinggi maupun di level pemerintahan terendah seperti akar rumput. Kuatnya komunikasi tentu saja merupakan modal awal dari seorang tenaga kesehatan masyarakat dalam memantik dan memicu pemerintah untuk mengeluarkan segala bentuk regulasi yang diperlukan untuk kebutuhan program vaksinasi Covid-19.

Akademisi merupakan bagian dari tatanan kolaborasi pentahelix yang bisa membantu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap suatu hal. Akademisi disini berperan dalam pengabdian kepada masyarakat sehingga bisa membantu masyarakat hidup mandiri dalam mencegah penularan Covid-19 untuk diri sendiri dan orang lain, yaitu dengan melakukan vaksinasi yang mana bisa membantu menurunkan angka kasus harian (Latif et al., 2020). Tenaga Kesehatan Masyarakat disini bisa melakukan pengabdian kepada masyarakat dengan memulai promosi kesehatan, mendampingi masyarakat menganalisis masalah mereka, membantu mengambil solusi terbaik untuk masyarakat. Dalam hal ini, tenaga Kesehatan Masyarakat diharapkan tidak terbatas untuk bekerja sama dengan akademisi studi lain untuk melakukan melakukan promosi kesehatan sehingga dapat membina suasana pada sasaran yang sesuai seperti wilayah yang memiliki angka vaksinasi rendah. Lalu, meluruskan persepsi masyarakat terkait hal vaksin Covid-19 seperti jenis vaksin, manfaat, cara kerja di dalam tubuh, efek samping dan cara mengatasinya, dan hoaks yang menyebar. Hal ini dapat terealisasikan dengan mengajak para akademisi untuk mencari materi promosi melalui riset-riset ilmiah tentang alasan penolakan vaksin yang nantinya akan dikaji dan di diseminasi kepada pihak lain seperti pemerintah dan promotor kesehatan.

Media memiliki peranan yang sangat penting dalam kondisi ini yaitu sebagai penyambung lidah antara pemerintah dengan masyarakat dan juga akademisi dengan masyarakat. Optimalisasi media khususnya media massa merupakan elemen yang penting terhadap sebaran informasi dan mengedukasi publik tentunya (Upe et al., 2021). Melihat peranan media yang sangat besar untuk saat ini, maka sudah seharusnya sebagai tenaga kesehatan masyarakat, untuk mengambil kesempatan bekerjasama dengan media. Seorang tenaga kesehatan masyarakat dalam bekerjasama dengan media tentu saja bukan sebatas saling mendukung atau memudahkan pekerjaan satu sama lain saja. Tenaga kesehatan masyarakat harus bertindak aktif dan kritis dalam bekerja sama dengan media, sudah seharusnya kita mengawasi jalannya media dalam penyebaran informasi kepada masyarakat, karena saat ini masih banyak tersebarnya informasi-informasi yang menyimpang terkait urgensi kita saat ini. Untuk itu, tenaga kesehatan masyarakat seharusnya memahami teknis-teknis media saat ini dan memanfaatkan media informasi untuk mempermudah dalam mengedukasi masyarakat. Tenaga kesehatan masyarakat juga dapat menjadi sumber penyebar informasi ke media, maka dari itu kita harus memberikan informasi secara akurat dan benar adanya. Pemanfaatan media dalam mempercepat cakupan vaksinasi, bisa dengan memberikan informasi terkait tempat-tempat vaksinasi yang ada dan memberikan konten-konten positif ke masyarakat terkait vaksinasi.

Melihat dari sisi kesehatan, tidak semua berpikir bisnis berpengaruh terhadap kesehatan atau sebaliknya. Kenyataannya sekarang, saat pandemi, karena terbuka dengan bebas, maka masyarakat akan berkerumun dan menjadi klaster terbaru . Sebaliknya, sektor tersebut sangat terdampak karena adanya aturan jaga jarak dan jauhi kerumunan, masyarakat pun juga takut jika harus berkontak dengan orang lain dan memilih tidak mengunjunginya. Menurut Survei KIC (Katadata Insight Center), 82,9% dari 206 pelaku UMKM di Jabodetabek merasakan dampak negatif dari pandemi ini. Lalu, 63,9% responden menyatakan adanya penurunan omzet lebih dari 30% (Bahtiar, 2021). Selain itu, pusat belanja yang biasanya selalu ramai tempat hiburan keluarga maupun menyabung tali pertemanan itu menjadi hening. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonsus Widjaja mengatakan banyak pelaku usaha tidak melanjutkan usaha dan berniat menunggu kabar baik. Wakil Direktur Utama PT Agung Podomoro Land Tbk., Cesar Manikan Dela Cruz juga mengatakan bahwa kunjungan mal per hari menurun setelah adanya pandemi (Petriella Y, 2020).

Tidak hanya terbawa dampak negatif, melainkan bisa mendapat dampak positif karena menjadi salah satu jalan untuk memperbaiki kesehatan Indonesia. Adanya tenaga Kesehatan Masyarakat yang beradvokasi dalam diskusi peraturan baru untuk pemulihan UMKM, manufaktur, pusat belanja, dan sektor bisnis lainnya bisa membantu meningkatkan kesehatan Indonesia. Seperti yang sudah dijalankan adalah adanya aturan memperlihatkan sertifikat vaksin dan memindai kode dalam aplikasi PeduliLindungi sebagai tiket masuk ke mal (Satgas Covid-19, 2021). Selain itu, adanya gerai vaksinasi pada mal juga membantu masyarakat yang bersedia divaksin mudah mendapatkan layanan tersebut sehingga kerumunan di layanan kesehatan tidak terlalu banyak (Ariefana P, 2021). Diharapkan aturan vaksinasi bisa membawa manfaat lebih kepada pelanggan. Misalnya, bekerja sama dengan toko seperti menyarankan adanya potongan harga bagi yang sudah melakukan vaksinasi dosis kedua dan menyebarkan informasi tersebut di media sosial. Lalu, adanya suatu penghargaan yang diberikan kepada toko yang seluruh petugas sudah tervaksinasi sehingga para pengunjung lebih memilih mengunjungi toko tersebut karena merasa terlindungi dan toko tersebut merasakan keuntungan dari vaksinasi. Selain itu, adanya pemberian bantuan modal setelah menunjukan sertifikat vaksin untuk membangun usaha kembali kepada pemilik toko kecil yang terdampak bisa memengaruhi pemilik toko berniat untuk divaksin.

Terpenuhinya cakupan vaksinasi Covid-19 di Indonesia tentu saja dibutuhkannya peran serta masyarakat. Masyarakat yang proaktif sangat dibutuhkan untuk menjalankan niat ini. Percuma saja bila mana suatu program yang dibuat matang-matang tetapi mendapat penolakan dari masyarakat maka hal ini tidak akan berjalan semana mestinya. Peran tenaga kesehatan masyarakat disini yaitu melakukan pendekatan dan pemberdayaan terhadap masyarakat. Masyarakat yang selalu update di media sosial, bertukar informasi kepada tetangga atau teman, aktif di organisasi, suka membantu orang lain, dan menjadi kader merupakan salah satu tokoh penting untuk bina suasana sehingga dapat memengaruhi masyarakat lain. Oleh karena itu, masyarakat dengan tipe seperti ini sebaiknya dirangkul dengan tenaga Kesehatan Masyarakat untuk mengikuti seminar tentang vaksinasi Covid-19 dan jadikan juga masyarakat ini menjadi narasumber untuk berbicara tentang pandangan vaksin Covid-19 di wilayah mereka, ajak mereka update di media sosial tentang vaksinasi, seminar vaksin Covid-19, pengalaman divaksin, manfaat yang didapatkan setelah divaksin seperti bisa masuk mal, mendapatkan potongan harga, dan lainnya. Dengan adanya perkumpulan yang positif, masyarakat akan terbawa menjadi positif bahkan perlahan mulai menjadi persuasif kepada masyarakat lain.

Adanya rasa kurang berpartisipasi dalam menyelesaikan pandemi ini diakibatkan karena kurang optimalnya kerja sama antar tatanan. Hal ini dirasakan pada beberapa tenaga Kesehatan Masyarakat dalam menangani cakupan vaksin Covid-19. Dengan penerapan strategi kolaborasi pentahelix, yang mana terdiri dari 5 komponen penting dalam struktur sosial diharapkan dapat menyelesaikan masalah pandemi ini. Perwujudan kolaborasi tersebut harus di tanamkan sebagai salah satu strategi dalam pelaksanaan program vaksinasi Covid-19, yang menargetkan optimalisasi cakupan vaksin Covid-19 di seluruh nusantara. Adanya kolaborasi 5 komponen tersebut tentunya perlu dimanfaatkan oleh tenaga Kesehatan Masyarakat. Sebagai tenaga Kesehatan Masyarakat, peran kita adalah sebagai pendorong kelima komponen tersebut agar menampilkan perannya pada program vaksinasi sehingga cakupannya menyeluruh.

REFERENSI

Ariefana P, 2021, ‘TERBARU Daftar Mal Jakarta Gelar Vaksinasi COVID-19’, diakses dalam //jakarta.suara.com/read/2021/08/16/145135/terbaru-daftar-mal-jakarta-gelar-vaksinasi-covid-19?page=all tanggal 7 September 2021.

Astuti, N. P., Nugroho, E. G. Z., Lattu, J. C., Potempu, I. R., & Swandana, D. A. (2021). Persepsi Masyarakat Terhadap Penerimaan Vaksinasi Covid-19: Literature Review. Jurnal Keperawatan, 13(569–580). //journal.stikeskendal.ac.id/index.php/Keperawatan/article/view/1363

Bahtiar, R. A. (2021) ‘Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Serta Solusinya’, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, Bidang Ekonomi Dan Kebijakan Publik, XIII(10), pp. 19–24. Available at: //berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info Singkat-XIII-10-II-P3DI-Mei-2021-1982.pdf.

Bayhaqi A, (2021) , “Anis Matta Sebut Penolakan Vaksin Paling Banyak dari Orang Agamis”, diakses dalam //www.merdeka.com/peristiwa/anis-matta-sebut-penolakan-vaksin-paling-banyak-dari-orang-agamis.html tanggal 5 September 2021.

Ciotti, M. et al. (2020) ‘The COVID-19 pandemic’, Critical Reviews in Clinical Laboratory Sciences. Taylor & Francis, 57(6), pp. 365–388. doi: 10.1080/10408363.2020.1783198.

Ibrahim, A. and Nugrahani, H. S. D. (2021) ‘Startegi Implementasi Kebijakan Penanganan Covid 19 untuk Ketahanan Nasional Berbasis Community Development (Konsep Pentahelix) Di Propinsi Maluku Utara’, Syntax Literate ; Jurnal Ilmiah Indonesia, 6(2), p. 500. doi: 10.36418/syntax-literate.v6i2.2247.

Kemenkes, 2021, “Vaksinasi Covid-19 Nasional”, diakses dalam //vaksin.kemkes.go.id/#/vaccines tanggal 2 September 2021

Kementerian Kesehatan RI, UNICEF and WHO (2020) ‘Survei penerimaan vaksin COVID-19 di Indonesia’, (November). Available at: //www.unicef.org/indonesia/id/coronavirus/laporan/survei-penerimaan-vaksin-covid-19-di-indonesia.

Latif, R. V. N., Isrofah, & Priharwanti, A. (2020). Penanganan Covid-19 Dalam Perspektif Pentahelix (Studi Kasus Di Kota Pekalongan). Jurnal Litbang Kota Pekalongan, 19, 40–46. //jurnal.pekalongankota.go.id/index.php/litbang/article/download/125/122

Maulana A, 2021, ‘Siti Nadia Tarmizi: Keyakinan Masyarakat akan Vaksinasi Covid-19 Sebesar 67%’, diakses dalam //www.unpad.ac.id/2021/07/siti-nadia-tarmizi-keyakinan-masyarakat-akan-vaksinasi-covid-19-sebesar-67/ tanggal 6 September 2021.

Upe, A. et al. (2021) ‘Strengthening of Social Capital through Penta Helix Model in Handling Covid-19 Pandemic’, International Journal of Pharmaceutical Research, 13(01), pp. 4243–4248. doi: 10.31838/ijpr/2021.13.01.635.

Petriella Y, 2020, ‘Dampak Covid-19, Pemilik Pusat Belanja Keluhkan Penurunan Kunjungan’, diakses dalam //ekonomi.bisnis.com/read/20200911/47/1290586/dampak-covid-19-pemilik-pusat-belanja-keluhkan-penurunan-kunjungan tanggal 8 September 2021.

Satgas Covid-19, 2021, ‘Sertifikat Vaksin Syarat Masuk Mal Adalah Upaya Optimal Menekan Peluang Penularan’, diakses dalam //covid19.go.id/p/berita/sertifikat-vaksin-syarat-masuk-mal-adalah-upaya-optimal-menekan-peluang-penularan tanggal 7 September 2021

Satgas Covid-19, (2021), ‘Beranda: Data Sebaran’, diakses dalam //covid19.go.id/ tanggal 5 September 2021

Worldometers, 2021, “COVID-19 Coronavirus Pandemic”, diakses dalam //www.worldometers.info/coronavirus/ tanggal 5 September 2021

Oleh: Dwitya Nurlistyo Devi

BAB I

PEMBUKAAN

Coronavirus disease 2019 (COVID-19) kini menjadi kasus pandemi hampir di seluruh negara di dunia. Wabah ini berdampak negatif pada kesehatan psikologis dan fisik baik pada individu maupun masyarakat. Beberapa dampak psikologis selama pandemi meliputi, post-traumatic stress disorder, gelisah, frustrasi, bingung, takut terinfeksi virus, hingga insomnia. Bahkan psikiatris dan psikolog mencatat bahwa hampir semua jenis gangguan mental ringan hingga berat dapat terjadi pada kondisi pandemi ini. Kasus xenofobia dan kasus bunuh diri karena perasaan takut terinfeksi virus sudah mulai melonjak (Brooks et al. 2020).

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Institut Pertanian Bogor (IPB) terkait ketahanan keluarga di masa pandemi, sebanyak 66% responden perempuan mengalami gangguan psikologis yang sering dialami adalah mudah cemas dan gelisah, sedih, dan sulit berkonsentrasi (Sunarti, 2020). Disamping itu, anak-anak dan remaja juga merasakan dampak dari kebijakan pembatasan aktivitas dengan sistem pembalajaran jarak jauh. Ruang gerak yang minim dan keterbatasan berinteraksi selama pandemi akan mampu mempengaruhi kesehatan jiwa mereka. Tentunya situasi ini perlu perhatian khusus terkait pentingnya konseling sebagai upaya pencegahan terjadinya lonjakan kasus gangguan psikologis.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) melakukan survei (swamedikasi daring) mengenai kesehatan mental. Penelitian dilakukan terhadap 1.552 responden yang berhubungan dengan 3 masalah psikologis yakni, cemas, depresi, dan trauma. Hasil survei menunjukkan bahwa sebanyak 76,1% responden perempuan dengan rentang usia 14-71 tahun mengalami gangguan psikologis selama pandemic COVID-19. Sebanyak 63% responden mengalami cemas dan 66% mengalami depresi akibat masa pandemi. Mayoritas gejala cemas yang dialami adalah merasa khawatir akan sesuatu yang buruk, khawatir berlebihan, mudah marah, dan sulit rileks. Sedangkan, gejala depresinya meliputi gangguan tidur, kurang percaya diri, lelah, tidak bertenaga, dan kehilangan minat. Responden mengalami gejala stres pascatrauma psikologis dimungkinkan karena mengalami peristiwa tidak menyenangkan terkait Covid-19. Gejala yang umum dialami adalah xenofobia.

Survei lebih lanjut terhadap 2.364 responden di 34 provinsi menyatakan bahwa sebanyak 69% responden juga mengalami masalah psikologis (cemas, depresi, dan trauma psikologis). Data tersebut menunjukkan bahwa banyaknya permasalahan kesehatan mental yang terjadi akibat pandemi Covid-19 dirasakan secara nyata oleh masyarakat Indonesia pada saat ini. Kesulitan memperoleh konselor gratis, sarana konseling yang kurang memadai, serta adanya kendala biaya yang harus dibayarkan menjadi faktor pemicu kurang maksimalnya management stress yang dilakukan masyarakat. Dengan adanya inovasi kolaborasi tenaga kesehatan dalam meningkatkan upaya management stress, maka kasus lonjakan gangguan psikologis dapat diminimalkan.

BAB II

ISI

A. PENTINGNYA KESEHATAN PSIKOLOGIS

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.18 Tahun 2004 tentang Kesehatan Jiwa, menyebutkan bahwa upaya Kesehatan Jiwa merupakan kegiatan untuk mewujudkan derajat kesehatan jiwa yang optimal bagi setiap individu, keluarga, dan masyarakat dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dapat diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan baik dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah, ataupun masyarakat. Upaya menjaga kesehatan psikis bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup yang baik bagi setiap orang, menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat (terbebas dari rasa takut, tekanan, dan gangguan lain yang dapat mengancam kesehatan psikis).

Dalam upaya penanggulangan COVID-19, peran petugas kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan sangat diperlukan dalam tatalaksana dan pencegahan penularan COVID-19. Adanya protokol bertujuan untuk meningkatkan dukungan kesehatan psikososial dan jiwa yang mampu menekankan kerja sama pada profesi kesehatan jiwa dalam upaya mencegah dan menanggulangi kondisi tekanan mental bagi petugas kesehatan di fasyankes dalam tugasnya merawat penderita COVID-19 (Kemenkes, 2020).

B. UPAYA STRESS HEALING MELALUI LAYANAN KONSELING

Dalam upaya mengatasi permasalahan lonjakan kasus gangguan psikologis di masa pandemic COVID-19, penulis akan menyajikan beberapa upaya represif dalam menanggulangi permasalahan belum optimalnya cara stress healing yang dilakukan masyarakat salah satunya disebabkan oleh pungutan biaya konsultasi.

1. Relawan sebagai konselor gratis

Upaya ini dilakukan bertujuan untuk mengurangi kasus gangguan psikologis masyarakat di masa pandemic COVID-19. Upaya ini dapat ditujukan kepada tenaga kesehatan baik perawat, psikiater, dokter ataupun tenaga medis lainnya karena tenaga kesehatan tersebut telah memiliki bekal pengetahuan tentang cara melakukan treatment yang tepat bagi pasien gangguan psikis. Tenaga kesehatan tersebut akan mampu mengatasi permasalahan gangguan psikologis dengan cara membuka layanan konseling gratis baik online ataupun offline. Dengan tanpa pungutan biaya, tentunya minat masyarakat dengan gangguan psikologis terhadap layanan konseling semakin besar. Konseling ini dapat dilakukan dengan cara kolaborasi antartenaga kesehatan. Aksi kolaborasi diharapkan meningkatkan outcome pasien dengan gangguan psikologis.

2. Penerapan metode Acceptance and Commitment Therapy (ACT)

Relawan menerapkan metode Acceptance and Commitment Therapy (ACT) dalam mengatasi gangguan psikologis pasien. Metode bertujuan sebagai media pasien agar memusatkan ruang semua pikiran termasuk emosi negative tanpa mempengaruhi perasaan. Memahami pikiran dan emosi negative serta belajar memilah mana yang pantas diperhatikan. Kemudian, secara perlahan pasien diajak untuk menemukan tujuan hidup dan berkomitmen mencapai nilai dan tujuan hidup (Ardhani et al., 2020). Sehingga, metode ini menuntun pasien untuk kembali berpikiran positif dan Kembali membangkitkan semangat hidup.

C. UPAYA MANAGEMENT STRESS MELALUI FASILITAS DAY CARE

Selama pandemi COVID-19, pelaporan kasus gangguan kesehatan jiwa meningkat. Tidak hanya kasus orang dewasa tetapi juga anak-anak. Salah satu upaya untuk mengatasi kasus gangguan psikologis anak di masa pandemic COVID-19, penulis akan menyajikan upaya management stress melalui fasilitas day care. Fasilitas day care ini dapat dikelola oleh kolaborasi berbagai tenaga kesehatan, misalnya perawat. Keterbatasan ruang gerak dan interaksi yang dialami anak-anak akibat COVID-19 dapat diatasi dengan penerapan fasilitas day care. Fasilitas ini bertujuan untuk mencegah xenophobia anak sehingga anak dapat bersosialisasi dengan teman sebaya sebagai mana mestinya. Petugas tenaga kesehatan yang telah dibekali ilmu tentang kesehatan jiwa dan psikososial akan membantu anak menjaga kesehatan jiwa dan perkembangan mental anak.

BAB III

PENUTUP

Kurangnya kemampuan masyarakat dalam mengakses sarana dan prasarana konseling gratis menjadi salah satu penyebab belum optimalnya management stress yang dilakukan pada masa pandemi ini. Hal ini tentu akan berdampak pada kualitas kesehatan mental masyarakat yang rendah. Oleh karena itu, kolaborasi stress healing oleh tenaga kesehatan dan juga menjadi salah satu opsi yang mampu ditempuh untuk mengatasi masalah tersebut. Kemudahan akses konseling dan tanpa pungutan biaya akan membantu masyarakat dalam menyelesaikan gangguan psikologis yang dialami.

REFERENSI

Ardhani, A.N., Nawangsih, S.K., 2020. Pengaruh Acceptance and Comitment Therapy (ACT) Terhadap Penurunan Kecemasan pada Perempuan Korban Kekerasan Seksual. Philanthropy Journal of Psychology. 4(1), 68-81.

Brooks, S.K., Webster, R.K., Smith, L.E., Woodland, L., Wessely, S., Greenberg, N., & Rubin, G.J. 2020. The Psychological Impact Of Quarantine And How To Reduce It: Rapid Review Of The Evidence. Lancet, //doi.org/10.1016/S0140- 6736(20)30460-8. 395 (10227), 912–920.

Kemenkes RI. 2020. Protokol Pelayanan Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psikososial bagi petugas Kesehatan pada Pandemi Coronavirus Disease (COVID-19) di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.

“Masalah Psikologis di Era Covid-19”, //pdskji.org/ home, diakses 10 September 2021.

Sunarti, E., 2020. Paparan Hasil Survey Ketahahan Keluarga Di Masa Pandemi COVID19. Webinar The 14th IPB Strategic Talks COVID-19 Series: Mencegah Krisis Keluarga Indonesia di Masa Pandemi COVID-19.

Undang-undang Republik Indonesia NO.18 Tahun 2004 Tentang Kesehatan Jiwa.

Oleh: Saffanah Urfa

Terhitung sejak bulan Maret 2020 sampai saat ini, kasus COVID-19 belum kunjung usai. Berbagai problem dan dinamika silih berganti menghampiri masyarakat. Mulai dari keresahan, kepanikan, kekhawatiran, hingga dilema. Anak-anak hingga lansia, mereka semua terkena dampak dari adanya kasus COVID-19. Pada tanggal 15 Juli 2021 kasus COVID-19 di Indonesia kembali meningkat, sebanyak 56.757 orang telah terkonfirmasi positif COVID-19 (Satuan Tugas Penanganan COVID-19, 2021a). Dengan meningkatnya jumlah kasus COVID-19 sejumlah wilayah yang berada di Indonesia melaksanakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau sering kita sebut dengan PPKM. Kegiatan PPKM ini berguna untuk meminimalisir kegiatan masyarakat dan mengurangi jangkauan penularan infeksi virus COVID-19. PPKM dilaksanakan secara bertahap mulai dari PPKM Mikro, PPKM Darurat, PPKM level 1, PPKM level 2, PPKM level 3, dan PPKM level 4. Kemudian dengan adanya kebijakan PPKM darurat pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan, salah satunya adalah mengenai pelaksanaan kegiatan belajar mengajar (Sekolah, Perguruan Tinggi, Akademi, Tempat Pendidikan/Pelatihan) dilakukan secara daring/online (Satuan Tugas Penanganan COVID-19, 2021b).

Meskipun tetap diadakan pertemuan secara daring antara dosen mata kuliah dengan mahasiswa baik secara sinkronus maupun asinkronus, tetapi pelaksanaan pembelajaran secara daring ini menuntut mahasiswa untuk bisa beradaptasi dengan suasana yang baru. Pembelajaran secara daring memberikan dampak positif dan negatif, dampak positif dari pelaksanaan pembelajaran secara daring ini adalah mahasiswa menjadi lebih mandiri tetapi salah satu dampak negatifnya ialah banyaknya mahasiswa yang menyalahgunakan sistem belajar daring dan menggunakan waktu belajarnya ini untuk hal–hal yang bisa dibilang kurang penting, dan dapat merugikan dirinya sendiri (Dewi, 2020). Bila dampak negatif ini terus berlanjut dan tidak diatasi dengan baik, maka yang ditakutkan adalah menurunnya mutu pendidikan di Indonesia. Kesehatan masyarakat memiliki peran penting dalam meningkatkan sumber daya manusia, dimana dalam hal ini pendidikan merupakan salah satu komponen penting dalam meningkatkan sumber daya manusia.

Pemerintah dalam usahanya memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia berupaya membuat sebuah kebijakan dan juga regulasi untuk pelaksanaan pembelajaran tatap muka dengan tetap mematuhi protokol kesehatan yang ada. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nadiem Anwar Makarim memberi izin untuk bisa melaksanakan pembelajaran secara luring atau pembelajaran tatap muka. Tetapi pelaksanaan pembelajaran tatap muka dimasa pandemi harus sesuai dengan Surat Keputusan Bersama 4 menteri yakni Menteri Pendidikan Kebudayan Riset dan Teknologi, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Kesehatan. SKB 4 Menteri ini memutuskan untuk penyelenggaraan pembelajaran di masa pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dapat dilakukan pembelajaran tatap muka terbatas dengan tetap menerapkan protokol kesehatan; dan/ atau pembelajaran jarak jauh (Kemendikbud, 2021). Jadi kebijakan penyelenggaraan pembelajaran ini dikembalikan lagi kepada masing-masing institusi mau melaksanakannya secara daring, luring, ataupun keduanya.

Dengan adanya SKB 4 Menteri tentang pembelajaran tatap muka terbatas, tidak menutup kemungkinan bahwa para mahasiswa dan dosen bisa terkena risiko dari penularan COVID-19. Dalam hal ini peran tenaga kesehatan masyarakat untuk mencegah penyakit menular COVID-19 salah satunya adalah dengan melakukan pengendalian terhadap faktor risiko. Faktor risiko yang harus dikendalikan yang pertama ialah aktifitas saat perjalanan dari rumah menuju kampus. Dengan protokol kesehatan yang ada kita dihimbau untuk selalu mencuci tangan ketika ingin melakukan sesuatu ataupun sehabis melakukan sesuatu. Hal ini harus kita terapkan di wilayah kampus yaitu sebelum pergi ke kampus melakukan cuci tangan terlebih dahulu dan setelah sampai kampus kembali melakukan cuci tangan. Kemudian tidak lupa menggunakan double masker, yaitu dengan menggunakan masker medis dan juga masker kain. Hal ini dilakukan untuk memperketat proteksi terhadap diri kita menghadapi virus COVID-19 di area tempat umum. Selanjutnya saat kita ingin keluar dari rumah atau melakukan aktifitas pastikan kondisi imunitas tubuh kita selalu dalam keadaan baik. Meningkatkan imunitas tubuh dapat dilakukan dengan rutin mengkonsumsi vitamin dan juga makanan bergizi seimbang seperti sayuran, susu, telur, buah-buahan dan lain-lain. Setelah sampai di wilayah kampus kita harusmenerapkan perilaku social distancing, yaitu dengan menjaga jarak minimal 1,5 meter. Karena seperti yang sudah kita ketahui bahwa COVID-19 ini dapat ditularkan melalui kontak fisik. Selanjutnya para mahasiswa dan dosen disarankan membawa bekal makan dari rumah dan juga alat shalat sendiri demi menjamin keamanan dan juga kebersihan.

Selain dari diri individu itu sendiri pihak kampus juga harus turut serta menyediakan fasilitas yang memadai untuk mengendalikan faktor risiko penularan virus COVID-19. Contohnya seperti menyediakan tempat cuci tangan dan sabun cair di area sekitar kampus, mulai dari halaman, kantin, tempat parkir, hingga area kelas. Kemudian menyediakan thermogun untuk memeriksa kondisi suhu tubuh mahasiswa dan dosen setiap memasuki wilayah kampus. Selain penggunaan thermogun pihak kampus juga bisa menggunakan thermonex yaitu alat pengukur suhu tubuh otomatis yang bisa mengukur suhu badan dari jarak jauh. Alat ini dapat mengukur suhu badan, mengenali wajah, dan bisa digunakan untuk absensi kehadiran. Kelebihan Thermonex adalah bisa mengecek suhu tubuh tanpa melalui kontak langsung. Pengendalian faktor risiko yang selanjutnya yaitu area kelas juga harus diperhatikan dengan ventilasi udara yang memadai agar bisa mendapatkan sirkulasi udara yang baik. Pengaturan lalu lintas satu arah seperti membedakan tempat masuk dan keluar, lorong/koridor dan juga tangga perlu dilakukan. Apabila tidak bisa diberlakukan lalu lintas satu arah kampus bisa melakukannya dengan memberikan batas pemisah atau penanda arah jalur di lorong/koridor dan juga tangga. Selain itu pihak kampus harus rutin mendesinfektan area kampus agar selalu steril. Pihak kampus juga bisa menyediakan fasilitas swab antigen secara berkala untuk mahasiswa dan dosen. Pihak kampus bisa memberikan syarat kepada dosen dan mahasiswa untuk bisa melakukan pembelajaran secara luring. Salah satunya yaitu dengan mewajibkan seluruh mahasiswa dan dosen untuk melakukan vaksinasi COVID-19. Karena dengan melakukan vaksin COVID-19 kita juga dapat menekan angka kasus positif COVID-19 yang ada dan juga sebagai upaya pertahanan tubuh.

Dengan adanya upaya pengendalian faktor risiko diatas bisa dijadikan bahan pertimbangan bagi pihak kampus untuk melaksanakan pembelajaran secara daring ataupun luring. Jika pihak kampus bisa melakukan pengendalian tersebut dan menyanggupinya maka pembelajaran secara luring dapat dilakukan. Tetapi apabila kampus tidak bisa menyanggupinya maka pihak kampus harus tetap melaksanakan pembelajaran secara daring. Selama pihak kampus mempersiapkan fasilitas yang memadai, para dosen dan mahasiswa diharapkan tetap memberikan hasil yang maksimal dengan melaksanakan kewajibannya masing-masing walaupun dikeadaan yang seperti sekarang ini. Pembelajaran baik daring maupun luring memberikan dampak positif dan negatif tersendiri bagi mahasiswa dan dosen. Bagian terpenting dari pengendalian faktor resiko di wilayah kampus adalah dengan meningkatnya mutu pendidikan di Indonesia agar taraf kesehatan masyarakat dapat meningkat juga.

REFERENSI

Dewi, E.U., 2020. Pengaruh Kecemasan Saat Pembelajaran Daring Masa Pandemi Covid-19 Terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa Stikes William Surabaya. J. Keperawatan 9, 18–23. //doi.org///doi.org/10.47560/kep.v9i1.210

Kemendikbud, 2021. Salinan Keputusan Bersama Menteri Tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Di Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) [WWW Document]. //www.kemdikbud.go.id. URL //www.google.com/search?client=firefox-b-d&q=skb+4+menteri+terbaru# (accessed 9.7.21).

Satuan Tugas Penanganan COVID-19, 2021a. Peta Sebaran COVID-19 [WWW Document]. Covid-19.go.id. URL //covid19.go.id/peta-sebaran-covid19 (accessed 9.6.21).

Satuan Tugas Penanganan COVID-19, 2021b. Instruksi Pemerintah Dalam Negeri no.26 Tahun 2021 [WWW Document]. Covid-19.go.id. URL //covid19.go.id/p/regulasi/instruksi-menteri-dalam-negeri-nomor-26-tahun-2021 (accessed 9.6.21).

Oleh: Keluarga PHBS 25 Tahun 2021

Pada akhir tahun 2019 seluruh dunia digemparkan oleh munculnya suatu virus yang berbahaya, virus itu bernama coronavirus. Coronavirus adalah suatu kelompok virus yang dapat menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia. Beberapa jenis coronavirus diketahui menyebabkan infeksi saluran nafas pada manusia mulai dari batuk pilek hingga yang lebih serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Coronavirus jenis baru yang ditemukan menyebabkan penyakit COVID-19. (WHO, 2020). Virus ini sendiri berasal dari Wuhan dan telah menyebar dengan cepat ke berbagai negara, termasuk Indonesia.

Di Indonesia sendiri kasus COVID-19 pertama kali terjadi di Depok dan menginfeksi dua orang warga. Hal itu diumumkan langsung oleh Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta pada hari Senin, 2 maret 2020. Virus ini menyebar dengan cepat dan menular dengan mudah, sehingga mengakibatkan kasus COVID-19 ini bertambah setiap harinya. Angka kejadian akibat paparan COVID-19 di dunia pada tanggal 1 Juli 2021 mencapai 181.930.736 orang dengan angka kematian 3.945.832 orang di 215 negara. (WHO, 2021) Di Indonesia sendiri angka kejadiannya mencapai 298.452 orang dengan angka kematian mencapai 10.819 orang. (Kemenkes, 2021)

COVID-19 di Indonesia tidak kunjung usai, terlebih malah semakin banyak masyarakat yang terpapar virus ini dan angka kematian akibat virus ini pun semakin bertambah. Akibatnya, seluruh aktivitas yang mengharuskan untuk keluar rumah pun ditiadakan seperti bersekolah, bekerja ataupun aktivitas lainnya. Bahkan beberapa tempat beribadah pun telah ditutup untuk memutus rantai penyebaran virus corona ini. Berbagai cara juga telah pemerintah lakukan, seperti lock down dan bahkan di sebagian daerah pun telah diberlakukan PSBB (pembatasan sosial berskala besar). Tetapi masih banyak masyarakat yang tidak patuh pada peraturan tersebut sehingga membuat penyebaran virus ini berjalan sangat cepat. Dengan begitu, diperlukan pemahaman yang mendalam mengenai coronavirus serta cara mencegah dan menanggulangi virus ini agar penyebaran virus ini tidak semakin meningkat dan terus menurun.

Virus Corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) adalah virus yang menyerang sistem pernapasan. Penyakit karena infeksi virus ini disebut COVID-19. Berdasarkan bukti ilmiah, COVID-19 dapat menular dari manusia ke manusia melalui kontak erat dan droplet. Orang yang paling berisiko tertular penyakit ini adalah orang yang kontak erat dengan pasien COVID-19 termasuk yang merawat pasien COVID-19. (Khasanah, dkk., 2021) . Gejala umum yang sering terjadi pada penyakit COVID-19 adalah demam, kelelahan, batuk kering, flu. Serta beberapa organ yang terlibat seperti pernapasan (batuk, sesak napas, sakit tenggorokan, hemoptisis atau batuk darah, nyeri dada), gastrointestinal (diare, mual, dan muntah), neurologis (kebingungan dan sakit kepala). Namun tanda dan gejala yang sering dijumpai adalah demam (83-98%), batuk (76-82%), dan sesak napas atau dyspnea (31-55%) (Levani,2021).

Cara terbaik untuk mencegah virus corona adalah dengan tidak tertular. Kita dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi atau memutus rantai penyebaran virus ini dengan menerapkan protokol kesehatan sebagai berikut (CDC, 2021a) :

Memakai masker

Perlu ditekankan bahwa masker akan bekerja paling efektif ketika semua orang memakainya. Penggunaan masker yang benar adalah dengan benar-benar menutupi hidung dan mulut dan pas di sisi wajah tanpa celah (CDC, 2021b).

Menjaga jarak

Pakar kesehatan telah berulang kali menyatakan bahwa menjaga jarak secara fisik dari orang lain sangat penting untuk mengurangi penyebaran COVID-19 (WDG Public Health, 2020). Jarak aman yang dianjurkan yaitu sejauh 6 kaki).

Vaksinasi

Salah satu bentuk upaya pemerintah Indonesia untuk menangani masalah COVID-19 yaitu dengan adanya vaksinasi COVID-19. Tujuan vaksinasi COVID-19 adalah sebagai jalan untuk mencapai herd immunity dan membuat masyarakat lebih efisien dalam beraktivitas sehari-hari (Kemenkes RI Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, 2021).

Menghindari keramaian dan ruangan berventilasi buruk

Berada di pusat keramaian seperti di restoran, bar, bioskop, atau tempat ramai lainnya membuat kita berisiko lebih tinggi terkena COVID-19. Cobalah untuk menghindari ruangan yang tidak memberikan akses udara segar langsung dari luar. Ketika kita berada di dalam ruangan, jika memungkinkan, buka pintu dan jendela untuk menghirup udara segar.

Sering mencuci tangan

Sering-seringlah mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir selama minimal 20 detik, terutama setelah membuang ingus, batuk, atau bersin di tempat umum. Jika sabun dan air tidak tersedia, gunakan pembersih tangan dengan alkohol minimal 60%.

Menutupi batuk dan bersin

Saat batuk atau bersin, pastikan untuk menutup mulut dan hidung dengan tisu atau siku bagian dalam, dan jangan meludah. Ingatlah untuk segera mencuci tangan setelah membersihkan hidung, batuk, atau bersin.

Pembersihan dan disinfeksi

Pembersihan menggunakan sabun atau detergen dapat dikatakan sebagai langkah awal penting dalam proses disinfeksi karena dapat mengurangi beban patogen secara substansial (World Health Organization, 2020). Usahakan untuk membersihkan permukaan yang sering disentuh seperti gagang pintu, meja, sakelar lampu, dan yang lainnya setiap hari.

Memantau kesehatan diri setiap hari

Memantau kesehatan diri sendiri tentu tidak bisa kita lewatkan. Hal tersebut dapat dilakukan salah satunya dengan mewaspadai gejala COVID-19 (sesak, demam tinggi, batuk parah, dll) yang dialami dan rajin mengukur suhu tubuh jika gejala tidak kunjung berkurang. Langkah selanjutnya adalah dengan memeriksan diri ke fasilitas kesehatan sesegera mungkin.

Terbitnya KMK No. HK.01.07-MENKES-382-2020 tentang Protokol Kesehatan Bagi Masyarakat di Tempat dan Fasilitas Umum Dalam Rangka Pencegahan COVID-19 adalah sebagai pemandu perilaku masyarakat di tempat umum dan fasilitas umum agar tetap dapat memutus rantai penyebaran COVID-19. Beberapa aturan yang harus dipatuhi adalah memakai masker, mencuci tangan dengan sabun atau membersihkan tangan dengan handsanitizer, menjaga jarak minimal 1 meter dengan orang lain, adanya sosialisasi tentang pencegahan COVID-19, dan memastikan diri sendiri memiliki keadaan sehat, yaitu tidak ada gejala batuk, demam, pilek, nyeri tenggorokan, dan sesak napas (Menteri Kesehatan RI, 2020).

Panduan tersebut diterapkan oleh beberapa orang. Adapun survei Badan Pusat Statistik (BPS) yang dilakukan dari 7-14 September 2020 dengan 90.967 responden. Pada saat itu, 91,98% dari jumlah responden patuh memakai masker. 75,38% dari jumlah responden patuh mencuci tangan dengan sabun selama 20 detik. 77,71% dari jumlah responden patuh menggunakan handsanitizer/disinfektan. 81,85% dari jumlah responden patuh untuk tidak menjabat tangan. 76,69% dari jumlah responden patuh menghindari kerumunan. 73,54% dari jumlah responden patuh menjaga jarak minimal 1 meter (Badan Pusat Statistika, 2020). Selain hasil dari BPS, hasil lain juga mengatakan bahwa masyarakat juga mematuhi protokol kesehatan seperti yang dikatakan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil bahwa pemerintah pusat dan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional memiliki aplikasi pemantau protokol kesehatan yang akan dilaporkan oleh TNI, Polri, Satpol PP. Dilaporkan bahwa terjadi peningkatan kepatuhan protokol kesehatan, yaitu 53% dari awal Januari 2021 hingga awal Februari 2021 (Purnamawati, 2021).

Adanya panduan tersebut ternyata tidak selalu dipatuhi seperti yang dikatakan oleh Ketua Ikatan Dokter Indonesia daerah Jawa Timur, yaitu dr. Sutrisno, Sp. O. G., bahwa masyarakat sudah tidak terlalu mementingkan protokol kesehatan. Contohnya, masyarakat berkumpul tanpa jaga jarak, lalu masih ada yang belum menggunakan masker dengan benar seperti masker diturunkan sehingga tidak menutup hidung dan mulut (Widiyana, 2020). Sistem Monitoring Bersatu Lawan Covid mengatakan bahwa dari Oktober 2020-Desember 2020 terjadi penurunan kepatuhan protokol kesehatan. Kepatuhan memakai masker turun 28% dan kepatuhan menjaga jarak dan menghindari kerumunan turun 20% (Tim Komunikasi Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional, 2021). Kepatuhan menjaga jarak dan menjauhi kerumunan sampai saat ini juga belum dipatuhi dengan benar seperti saat adanya vaksinasi massal oleh Polresta Banyuwangi di Gedung Olah Raga Tawang Alun, Banyuwangi, Jawa Timur. Pada 26 Juni 2021, tersebar video yang sekarang sudah tersebar di media sosial bahkan di TV. Video tersebut menampilkan ratusan orang berdempetan sehingga tidak ada jarak antar orang. Mereka memaksa masuk ke GOR tersebut dengan mendorong pagar yang dijaga oleh beberapa petugas yang tidak kuat menahannya (Garjito & Bhayangkara, 2021).

Corona virus merupakan virus yang menyerang sistem pernapasan dan saat ini telah menjadi pandemi di Indonesia, bahkan di seluruh penjuru dunia. Penyebaran virus Corona terjadi sangat cepat sehingga kesadaran masyarakat sangat diperlukan untuk memutus rantai penyebaran virus ini. Kita sebagai masyarakat dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi atau memutus rantai penyebaran virus ini dengan menerapkan protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak, rajin mencuci tangan, memantau kesehatan diri, dan sebagainya sebagaimana telah disampaikan oleh pemerintah. Memang pada awalnya penerapan protokol kesehatan ini terasa berat karena masyarakat belum terbiasa, oleh karena itu masyarakat harus mulai membiasakan diri untuk menjalankan protokol kesehatan agar dapat mengurangi risiko terinfeksi. Dengan demikian, rantai penyebaran Covid-19 dapat diputus dengan cepat.

REFERENSI:

Badan Pusat Statistika. (2020). Perilaku Masyarakat di Masa Pandemi COVID-19. //www.bps.go.id/publication/download

CDC. (2021a). Guidance For Unvaccinated People: How to Protect Yourself & Others. //www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/prevent-getting-sick/prevention.html

CDC. (2021b). Guidance for Wearing Masks. //www.cdc.gov/coronavirus/2019- ncov/prevent-getting-sick/cloth-face-cover-guidance.html

Garjito, D., & Bhayangkara, C. S. (2021). Antrean Membludak, Peserta Vaksinasi Nekat Jebol Pagar GOR di Banyuwangi. Suara. //www.suara.com/news/2021/06/27/190248/antrean-membludak-peserta- vaksinasi-nekat-jebol-pagar-gor-di-banyuwangi?page=all

Kemenkes. (2021). COVID 19 INDONESIA. Retrieved July 01, 2021, //data.kemkes.go.id/covid19/index.html

Kemenkes RI Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. (2021). Masyarakat Indonesia Sambut Baik Vaksinasi Covid-19. //promkes.kemkes.go.id/masyarakat-indonesia-sambut-baik-vaksinasi-covid-19

Khasanah, K., Anindhita, M. A., Desiani, E., & Rusmalina, S. (2021). Edukasi Dan Evaluasi Tingkat Pengetahuan Warga Sekitar Masjid Di Daerah Pekalongan Barat Mengenai Penggunaan Handsanitizer Guna Pencegahan Covid-19. Pena Abdimas, 2(1).

Levani, Y., Prastya, A. D., & Mawaddatunnadila, S. (2021). Coronavirus Disease 2019 (COVID-19): Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Pilihan Terapi. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 17(1), 44-57.

Menteri Kesehatan RI. (2020). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/382/2020 Tentang Protokol Kesehatan Bagi Masyarakat di Tempat dan Fasilitas Umum dalam Rangka Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). //promkes.kemkes.go.id

Purnamawati, D. (2021). Patuh Protokol Kesehatan Terbukti Tekan Laju Penularan COVID- 19. Antara News. //www.antaranews.com/berita/1982700/patuh-protokol- kesehatan-terbukti-tekan-laju-penularan-covid-19

Tim Komunikasi Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional. (2021). Lonjakan Kasus Dampak Abaikan Protokol Kesehatan. Satuan Tugas Penanganan COVID-19. //covid19.go.id/p/berita/lonjakan-kasus- dampak-abaikan-protokol-kesehatan

WDG Public Health. (2020). What Is Social Distancing and Why Is It So Important? //www.wdgpublichealth.ca/blog/what-social-distancing-and-why-it-so- important

WHO. (2020). Coronavirus. Retrieved June 30, 2021, //www.who.int/indonesia/news/novel-coronavirus/qa/qa-for-public

WHO. (2021). WHO Coronavirus (COVID-19). Retrieved July 01, 2021, //covid19.who.int/

Widiyana, E. (2020). IDI Jatim Sebut IGD Kayak Pasar dan Prokes Buruk: Apa yang Terjadi Terjadilah. DetikNews. //news.detik.com/berita-jawa-timur/d-5304899/idi-jatim- sebut-igd-kayak-pasar-dan-prokes-buruk-apa-yang-terjadi-terjadilah

World Health Organization. (2020). Pembersihan dan disinfeksi permukaan lingkungan dalam konteks COVID-19. Panduan interim, 1–9. who.int

Oleh: Keluarga PHBS 25 Tahun 2021

Pandemi COVID-19 (Corona Virus Disease 2019) telah satu tahun lebih terjadi di Indonesia. Berawal dari bulan Maret 2020 kemudian terjadi peningkatan kasus di seluruh wilayah Indonesia sampai saat ini. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengeluarkan surat keputusan Nomor 13A terkait penetapan masa darurat akibat COVID-19. Berdasarkan penetapan tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) juga mengeluarkan Surat Edaran Nomor: 39692/MPK.A/HK/2020 tentang Pelaksanaan Pembelajaran secara daring dan bekerja dari rumah dalam rangka pencegahan penyebaran COVID-19. Terjadinya pandemi ini mengharuskan semua sektor untuk mulai beradaptasi pada kondisi yang menyesuaikan dengan kegiatan jarak jauh termasuk mengenai pembelajaran daring di dunia perkuliahan. (Sari D, 2020)

Pembelajaran adalah inti dari proses pendidikan. Pembelajaran secara daring bagi para tenaga pendidik maupun mahamahasiswa merupakan perubahan yang harus dilakukan agar tetap dapat menjaga proses pendidikan. Pendidikan dengan jarak jauh memiliki tujuan agar mutu pendidikan meningkat dan relevansi pendidikan serta meningkatkan pemerataan akses dan perluasan pendidikan dengan didukung penjaminan kualitas yang baik. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) merupakan alternatif yang dapat digunakan oleh setiap universitas untuk melaksanakan proses belajar mengajar walaupun tidak dengan tatap muka. (Sari D, 2020) Namun, beradaptasi dengan kondisi pembelajaran jarak jauh tidak sepenuhnya dapat berjalan sesuai harapan. Meskipun PJJ memiliki dampak positif yang dirasakan, sebagian besar mahamahasiswa justru merasa konsentrasinya menurun karena pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh. Hal ini juga dapat mengakibatkan penurunan kualitas belajar dan mengajar di perkuliahan.

Konsentrasi merupakan usaha setiap individu untuk dapat memfokuskan perhatiannya terhadap suatu objek sehingga dapat dimengerti, dipahami, dan meminimalisir perhatian yang terpecah (Julianto, 2014). Pentingnya konsentrasi dapat membuat mahamahasiswa lebih menguasai materi yang diberikan sehingga berpengaruh terhadap keberhasilan suatu proses belajar dan mengajar, apabila seseorang mengalami kesulitan untuk konsentrasi maka proses belajar tidak optimal. (Slameto, 2013) Adapun ciri-ciri dari seseorang yang tidak konsentrasi antara lain sering bosan terhadap suatu hal, selalu berpindah tempat, tidak mendengarkan ketika sedang bercakap, sering mengalihkan pembicaraan, dan mengganggu orang lain.(Suntari, 2012)

Berdasarkan hasil penelitian, kurangnya konsentrasi dapat menimbulkan aktivitas dengan kualitas rendah, ketidakseriusan dalam belajar, dan mempengaruhi daya pemahaman materi. Konsentrasi merupakan keberhasilan dari suatu proses belajar dan mengajar. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi konsentrasi seseorang diantaranya faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari diri sendiri sebagai penentu konsentrasi meliputi kondisi fisik, pola makan, sedang tidak memiliki masalah dan tidak mudah merasa putus asa. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar meliputi keadaan lingkungan, penerangan, suhu, dan dukungan dari orang terdekat. (Linasari, 2015)

Adanya pandemi membuat para mahasiswa harus menghadapi kebiasaan baru dalam praktek pembelajaran. Pembelajaran biasanya dilakukan secara langsung tetapi karena adanya pandemi ini maka para mahasiswa harus belajar dengan metode baru yakni “Pembelajaran Daring (dalam jaringan)”. Tentu dengan adanya perubahan proses pembelajaran tersebut maka akan ada pengaruh baru bagi para mahasiswa saat proses pembelajaran daring ini salah satunya dalam hal konsentrasi belajar. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi fokus atau konsentrasi belajar dalam pembelajaran daring atau pembelajaran online seperti saat ini. Ada faktor internal seperti faktor individu dan faktor psikologi serta terdapat faktor eksternal seperti faktor lingkungan dan faktor pergaulan.

Faktor Individu meliputi kondisi jasmani seseorang, dimana sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran. Apalagi saat proses pembelajaran daring seperti saat ini, para mahasiswa diharuskan untuk berhadapan dengan laptop maupun handphone pada waktu yang lama. Kondisi tersebut tentunya dapat mempengaruhi kondisi jasmani para mahasiswa yang nantinya dapat mempengaruhi fokus para mahasiswa saat proses pembelajaran berlangsung. Keluhan sakit mata maupun pusing karena terlalu lama menatap layar laptop adalah permasalahan yang sering dialami oleh mahasiswa sehingga istirahat sejenak dalam memperhatikan materi yang sedang berlangsung. Selain itu, dikondisi pandemi seperti saat ini maka diharuskan semua orang untuk membatasi kegiatan dan lebih cenderung melakukan kegiatan dirumah saja. Hal tersebut mengakibatkan intensitas mahasiswa untuk melakukan olahraga pun cenderung makin berkurang. Oleh karena itu, untuk menjaga konsentrasi selama perkuliahan daring ini para mahasiswa harus terus memiliki kondisi jasmani yang sehat. Meskipun di rumah saja, para mahasiswa masih bisa melakukan olahraga ringan dirumah seperti push up, plank maupun senam dengan lagu kesukaan. Selain itu juga para mahasiswa dapat mengurangi intensitas bermain gadget selain saat proses pembelajaran berlangsung. Hal tersebut dilakukan guna menghindari adanya keluhan kesehatan seperti pusing ataupun mata yang perih akibat terlalu lama menatap layar gadget.

Faktor Psikologi juga dapat mempengaruhi konsentrasi belajar karena jika terjadi suatu masalah yang membuat psikologi mahasiswa terganggu maka konsentrasi belajar mahasiswa tersebut akan menurun secara drastis, mahasiswa juga akan kehilangan motivasi yang sudah dimiliki mahasiswa karena psikologi mahasiswa tersebut yang terganggu karena suatu hal. selain motivasi, mahasiswa juga akan kehilangan semangat untuk belajar dan fokus sehingga prestasi mahasiswa bisa saja menurun bahkan terganggu. Masalah psikologi bisa dari dari mana saja, seperti jika mahasiswa mendapatkan bullying maka akan mengganggu psikologi mahasiswa yang akhirnya membuat mahasiswa menjadi kehilangan motivasi untuk belajar. Dorongan keluarga juga akan sangat dibutuhkan untuk menunjang psikologi mahasiswa karena jika adanya hal yang mengganggu dalam keluarganya juga akan mengganggu psikologi sehingga mahasiswa akan lebih sulit untuk berkonsentrasi ketika pembelajaran karena psikologi sangat berperan penting dalam pola berfikir mahasiswa.

Faktor lingkungan meliputi kondisi rumah yang tidak kondusif untuk melakukan pembelajaran secara daring. Dengan itu, bisa saja kondisi tempat belajar saat ini seperti halnya rumah memiliki kondisi lingkungan yang tidak kondusif seperti bising atau ramai. Hal tersebut tentunya dapat menggangu fokus atau konsentrasi dari para mahasiswa yang saat proses pembelajaran mengharuskan kondisi yang tenang (Nasional, Setyani, Jakarta, Jakarta, & Matematika, 2018). Selain itu, jaringan atau koneksi internet yang sulit untuk pembelajaran daring. Banyak mahasiswa yang tinggal ditempat yang sulit terjangkau oleh sinyal. Dengan hal tersebut sering membuat mahasiswa menjadi terhambat dalam proses pembelajaran seperti mahasiswa yang terlempar dari room pembelajaraan. Hal itu tentunya menjadikan fokus atau konsentrasi mahasiswa terbagi karena siwa tersebut tertinggal materi yang sedang dijelaskan. Akhirnya mahasiswa tersebut pun kurang memahami materi yang sedang dijelaskan.

Faktor Pergaulan dapat mempengaruhi konsentrasi mahasiswa dalam belajar karena jika berada dipergaulan yang kurang baik maka mahasiswa akan mengikuti pergaulan tersebut sehingga konsentrasi belajar pada mahasiswa akan terganggu. Contohnya seperti: jika mahasiswa memiliki pergaulan yang lebih sering menghabiskan waktu untuk bermain ponsel maka mahasiswa akan mengikuti bermain ponsel bahkan ketika belajar. Apalagi seperti keadaan seperti sekarang ini yang mengharuskan mahasiswa belajar dari rumah dan tidak terpantau oleh dosen sehingga mahasiswa akan lebih mudah kehilangan fokus karena melihat teman temannya yang tidak memperhatikan dosen ketika memberikan tugas/tidak mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen. Namun, jika pergaulan mahasiswa tersebut baik seperti sering mengadakan diskusi untuk membahas tugas dan pembelajaran maka mahasiswa akan terbawa untuk lebih semangat dan lebih memiliki konsentrasi belajar yang tinggi jika dilakukan bersama teman-temannya.

Di masa pandemi seperti saat ini, pembelajaran terhadap mahasiswa masih tetap dilakukan. Pembelajaran via online tentu tidak sama dengan pembelajaran secara tatap muka. Dalam proses pembelajaran tersebut mungkin saja ada kesulitan dan hambatan. Salah satu permasalahan yang sering terjadi kepada mahasiswa yaitu kesulitan untuk menjaga konsentrasinya selama pembelajaran. Untuk mengatasi hal itu, ada beberapa tips yang dapat dilakukan agar konsentrasi terjaga.

Pertama, mengawali hari dengan sarapan pagi, makan sebelum beraktivitas dinilai penting untuk memperlancar setiap kegiatan yang akan dilakukan. Sarapan bermanfaat untuk menjaga kesehatan tubuh dan kinerja otak. Kebanyakan orang yang tidak makan pagi akan terganggu atau sulit berkonsentrasi saat proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan asupan energi yang tidak cukup bagi tubuh sehingga cadangan energi tidak terpenuhi dengan baik. Jika kekurangan asupan energi tersebut berlangsung secara terus-menerus, maka dampak yang dapat ditimbulkan yaitu penurunan prestasi, kreatifitas dan produktivitas saat belajar. Kandungan nutrisi yang dianjurkan ketika sarapan seperti makanan dengan kadar serat yang tinggi, protein yang cukup, dan rendah lemak. Menurut Helmi (2014) sarapan pagi yang baik harus banyak mengandung karbohidrat karena akan merangsang glukosa dan mikro nutrient dalam otak yang dapat menghasilkan energi, dan penyerapan pelajaran sangat mudah karena otak membantu pemusatan pikiran.

Kedua, lingkungan sekitar dapat mempengaruhi konsentrasi, maka seseorang harus memperhatikan kondisi disekelilingnya. Bentuklah suasana belajar senyaman dan sekondusif mungkin, karena setiap orang memiliki kebiasaan dan situasi tertentu agar mudah berkonsentrasi dan terjaga konsentrasinya. Kemudian, lengkapi sarana pembelajaran yang meliputi buku-buku yang berkualitas, dan yang tidak kalah penting yaitu alat bantu seperti handphone, komputer dan laptop serta koneksi internet yang memadai. Selanjutnya, untuk menjaga konsentrasi belajar di era pandemi ini akan lebih efektif dan efisien jika mahasiswa membuat jadwal seluruh kegiatan baik diperkuliahan maupun diluar perkuliahan dengan menggunakan skala prioritas yang disusun dalam note atau reminder handphone. Ketika perkuliahan berlangsung, lebih baik mencatat bagian penting dari materi yang diberikan oleh pengajar atau dosen. Pencatatan materi ini dilakukan supaya mahasiswa memiliki gambaran mengenai materi yang disampaikan dosen dan mempelajari kembali pembahasan perkuliahan. Selain itu, mencatat dapat membuat pikiran seseorang lebih fokus. Aktif mengajukan pertanyaan saat sesi perkuliahan berlangsung.

Ketiga, menghindari kuliah sambil rebahan. Hal ini harus dihindari karena kemungkinan untuk tertidur dan bermalas-malasan akan meningkat. Sebaiknya, ambil posisi duduk di kursi dan meja belajar. Cukupi juga kebutuhan tidur sehari-hari, tidur selama kurang lebih 7-8 jam saat malam tiba. Jika kebutuhan tidur tercukupi maka kondisi tubuh akan kembali vit dan semangat untuk dipakai belajar. Cara sederhana tetapi berdampak besar terhadap konsentrasi belajar saat perkuliahan berlangsung yaitu dengan memperbesar layar handphone, komputer atau laptop yang dipakai sampai penuh. Dengan melakukan ini, kemungkinan timbulnya gangguan yang dapat mempengaruhi konsentrasi akan berkurang. Mahasiswa cenderung untuk membuka setiap media sosial atau hiburan yang ada di handphonenya. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk menjauhkan handphone saat kegiatan perkuliahan berlangsung.

Keempat, ketika pembelajaran dilakukan secara online, waktu yang dimiliki lebih fleksibel dan santai sehingga banyak mahasiswa melakukan berbagai kegiatan di saat yang bersamaan (multitasking). Hal seperti ini semestinya dihindari karena akan membuat konsentrasi otak terpecah sehingga otak menjadi tidak bisa fokus dan materi pelajaran tidak bisa diterima dengan baik. Memberi jeda yang cukup untuk mempersiapkan kelas yang berikutnya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengistirahatkan atau menenangkan pikiran dan tubuh. Demi menjaga kesehatan mata, juga membuat badan kembali segar dan siap untuk fokus kembali saat mengikuti pembelajaran selanjutnya.

Terakhir, luangkan waktu untuk refreshing. Rehat sejenak dan menjauh sementara dari aktivitas dan tugas kuliah. Refreshing dapat dilakukan dalam bentuk apa saja, sesuai dengan mood seseorang. Refreshing juga dapat dilakukan dimana saja, misalnya di rumah dengan melakukan kegiatan yang disukai, menonton film atau acara televisi lainnya, bermain video game, olahraga, memasak, menelpon atau video call dengan teman-teman. Mungkin ada juga orang yang refreshing dengan melakukan kegiatan komunitas online, berdiskusi di forum online, dan mengikuti webinar. Refreshing sangat penting untuk menjaga fokus, membuat diri lebih rileks, dan tidak mudah stress.

Terjadinya pandemi COVID-19 di Indonesia mengharuskan semua sektor untuk mulai beradaptasi pada kondisi yang menyesuaikan dengan kegiatan jarak jauh termasuk mengenai pembelajaran daring di dunia perkuliahan. Pembelajaran daring mengakibatkan penurunan kualitas belajar dan mengajar di perkuliahan. Terdapat faktor internal maupun eksternal yang mengakibatkan penurunan kualitas belajar secara daring serta mengganggu konsentrasi belajar pada mahasiswa. Oleh karena itu, agar konsentrasi kita tetap terjaga maka tanamkan mindset dalam diri kita bahwa belajar dengan sistem daring tidak sama dengan libur, melainkan tetap menjalankan aktivitas seperti biasa, hanya saja berbeda tempat, sistem, dan suasana. Memang diperlukan waktu dan usaha untuk beradaptasi dengan perubahan yang ada, tetapi apabila kita berkemauan maka semua itu akan mudah diterapkan. Lalu, agar aktivitas di rumah tetap terorganisir dengan baik, buatlah jadwal aktivitas sehari-hari dan juga reminder untuk deadline tugas agar tidak terlupa. Dengan begitu kita jadi tahu kapan waktu untuk kegiatan perkuliahan dan waktu untuk aktivitas yang lainnya.

REFERENSI

Julianto, Very., Dzulqaidah, Rizki Putri, Salsabila, dan Siti Nurina. 2014. Pengaruh Mendengarkan Murattal Al Quran terhadap Peningkatan Kemampuan Konsentrasi. Jurnal Ilmiah Psikologi. 1(2): 120-129

Linasari, Rifnida Nur. 2015. Upaya Peningkatan Konsentrasi Belajar Siswa Kelas IV Melalui Penerapan Teknik Kusi Tim di SD Negeri Sidomulyo Sleman Tahun Ajaran 2014/2015. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta

Nasional, S., Setyani, M. R., Jakarta, U. M., Jakarta, U. M., & Matematika, P. (2018). PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI HASIL. 01, 73–84.

Sari D. 2020. Peran Adaptif Tiga Universitas di Jabodetabek dalam Menghadapi Sistem Belajar Online Selama Pandemi COVID-19. 25-32

Slameto. 2013. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: PT Rineka Cipta

Suntari, Y., dan Widianah L. 2012. Hubungan Kalori Sarapan dengan Kemampuan Konsentrasi Anak Usia Sekolah di SD Negeri 3 Cangu Tahun 2012.

Rima, T. dkk. 2020. Pengaruh Sarapan Terhadap Konsentrasi Belajar Mahasiswa. Pedagonal:Jurnal Ilmiah Pendidikan. 4(1). 26-28

Winata, I Komang. 2021. Konsentrasi dan Motivasi Belajar Siswa Terhadap Pembelajaran Online Selama Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Komunikasi Pendidikan. 5(1). 14-20

Oleh: Keluarga PHBS 24 Tahun 2021

Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang masuk ke dalam tubuh melalui sistem pernafasan. Penularan penyakit TBC melalui droplet infection sehingga saat penderita TBC batuk atau bersin menyebarkan kuman ke udara, hal tersebut yang menjadi resiko penularan terhadap orang disekitarnya (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Menurut Global TB Report (2020), bahwa Indonesia menduduki peringkat kedua tertinggi dengan jumlah kasus yang dilaporkan sebesar 854.000 (8,5% dari jumlah dunia). Pada kondisi pandemi saat ini, terjadi penurunan pelayanan kesehatan terhadap TBC. Rendahnya pelaporan kasus TBC sejak Januari sebesar 54% sampai Juni sebesar 27% akan berdampak pada penambahan jumlah penderita TBC di Indonesia (Balai Litbangkes Baturaja, 2020). Padahal penanganan TBC tidak boleh diabaikan dikarenakan TBC merupakan penyakit menular yang memiliki potensi penularan sangat tinggi dan sama seperti COVID-19 yang penularannya melalui droplet.

Terdapat faktor-faktor yang menyebabkan kasus Tuberkulosis (TBC) melambung tinggi pada era pandemi. Pertama, dikarenakan kesibukan tenaga medis di fasilitas kesehatan yang melayani pasien COVID-19 sehingga penanganan pada pasien penderita TBC menjadi dikesampingkan. Kedua, fasilitas dan ruang perawatan yang terbatas sehingga fasilitas yang digunakan untuk pasien TBC dijadikan ruang isolasi untuk pasien COVID-19. Ketiga, adanya pembatasan transportasi sehingga sulit untuk pasien dan keluarga penderita TBC mengakses pelayanan kesehatan dan berdampak pada penyediaan obat dan alat pelindung diri (APD). Keempat, terbatasnya dukungan sosial yang seharusnya diberikan kepada pasien penderita TBC dikarenakan harus menjaga jarak antara satu sama lain dan tidak melakukan kontak fisik maupun non-fisik (Balai Litbangkes Baturaja, 2020).

Supaya pelayanan TBC tetap berjalan di masa pandemi, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit mengeluarkan edaran No. 01.02/1/840/2020 tentang protokol pelayanan TBC di masa pandemi COVID-19. Terdapat beberapa poin penting tentang tata cara atau teknis pelayanan TBC di masa pandemi COVID-19, yaitu, dalam meminimalisasi terjadinya penularan COVID-19 kepada terduga TBC dan pasien TBC, mekanisme rujukan spesimen untuk di diagnosis TBC dengan pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) harus dilakukan dengan pengiriman sedian dahak, kecuali pasien dalam keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan rujukan ke RS. Kemudian pelayanan terhadap pasien TBC harus dijalankan dengan memperhatikan situasi yang terjadi pada masa pandemi. Pada beberapa situasi dimana RS rujukan dialihfungsikan menjadi RS rujukan COVID-19, Dinas Kesehatan Provinsi harus membuat alternatif pemindahan layanan pengobatan TBC-Sensitif Obat (TBC-SO) dan TBC-Resisten Obat (TBC-RO). Dinas Kesehatan Provinsi harus menentukan dan menunjuk RS rujukan lain atau puskesmas satelit terdekat yang dapat dimanfaatkan oleh pasien TBC untuk mengambil obat dan berkonsultasi. Hal ini terkait tatalaksana kepada pasien TBC, termasuk jika pasien TBC memerlukan rawat inap.

Untuk meminimalkan terjadinya penularan Covid-19 kepada pasien TBC, maka mekanisme pemantauan minum obat kepada pasien dapat dilakukan dengan metode jarak jauh, misalnya berbasis pemantauan video atau dengan menunjuk petugas kesehatan atau kader terdekat untuk mendatangi rumah pasien. Mengingat adanya peningkatan jumlah kebutuhan Alat Pelindung Diri (APD) selama pandemi COVID-19, maka APD yang harus disediakan oleh Program TBC meliputi masker N95 dan masker bedah. Dinas Kesehatan Provinsi harus melakukan surveilans secara lebih ketat terhadap pasien yang sedang berobat dan menjaga keberlangsungan pasien meminum obat, sehingga tidak terjadi angka loss to follow up yang tinggi selama pandemi COVID-19.

Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang masuk ke dalam tubuh melalui sistem pernafasan. Terdapat faktor-faktor yang menyebabkan kasus Tuberkulosis (TBC) melambung tinggi pada era pandemi. Kemudian pelayanan terhadap pasien TBC harus dijalankan dengan memperhatikan situasi yang terjadi pada masa pandemi. Dinas Kesehatan Provinsi harus menentukan dan menunjuk RS rujukan lain atau puskesmas satelit terdekat yang dapat dimanfaatkan oleh pasien TBC untuk mengambil obat dan berkonsultasi. Mengingat adanya peningkatan jumlah kebutuhan Alat Pelindung Diri (APD) selama pandemi COVID-19, maka APD yang harus disediakan oleh Program TBC meliputi masker N95 dan masker bedah. Dinas Kesehatan Provinsi harus melakukan surveilans secara lebih ketat terhadap pasien yang sedang berobat dan menjaga keberlangsungan pasien meminum obat, sehingga tidak terjadi angka loss to follow up yang tinggi selama pandemi COVID-19.

REFERENSI

Balai Litbangkes Baturaja. (2020). “Jangan Abaikan TBC di Masa Pandemi Covid-19 Menuju Eliminasi TBC Tahun 2030”. Dikutip dari //www.balaibaturaja.litbang.kemkes.go.id/read-jangan-abaikan-tbc-di-masa-pandemi-covid19-menuju-eliminasi-tbc-tahun-2030. Diakses pada Jumat, 02 Juli 2021 pukul 15.00 WIB.

Kementerian Kesehatan RI. (2018). “ Infodatin : Tuberkulosis”. Jakarta: Kemenkes RI.

Oleh: Keluarga PHBS 24 Tahun 2021

Coronavirus disease 2019 atau yang sering disingkat COVID-19 merupakan virus yang telah menyebabkan wabah di beberapa Negara di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Berdasarkan data statistik COVID-19 Indonesia, menunjukkan grafik peningkatan kasus yang terus melonjak di beberapa bulan terakhir. Pada 30 Juni 2021, kasus terkonfirmasi COVID-19 di Indonesia mencapai 2,18 juta, dimana 58,891 orang diantaranya meninggal dunia. Hal ini tentu saja menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat karena kasus COVID-19 merebak semakin cepat seperti tak terkendali. Kekhawatiran tersebut jika terus dibiarkan akan menjadi lebih serius dan berdampak buruk bagi kesehatan, lama-kelamaan tentunya akan mempengaruhi kesehatan mental setiap orang. Berbagai permasalahan yang terjadi karena COVID-19 ini dinilai menjadi sumber stress baru untuk masyarakat. Gangguan kesehatan mental yang kerap terjadi di masa pandemi COVID-19 ini mulai dari yang ringan sampai yang berat, yakni seperti cemas berlebihan, stress, hingga depresi (Dr. dr. Fidiansjah, Sp.KJ., 2020).

Berbagai kondisi yang terjadi selama pandemi COVID-19 memberikan banyak efek psikologis kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan pandemi COVID-19 menjadi stressor yang berat. Salah satu efek psikologis yang sering terjadi di masa pandemi COVID-19 adalah kecemasan. Kecemasan adalah kondisi umum dari ketakutan atau perasaan tidak nyaman. Kecemasan ditandai dengan berbagai gejala, yang mencakup gejala fisik, perilaku dan kognitif. Tingkat kecemasan setiap orang dapat berbeda-beda tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Berbagai faktor termasuk faktor demografi dapat mempengaruhi kecemasan mengenai pandemi. Selain itu kecemasan mengenai resiko terpapar COVID-19 juga mempengaruhi tingkat kecemasan individu. Apalagi di kondisi seperti ini dimana kasus COVID-19 semakin meningkat dan menyebabkan masyarakat semakin was-was dan khawatir serta meningkatkan kecemasan (Rinaldi dan Yuniasanti, 2020).

WHO mencanangkan visi dari rencana aksi kesehatan mental 2013–2020 untuk dunia yaitu dimana kesehatan mental harus lebih dihargai, dipromosikan dan dilindungi. Diharapkan gangguan mental dapat dicegah dan orang yang terkena gangguan ini mendapatkan berbagai hak asasi manusia dan akses kualitas tinggi, kesehatan sesuai budaya dan pelayanan sosial pada waktu yang tepat untuk mendorong pemulihan, yang memungkinkan untuk mencapai kesehatan pada level tertinggi dan berpartisipasi sepenuhnya dalam masyarakat dan di tempat kerja, bebas dari stigmatisasi dan diskriminasi (WHO,2013).

Upaya kesehatan mental di Indonesia dapat diartikan sebagai kegiatan untuk mewujudkan derajat kesehatan mental yang optimal bagi setiap individu, keluarga dan masyarakat dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat (UU, 2014).

Saat ini, UU No. 18/2014 tentang Kesehatan Jiwa menjadi pedoman dalam penyelenggaraan kesehatan jiwa yang komprehensif. Penetapan pelayanan kesehatan jiwa dasar dan rujukan menjadi upaya kesehatan jiwa yang dilaksanakan dengan membangun sistem pelayanan kesehatan jiwa berjenjang dan komprehensif. Selain aspek pelayanan juga ditetapkan sebagai sumber daya dalam penyelenggaraan, diantaranya sumber daya manusia, fasilitas pelayanan, perbekalan, teknologi dan produk teknologi, serta pendanaan. Pelaksanaan upaya kesehatan jiwa harus berdasarkan pada asas keadilan, perikemanusiaan, manfaat, transparansi, akuntabilitas, komprehensif, perlindungan, serta non diskriminasi (UU, 2014). (Radiani Widya A. 2019).

Pandemi COVID-19 telah mempengaruhi kesehatan mental masyarakat. Hal ini diakibatkan dari perasaan tidak nyaman dan kekhawatiran masyarakat akan terpapar COVID-19 sehingga tingkat kecemasan masyarakat meningkat. Kecemasan yang berlebihan tersebut akan menyebabkan seseorang mengalami stress hingga depresi. Oleh sebab itu, disaat seperti ini sangat diperlukan adanya upaya perlindungan bagi masyarakat yang memiliki masalah kesehatan mental untuk mencegah terjadinya stigmatisasi dan diskriminasi dari masyarakat. Salah satu bentuk upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan mental yang optimal di Indonesia tercantum dalam UU No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa. Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa pelayanan kesehatan jiwa dilaksanakan secara komprehensif berdasarkan pada asas keadilan, perikemanusiaan, manfaat, transparansi, akuntabilitas, komprehensif, perlindungan, serta non diskriminasi.

Referensi

Dr. dr. Fidiansjah, Sp.KJ., M. (2020). Pandemi dan Mental Health : Meringkas Isu Kesehatan Mental selama Satu Tahun di Era Pandemi. Bem Km Fkg Ugm Dcu 2020.

Rinaldi, M. R., & Yuniasanti, R. (2020). Kecemasan pada Masyarakat Saat Masa Pandemi Covid-19 di Indonesia. COVID-19 dalam Ragam Tinjauan Perspektif, 137-150.

Radiani Widya A. 2019 KESEHATAN MENTAL MASA KINI DAN PENANGANAN GANGGUANNYA SECARA ISLAMI. Journal of Islamic and Law Studies Volome 3, Nomor 1, Juni 2019.

Undang-undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa. Jakarta. Republik Indonesia.

WHO. Mental Health Action Plan 2013 – 2020. 2013. Geneva: World Health Organization.

Oleh: Keluarga PHBS 23 Tahun 2021

Salah satu ciri bangsa maju adalah bangsa yang memiliki tingkat kesehatan, kecerdasan, dan produktivitas kerja yang tinggi. Ketiga hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi. Pola makan merupakan perilaku yang penting dalam keadaan gizi, karena kuantitas dan kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi akan mempengaruhi tingkat kesehatan individu dan masyarakat. Gizi seimbang merupakan susunan pangan sehari-hari yang di dalamnya mengandung zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh yang memperhatikan prinsip keanekaragamaan pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih serta menjaga berat badan agar tetap normal untuk mencegah masalah gizi. Salah satu masalah yang dihadapi remaja Indonesia adalah masalah gizi mikronutrien, yakni sekitar 12% remaja laki-laki dan 23% remaja perempuan mengalami anemia, yang sebagian besar diakibatkan kekurangan zat besi (anemia defisiensi besi).

Anemia di kalangan remaja perempuan lebih tinggi dibanding remaja laki-laki. Anemia pada remaja berdampak buruk terhadap penurunan imunitas, konsentrasi, prestasi belajar, kebugaran remaja dan produktifitas. Selain itu, secara khusus anemia yang dialami remaja putri akan berdampak lebih serius, mengingat mereka adalah para calon ibu yang akan hamil dan melahirkan seorang bayi, sehingga memperbesar risiko kematian ibu melahirkan, bayi lahir prematur dan berat bayi lahir rendah (BBLR). Anemia dapat dihindari dengan konsumsi makanan tinggi zat besi, asam folat, vitamin A, vitamin C dan zink, dan pemberian tablet tambah darah (TTD). Pemerintah memiliki program rutin terkait pendistribusian TTD bagi wanita usia subur (WUS), termasuk remaja dan ibu hamil. Remaja Indonesia banyak yang tidak menyadari bahwa mereka memiliki tinggi badan yang pendek atau disebut stunting. Rata-rata tinggi anak Indonesia lebih pendek dibandingkan dengan standar WHO, yaitu lebih pendek 12,5cm pada laki-laki dan lebih pendek 9,8cm pada perempuan.

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal. Faktor-faktor penyebab anemia gizi besi adalah status gizi yang dipengaruhi oleh pola makanan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan dan status kesehatan. Khumaidi (1989) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang melatarbelakangi tingginya prevalensi anemia gizi besi di negara berkembang adalah keadaan sosial ekonomi rendah meliputi pendidikan orang tua dan penghasilan yang rendah serta kesehatan pribadi di lingkungan yang buruk. Meskipun anemia disebabkan oleh berbagai faktor, namun lebih dari 50 % kasus anemia yang terbanyak diseluruh dunia secara langsung disebabkan oleh kurangnya masukan zat gizi besi. Prevalensi anemia remaja di Indonesia terbilang cukup tinggi, maka dari itu diperlukan intervensi untuk mengurangi angka prevalensi. Maka dari itu, program tablet tambah darah sebaiknya dilaksanakan secara maksimal.

Anemia dapat disebabkan oleh berbagai faktor, namun yang paling umum dan paling sering terjadi yaitu karena faktor gizi. Masih banyak sekali para remaja yang mempunyai asupan gizi yang kurang terutama pada asupan zat gizi. Zat gizi yang dikonsumsi dengan kadar yang tidak cukup maka akan berpengaruh pada kejadian anemia. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Kemenkes RI terdapat 30% wanita yang menderita anemia. Kadar Hb atau biasanya yang dikenal dengan Hemoglobin dalam darah pada penderita anemia berkurang yang disebabkan oleh kurangnya pembentukan sel darah merah yang terjadi karena berkurangnya zat besi yang ada dalam darah. Pada anemia gizi biasanya timbul tanda yang diawali dengan fertin atau menipisnya simpanan zat besi dan juga adanya pertambahan absorbsi zat besi dengan bertambahnya kapasitas pengikatan besi. Pada remaja wanita kehilangan zat besi dapat terjadi ketika terjadi menstruasi pada remaja wanita yang menstruasi kurang di bawah 12 tahun dapat mengalami anemia lebih rentan daripada remaja wanita yang menstruasi 12 tahun keatas. Ada juga dampak yang disebabkan karena kekurangan zat besi pada remaja diantaranya adalah gangguan belajar atau tingkat kemampuan pada perkembangan, adanya penurunan pada aktivitas fisik yang dilakukan, dan juga dampak negatif pada sistem pertahanan tubuh dalam membantu melawan penyakit infeksi.

Selain itu penyebab anemia gizi besi dipengaruhi oleh kebutuhan tubuh yang meningkat, akibat mengidap penyakit kronis dan kehilangan darah karena menstruasi dan infeksi parasit (cacing). Di negara berkembang seperti Indonesia penyakit kecacingan masih merupakan masalah yang besar untuk kasus anemia gizi besi, karena diperkirakan cacing menghisap darah 2-100 cc setiap harinya. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak. Kekurangan kadar Hb dalam darah dapat menimbulkan gejala lesu, lemah, letih, lelah dan cepat lupa. Akibatnya dapat menurunkan prestasi belajar, olah raga dan produktifitas kerja. Selain itu anemia gizi besi akan menurunkan daya tahan tubuh dan mengakibatkan mudah terkena infeksi. Hal ini dikarenakan, zat besi sebagai bahan utama produksi hemoglobin memiliki peran sebagai antioksidan.

Anemia bukanlah masalah kesehatan yang dapat disepelekan, terlebih pada para remaja yang masih belum peduli dan menyadari masalah kesehatan. Namun, anemia juga dapat diatasi dengan perbaikan gizi pada remaja terutama pada wanita yang sedang mengalami menstruasi dapat mengkonsumsi obat penambah darah atau suplementasi tablet Fe, selain itu juga para remaja dapat mengubah pola makan yang sehat seperti mengkonsumsi protein, karbohidrat dan juga vitamin yang cukup. Anemia juga terjadi karena penurunan absorbsi yang dapat ditangani dengan mengkonsumsi vitamin C, berdasarkan hasil riset sudah terbukti bahwa anemia dapat diatasi dengan dengan mengkonsumsi tablet penambah darah yang dapat meningkatkan kadar hemoglobin. Para petugas kesehatan yang ada di masyarakat juga perlu mendata remaja yang menderita anemia agar diberikan tablet penambah darah dan juga diberikan edukasi untuk perbaikan gizi seperti mengkonsumsi makanan yang sehat. Jika masalah ini anemia ini dibiarkan secara terus menerus maka anemia di kalangan masyarakat khususnya remaja tidak dapat teratasi, sehingga anemia ini dapat mengganggu masalah kesehatan lainnya yang bisa berdampak buruk pada remaja.

Anemia pada remaja dapat dicegah dengan melakukan pola makan berdasarkan pesan-pesan khusus yang terdapat dalam PGS (Pedoman Gizi Seimbang) yaitu anjuran untuk mengkonsumsi beraneka ragam makanan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan energi, protein dan zat gizi mikro (vitamin dan mineral) yang nantinya akan digunakan untuk pertumbuhan yang cepat, peningkatan volume darah serta peningkatan haemoglobin terutama bagi remaja putri dan calon pengantin. Pola konsumsi pangan yang bervariasi dibutukan dalam proses pembentukan sel darah merah dan hemoglobin diperlukan berbagai zat gizi yang tentunya diperoleh dari makanan yang beraneka ragam dan bergizi. Mengkonsumsi sayuran hijau seperti bayam serta kacang-kacangan didalamnya banyak mengandung asam folat yang sangat dibutuhkan pada masa kehamilan. Sedangkan pada buah-buahan berwarna merupakan asupan kaya akan sumber vitamin yang baik bagi tubuh. Apabila konsumsi akan zat gizi pada remaja dapat terpenuhi, salah satunya dengan 21 mengkonsumi sayuran hijau dan buah berwarna, maka hal tersebut dapat menghindari terjadinya anemia pada remaja.

Biasakan mengkonsumsi ikan dan sumber protein lainnya. Sumber protein dapat diperoleh dari kacang-kacangan,tahu dan tempe. Sedangkan pada protein lainnya dapat diperoleh dari daging dan unggas (ayam, bebek, burung puyuh, burung dara) merupakan sumber protein hewani. Protein berhubungan dengan anemia karena hemoglobin yang diukur untuk menentukan status anemia seseorang merupakan pigmen darah yang berwarna merah berfungsi sebagai pengangkut oksigen dan karbondioksida adalah ikatan protein. Menerapkan pola konsumsi makanan yang teratur dengan frekuensi makan tiga kali sehari dengan rentang waktu makan yang hampir sama dalam sehari, dan ditambah dua makanan ringan porsi kecil yang menyehatkan agar kebutuhan akan zat gizi dapat terpenuhi sehingga dapat terhindar dari terjadinya anemia.

Agar angka kejadian anemia remaja dapat turun, harus diberlakukan penvcegahan apalagi untuk anemia pada remaja putri, pencegahan dapat diberlakukan beberapa upaya. yang pertama yaitu diberlakukannya pemberian pengetahuan atau penyuluhan mengenai gizi, terutama makanan dari hewani yang mudah diserap, juga makanan yang banyak mengandung vitamin C dan vitamin A untuk membantu penyerapan zat besi dan proses pembentukan hemoglobin. Kedua, memperhatikan pola konsumsi zat besi yang ada pada makanan. Ketiga, melakukan pengayaan nutrisi untuk meningkatkan kandungan gizi suatu zat bahan makanan yang akan dimakan. Bagi penderita anemia, dapat diberlakukannya penambahan suplemen gizi berupa besi folat secara rutin kepada penderita selama jangka waktu tertentu untuk meningkatkan kadar hemoglobin penderita secara cepat. Melalui upaya-upaya tersebut, diharapkan penderita anemia pada remaja putri akan berkurang dan dengan segera dapat melakukan aktivitasnya kembali normal.

REFERENSI

Fadila, Ila & Heny Kurniawati. 2018. UPAYA PENCEGAHAN ANEMIA PADA REMAJA PUTERI SEBAGAI PILAR MENUJU PENINGKATAN KESEHATAN IBU. Diakses pada tanggal 3 Juli 2021 pada laman //core.ac.uk/download/pdf/198237803.pdf#page=83

Marizal.2007.ANEMIA DEFISIENSI BESI. jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol 2. Hal 1

Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2019) „PELAKSANAAN TEKNIS SURVEILANS GIZI‟, Nanotechnology, 27(9), pp. 3505–3515. Available at: //dx.doi.org/10.1016/j.cej.2014.10.020%0A//dx.doi.org/10.1016/j.apcatb.2013.08. 019%0A//dx.doi.org/10.1016/j.tsf.2016.12.015.

Kementrian Kesehatan RI (2014) „Pedoman PGSKesehatan‟, Pedoman Gizi Seimbang, pp. 1–99.

Rokom.2018.Kenali Masalah Gizi yang Ancam Remaja Indonesia. //sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media. Diakses pada 4 Juli 2021

Oleh: Keluarga PHBS 23 Tahun 2021

Sudah lebih dari 1 tahun pandemi Covid-19 melanda semua Negara di dunia termasuk Indonesia dalam awal Maret 2020. Dilansir dari Satgas Penanganan Covid-19, terkonfirmasi bahwa pasien positif Covid-19 pada Indonesia telah mencapai lebih dari 2,26 juta kasus & semakin bertambah setiap harinya, tidak hanya itu Covid-19 juga telah merenggut lebih dari 60.000 jiwa. Hal ini tentu menciptakan keresahan semakin tinggi dalam sebagian masyarakat, lantaran adanya Covid-19 yang melanda menciptakan poly sektor pada Indonesia terganggu, terutama dalam sektor ekonomi & pendidikan.

Dari kasus Covid-19 yang sudah terjadi sampai saat ini, kita bisa melihat sebagian negara dapat dikatakan berhasil menangani perseteruan pandemi ini demi memperbaiki kelumpuhan sektor negara mereka, akan tetapi tidak dengan Indonesia ketika ini, pada saat ini Indonesia masih tinggi dengan angka penularan Covid-19 yang terjadi pada berbagai wilayah dan diperparah dengan angka kematian akibat Covid-19 yang melonjak tinggi, tentu hal ini ditimbulkan lantaran kurangnya pemahaman rakyat & kurang kolaborasi yang optimal antar berbagai macam elemen negara yang secara nir eksklusif menciptakan pemerintah sulit untuk memperbaiki kelumpuhan dalam setiap sektornya.

Lantaran eksistensi Covid-19 yang telah relatif usang di tengah warga Indonesia menciptakan sebagian besar warga mulai bosan dalam memikirkan konflik yang sedang kita hadapi saat ini. Sehingga sangat disayangkan ditengah pandemi Covid-19 yang sedang berlangsung sampai saat ini justru banyak warga yang mulai lengah & mulai bersikap tidak acuh terhadap virus ini.

Sikap tidak acuh rakyat misalnya lalai terhadap anjuran yang sudah dihimbau pemerintah terkait protokol kesehatan berupa physical distancing, mencuci tangan, & bahkan hal kecil yang dimulai dari penggunaan masker bila hendak keluar tempat tinggal masih saja kerap diabaikan oleh sebagian masyarakat, hal ini sebagai perkara primer yang wajib segera ditangani sang pemerintah. Karena hal tersebutlah akhirnya pemerintah saat ini melakukan kembali PPKM di Jawa dan Bali demi mengurangi angka penularan Covid-19.

PKKM merupakan langkah yang diambil oleh pemerintah melihat peningkatan kasus Covid-19 di Indonesia yang akhir-akhir ini semakin melonjak. Hal tersebut disebabkan salah satunya oleh semakin tidak acuh nya masyarakat terhadap pandemi yang masih ada sampai saat ini. PKKM adalah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat dimana berbeda dengan PSBB yang merupakan Pembatasan Sosial Berskala Besar dikarenakan PPKM ini dianggap tidak semasif PSBB melainkan hanya beberapa daerah tertentu yang harus diterapkan PPKM. Dilansir dari Tagar.id, PPKM jilid 1 sebenarnya telah dilaksanakan mulai awal tahun 2021, tetapi langkah dari pemerintah tersebut juga masih belum cukup untuk menahan laju penyebaran Covid-19, bahkan kasusnya semakin tinggi dan melonjak setiap harinya. Sehingga pada akhirnya diberlakukan PPKM darurat yang diterapkan pada Jawa-Bali merupakan langkah lanjut dari pemerintah dalam menurunkan kasus Covid-19. Selain itu, hal tersebut juga merupakan upaya agar dapat mengatasi sikap acuh masyarakat terhadap pandemi yang masih ada sampai saat ini.

Sikap acuh dari masyarakat terkait penerapan protokol kesehatan membuat kasus Covid-19 di Indonesia menjadi lebih parah. Hal tersebut seperti yang dikatakan oleh Ratna dalam penelitiannya yang berjudul “IDENTIFIKASI PENYEBAB KETIDAKPATUHAN WARGA TERHADAP PENERAPAN PROTOKOL KESEHATAN 3M DI MASA PANDEMI COVID-19”. Pada penelitiannya dijelaskan bahwa sikap acuh masyarakat terhadap penerapan protokol kesehatan seperti penggunaan masker, mencuci tangan dengan sabun dan menjaga jarak dengan orang lain sangat berpengaruh terhadap peningkatan kasus covid-19. Sikap tak acuh tersebut terlihat dari pelanggaran dari protokol kesehatan yang diterapkan seperti menggunakan masker dengan cara yang tidak benar dan menjalankan aktifitas atau berkumpul dengan tidak menjaga jarak. Selain itu sikap tak acuh terhadap Covid-19 juga merupakan bentuk kekecewaan dari masyarakat atas penanganan pandemic yang dinilai terlalu lambat.

Masalah kesehatan saat ini berada di pusat perhatian masyarakat umum yaitu penyakit karena Covid-19. Hingga saat ini Covid-19 masih saja jadi bahan perbincangan masyarakat. Dengan kasus nya yang semakin melonjak disetiap harinya. Angka kematian yang terus meningkat adalah masalah bagi pemerintah dan masyarakat untuk benar-benar memelihara dan menerapkan disiplin protokol kesehatan. Namun, masih saja masyarakat bersikap tak acuh dengan protokol kesehatan yang ada. Seperti nekat mudik lebaran meskipun dilarang, pergi libur lebaran, dan tidak mematuhi protokol kesehatan (tidak memakai masker, selalu berkerumunan, dan tidak jaga jarak).

Dengan begitu, kasus angka kematian Covid-19 terus melonjak setiap harinya. Kondisi seperti itu tidak boleh disepelekan, karena semakin kita tidak mematuhi protokol yang ada maka semakin tinggi angka kematian Covid-19 di Indonesia. Maka dari itu, pemerintahan menghimbau agar masyarakat tetap mematuhi protokol kesehatan dan tidak nekat untuk keluar rumah jika tidak penting apa lagi hingga liburan dengan keluarga atau teman-teman.

Pandemi Covid-19 bukan lagi masalah yang bisa dianggap enteng maka dari itu sudah seharusnya kita lebih mawas diri disaat angka positif yang semakin melonjak tinggi ini. Kita sudah harus menerapkan protokol kesehatan secara lebih ketat lagi sebagai upaya menjaga diri, kerabat, maupun lingkungan kita dari penyebaran Covid-19. Cara yang bisa kita lakukan adalah mencuci membatasi mobilitas di luar rumah, menghindari kerumunan, selalu menggunakan masker di luar rumah, tangan secara teratur, hindari kontak fisik dengan orang lain, menghindari peminjaman barang pribadi, menjaga jarak aman, dan juga ikut melakukan vaksinasi Covid-19

Referensi

Anindita, Kanya. (2021). 11 Cara Menghindari Virus Corona Sepele Tapi Kerap Terlupkan. //health.detik.com/berita-detikhealth/d-5329084/11-cara-menghindari-virus-corona-sepele-tapi-kerap-terlupakan/2.

Anthony, Rio. (2021). Pemerintah Pakai Istilah PPKM Bukan PSBB, Ini Alasan Mendagri. Diakses pada //www.tagar.id/pemerintah-pakai-istilah-pkkm-bukan-psbb-ini-alasan-mendagri.

Desi Citra D, Jesika Setyani, dkk, 2021. Cara Pencegahan Penyebaran Covid-19. //www.openjournal.unpam.ac.id/index.php/PSU/article/view/9699.

Ika Purnamasari, dan Anisa Ell R, 2020. Tingkat Pengetahuan Dan Perilaku Masyarakat Kabupaten Wonosobo Tentang Covid-19. //ojs.unsiq.ac.id/index.php/jik/article/view/1311/783.

Sari, R. K. (2021). Identifikasi Penyebab Ketidakpatuhan Warga Terhadap Penerapan Protokol Kesehatan 3M Di Masa Pandemi Covid-19. Jurnal AKRAB JUARA, 6(1), 84–94.

Oleh: Keluarga PHBS 20 Tahun 2021

Malaria adalah penyakit yang biasanya ditandai dengan munculnya gejala panas tinggi yang dapat naik dan turun secara berkala, yang juga disertai gejala lain seperti sakit kepala, muka pucat, menggigil, mual, muntah, tidak nafsu makan, pegal atau nyeri otot. Menurut Laporan Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, Prevalensi malaria di Indonesia mencapai angka 1.017.290 orang atau 0,37%. Berdasarkan provinsi, prevalensi malaria tertinggi berada pada provinsi Papua yaitu sebesar 12.736 orang atau 12,07%.

Malaria merupakan penyakit yang serius. Jika orang tergigit oleh nyamuk malaria dan daya tahan tubuh orang itu sedang tidak fit sepenuhnya maka biasanya gejala akan muncul dalam waktu 10-15 hari setelah tergigit. Gejala yang pertama adalah demam, pusing, dan kedinginan. Jika dalam 24 jam tidak ditangani secara tepat maka parasit ini dapat menimbulkan beberapa penyakit lain yang bahkan bisa menyebabkan kematian (WHO, 2019).

Penyakit malaria disebabkan oleh gigitan nyamuk anopheles. Nyamuk ini berperan sebagai vektor karena nyamuk ini membawa parasit yang berbahaya dan bisa menyebabkan manusia menjadi sakit. Penyakit ini biasanya sulit dideteksi sebagai penyakit malaria, bahkan satu host bisa diinfeksi oleh dua plasmodium (Sutarto, Eka Cania, 2017).

Mengingat banyaknya korban jiwa akibat penanganan yang terlambat, maka pendeteksian dini sangat dibutuhkan karena banyak yang berobat jika malaria ini sudah parah. Gejala awal malaria biasanya adalah demam (tergantung jenis malaria). Sifat demamnya akut (paroxysmal), pertama dengan stadium dingin (menggigil), kemudian demam tinggi, lalu banyak berkeringat. Gejala biasanya terlihat pada pasien non imun (berasal dari daerah non endemik). Selain gejala klasik di atas, dapat ditemukan gejala lain seperti nyeri kepala, mual, muntah, diare, pegal-pegal, dan nyeri otot. Gejala tersebut biasanya terdapat pada orang-orang yang tinggal di daerah endemis (Marsis, dkk, 2017).

Jika gejala-gejala tersebut sudah terjadi maka diharuskan untuk langsung memeriksakan diri ke dokter agar dilakukan penanganan yang tepat. Jika sudah terjadi gejala seperti di atas namun tidak langsung dibawa ke dokter dikhawatirkan orang tersebut akan bertambah parah hingga menyebabkan kematian.

Setelah orang sudah terkonfirmasi mengidap penyakit malaria maka dibutuhkan pengobatan yang tepat. Pengobatan malaria pun terbagi menjadi dua yaitu pengobatan malaria tanpa komplikasi dan pengobatan malaria berat. Pertama pengobatan malaria tanpa komplikasi, pengobatan malaria yang dianjurkan adalah dengan pemberian ACT. Penyakit malaria tanpa komplikasi diobati dengan pemberian ACT secara oral. Di samping itu diberikan primakuin sebagai gametosidal dan hipnozoidal. Selanjutnya adalah pengobatan malaria berat, malaria ini harus ditangani di rumah sakit atau puskesmas yang benar-benar memadai. Bila fasilitas maupun tenaga kurang memadai, misalnya jika dibutuhkan fasilitas dialisis, maka penderita harus dirujuk ke rumah sakit yang lebih memadai (Marsis, dkk, 2017).

Referensi:

Sutarto, Cania E. (2017). Faktor Lingkungan, Perilaku dan Penyakit Malaria. 4(1): 3-8. Tersedia pada : //repository.lppm.unila.ac.id/5713/3/artikel%20agro.pdf.

WHO. (2019). Malaria. Tersedia pada ://www.who.int/news-1. room/fact-sheets/detail/malaria.

Marsis IO, (2017), Sitohang V, dkk. Buku Saku Penatalaksanaan Kasus Malaria. 4-13. Tersedia pada : //www.pdpersi.co.id/kanalpersi/data/elibrary/bukusaku_malaria.pdf.

Oleh: Keluarga PHBS 20 Tahun 2021

Situasi Covid-19 di dunia masih terus meningkat. Berdasarkan data sebaran Covid-19 dari situs covid.go.id sampai dengan 4 Juli 2021, terdapat lebih dari 170 juta kasus Covid-19 di dunia dengan angka kematian sekitar 3 juta jiwa. Sedangkan, di Indonesia terdapat lebih dari 2 juta kasus terkonfirmasi dengan angka kematian lebih dari 60 ribu jiwa. Melihat situasi seperti ini, salah satu cara yang sangat memungkinkan untuk mencegah semakin luasnya penyebaran Covid-19 adalah dengan dilakukannya vaksinasi. Terlebih lagi belum ada obat yang benar-benar ampuh dalam mengatasi Covid-19.

Vaksin adalah produk biologi yang berisi antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati atau masih hidup yang dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, atau berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid atau protein rekombinan, yang ditambahkan dengan zat lainnya, yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu. Vaksin akan membuat tubuh seseorang mengenali bakteri/virus penyebab penyakit tertentu, sehingga apabila suatu saat terpajan dengan bakteri/virus tersebut maka tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan dan tidak menjadi sumber penularan. Cakupan vaksinasi Covid-19 yang tinggi dan merata akan membentuk kekebalan kelompok (Herd Immunity) sehingga dapat mencegah penularan dan keparahan penyakit Covid-19.

Saat ini, jumlah vaksin yang tersedia di Indonesia masih belum cukup untuk diberikan kepada seluruh masyarakat Indonesia sekaligus. Maka dari itu, ada beberapa kelompok yang diprioritaskan untuk mendapat vaksin COVID-19 terlebih dahulu. Kelompok yang termasuk prioritas vaksin COVID-19 dimulai dari tenaga kesehatan yang memiliki risiko tinggi untuk terinfeksi dan menularkan COVID-19, orang dengan pekerjaan yang memiliki risiko tinggi tertular dan menularkan COVID-19 karena tidak dapat melakukan jaga jarak secara efektif, seperti anggota TNI/Polri, aparat hukum, dan petugas pelayanan publik lainnya, dan orang yang memiliki penyakit penyerta dengan risiko kematian tinggi bila terkena COVID-19, termasuk masyarakat lanjut usia (lansia). Setelah semua kelompok prioritas di atas mendapat vaksin COVID-19, vaksinasi akan dilanjutkan ke kelompok penerima vaksin COVID-19 lainnya, mulai dari penduduk di daerah yang banyak kasus COVID-19 sampai ke seluruh pelosok Indonesia.

Vaksinasi Covid-19 biasanya dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan yang memenuhi persyaratan seperti: puskesmas, klinik, rumah sakit, dan Unit Pelayanan Kesehatan di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP). Program vaksinasi dapat bersifat jangka panjang yaitu untuk mengeliminasi dan memusnahkan penyakit seperti Covid-19 selain hanya memutus rantai penularan penyakit dan menghentikan wabah. Vaksin diberikan hanya untuk orang yang sehat. Ada beberapa kriteria individu atau kelompok yang tidak boleh diberikan vaksinasi Covid-19 :

Orang yang sedang sakit, tidak boleh mendapatkan vaksinasi. Ketika sedang sakit, orang tersebut harus sembuh terlebih dahulu sebelum divaksin.

  1. Memiliki penyakit penyerta

Orang dengan penyakit penyerta yang tidak terkontrol seperti diabetes atau hipertensi disarankan tidak mendapatkan vaksin. Oleh karena itu, sebelum pelaksanaan vaksinasi, semua orang akan dicek kondisi tubuhnya terlebih dahulu. Mereka yang memiliki penyakit komorbid harus dalam kondisi terkontrol untuk mendapat persetujuan vaksinasi dari dokter yang merawat.

  1. Tidak sesuai usia Sesuai anjuran pemerintah

Orang yang mendapat vaksin COVID-19 adalah kelompok usia 18+ tahun. Artinya, mereka yang diluar kelompok tersebut seperti anak-anak, belum boleh menerima vaksin.

  1. Memiliki riwayat autoimun

  2. Penyintas COVID-19

  3. Wanita hamil dan menyusui

Dalam pelaksanaannya, masyarakat diharap tidak perlu ragu mengikuti vaksinasi Covid-19. Mengingat vaksin ini sangat berperan dalam mencegah masyarakat terinfeksi Covid-19. Dalam proses vaksinasi, konsultasi dengan petugas kesehatan tetap perlu dilakukan agar manfaat vaksin bisa dirasakan secara optimal oleh penerima vaksin dan kedepannya vaksinasi mampu membentuk kekebalan kelompok (herd immunity) dalam masyarakat. Dengan terciptanya masyarakat yang memiliki ketahanan terhadap Covid-19, maka seluruh masyarakat Indonesia akan mendapatkan dampak positif dari sisi ekonomi dan sosial karena roda perekonomian dapat berjalan normal kembali.

Referensi:

Kemenkes RI. 2021. Seputar Pelaksanaan Vaksin COVID-19. Diakses pada 4 Juli 2020 pukul 06.57 WIB. Diakses melalui: //kesmas.kemkes.go.id/assets/uploads/contents/others/FAQ_VAKSINASI_COVID__call_center.pdf

Satuan Tugas Penanganan Covid-19. 2021. Peta Sebaran Covid-19. Diakses pada 4 Juli 2021 pukul 08.15 WIB. Diakses melalui: //covid19.go.id/peta-sebaran

Aditama, Tjandra Yoga. 2020. Covid-19 dalam Tulisan Prof. Tjandra. Jakarta: Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (LBP). Diakses pada 4 Juli 2021 pukul 08.25 WIB. Diakses melalui: //repository.litbang.kemkes.go.id/3934/1/Buku_Prof_Tjandra_Fullpages.pdf

Kemenkes RI. 2021. Paket Advokasi Vaksinasi Covid-19. Diakses pada 4 Juli 2021 pukul 08.28 WIB. Diakses melalui: //covid19.go.id/storage/app/media/Materi%20Edukasi/2021/Januari/paket-advokasi-vaksinasi-covid-19-16f08012021small.pdf

Kemenkeu RI. 2021. Kenali Vaksinnya, Rasakan Manfaatnya. Diakses pada 5 Juli 2021 pukul 07.26 WIB. Diakses melalui: //www.djkn.kemenkeu.go.id/kanwil-jakarta/baca-artikel/13788/Kenali-Vaksinnya-Rasakan-Manfaatnya.html

Oleh: Keluarga PHBS 16 Tahun 2021

Untuk memutus rantai penularan Coronavirus, kita perlu menerapkan physical distancing. Oleh karena itulah, pemerintah mengimbau untuk berada di rumah saja. Namun, ternyata hal ini bisa memicu krisis identitas atau memengaruhi kesehatan mental pada beberapa orang lho Gengs. Yuk, kenali berbagai penyebab krisis identitas di tengah pandemi seperti saat ini!

Penyebab Krisis Identitas di Tengah Pandemi

Seperti yang diketahui, selama program physical distancing kita dianjurkan untuk membatasi jarak satu sama lain, menghindari keramaian, dan melakukan berbagai aktivitas seperti belajar dan bekerja dari rumah. Situasi seperti ini membatasi ruang gerak seseorang dalam beraktivitas atau menghapus elemen-elemen kunci dalam hidup orang tersebut sehingga dapat menyebabkan krisis identitas. Psikolog dari University of Arts London, Dr. Paul Marsden pun menjelaskan alasan di balik krisis identitas yang bisa saja dialami beberapa orang selama pandemi ini. “Identitas yang positif didorong oleh tiga hal, yaitu rasa atas otonomi atau kepentingan, keterkaitan satu sama lain, dan kompetensi. Ketiga hal ini dalam psikologi disebut ARC of happiness,” jelas Dr. Paul.

Paul Marsden pun menambahkan, pandemi yang mengharuskan kita untuk tetap berada di rumah dapat memengaruhi ketiga elemen tersebut. Rasa atas otonomi misalnya, berhubungan dengan kebebasan diri, kendali, serta pilihan yang bisa membuat frustrasi seseorang jika kebebasan dan pilihannya dibatasi. Selain itu, rasa keterkaitan satu sama lain yang berkaitan dengan relasi, kepedulian, dan afiliasi akan menyebabkan seseorang frustrasi jika physical atau social distancing diterapkan. Terakhir, rasa atas kompetensi yang berhubungan dengan prestasi dan keberhasilan akan membuat seseorang frustasi jika ia merasa tidak kompeten untuk menghadapi hal tersebut.

Lantas, Apakah Sebenarnya Krisis Identitas Diri?

Rebecca Lockwood, pakar hipnosis asal Inggris menjelaskan apa itu krisis identitas yang bisa saja dialami oleh beberapa orang selama pandemi Coronavirus dan alasan krisis itu terjadi. Menurutnya, seseorang mengalami krisis identitas saat ia merasa bingung dengan apa yang disukai dan tidak disukai dan mulai merasa seolah-olah tidak yakin siapa dirinya dan apa yang diinginkan dalam hidup. “Orang-orang dengan krisis identitas ini akan terus-menerus bertanya pada diri mereka sendiri dan merasa tidak aman,” ungkapnya. Ia menambahkan, hal ini biasanya terjadi saat seseorang mengalami kejadian yang emosional, seperti patah hati, berakhirnya hubungan, mengetahui dirinya akan menjadi orang tua, atau harus menghadapi situasi lockdown yang diharuskan tetap di rumah saja.

Psikolog asal Inggris, Dr. Rachel M. Allan mengatakan alasan lain seseorang bisa mengalami krisis identitas. Menurutnya, pikiran kita sendiri yang terdistraksi dengan aktivitas harian selama pandemi Coronavirus ini dapat menjadi alasan di balik krisis identitas tersebut. “Pikiran kita disibukkan dengan tugas, tanggung jawab, dan rencana dan menyebabkan banyak ‘gangguan’ internal. Saat hal-hal tersebut dihilangkan dan ‘gangguan’ tersebut hilang, ini yang akan membuat diri kita bertanya-tanya siapa diri kita dalam kondisi yang ‘tenang’,” jelas Dr. Rachel. Psikolog asal Inggris itu pun menyarankan untuk tidak khawatir dan jangan langsung berpikir untuk menghilangkan ‘gangguan’ dalam pikiran kita. “Jika kita kehilangan sesuatu atau terpisah dari sesuatu yang membuat kita tidak nyaman, ini sebenarnya pertanda bahwa hal tersebut penting bagi kita,” ujarnya. Namun, Dr. Rachel menyebut, hal tersebut memungkinkan kita untuk mengenali berbagai hal dalam hidup yang berarti untuk kita. “Jika kita lantas bisa memilih untuk bertindak dengan apa yang penting bagi kita, hidup kita akan lebih bermakna dan lebih puas dalam jangka panjang,” tutupnya. Ternyata, selama melakukan physical distancing kesehatan mental siapa pun bisa terpengaruh dan bahkan menyebabkan krisis identitas ya Gengs. Krisis identitas ini bisa ditandai dengan perasaan bingung dengan apa yang disukai dan tidak disukai serta seolah-olah mulai tidak yakin dengan dirinya dan apa yang diinginkan dalam hidup.

Referensi

Metro UK. 2020. Why some people experiencing a crisis of identity in lockdown.

Oleh: Keluarga PHBS 18 Tahun 2021

Pandemi Covid-19 yang sudah terjadi selama lebih dari setahun ini telah banyak membuat banyak negara kewalahan khususnya di Indonesia. Banyak faktor yang membuat pandemi ini sulit untuk diselesaikan sehingga kasus positif terus meningkat. Salah satunya adalah kurangnya kedisiplinan masyarakat dalam menjaga protokol kesehatan. Hal yang menjadi masalah selanjutnya adalah gejala-gejala yang dialami oleh penyintas, mulai dari gejala ringan hingga gejala berat. Timbulnya gejala adalah akibat dari sistem imun yang kurang kuat sehingga pertahanan tubuh selanjutnya adalah dengan menimbulkan respon tubuh atau gejala tersebut, seperti demam, anosmia atau hilangnya indra penciuman, ageusia atau hilangnya indra pengecapan, dan lain-lain. Oleh karena itu, kami akan menjelaskan beberapa cara untuk meningkatkan sistem imun tubuh sehingga dapat melawan serangan Covid-19.

Membiasakan mencuci tangann sebelum dan sesudah makan, setelah bermain di luar rumah, dan setelah memegang sesuatu benda atau hewan. Menjaga Kesehatan tubuh juga seperti mandi minimal 2 kali dalam sehari.

Asupan nutrisi juga menjadi salah satu cara meningkatkan imun di dalam tubuh kita, dengan makan makanan yang bergizi.

  1. Mengkonsumsi air yang cukup

Idealnya mengkonsumsi 8 gelas air sehari, karena tubuh kita membutuhkan air untuk menghindari dehidrasi. Saat tubuh mengalami dehidrasi akibat kurang minum, Anda bisa kehilangan fokus.

Seseorang dianjurkan untuk memiliki waktu yang cukup untuk istirahat kurang lebih 8 jam. Seseorang yang memiliki waktu tidur cukup dapat melakukan pemulihan tubuh setelah beraktivitas sehingga ketika bangun kembali tubuh siap untuk digunakan untuk berkativitas. Lain hal dengan seseorang yang kurang istirahatnya dan sering melakukan begadang. Kebiasaan buruk tersebut membuat tubuh lemah dan tidak siap melakukan aktivitas sehingga daya tahan tubuh menjadi lemah. Hal tersebut tentunya memungkinkan tubuh untuk mudah terserang covid-19.

Aktif bergerak salah satunya dapat dilakukan dengan berolahraga rutin. Hal ini dapat mengoptimalkan laju metabolisme tubuh. Jika metabolisme tubuh optimal maka tubuh dapat menyerap energi yang diperlukan dan membuang sisa-sisa metabolism yang tidak diperlukan serta racun-racun dalam tubuh. Berolahraga juga dapat menjaga kekebalan sistem imun tubuh sehingga dapat melakukan perlawanan terhadap virus atau bakteri yang menyerang.

Berpikir positif sangat penting untuk kesehatan. Pikiran buruk kepada orang lain dan orang-orang di sekitar kita membuat kita stres, sehingga dapat mempengaruhi kesehatan fisik kita.

Itulah cara meningkatkan imun di masa pandemi Covid-19. Sudahkan kamu melakukan aktivitas diatas?

Referensi

Dyna Apriany., SKp., MKep. 2020. Cara Alami Meningkatkan Daya Tahan Tubuh Pada Anak Pada Masa Pandemi Covid19. Diakses pada 5 Juli 2021 //stikesayani.ac.id/kepd3/artikel/detail/cara-alami-meningkatkan-daya-tahan-tubuh-pada-anak-pada-masa-pandemi-covid-19

Oleh: Keluarga PHBS 18 Tahun 2021

Pandemi sendiri berarti kondisi pada suatu penyakit yang sudah menyebar secara cepat dan merata ke seluruh dunia dengan tingkat infeksi yang tinggi, dari artinya tersebut dapat diisyaratkan bahwa kondisi lingkungan saat tersebut dalam status sedang tidak baik-baik saja bahkan dapat berarti bahaya. Dalam ilmu epidemiologi sendiri terdapat teori segitiga epidemiologi yang dimana terdapat hubungan antara host, agent, dan enviroment dalam memengaruhi tingkat kesehatan seseorang. Pada kondisi pandemi menunjukkan hubungan yang tidak baik karena terdapat variabel dari teori tersebut yang condong ke arah yang tidak baik bagi host/manusia atau condong dalam menguntungkan bagi agent penyakit.

Dari adanya keadaan rentan terkena penyakit tersebut maka diharapkan kondisi host/manusia siap dan kuat untuk menghadapi kondisi pandemi Covid-19, hal-hal seperti mengikuti protokol kesehatan, berolahraga cukup, mengonsumsi dan memenuhi nutrisi makro dan mikro yang cukup merupakan upaya yang bisa dilakukan manusia untuk meningkatkan kualitas kesehatannya di tengah masa pandemi ini.

Pada keadaan yang seperti saat ini banyaknya ahli kesehatan dan nutrisi tubuh yang menyarankan bagi setiap orang untuk dapat mengonsumsi mikronutrien tambahan bagi tubuh yang dimana berguna untuk membentuk kondisi tubuh yang siap dan kuat tersebut, terdapat berbagai mikronutrien yang dapat dikonsumsi dan membantu tubuh seperti:

Vitamin C

Vitamin C merupakan salah satu jenis vitamin yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh maka untuk memenuhi kebutuhan vitamin C harian didapati dari buah-buahan, sayur-sayuran, hingga suplemen tambahan bagi tubuh, vitamin C sendiri bermanfaat meningkatkan penyerapan zat besi yang dimana dapat membantu dalam reaksi metabolisme untuk menghasilkan energi, meningkatkan daya tahan tubuh, membantu sistem kekebalan tubuh dan manfaat lainnya. Dalam kondisi normal dosis vitamin C harian yang disarankan oleh tenaga kesehatan bagi orang dewasa adalah 500 mg.

Vitamin D

Vitamin D merupakan salah satu vitamin yang unik karena tubuh manusia sejatinya dapat menyintesis vitamin D di kulit dengan bantuan dari sinar matahari langsung/sinar UV. Namun, tidak selalu semua orang dapat merasakan sinar matahari langsung tersebut maka untuk memenuhi kebutuhan vitamin D tersebut bisa didapati dari mengonsumsi makanan seperti ikan, jamur, kedelai, telur, hingga suplemen tambahan. Vitamin D diketahui bermanfaat dalam penyerapan kalsium, meningkatkan imunitas melawan infeksi, serta berkaitan juga dengan aktivitas sistem imun tubuh. Dalam kondisi normal bagi orang dewasa disarankan memenuhi kadar vitamin D harian yaitu sekitar 600 IU.

Vitamin E

Vitamin E juga termasuk dalam jenis vitamin yang tidak dapat diproduksi sendiri oleh tubuh manusia maka untuk memenuhi kebutuhan vitamin E harian didapati dari sayur, buah-buahan, kacang-kacangan, hingga suplemen tambahan tubuh. Vitamin E diketahui bermanfaat dalam mengurangi kerusakan sel serta memelihara kulit dan sel darah manusia. Dalam kondisi normal dosis vitamin E harian bagi orang dewasa adalah 15 mg.

Zink

Zink merupakan salah satu mikronutrien terpenting dalam tubuh yang dimana pada kasus kekurangan kadar zink dalam tubuh manusia pada negara berkembang menyebabkan tingkat kematian yang tinggi. Zink diketahui berperan dalam mengatur sistem imun, mengaktifkan limfosit T, serta membantu kerja dari beberapa enzim dalam tubuh. Dalam memenuhi kebutuhan zink harian tersebut didapati dari mengonsumsi daging-dagingan, kacang-kacangan, hingga tablet penambah dengan dosis normal bagi dewasa adalah 50 mg.

Mikronutrien porsinya memang tidak banyak dalam tubuh namun sangat penting bagi kelancaran reaksi-reaksi dalam tubuh manusia, dalam hal kadar dosis tiap mikronutrien tidaklah selalu sama terlebih bagi mereka yang memiliki penyakit-penyakit genetik dan penyakit defisiensi lainnya sehingga diperlukan juga informasi dan pendamping dari tenaga ahli bagi kasus-kasus tertentu. Pemenuhan kebutuhan vitamin dan zink tersebut termasuk juga dalam hal pencegahan penyakit terutama pada masa pandemi Covid-19 saat ini.

Referensi:

Louisa, Melva dan Paramita. 2017. Berbagai Manfaat Vitamin D. //103.13.36.125/index.php/CDK/article/view/720/483

Salsabila, Neil dkk. 2019. Nutrisi Pasien Thalassemia. //juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/2316/2283

Ramaiah, Pushpamala dkk. 2020. Battle with COVID-19: Role of Vitamin D and Zinc as a Preventive Strategy. //www.journaljpri.com/index.php/JPRI/article/view/30750/57694

Oleh: Keluarga PHBS 10 Tahun 2021

COVID-19 yang ditetapkan oleh WHO pada 11 Maret 2020 sebagai pandemi tak kunjung usai, sampai saat ini penderita COVID-19 terus bertambah. Kali ini Indonesia dihadapi oleh gelombang kedua corona yang mana varian terbarunya lebih cepat menular menurut para ahli. Disamping itu, tentu berbagai upaya memutus rantai virus corona sudah dilakukan, selain pencegahan penyebaran virus corona melalui 6M, salah satu upaya menanggulangi angka positif COVID-19 pun dengan melakukan vaksinasi COVID-19 yang dianjurkan oleh pemerintah.

Vaksinasi merupakan pemberian vaksin ke dalam tubuh seseorang untuk membetuk imunitas dan memberikan kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit. Sehingga vaksin COVID-19 ini akan menciptakan antibodi pada tubuh seseorang untuk mengurangi aktivitas virus corona didalam tubuh, dengan begitu gejala ataupun kesakitan yang didapat jika terkena virus corona akan lebih ringan.

Pentingnya melakukan vaksinasi COVID-19 di Indonesia dengan meratanya pemberian vaksin pada seluruh masyarakat Indonesia akan memutus rantai penularan penyakit dan dapat menghentikan wabah. Sehingga penting bagi masyarakat untuk berkontribusi pada vaksinasi di Indonesia saat ini. Menurut website resmi penanganan COVID-19, penerima vaksin pertama sudah mencapai 707.429 orang dan totalnya melebihi 30 juta orang atau 30.891.821 orang.

Di Indonesia sendiri sudah terdapat berbagai macam merk vaksin. Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01/07/Kemenkes/12758/2020, ada tujuh vaksin yang akan digunakan, yaitu vaksin yang diproduksi PT Bio Farma, AstraZeneca, Sinopharm, Moderna, Novavac, Prizer/Biontech, dan Sinovac. Namun saat ini baru Sinovac, AstraZeneca, dan Sinopharm yang sudah digunakan dan sangat mungkin akan bertambah jenisnya di masa depan.

Vaksin yang sudah disuntikkan ke tubuh kita tentunya membutuhkan waktu untuk bekerja agar efektif mencegah terpapar virus COVID-19. Vaksinasi tidak sepenuhnya membuat masyarakat terhindar dari infeksi virus Corona. Namun, masyarakat yang telah mendapat vaksinasi dan terpapar virus tidak akan mengalami gejala yang berat. Vaksin Astrazeneca dapat mencegah rawat inap yang disebabkan varian delta sebanyak 92% dan tidak menunjukkan adanya kematian. Sedangkan pemberian 2 dosis vaksin sinovac dapat mencegah 94-96% risiko COVID-19. Vaksin sinopharm sebanyak 2 dosis dapat melindungi 97% orang dari risiko virus Corona. Maka dari itu, vaksinasi lengkap sangat disarankan karena vaksinasi dosis pertama belum cukup melindungi tubuh kita.

Menurut UNICEF, ada beberapa kiat menjaga kesehatan sesudah vaksinasi. Setelah disuntik vaksin, masyarakat biasanya diminta untuk mengikuti prosedur pemantauan dengan menunggu di lokasi vaksinasi sekitar 15-30 menit untuk memastikan tidak ada reaksi yang bersifat segera. Masyarakat harus tetap antisipasi terhadap reaksi vaksin. Kekebalan tubuh dapat terbangun tanpa reaksi, namun ada juga yang mengalami gejala KIPI umum, yaitu:

  • Rasa pegal di area sekitar suntik,

  • Demam ringan,

  • Rasa lelah,

  • Sakit kepala,

  • Pegal otot atau sendi,

  • Menggigil, dan

  • Diare.

Apabila gejala diatas dirasakan pasca vaksinasi, maka hal-hal yang harus dilakukan adalah:

  • Tetaplah tenang.

  • Kompres dengan air dingin pada area yang nyeri, bengkak, atau kemerahan di tempat suntikan.

  • Perbanyak minum air putih dan istirahat.

  • Minum obat sesuai anjuran petugas kesehatan.

  • Bersabar karena seseorang dapat dikatakan vaksinasi setidaknya 2 minggu setelah dosis lengkap.

  • Menjaga diri dan orang lain dengan tetap mengikuti protokol kesehatan—hindari kerumunan, menjaga jarak, rajin mencuci tangan, dan selalu memakai masker di luar rumah.

  • Apabila gejala berlangsung lebih dari tiga hari atau mengalami gejala yang lebih berat, segera hubungi petugas kesehatan.

Referensi:

//www.unicef.org/indonesia/id/coronavirus/hal-hal-yang-perlu-diketahui-sebelum-saat-dan-setelah-menerima-vaksin-covid-19

//covid19.go.id/p/berita/vaksin-teruji-mampu-beri-perlindungan-terhadap-varian-baru

//kesmas.kemkes.go.id/assets/uploads/contents/others/FAQ_VAKSINASI_COVID__call_center.pdf

Oleh: Keluarga PHBS 10 Tahun 2021

Kasus COVID-19 teridentifikasi di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020 (Kompas, 2020). Terhitung dari tanggal 2 Maret 2020 hingga sekarang berarti sudah lebih dari 1 tahun COVID-19 mewabah di Indonesia. Dalam waktu yang lama tersebut, sebelumnya pemerintah menghimbau kepada masyarakat agar tetap di rumah untuk mengatasi penyebaran COVID-19 (Liputan 6, 2020). Kegiatan yang biasa dilakukan di luar semakin terbatasi yang artinya aktivitas juga semakin berkurang jika pada saat di rumah kurang melakukan aktivitas. Dampak lainnya seperti asupan dan pola makan menjadi tidak terkontrol (Kompas, 2020). Kedua hal tersebut bisa memicu masalah kesehatan seperti obesitas dan Penyakit Jantung Koroner (PJK).

Obesitas umumnya meningkat karena kebiasaan seseorang mengkonsumsi makanan lebih dari jumlah energi yang dibutuhkan (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Untuk mengetahuinya dapat menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT) dan mengukur lingkar perut. IMT gemuk (kelebihan berat badan tingkat ringan) berdasarkan klasifikasi Nasional adalah 25,1-27 kg/m2, sedangkan gemuk (kelebihan berat badan tingkat berat) > 27 (Kementerian Kesehatan, 2019). Etnis melayu dan Asia terindentifikasi obesitas apabila lingkar perut > 90 cm untuk pria dan > 80 cm untuk wanita. Faktor yang menyebabkan obesitas salah satunya adalah lingkungan yaitu pola makan dan pola aktivitas fisik. Jumlah asupan energi yang berlebihan dapat menyebabkan berat badan berlebih dan obesitas. Jenis makanan yang mempunyai kepadatan energi yang tinggi (tinggi gula, lemak, dan kurang serat) dapat menyebabkan ketidakseimbangan energi. Kekurangan aktivitas fisik juga menyebabkan energi yang dikeluakan menjadi tidak maksimal sehingga berisiko meningkatkan obesitas (Kementerian Kesehatan RI, 2018), dan dari obesitas dapat meningkatkan risiko terkena PJK (Utami and Azam, 2019).

Gaya hidup yang tidak sehat meningkatkan risiko PJK karena dapat menyababkan penumpukan plak pada pembuluh darah jantung. Kebiasaan makan-makanan tidak sehat, seperti mengonsumsi lemak jenuh atau trans dan karbohidrat dalam jumlah yang tinggi menyebabkan kelebihan berat badan dan obesitas, kolesterol, darah tinggi, aterosklerosis, dan penumpukan plak di arteri jantung. Apabila tidak secara aktif melakukan aktivitas fisik akan memperburuk faktor risiko penyakit jantung lainnya tersebut (National Hearth, Lung, and Blood Institute, 2019).

Pembatasan kegiatan saat pandemi COVID-19 dalam melakukan aktivitas fisik di luar bukan menjadi suatu masalah untuk melakukan aktivitas fisik di rumah. Rekomendasi aktivitas fisik yang dapat diakukan di rumah yaitu dengan berjalan santai di depan teras rumah, melakukan pekerjaan rumah seperti, mengangkat beban berat, dan workout (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Mengatur pola makan dapat dengan menjadwalkannya dan berpedoman isi piringku sekali makan yang di rekomendasikan kemenkes yaitu 1/8 lauk-pauk, 1/8 buah-buahan, 3/8 sayuran,dan 3/8 makanan pokok (Kementerian Kesehatan RI, 2018).

Referensi

Kementerian Kesehatan RI. (2018). ‘Epidemi Obesitas’ Diakses tanggal 3 Juli 2021 pada //p2ptm.kemkes.go.id/dokumen-ptm/factsheet-obesitas-kit-informasi-obesitas

Kementerian Kesehatan RI. (2018). ‘Isi Piringku Sekali Makan’. Diakses tanggal 3 Juli 2021 pada //www.p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/obesitas/page/14/isi piringku-sekali-makan

Kementerian Kesehatan. (2018). ‘Aktivitas Fisik Ringan’. Diakses pada tanggal 12 April 2021 dari //p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/obesitas/aktivitas-fisik-ringan

Kementerian Kesehatan. (2018). ‘Aktivitas Fisik Sedang’. Diakses pada tanggal 12 April 2021 pada //www.p2ptm.kemkes.go.id/infographicp2ptm/obesitas/page/33/aktivitas-fisik-sedang

Kementerian Kesehatan. (2018). ‘Aktivitas Fisik Berat’. Diakses pada tanggal 12 April 2021 pada //p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/obesitas/aktivitas-fisik-berat

Kementerian Kesehatan RI. (2019). ‘Tabel Batas Ambang indeks Massa tubuh (IMT)’. Diakses tanggal 3 Juli 2021 pada //p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/obesitas/tabel-batas-ambang-indeks-massa-tubuh-imt

Kompas. (2020). ‘Diumumkan Awal Maret, Ahli: Virus Corona Masuk Indonesia dari Januari’. Diakses tanggal 3 Juli 2021 pada //www.kompas.com/sains/read/2020/05/11/130600623/diumumkan-awal-maret-ahli--virus-corona-masuk-indonesia-dari-januari

Kompas. (2020). ‘Karantina di Rumah Bisa Picu Perubahan Pola Makan, Apa yang Harus Diperhatikan?’ Diakses tanggal 3 Juli 2021 pada //www.kompas.com/tren/read/2020/03/29/132905165/karantina-di-rumah-bisa-picu-perubahan-pola-makan-apa-yang-harus

Liputan 6. (2020). ‘Imbauan Jokowi terkait Covid-19, dari Kerja dari Rumah hingga Ingatkan Social Distancing’. Diakses tanggal 3 Juli 2021 pada //www.liputan6.com/news/read/4202629/imbauan-jokowi-terkait-covid-19-dari-kerja-dari-rumah-hingga-ingatkan-social-distancing

National Hearth, Lung, and Blood Institute. (2019). ‘Coronary Heart Disease’. Diakses tanggal 3 Juli 2021 pada //www.nhlbi.nih.gov/health-topics/coronary-heart-disease

Utami, N. L. and Azam, M. (2019) ‘Kejadian Penyakit Jantung Koroner pada Penderita Diabetes Mellitus’, HIGEIA (Journal of Public Health Research and Development), 3(2), pp. 311–323. Available at: //journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia/article/view/23692/13487.

Oleh: Keluarga PHBS 7 Tahun 2021

Sejak pertama kali dinyatakan sebagai pandemi pada Maret 2020, kasus Covid-19 terus menunjukkan peningkatan yang signifikan. Berdasarkan data Worldometer, sampai dengan tanggal 2 Juli 2021 kasus Covid-19 secara global telah mencapai angka 183 juta kasus. Sementara itu, negara Indonesia menempati urutan ke 17 di dunia dengan jumlah kasus terkonfirmasi sebanyak 2,2 juta. Terdapat beberapa tanda dan gejala umum yang dialami oleh orang yang terinfeksi Covid-19, seperti batuk, demam, kelelahan, sesak napas, sampai dengan gejala khusus seperti hilang indra pembau dan perasa.

Seiring dengan pertambahan kasus, coronavirus sudah mulai bermutasi menghasilkan varian-varian baru yang tingkat penularannya lebih tinggi. Salah satu varian yang banyak ditemukan di beberapa wilayah di Indonesia adalah varian delta. Berbeda dengan varian sebelumnya, atau yang dikenal sebagai varian awal yang berasal dari Wuhan memiliki nilai Ro 3 yang berarti satu orang yang terinfeksi, dapat menularkan kepada 3 orang lain. Kali ini varian delta memiliki nilai Ro 5-8 yang dapat diartikan satu orang yang terinfeksi, dapat menularkan kepada 5 sampai 8 orang lain. Selain daya tular yang lebih tinggi, masa inkubasi virus pun mengalami perubahan. Masa inkubasi pada varian Wuhan adalah dua minggu, namun varian delta memiliki memiliki masa inkubasi yang lebih lama, yaitu tiga minggu.

Adapun pencegahan Covid-19 menurut Kemenkes RI yang semula hanya 3M, yaitu memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak, kini bertambah menjadi 5M. Dua bentuk pencegahan yang ditambahkan adalah menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas. Himbauan untuk menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas perlu untuk diterapkan karena dengan semakin sering bertemu orang lain dan menghabiskan waktu di luar rumah, maka risiko untuk terpapar Covid-19 pun semakin besar. Oleh karena itu, pencegahan 5M tersebut harus dilakukan untuk menekan penyebaran dan penularan virus ini. Selain itu, melakukan vaksinasi juga menjadi salah satu upaya untuk mencegah penularan Covid-19. Vaksinasi Covid-19 bertujuan untuk membentuk herd immunity.

Upaya mencegah laju penularan virus corona adalah dengan mendukung strategi 3T (testing, tracing, treatment). Adapun maksud dari mendukung 3T tersebut adalah: bersedia melakukan testing atau pengecekan kesehatan melalui rapid test dan tes swab jika diperlukan; membuka diri terhadap proses tracing atau penelusuran kontak kasus positif, serta segera menjalani treatment atau perawatan dengan benar apabila merasakan gejala Covid-19. Selain penerapan protokol kesehatan secara disiplin, pelaksanaan 3T secara terus-menerus atau bahkan ditingkatkan, merupakan upaya yang efektif untuk mengendalikan penyebaran Covid-19.

Melalui pelaksanaan dan peningkatan kapasitas 3T, maka pemerintah bisa melakukan pemetaan penyebaran Covid-19 secara akurat. Dengan data-data yang akurat itu, pemerintah bisa lebih fokus dalam upaya pengendalian Covid-19, terutama di 10 provinsi prioritas. Pelaksanaan 3T juga menjadi sangat penting ketika pemerintah melakukan pelonggaran kegiatan masyarakat melalui kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi, seperti yang dilakukan di DKI Jakarta.

Merebaknya virus Covid-19 tentunya membawa dampak positif dan negatif di berbagai bidang dalam kehidupan di Indonesia. Salah satunya yaitu di bidang ekonomi, Adapun dampak yang telah dialami di bidang perekonomian Indonesia diantaranya yaitu, lebih dari 1,5 juta pekerja yang dirumahkan dan terkena PHK, sebanyak 90% yang dirumahkan dan 10% terkena PHK; terjadinya inflasi atau peningkatan harga secara umum dan terus menerus seperti halnya di bulan Maret 2020 mencapai 2,96%; impor triwulan I 2020 mengalami penurunan mencapai 3,7%; sebanyak 12.703 penerbangan di 15 bandara mengalami pembatalan keberangkatan sepanjang januari-maret 2020; menurunnya kunjungan turis mencapai 6.800 per hari, terutama turis yang berasal dari cina; angka kehilangan pendapatan pada sektor pelayanan udara mencapai 207 miliar; dan terjadinya penurunan okupansi pada 6 ribu hotel sampai 50% tentunya hal ini dapat berpotensi kehilangan devisa pariwisata Indonesia dapat mencapai setengah dari tahun lalu.

Referensi:

Kawal Covid-19. 2021. Delta Varian: Kamu Harus Tahu. Diakes dari //kawalcovid19.id/content/1980/kamu-harus-tahu-varian-delta pada 3 Juli 2021 pukul 12.49 WIB.

Kemenkes RI. 2020. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (Covid-19) Revisi ke-5. Jakarta: Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes RI.

Kemenkes RI. 2021. 5 M Di Masa Pandemi Covid 19 Di Indonesia. Diakses dari //www.padk.kemkes.go.id/article/read/2021/02/01/46/5-m-dimasa-pandemi-covid-19-di-indonesia.html pukul 17.39 WIB.

S. Hanoatubun. 2020. Dampak Covid-19 Terhadap Perekonomian Indonesia. Jurnal Education 2(1). Diakses dari //ummaspul.e-journal.id/Edupsycouns/article/view/423.

Worldometer. 2021. Covid-19 Coronavirus Pandemic. Diakses dari //www.worldometers.info/coronavirus/ pada 2 Juli 2021 pukul 14.20 WIB.

Oleh: Keluarga PHBS 7 Tahun 2021

Merokok merupakan suatu kebiasaan seseorang yang sudah tidak asing lagi kita temukan dalam kehidupan sehari-hari, hampir setiap saat kita dapat dengan mudahnya berjumpa dengan orang-orang yang sedang merokok. Kita dapat dengan mudah bertemu dengan seseorang yang sedang merokok di tempat umum, seperti tempat kerja, angkutan umum, pasar, serta tempat belajar mengajar seperti sekolah dan kampus.

Merokok biasa dimulai saat usia muda. Banyak anak muda berpikir bahwa merokok di usia muda akan membuatnya terlihat dewasa. Ini merupakan kebiasaan buruk yang harus dihentikan karena tidak memiliki manfaat sama sekali. Biasanya merokok dilakukan orang banyak dengan alasan yang berbeda-beda. Banyak orang yang menganggap bahwa rokok ini menimbulkan rasa senang, meningkatkan mood dan konsentrasi. Rokok mengandung tembakau dan bahan kimia seperti nikotin. Nikotin ini jenis bahan kimia yang adiktif. Selain itu, nikotin juga bisa menyebabkan kecanduan dengan waktu yang sangat lama. Tidak hanya itu, di dalam rokok juga terdapat tar yang bisa menyebabkan penyakit kanker. Masih banyak zat yang terkandung di dalam rokok yang menimbulkan kerugian. Di Samping rokok, asap rokok juga mengandung sekitar 4000 bahan kimia dan diketahui lebih dari 40 menyebabkan kanker (AllAnswer, 2020).

Ada banyak dampak negatif yang dapat ditimbulkan akibat merokok, seperti terganggunya kesehatan, sosial, maupun psikologis yang bisa menimbulkan bahaya pada kehidupan manusia. Tidak hanya mempertaruhkan nyawa sendiri, tapi juga nyawa orang lain yang menghirup asapnya. Merokok bisa dibilang sebagai salah satu masalah kesehatan masyarakat. Merokok menyebabkan lebih dari 25 penyakit yang sebagian besar mengancam kehidupan (AllAnswer, 2020). Setiap tahunnya banyak orang yang meninggal karena merokok.

Dampak dari merokok banyak, ada yang short term atau jangka pendek maupun long term atau jangka panjang. Efek merokok jangka pendek ini bisa berupa peningkatan denyut nadi, peningkatan tekanan darah, tumpulnya indera perasa dan penciuman, berkurangnya nafsu makan dan produksi urin, adanya penurunan aliran darah, peningkatan karbon monoksida di paru dan aliran darah yang menyebabkan pusing dan mual, pengurangan aktivitas otak dan sistem saraf, dan bau asap di sekeliling tubuh (PMI, 2018).

Sedangkan, efek merokok jangka panjang seperti noda di jari dan gigi, kulit ada kerutan, penurunan aliran darah yang meningkatkan pengerasan dan penyempitan pembuluh darah, meningkatnya jumlah infeksi saluran pernapasan yang bisa menyebabkan radang paru, sesak nafas dan batuk, peningkatan risiko terkena penyakit jantung koroner dan serangan jantung, dan lain-lain (Kemenkes RI, 2017). Selain itu, perokok tidak hanya membahayakan diri sendiri, namun juga membahayakan orang disekitarnya. Seperti contoh, perokok pasif yaitu anak-anak ketika menghirup asap rokok. Dengan itu, anak-anak bisa terganggu dalam kemampuan kognitifnya. Paparan merokok pada anak-anak sudah banyak diteliti dan menjadi isu penting yang harus diselesaikan untuk menjaga kesehatan anak-anak (AllAnswer, 2020). Banyak penyakit lain akibat merokok yang sangat berbahaya jika merokok kerap dilakukan terus menerus seperti kanker, penyakit pembuluh darah, amputasi, hingga peradangan dan berbagai gangguan (Kemenkes RI, 2017).

Simpulannya merokok ini berbahaya bagi diri sendiri maupun orang di sekitar. Selain itu tidak ada batasan yang aman untuk jumlah rokok yang dikonsumsi, artinya berapapun jumlah rokok yang dikonsumsi akan tetap menimbulkan bahaya bagi kesehatan. Sehingga, orang yang memutuskan untuk tetap merokok telah meningkatkan peluang terkena banyak penyakit. Merokok harus dihentikan karena penyakit akibat merokok dapat menyebabkan kematian. Sudah saatnya berkata tidak untuk merokok. Dengan berhenti merokok kita dapat meminimalisir dampak negatif yang ada dan hidup akan lebih sehat.

Referensi:

All Answer Ltd. (2020). The Harmful Effects Of Smoking Health And Social Care Essay. Nursingessay.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Hidup Sehat Tanpa Rokok. Kementrian Kesehatan Indonesia, ISSN 2442-7659, 06–07. Diakses dari //p2ptm.kemkes.go.id/uploads/VHcrbkVobjRzUDN3UCs4eUJ0dVBndz09/2017/11/Hidup_Sehat_Tanpa_Rokok.pdf

PMI. (2018). Dampak Merokok terhadap Kesehatan Merokok menyebabkan penyakit serius dan kecanduan Apakah semua rokok atau sigaret berbahaya dan menimbulkan kecanduan ? Kadar Tar , Nikotin , dan Karbon Monoksida Asap Rokok Pasif.

Oleh: Keluarga PHBS 5 Tahun 2021

Indonesia mempunyai sejarah yang panjang mengenai peristiwa wabah di masa lalu seperti penyakit kolera, pes, influenza. Di masa sekarang Indonesia kembali dilanda wabah Corona Virus (2019-nCoV). Awal mula penyebaran virus ini terjadi pada tahun 2019 tepatnya pada bulan desember. Bermula di Tiongkok, Wuhan. Pada awalnya virus ini diduga akibat paparan pasar grosir makanan laut huanan yang banyak menjual banyak spesies hewan hidup. Penyakit ini dengan cepat menyebar di dalam negeri ke bagian lain China. Munculnya virus ini telah menarik perhatian global, dan Pada 30 Januari WHO telah menyatakan COVID-19 sebagai darurat kesehatan masyarakat dan menjadi perhatian internasional. Laju peningkatan jumlah kasus COVID-19 berlangsung cukup cepat dan sudah terjadi penyebaran antar negara.

Hasil ilmiah membuktikan bahwa COVID-19 dapat menular dari manusia ke manusia melalui percikan batuk/bersin (droplet). Orang yang paling berisiko tertular penyakit ini adalah orang yang kontak erat dengan pasien COVID-19 termasuk yang merawat pasien COVID-19. Tanda dan gejala umum infeksi COVID-19 termasuk gejala gangguan pernapasan akut seperti demam, batuk, dan sesak napas. Masa inkubasi rata-rata adalah 5 – 6 hari dengan masa inkubasi demam, batuk, dan sesak napas.

Untuk mencegah penyebaran dan penularan virus Corona menyebar luas ke dalam masyarakat, pemerintah membuat serangkaian langkah atau kebijakan untuk menanganinya. Salah satu langkah awal yang dilakukan oleh pemerintah yaitu mensosialisasikan gerakan Social Distancing untuk masyarakat. Langkah ini bertujuan untuk memutus mata rantai penularan pandemi COVID-19 ini karena langkah tersebut mengharuskan masyarakat menjaga jarak aman dengan manusia lainnya minimal 2 meter, tidak melakukan kontak langsung dengan orang lain serta menghindari kerumunan. Namun, pada kenyataannya langkah-langkah tersebut tidak disikapi dengan baik oleh masyarakat, sehingga jumlah kasus terus meningkat.

Di samping Gerakan social distancing, pemerintah juga memiliki langkah tegas lainnya yaitu PSBB, PPKM, penerapan protokol kesehatan, dan lain-lain. PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) merupakan contoh kebijakan yang dibuat dalam rangka menangani penyebaran virus COVID-19. Bentuk implementasi dari PSBB adalah pembatasan pelaksanaan kegiatan belajar di sekolah atau institusi pendidikan, pembatasan aktivitas bekerja di tempat kerja, pembatasan kegiatan atau aktivitas di tempat maupun fasilitas umum, pembatasan kegiatan atau aktivitas sosial dan budaya, pembatasan penggunaan transportasi.

Selanjutnya ada PPKM yang merupakan singkatan dari Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat yang merupakan bentuk penanganan terhadap COVID-19 juga. PPKM ini merambah menjadi PPKM Mikro dan PPKM Daruat yang baru saja dimulai pada tanggal 3 Juli 2021. PPKM ini meliputi penerapan work from home sebesar 50% dan work from office sebanyak 50%, kegiatan belajar mengajar tetap online namun secara bertahap dibuka untuk offline, sektor esensial dapat tetap beroperasi dengan jam operasional yang telah diatur, peraturan pembatasan orang dan jam operasional di restoran dan mall, pembatasan kapasitas seperti tempat ibadah atau fasilitas umum, transportasi umum diatur kapasitasnya dan jam operasionalnya, dan kegiatan seni sosial dan budaya maksimal 25% dengan menerapkan protocol kesehatan.

Langkah tegas pemerintah selanjutnya dalam menangani COVID-19 adalah dengan memberlakukan protokol kesehatan. Protocol kesehatan ini sangat krusial di masa pandemi ini, patut untuk terus ditaati demi menekan angka penyebaran Covid. Dengan mematuhi protokol kesehatan diharapkan penularan COVID-19 akan terminimalisir sehingga menekan angka penyebaran.

Protokol kesehatan yang ditekankan saat ini adalah 5 M yang berarti memakai masker, mencuci tangan pakai sabun, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas. Pertama adalah memakai masker yang akan melindungi diri sendiri dan melindungi orang lain. Masker akan mencegah masuknya droplet dan menahan droplet yang keluar ketika kita sedang berbicara maupun batuk, sehingga meminimalisir penularan jika kita terinfeksi. Dengan menggunakan masker, risiko penularan akan lebih rendah dibanding tidak memakai masker sama sekali.

Kedua adalah mencuci tangan pakai sabun yang sangat penting karena akan mematikan virus. Cuci tangan harus dilakukan baik sebelum dan sesudah melakukan sesuatu. Tentunya cuci tangan lebih baik dilakukan menggunakan air mengalir dan sabun. Jika tidak ada air, cuci tangan bisa menggunakan hand sanitizer yang mengandung alkohol.

Ketiga adalah keharusan untuk menjaga jarak karena virus corona dapat dijangkau dengan jarak. Droplet saat seseorang berbicara bisa mencapai jarak 2 meter dan bisa mencapai jarak 6 meter ketika bersin. Maka dari itu, jaga jarak ketika bertemu dengan orang atau ingin berbicara serta hindari jabat tangan. Keempat adalah menjauhi kerumunan. Menjauhi kerumunan ini sama dengan menjauhi keramaian. Dengan menjauhi kerumunan, maka semakin kecil kemungkinan kita terkena COVID-19. Terakhir atau yang kelima adalah mengurangi mobilitas dengan maksud tetaplah dirumah jika tidak ada hal yang mendesak.

Bentuk penanganan lainnya adalah 3 T (Testing, Tracing, Treatment). Secara bahasa, 3 T ini berarti tes, telusur, dan tindak lanjut. Tes berfungsi untuk mengetahui apakah seseorang terkena COVID-19 atau tidak. Tracing atau telusur untuk proses identifikasi, menilai, dan mengelola seseorang yang terduga terpapar COVID-19. Kemudian, tindak lanjut ini merupakan bentuk perawatan kepada orang yang memiliki gejala atau positif COVID-19.

Referensi

Alfarizi, T. (2020). 5 M Di Masa Pandemi Covid 19 Di Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. //www.padk.kemkes.go.id/article/read/2021/02/01/46/5-m-dimasa-pandemi-COVID-19-di-indonesia.html %0A%0A

Kementrian Dalam Negri Republik Indonesia. (2021). Instruksi Mendagri Tentang Perpanjangan PPKM. //covid19.go.id/storage/app/media/Regulasi/2021/Maret/SALINAN INSTRUKSI MENDAGRI TENTANG PERPANJANGAN PPKM.pdf

Pemprov DKI Jakarta. (2020). Daftar Regulasi Pembatasan Sosial Berskala Besar Provinsi DKI Jakarta - Regulasi | Satgas Penanganan COVID-19. //covid19.go.id/p/regulasi/daftar-regulasi-pembatasan-sosial-berskala-besar-provinsi-dki-jakarta

Satgas COVID-19. (2021). Pengendalian COVID-19 Dengan 3M, 3T, Vaksinasi, Disiplin, Kompak, dan Konsisten. In Satgas COVID-19. Satgas COVID-19. www.journal.uta45jakarta.ac.id

Oleh: Keluarga PHBS 5 Tahun 2021

Pandemi Covid-19 telah mengubah hampir seluruh kebiasaan hidup masyarakat Indonesia. Dimulai dari mulai diterapkannya protokol kesehatan di mana masyarakat harus senantiasa menjaga jarak dari satu sama lain ketika berada di tempat umum, penggunaan masker yang diwajibkan ketika hendak bepergian keluar rumah, dan masih banyak lagi. Pandemi Covid-19 menimbulkan dampak pada bidang-bidang kehidupan seperti bidang ekonomi, pendidikan, dan berbagai bidang lainnya. Salah satu bidang yang terkena dampak dari adanya pandemi Covid-19 ialah bidang kesehatan. Saat ini, banyak rumah sakit terisi penuh dengan pasien pengidap penyakit Covid-19. Tentunya hal itu membuat regulasi pelayanan di rumah sakit menjadi berbeda dengan sebelumnya, yaitu ketika tidak adanya pandemi Covid-19.

Salah satu penanganan penyakit yang terdampak dengan adanya pandemi Covid-19 ini ialah penyakit diabetes. Diabetes merupakan salah satu penyakit komorbid atau penyakit bawaan yang bisa membuat penderitanya menjadi kelompok rentan terhadap Covid-19. Infeksi pada pasien diabetes sangat mempengaruhi kontrol gula darah, dan kadar gula darah yang tinggi dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi atau memperburuk infeksi. Pasien diabetes memiliki insiden infeksi yang lebih tinggi, karena adanya lingkungan hiperglikemik dapat meningkatkan virulensi patogen, mengurangi produksi interleukin, dan menyebabkan disfungsi kemotaksis dan aktivitas fagositik, yang akan menyebabkan prognosis buruk pada pasien Covid-19 yang juga menderita diabetes. Infeksi virus SARS-CoV-2 pada pasien diabetes dapat menyebabkan stres metabolik yang tinggi. Pelepasan hormon glukosa darah yang tinggi juga dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah dan variasi glukosa darah yang tidak normal.

Kehadiran diabetes akan mempercepat dan memperburuk perkembangan COVID-19. Disarankan kepada penderita DMT2 (Diabetes Melitus Tipe 2) untuk meningkatkan frekuensi pengukuran glukosa darah dan menyesuaikan dosis bila kadar glukosa darah tidak mencapai target, oleh karena itu dianjurkan untuk memberikan insulin untuk mengontrol glukosa darah. Berdasarkan banyaknya pasien yang mendapat pengobatan insulin setelah pulang, ditemukan bahwa pasien COVID-19 dan diabetes rentan terhadap hipoglikemia.

Untuk mengatasi hal tersebut, perlu adanya edukasi tentang penggunaan insulin yang benar, penyesuaian dosis pelepasan dengan mempertimbangkan periode isolasi mandiri, dan pemantauan kadar glukosa darah pasien lebih sering ketika layanan medis tidak tersedia. Selain itu, anggota keluarga yang merawat pasien juga harus diedukasi dengan baik, begitu pasien menunjukkan tanda-tanda hipoglikemia dapat ditangani dengan baik sehingga meningkatkan kesehatannya. Perlu juga adanya discharge planning atau proses mempersiapkan pasien yang dirawat di rumah sakit agar mampu merawat dirinya sendiri atau melakukan perawatan mandiri pasca rawatan rumah sakit. Adanya telemedicine atau konsultasi online di mana dilakukannya praktik penggunaan teknologi untuk memberikan pelayanan kesehatan secara jarak jauh juga bisa membantu pasien diabetes yang terkena Covid-19 dan melakukan isolasi mandiri.

Referensi:

Shobri, A, Herviastuti, R, 2021. Laporan Kasus: Kejadian Hipoglikemia Pada Pasien Covid-19 Dengan Komorbid Diabetes Melitus Selama Menjalani Isolasi Mandiri. Prosiding Seminar Nasional Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diakses pada 3/7/2021 melalui link //publikasiilmiah.ums.ac.id/xmlui/handle/11617/12448

Faurin, M dkk. 2020. COVID-19 dengan Komorbid Tuberkulosis Paru dan Diabetes Melitus. Jurnal Ilmu Kesehatan Indonesia Volume 1 Nomor 3. Diakses pada 3/7/2021 melalui link //doi.org/10.25077/jikesi.v1i3.484

Oleh: Keluarga PHBS 2 Tahun 2021

Vaksinasi adalah proses di dalam tubuh, dimana seseorang menjadi kebal atau terlindungi dari suatu penyakit sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut maka tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. Sedangkan Vaksin adalah produk biologi yang berisi antigen berupa mikroorganisme atau bagiannya atau zat yang dihasilkannya yang telah diolah sedemikian rupa sehingga aman, yang apabila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu.

Vaksin bukanlah obat, vaksin mendorong pembentukan kekebalan spesifik tubuh agar terhindar dari tertular ataupun kemungkinan sakit berat. Selama belum ada obat yang defenitif untuk COVID-19, maka vaksin COVID-19 yang aman dan efektif serta perilaku 5M (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan menjaga jarak) adalah upaya perlindungan yang bisa kita lakukan agar terhindar dari penyakit COVID-19 serta adapun upaya pemerintah dalam mencegah penularan COVID-19, yaitu dengan membuat kebijakan PPKM sebagai pengganti PSBB dan mengganti perilaku 3M menjadi 5M dengan menambahkan menjauhi kerumunan dan membatasi mobilisasi dan interaksi. Selain itu, belum adanya vaksin dengan efikasi 100 persen memberikan kekebalan terhadap COVID-19 mengharuskan masyarakat untuk tetap disiplin terhadap protokol kesehatan. Efikasi menunjukkan harapan vaksin tersebut untuk menurunkan kejadian penyakit COVID-19, misalnya vaksin Sinovac yang mempunyaki efikasi sebasar 65,3% dari hasil uji klinik. Artinya, dari 100 orang divaksin masih ada kemungkinan 34,7% masyarakat bisa terinfeksi COVID-19, hanya saja mereka yang telah divaksin akan mempunyai risiko kesakitan yang lebih kecil.

Bagaimana sih cara Vaksin bisa bekerja dalam tubuh untuk melindungi kita? Vaksin adalah produk biologi yang diberikan kepada seseorang untuk melindunginya dari penyakit yang melemahkan, bahkan mengancam jiwa, setelah itu Vaksin akan merangsang pembentukan kekebalan terhadap penyakit tertentu pada tubuh seseorang, sehingga Tubuh akan mengingat virus atau bakteri pembawa penyakit, mengenali dan tahu cara melawannya.

Secara umum, efek samping yang timbul dapat beragam, pada umumnya ringan dan bersifat sementara, dan tidak selalu ada, serta bergantung pada kondisi tubuh. Efek simpang ringan seperti demam dan nyeri otot atau ruam- ruam pada bekas suntikan adalah hal yang wajar namun tetap perlu dimonitor, Melalui tahapan pengembangan dan pengujian vaksin yang lengkap, efek samping yang berat dapat terlebih dahulu terdeteksi sehingga dapat dievaluasi lebih lanjut. Manfaat vaksin jauh lebih besar dibandingkan risiko sakit karena terinfeksi bila tidak divaksin, lalu Apabila nanti terjadi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), kita sudah ada Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan KIPI maupun komite di setiap daerah untuk memantau dan menanggulangi KIPI. Vaksin juga dapat mencegah terjadinya gejala yang berat dan komplikasi pada seseorang yang sudah divaksin lalu tertular COVID-19. Dengan begitu, jumlah orang yang sakit atau meninggal karena COVID-19 akan menurun

Indonesia telah melaksanakan program vaksinasi massal yang juga telah diikuti oleh beberapa masyarakat Indonesia di berbagai daerah. Hal ini dilakukan untuk membentuk herd immunity (Kekebalan kelompok) merupakan situasi dimana sebagian besar masyarakat terlindung/kebal terhadap penyakit tertentu sehingga menimbulkan dampak tidak langsung (indirect effect). Kondisi tersebut hanya dapat tercapai dengan cakupan vaksinasi yang tinggi dan merata agar nantinya Indonesia dapat menjadi salah satu negara yang terbebas dari Covid-19. Meskipun program vaksinasi massal ini telah banyak diikuti masyarakat, tidak sedikit pula masyarakat yang masih belum paham sepenuhnya bagaimana cara kerja vaksin di dalam tubuh, sehingga membuat mereka merasa kebal dan berhenti mematuhi protokol kesehatan.

Salah satu bentuk dari mematuhi protokol kesehatan, yaitu menerapkan perilaku 5M yang terdiri dari mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas. Kelima perilaku tersebut berlaku bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali, baik masyarakat yang sudah melakukan vaksinasi ataupun yang belum melakukan vaksinasi. Bagi masyarakat yang belum divaksinasi, penerapan 5M menjadi tindakan pencegahan utama yang harus dilakukan. Sementara bagi masyarakat yang sudah melakukan vaksinasi, bukan berarti otomatis kebal terhadap virus Covid-19. Dalam hal ini, vaksin memang lebih memproteksi tubuh. Namun, durasi imunitas yang terbatas atau belum mencapai 70% populasi dalam waktu durasi imunitasnya, menyebabkan masih bisa terjadi penularan. Sedangkan herd immunity baru terbentuk jika sudah ada 70% populasi memiliki kekebalan tubuh dalam jangka waktu durasi imunitas.

Seseorang yang telah melakukan vaksin masih rentan terinfeksi dan dapat menularkan virus ke orang lain sehari atau bahkan seminggu setelah vaksin di suntikkan ke dalam tubuh. Setelah 3 minggu melakukan vaksin dosis kedua, diyakini bahwa antibodi seseorang sudah terbentuk secara sempurna dan melindungi diri dari serangan virus. Dengan demikian, masih ada kemungkinan tertularnya virus bagi mereka yang sudah melakukan vaksinasi. Oleh karena itu, masyarakat dianjurkan untuk tetap selalu waspada dan disiplin mematuhi protokol kesehatan 5M. Hal ini bertujuan agar mereka yang sudah divaksin, terhindar dari virus Covid-19 dan jika dirinya tertular pun memiliki risiko keparahan yang lebih rendah dibandingkan dengan orang yang belum divaksin. Apabila mereka yang sudah divaksin dapat disiplin dalam penerapan 5M, maka tidak hanya dirinya yang terlindungi, melainkan orang-orang di sekitarnya pun dapat terlindungi, terutama masyarakat yang belum menerima vaksin Covid-19.

Referensi:

Cueto, José Carlos. (2021). Vaksin Covid-19: Empat pertanyaan yang masih belum terjawab. Diakses dari //www.bbc.com/indonesia/majalah-55806606 pada 04 Juni 2021 pukul 21.56 WIB.

Ika. (2021, May 5). “Epidemiolog UGM Imbau Masyarakat Tetap Disiplin Prokes Meski Sudah Divaksin”. Diakses dari //www.ugm.ac.id/id/berita/21111-epidemiolog-ugm-imbau-masyarakat-tetap-disipli n-prokes-meski-sudah-divaksin pada 04 Juni 2021 pukul 21.05 WIB

Kemenkes RI. 2020. "Seputar Pelaksanaan Covid 19". Diakses dari //kesmas.kemkes.go.id/assets/uploads/contents/others/FAQ_VAKSINASI_COVID__call_center.pdf pada 04 Juni 2021 pukul 20.50 WIB.

Septiana, Tiyas. 2021. "Mengapa harus tetap disiplin prokes meski sudah divaksin Covid-19? Ini penjelasannya". Diakses dari //amp.kontan.co.id/news/mengapa-harus-tetap-disiplin-prokes-meski-sudah-divaksi n-covid-19-ini-penjelasannya pada 02 Juli 2021 pukul 16.00 WIB.

Oleh: Keluarga PHBS 2 Tahun 2021

Pada akhir tahun 2019 Coronavirus pertama kali menyerang Kota Wuhan, China. Tak lama kemudian merambat ke berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia pada akhir bulan Maret jika terhitung tahun Covid - 19 sudah memasuki 1 tahun lebih, hingga saat ini Pandemi belum juga berakhir di Indonesia dikarenakan masih banyak masyarakat yang belum tahu manfaat vaksin, sehingga menimbulkan perspektif pada masyarakat awam tentang vaksin. Tak banyak dari mereka mempercayai manfaat vaksin dan tak sedikit dari mereka mengatakan bahwa vaksin kurang efektif untuk mencegah Covid-19, dari sinilah angka positif Covid - 19 terus bertambah banyak di Indonesia. Dalam hal ini, Peran tenaga kesehatan sangat dibutuhkan sebagai upaya promotif dan preventif agar masyarakat mengetahui manfaat vaksin.

Vaksin merupakan sebuah produk biologi yang berisikan antigen yaitu seperti mikroorganisme yang sudah mati atau yang sudah dilemahkan, yang kemudian ditambahkan dengan zat-zat lainnya, kemudian jika diberikan kepada seseorang atau makhluk hidup maka akan memberikan pengaruh atau efek seperti kekebalan yang spesifik terhadap penyakit-penyakit tertentu. Tujuan dan manfaat dari vaksin itu sendiri adalah untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh seseorang secara aktif terhadap penyakit-penyakit tertentu, sehingga apabila terkena atau terjangkit penyakit tersebut orang itu tidak akan menderita penyakit tersebut. Selain itu, vaksin juga dapat mencegah dan melindungi kita dari terpaparnya penyakit tertentu.

Program vaksinasi Covid yang sekarang sedang gencar dilakukan oleh pemerintah untuk masyarakat masih banyak menghadapi tantangan, seperti banyaknya masyarakat yang memiliki persepsi negatif terhadap vaksin. Berdasarkan data yang dihasilkan oleh Center for Digital Society (CfDS) Fisipol UGM (Agung, 2021), sebanyak 49,9% masyarakat menolak untuk diberikan vaksin, mayoritas penduduk juga masih banyak yang mempercayai berita-berita ataupun pendapat orang yang tidak bertanggung jawab yang menyebarkan berita hoax seperti vaksin dapat menimbulkan kematian, teori konspirasi, saat pemberian vaksin dimasukkan microchip, dan lain-lain. Oleh karena itu, petugas kesehatan yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai vaksin Covid sangat diperlukan untuk mengedukasi dan meluruskan pemahaman masyarakat yang selama ini salah.

Sebagai tenaga kesehatan masyarakat, upaya promosi kesehatan terkait vaksin Covid-19 ini bisa dilakukan dengan berbagai cara. Diungkapkan oleh Prof. Yayi pada seminar “Peran Promosi Kesehatan dalam Pengendalian Covid-19” bahwa promosi vaksinasi dapat dilakukan dengan empat cara. Pertama, kampanye daring pesan akurat. Promosi ini berfokus untuk mengedukasi dan mengajak masyarakat untuk mencari informasi terkait vaksinasi pada laman-laman yang akurat seperti kemenkes. Kedua, menjelaskan informasi yang akurat dan menyetop hoax vaksinasi. Sudah banyak masyarakat yang dengan mudah percaya dengan informasi hoax di media sosial sehingga hal ini menjadi fokus tenaga kesehatan masyarakat. Ketiga, menjalin kerja sama antar organisasi di masyarakat untuk sama-sama menjadi kader promosi vaksinasi dengan sumber informasi yang akurat. Keempat, mengkampanyekan PHBS dan GERMAS akan penyebaran Covid-19 tetap terkendali.

Referensi :

Agung. (2021). Membaca Persepsi Masyarakat terhadap Vaksin Covid-19. Retrieved July 1, 2021, from Universitas Gadjah Mada website: //ugm.ac.id/id/berita/20906-membaca- persepsi-masyarakat-terhadap-vaksin-c ovid-19

Angela Maria NM. Pengaruh Teknologi Internet Terhadap Pengetahuan Masyarakat Jakarta Seputar Informasi Vaksinasi Covid-19. Temat - J Teknol Inf dan Komun [Internet]. 2021;08(01):4. Available from: //jurnal.plb.ac.id/index.php/tematik/article/view/544/345

Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM. (2020). Peran Promosi Kesehatan dalam Hadapi Covid-19. Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM. Available at: //fk.ugm.ac.id/peran-promosi-kesehatan-dalam-hadapi-covid-19/

Oleh: Keluarga PHBS 1 Tahun 2021

Awal tahun 2020 hingga saat ini merupakan masa yang berat bagi seluruh penduduk dunia ketika tiba-tiba muncul wabah Covid-19, sehingga seluruh segmen kehidupan manusia menjadi terhambat (Muhyiddin, 2020). Krisis kesehatan yang terjadi telah memundurkan rencana-rencana strategis yang telah ditetapkan untuk digantikan dengan kebijakan tanggap darurat dalam melawan Covid-19. Terganggunya seluruh segmen kehidupan di masa pandemi Covid-19 menjadikan beban tambahan bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk dapat menyelesaikan permasalahan sebelum dan di saat masa pandemi Covid-19, bahkan permasalahan yang akan muncul pasca pandemi Covid-19. Indonesia yang menjadi salah satu negara dengan jumlah kasus yang tinggi dan hingga saat ini masih belum dapat memastikan kapan wabah pandemi Covid-19 ini dapat berakhir (Arianto dan Noviyanti, 2020).

Covid-19 memaksa seluruh masyarakat untuk mengubah segala tatanan kehidupan seperti adanya aturan untuk menerapkan physical distancing yang berpengaruh terhadap perubahan aktivitas fisik dan memaksa masyarakat untuk tetap berada di rumah, sehingga aktivitas sedentari pada masyarakat menjadi meningkat (Firmansyah dan Nurhayati, 2021). Aktivitas sedentari merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan hanya sedikit mengeluarkan energi dan cenderung akan menyimpan banyak lemak (Pribadi dan Nurhayati, 2018). Keterbatasan aktivitas fisik pada masa pandemi dapat meningkatkan risiko penyakit-penyakit kronis, diantaranya adalah obesitas. Sampai saat ini, obesitas merupakan masalah kesehatan masyarakat yang dapat mengancam seluruh kelompok usia akibat berlebihnya akumulasi lemak dan kondisi ini dapat memicu munculnya penyakit kronis lainnya seperti, diabetes, penyakit jantung, dan kanker (Ali dan Nuryani, 2018; Sugiatmi dan Handayani, 2018).

Baru-baru ini juga disebutkan bahwa obesitas menjadi faktor predisposisi dalam pandemi Covid-19 yang disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan (Kwok dkk, 2020). Pandemi Covid-19 yang terjadi hingga saat ini dapat menyebabkan peningkatan angka obesitas pasca pandemi Covid-19. Berdasarkan hasil Riskesdas 2018, prevalensi obesitas mengalami peningkatan 7% pada usia dewasa dan 8% pada anak usia 5-12 tahun dibandingkan hasil Riskesdas 2013. Prevalensi obesitas ini dapat terus meningkat karena keterbatasan aktivitas fisik selama masa pandemi. Selain aktivitas fisik, faktor keturunan berkontribusi terhadap terjadinya obesitas sebesar 30-50% dan menyebabkan penurunan fungsi kognitif pada kelompok usia lanjut (Lubis dkk, 2020; Samodra dkk, 2018). Artinya obesitas menjadi sebuah permasalahan yang harus segera ditanggulangi di masa pandemi Covid-19, karena adanya pengaruh antara obesitas dan Covid-19 dan bahkan dapat menyebabkan kematian pada pasien positif Covid-19 yang menderita obesitas.

Obesitas yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan munculnya pandemi Covid-19 menjadikan tantangan bagi pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi permasalah tersebut. Peran pemerintah pusat dan daerah diperlukan untuk dapat menanggulangi permasalahan obesitas di masa pandemi agar dapat menurunkan prevalensi obesitas serta menurunkan tingginya angka kasus Covid-19. Optimalisasi peran setiap generasi juga dapat dilakukan melalui penyebaran informasi yang mengenai obesitas melalui berbagai platform media sosial yang saat ini menjadi salah satu sumber dalam pencarian informasi. Bukan hanya itu, konsep kegiatan kemasyarakatan di setiap wilayah harus dimodifikasi agar dapat melaksanakan kegiatan skrining, pendataan obesitas, serta membantu pemerintah dalam melakukan pencarian kebutuhan yang ada di masyarakat berdasarkan wilayah terkecil seperti RT maupun RW. Adanaya sebuah program menjadi yang tersistem dan mengikutsertakan seluruh komponen yang ada dimasyaralat dapat menjadi jawaban dalam menangani permasalahan obesitas di masa pandemi Covid-19.

Referensi

Ali, R., & Nuryani, N. (2018). Sosial Ekonomi, Konsumsi Fast Food dan Riwayat Obesitas Sebagai Faktor Risiko Obesitas Remaja [Socio-Economic, Fast Food Consumption and Obesity History as A Risk Factors of Adolescent Obesity]. Media Gizi Indonesia, 13(2), 123-132.

Arianto, F. S. D., & Noviyanti, P. (2020). Prediksi Kasus Covid-19 Di Indonesia Menggunakan Metode Backpropagation Dan Fuzzy Tsukamoto. JurTI (Jurnal Teknologi Informasi), 4(1), 120-127.

Firmansyah, A. R., & Nurhayati, F. (2021). Hubungan Aktivitas Sedentari Dengan Status Gizi pada Siswa SMP di Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, 1(9), 95-100.

Kwok, S., Adam, S., Ho, J. H., Iqbal, Z., Turkington, P., Razvi, S., Le Roux, C.W., Soran, H., & Syed, A. A. (2020). Obesity: A critical risk factor in the COVID‐19 pandemic. Clinical obesity, 10(6), e12403.

Lubis, M. Y., Hermawan, D., Febriani, U., & Farich, A. (2020). Hubungan Antara Faktor Keturunan, Jenis Kelamin dan Tingkat Sosial Ekonomi Orang Tua Dengan Kejadian Obesitas pada Mahasiswa di Universitas Malhayati Tahun 2020. Human Care Journal, 5(4), 891-900.

Mahardhani, A. J., & KP, M. (2020). Menjadi Warga Negara yang Baik pada Masa Pandemi Covid-19: Perspektif Kenormalan Baru. JPK (Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan), 5(2), 65-76.

Muhyiddin, M. (2020). Covid-19, New Normal, dan Perencanaan Pembangunan di Indonesia. Jurnal Perencanaan Pembangunan: The Indonesian Journal of Development Planning, 4(2), 240-252.

Pribadi, P.S.A., & Nurhayati, F. (2018). Hubungan Antara Aktivitas Sedentari Dengan Status Gizi Siswa Kelas X MAN Kota Mojokerto. Jurnal Pendidikan Olahraga Dan Kesehatan, 6(2), 327–330.

Samodra, Y. L., Rahmawati, N. T., & Sumarni, S. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan kognitif pada lansia obesitas di Indonesia. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 14(4), 154-162.

Sugiatmi, S., & Handayani, D. R. (2018). Faktor Dominan Obesitas pada Siswa Sekolah Menengah Atas di Tangerang Selatan Indonesia. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan, 14(1), 1-10.

Oleh: Luthfiya Ramadhania

Penyakit kusta saat ini menjadi salah satu penyakit yang ditakuti oleh masyarakat. Tak jarang penyakit ini bisa menimbulkan diskriminasi atau timbul lepraphobia, yaitu ketakutan yang berlebihan terhadap penyakit kusta atau keberadaan penderita kusta karena penularannya dan dampak yang ditimbulkan. Perlakukan diskriminatif terhadap penderita kusta sudah banyak kasusnya di Indonesia. Salah satu kasusnya adalah yang terjadi di Kota Semarang pada tahun 2017 silam, yakni seorang nenek penderita kusta yang tinggal di bekas kandang ayam lantaran keluarganya takut tertular dan juga mengalami keterbatasan ekonomi.

Nenek tersebut sudah tinggal kurang lebih 30 tahun di bekas kandang ayam dan hanya mengandalkan belas kasihan orang-orang yang kebetulan lewat didepannya. Saat ada orang yang ingin membantu pengobatannya, nenek tersebut juga takut untuk berobat ke dokter dan tidak mau untuk memeriksakan kesehatannya ke dokter. Dengan begitu membuat kondisi nenek ini semakin tidak terurus dan sangat memperhatinkan. Kasus seperti ini sebenarnya bisa dicegah apabila kita bisa mengetahui penyebab, penyebaran penyakit, dan pengobatan kusta. Penyakit kusta atau lepra adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae. Kusta menyerang berbagai bagian tubuh diantaranya saraf dan kulit. Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif menyebabkan kerusakan kulit, saraf-saraf, anggota gerak, dan mata.

Adapun tanda-tanda seseorang menderita penyakit kusta antara lain, kulit mengalami bercak putih seperti panu yang pada awalnya hanya sedikit namun lama kelamaan semakin lebar dan banyak, adanya bintil-bintil kemerahan yang tersebar pada kulit, ada bagian tubuh berkeringat, rasa kesemutan pada anggota badan atau bagian raut muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leomina (muka singa), dan mati rasa karena kerusakan syaraf tepi. Gejala dari penyakit kusta memang tidak selalu tampak, maka dari itu kita harus waspada jika ada anggota keluarga yang mengalami luka namun tidak kunjung sembuh dalam jangka waktu lama, selain itu juga waspada bila luka yang ditekan dengan jari tidak terasa sakit. Kelompok yang beresiko tinggi terkena kusta ialah yang tinggal di daerah endemik dengan kondisi yang buruk seperti tempat tidur yang tidak memadai, air yang tidak bersih, asupan gizi yang buruk, dan adanya penyertaan penyakit lain seperti HIV yang dapat menekan sistem imun.

Indonesia telah mencapai status eliminasi kusta yaitu prevalensi kusta <1 per 10.000 penduduk (<10 per 100.000 penduduk) pada tahun 2000. Setelah itu, Indonesia perlahan dapat menurunkan angka kejadian kusta meskipun relatif lambat. Pada tahun 2017, angka prevalensi kusta sebesar 0,70 kasus/ 10.000 penduduk dan angka penemuan kasus baru sebesar 6,08 kasus per 100.000 penduduk. Disamping itu masih terdapat beberapa provinsi di Indonesia yang memiliki prevalensi kusta di atas 1 per 10.000 penduduk, maka angka prevalensi ini belum bisa dinyatakan bebas kusta dan terjadi pada 10 provinsi di Indonesia.

Untuk mengetahui penularan dari penyakit kusta, kita perlu memahami terlebih dahulu tipe dari penyakit kusta itu sendiri. Penyakit kusta memiliki dua tipe. Tipe yang pertama adalah Pausi Bacillary (PB) atau disebut juga kusta kering. Tipe ini memiliki ciri bercak berwarna putih seperti panu dan mati rasa atau kurang merasa, permukaan bercak kering dan kasar serta tidak berkeringat, tidak tumbuh rambut/ bulu, bercak pada kulit antara 1 – 5 tempat. Pada tipe ini terdapat kerusakan saraf tepi pada satu tempat, hasil pemeriksaan bakteriologis negatif (-), serta tipe kusta ini tidak menular. Sedangkan tipe yang kedua yaitu Multi Bacillary (MB) atau biasa disebut kusta basah. Pada tipe ini terdapat ciri bercak putih kemerahan yang tersebar satu-satu atau merata di seluruh kulit badan, terjadi penebalan dan pembengkakan pada bercak. Bercak terdapat di lebih dari 5 tempat dikulit, kerusakan banyak terjadi di saraf tepi, hasil pemeriksaan bakteriologi positif (+), dan tipe kusta ini sangat menular.

Pengobatan kusta merupakan satu-satunya cara untuk memutus penularan. Kuman kusta di luar tubuh manusia dapat hidup 24 – 28 jam, namun ada yang berpendapat 7 – 9 hari tergantung pada suhu dan cuaca di luar tubuh manusia tersebut. Semakin panas suhu dan cuaca maka semakin cepat bakteri kusta mati. Maka dari itu sinar matahari menjadi faktor penting untuk pengobatan kusta. Penderita kusta sebisa mungkin mendapat sinar matahari yang cukup dan menghindari tempat-tempat yang lembab, dimana hal itu dapat menjadi faktor perkembangbiakan dari bakteri itu sendiri. Sebenarnya saat ini sudah ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit kusta. Namun kasus kusta tidak dapat kita atasi selama masyarakat belum mengetahui adanya obat kusta, dan masyarakat mau datang ke puskesmas untuk diobati. Hingga saat ini belum ada vaksinasi untuk penyakit kusta, maka kita bisa memaksimalkan pengobatan kusta untuk memutus penularannya. Dalam hal ini peran penyuluh kesehatan menjadi sangat penting kepada penderita kusta untuk dapat menganjurkan pengobatan secara teratur. Hasil penelitian menunjukan bahwa kuman kusta yang masih utuh bentuknya lebih besar kemungkinan menimbulkan penularan dibandingkan dengan yang tidak utuh, oleh karena itu pengobatan kusta menjadi hal yang sangat penting dimana kusta dapat dihancurkan dan penularan dapat dicegah.

Masalah yang umum terjadi untuk memutus rantai penularan kusta ialah adanya stigma dan diskriminasi terhadap orang yang mengalami kusta, bahkan ini terjadi pada keluarga penyandang kusta itu sendiri. Diskriminasi dapat terjadi lantaran masyarakat takut tertular atau mungkin merasa bahwa penyakit kusta itu adalah penyakit yang menjijikan, padahal seharusnya kita sebagai orang terdekat dapat menganjurkan penderita kusta untuk diobati dan diberikan dukungan untuk sembuh agar penderita kusta tidak merasa didiskriminasi dan dikucilkan. Dukungan ini juga berguna agar penderita kusta tidak merasa enggan untuk berobat karena takut keadaannya diketahui oleh masyarakat. Kita juga harus bisa memahami kondisi psikologis dari penderita kusta, karena banyak dari penderita kusta yang akhirnya frustasi, depresi dan ada keinginan untuk bunuh diri. Pola pikir dari penderita harus kita ubah bahwasanya mereka bisa sembuh dengan pengobatan yang optimal dan sebisa mungkin kita menaganinya sejak awal untuk mencegah kecacatan. Perawatan bagi penderita juga harus kita upayakan selayak mungkin, penderita kusta juga manusia yang layak mendapatkan kehidupan yang nyaman dengan tempat tinggal yang layak serta perlakuan secara manusiawi.

Pemutusan rantai penularan kusta membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, terutama dukungan dari keluarga penderita, orang-orang terdekat dari penderita serta peran dari penyuluh kesehatan. Dengan banyaknya kasus diskriminasi tentunya akan menghambat penemuan kasus dan berdampak pada terhambat juga pengobatan bagi penderita kusta. Maka kita perlu menguatkan motivasi serta komitmen untuk bersama-sama menanggulangi penyakit kusta ini dengan membantu penderita maupun orang yang pernah menderita kusta agar tetap sehat dan mampu menjaga kesehatannya secara mandiri.

Referensi: Kemenkes (2018). InfoDatin Kementerian Kesehatan RI: Hapuskan Stigma dan Diskriminasi Terhadap Kusta

Referensi berita dan gambar: //www.rappler.com/world/bahasa-indonesia/yuliyah-nenek-penderita-kusta-kandang-ayam

Disusun oleh : Aditya Dwi Santoso (Kesehatan Masyarakat 2020)

Triple Burden Disease adalah sebutan untuk tiga beban penyakit yang menjadi tantangan besar Indonesia di bidang kesehatan saat ini. Penyakit yang tercakup dalam lingkup istilah ini sesuai namanya berkaitan dengan jenis penyakit yang dapat membawa beban berat dan berkelanjutan terbagi menjadi tiga jenis yaitu, non communicable disease atau penyakit tidak menular, communicable disease atau penyakit menular, dan re-emerging disease atau penyakit yang sudah mengalami penurunan prevalensi namun saat ini kembali meningkat.

Ketiga permasalahan ini sebenarnya tanpa disadari dialami dan menjadi penyebab banyak kematian dengan prevalensi yang cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Non Comunicable disease misalnya, di tahun 2016 tercatat 162.282 kasus hipertensi, 39.213 kasus diabetes melitus tipe 2, 19110 kasus Asma, 10784 kasus obesitas berdasarkan data kunjungan di pukesmas seluruh Indonesia. Terlebih lagi penyakit menular, dimana kita tahu saat ini pandemi Covid-19 di negeri kita tercinta ini belum berakhir dan masih bertambah jumlah kasus setiap harinya. Di sisi lain, ada penyakit-penyakit dengan prevalensi yang sempat menurun namun masih harus diwaspadai karena bisa menimbulkan berbagai masalah kesehatan jika dibiarkan

Alasan Triple Burden disease ini masih menjadi masalah kesehatan yang harus diwaspadai oleh seluruh masyarakat Indonesia tidak lain karena kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai urgensi ketiga masalah kesehatan ini dan kurangnya pelayanan serta fasilitas kesehatan yang tersedia secara kualitas maupun pemerataan.

Menepis pamikiran yang berkembang di masyarakat bahwa yang disebut layanan kesehatan adalah ketersediaan rumah-rumah sakit dan tempat pelayanan kesehatan lainnya yang bersifat kuratif. Padahal nyata-nya itu hanya salah satu bagian ujung atau hilir dari yang dimaksud dengan layanan kesehatan. Pelayanan Kesehatan sejatinya adalah upaya-upaya yang dilakukan bukan hanya dengan mengobati tetapi dimulai dengan mengedukasi, mencegah, mengobati dan merehabilitasi.

Kesalahpahaman masyarakat ini tentunya berefek fatal terkhusus membuat masyarakat tidak tau dan tidak mau tau mengenai persoalan kesehatan seperti Triple Burden Disease dan lainnya. Maka kesalahan ini tentunya harus diluruskan dan itu merupakan tanggung jawab dari tenaga dan organisasi atau lembaga kesehatan yang memberlakukan kebijakan dengan bukan hanya mengutamakan ketersediaan fasilitas pengobatan yang merupakan hilir atau ujung layanan kesehatan tapi pertama-tama mengedepankan fungsi layanan kesehatan dari tahap pertama (hulu) yaitu upaya promosi dan edukasi masyarakat.

Pelayanan kesehatan masyarakat dalam tahap promosi kesehatan merupakan revitalisasi fungsi pendidikan kesehatan. Dosen dari penulis pernah menjelaskan bahwa alasan dinamakan pendidikan kesehatan adalah karena pendidikan berbeda dengan pengajaran. Pendidikan bukan hanya bukan hanya proses transfer of kowledge (pengajaran) tetapi juga sebuah proses untuk merubah sikap dan karakter (character building).

Dari penjelasan sebelumnya kita seharusnya tahu jika layanan kesehatan telah dilaksanakan dengan benar maka masyarakat bukan hanya akan tahu mengenai berbagai permasalahan kesehatan tetapi juga akan merubah dan menjaga perilakunya tetap sehat dan berupaya menghindari penyakit. Dengan terlaksananya fungsi hilir (awal mula) layanan keseahatan dengan baik maka dapat menghindarkan masyarakatd dari berbagai masalah kesehatan termasuk didalamnya tiga beban penyakit yang dibahas sebelumnya.

Referensi

DIRJEN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT. 2016. Profil Penyakit Tidak Menular . Jakarta: KEMENKES RI, hlm.76 Diakses pada 4 Maret 2021 dari //www.p2ptm.kemkes.go.id/dokumen-ptm/profil-penyakit-tidak-menular-tahun-2016

Nur Hesti Rahmawati dkk. 2020. Smart Biosensror Berbasis Emas-Nanopartikel Sebagai Teknologi Mutakhir Deteksi Penyakit Triple Burden Disease. Journal of the Indonesia Scientific Society (JISS). Vol 1 No 1. hlm 5 Diakses pada 4 Maret 2021 dari//jurnal-iss.org/index.php/issj/article/view/8/6

Notoatmodjo, Soekidjo . 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni . Jakarta: PT RINEKA CIPTA. Hlm 113.

Oleh: Rara Mutiara Latifah (Kesehatan Masyarakat 2020)

Triple Burden Disease dapat diartikan sebagai tiga beban penyakit. Di Indonesia sendiri, beban penyakit yang pertama yaitu masalah penyakit tidak menular seperti Diabetes Melitus. Kedua, munculnya penyakit infeksi baru seperti Covid-19. Ketiga, penyakit menular yang sempat hilang di Indonesia namun muncul kembali seperti Filariasis (Anonim, 2018).

Diabetes Melitus merupakan salah satu penyakit tidak menular yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin. Hal tersebut dapat terjadi karena faktor perilaku, keturunan, dan lingkungan (Afridah and Firdausi, 2018). Contohnya yaitu minuman yang sangat digemari remaja saat ini, seperti Brown Sugar Boba Milk. Minuman tersebut memiliki kandungan gula yang tinggi. Jika terlalu banyak dikonsumsi, maka akan berpengaruh pada kandungan gula dalam darah sehingga mengganggu proses produksi hormon insulin. Kurangnya pengetahuan yang dimiliki menjadi faktor utama penyebab remaja memiliki peluang besar terkena Diabetes Melitus.

Lalu, beban penyakit kedua yaitu Covid-19. Penyakit ini disebabkan oleh SARS-CoV-2 dan menyerang sistem pernapasan. Penularannya dapat melalui droplet ketika batuk, bersin, maupun berbicara (Susilo dkk, 2020). Sebenarnya sudah banyak sosialisasi yang dilakukan untuk mengedukasi masyarakat, namun masih ada saja masyarakat yang tidak menerapkan protokol kesehatan.

Beban penyakit terakhir yaitu muncul kembali penyakit Filariasis yang sudah pernah hilang di Indonesia. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk dan segala jenis nyamuk dapat menjadi vektornya. Nyamuk tersebut membawa larva cacing filarial di dalam tubuhnya. Penyakit ini bisa dicegah dengan menerapkan prinsip 5M, yaitu menjaga kebersihan lingkungan, menimbun, menutup, menghilangkan genangan air, dan meminum obat untuk mencegah Filariasis secara teratur. Meskipun Filariasis sudah tidak asing di Indonesia, namun penyakit ini belum bisa dihilangkan sepenuhnya dari Indonesia (Anonim, 2019).

Sebenarnya inti dari semua masalah di atas adalah kurangnya informasi yang dimiliki masyarakat, maka peran tenaga Kesehatan Masyarakat harus lebih digencarkan. Mungkin selama ini, masyarakat tidak mendapatkan informasi yang maksimal karena rendahnya minat membaca dan media informasi yang digunakan kurang menarik. Hal itu menjadi tantangan terbesar bagi tenaga Kesehatan Masyarakat dalam memberikan sosialisasi secara maksimal dan tepat sasaran.

Terdapat beberapa pilihan yang bisa digunakan untuk memberikan informasi yang akurat namun bisa dipahami dengan baik oleh masyarakat. Pertama, bagi orang dewasa terutama ibu-ibu. Cara yang bisa dilakukan yaitu menyisipkan beberapa adegan yang menginformasikan masalah kesehatan di dalam sinetron yang tayang di Indonesia. Hal ini dilakukan karena tingginya minat para ibu untuk menonton sinetron.

Kedua, bagi anak-anak dan remaja. Informasi tersebut bisa berbentuk video singkat disertai gambar ataupun animasi dengan bahasa yang sederhana, sehingga orang awam pun bisa memahami inti dari video tersebut. Selain video singkat, bisa juga menggunakan film animasi. Film tersebut menggambarkan seolah-olah organ di dalam tubuh manusia dapat berbicara tentang kondisinya ketika sakit maupun sehat. Lalu, film tersebut dibuat beberapa episode dengan setiap episodenya membahas masalah kesehatan yang berbeda. Informasi yang disampaikan dengan cara seperti itu pasti akan lebih menarik. Hal itu dikarenakan penonton hanya akan merasa sekedar menonton film saja, namun tanpa disadari mereka juga mendapatkan informasi tentang kesehatan.

Kegiatan sosialisasi tentang masalah kesehatan ini harus dilakukan dari segala rentang usia karena semuanya akan saling mempengaruhi. Jika hanya anak yang paham namun orang tuanya tidak, maka akan ada kecenderungan anak tidak menerapkan pemahaman kesehatannya karena faktor dari orang tuanya. Lalu, jika hanya orang tua yang paham namun mereka tidak bisa menjelaskan dengan baik kepada anaknya. Maka akan ada kecenderungan anaknya tidak mengikuti secara maksimal apa yang dijelaskan oleh orang tuanya. Oleh karena itu, harus ada kerja sama dari segala rentang usia serta antar bidang pekerjaan untuk mengatasi masalah Triple Burden Disease di Indonesia.

Referensi

Afridah, W. dan Firdausi, N. J. 2018. Waspada Diabetes Melitus : Analisis Perilaku Berisiko pada Peningkatan Kasus Diabetes. Dilansir dari //repository.unusa.ac.id/3048/.

Anonim. 2018. HKN Ke-54, Masyarakat Diminta Waspadai Segala Jenis Penyakit. Kementerian Kesehatan RI. Dilansir dari //www.kemkes.go.id/article/view/18111200003/hkn-ke-54-masyarakat-diminta-waspadai-segala-jenis-penyakit.html.

Anonim. 2019. Waspada, Filariasis Ditularkan Melalui Semua Jenis Nyamuk. Kementerian Kesehatan RI. Dilansir dari //www.kemkes.go.id/article/view/19031800001/waspada-filariasis-ditularkan-melalui-semua-jenis-nyamuk.html.

Susilo, A. dkk. 2020. Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. Dilansir dari //jurnalpenyakitdalam.ui.ac.id/index.php/jpdi/article/view/415/228#.

Disusun Oleh: Tika Puspa Asih (Kesehatan Masyarakat 2020)

Indonesia dalam beberapa waktu terakhir memiliki berbagai masalah kesehatan yang dihadapkan pada Triple Burden Disease yaitu munculnya kembali penyakit-penyakit menular yang sebelumnya sudah pernah teratasi (re-emerging disease), munculnya beberapa penyakit menular baru (new-emerging disease), dan terjadinya peningkatan angka kasus penyakit tidak menular (non-communocable disease).[1] Diantara ketiga permasalahan tersebut, peningkatan angka penyakit tidak menular merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup serius di Indonesia. Berdasarkan data WHO tahun 2011, di Indonesia tercatat sebanyak 582.300 laki-laki dan 482.700 perempuan meninggal akibat dari penyakit tidak menular.[2] Oleh karena itu, permasalahan peningkatan kasus penyakit tidak menular di Indonesia harus dapat ditangani dan ditanggulangi dengan baik. Namun tidak hanya permasalahan tersebut saja yang harus ditangani dan ditanggulangi, tetapi pada dasarnya segala masalah kesehatan yang dihadapkan pada Triple Burden Disease juga harusnya dapat menjadi kewaspadaan nasional dan dapat diatasi bersama.

Penanggulangan masalah kesehatan di Indonesia sesungguhnya merupakan tanggung jawab bersama mulai dari kalangan pemerintah, tenaga kesehatan, bahkan masyarakat Indonesia itu sendiri. Namun sayangnya tidak semua dari kalangan tersebut memahami dan mengerti perihal permasalahan-permasalahan kesehatan khususnya para masyarakat yang awam tentang ilmu kesehatan. Bahkan sampai saat ini masih banyak masyarakat yang dengan sengaja atau tidak kerap kali melakukan hal-hal yang justru menjadi faktor penimbul masalah kesehatan di Indonesia. Misalnya saja para penderita hipertensi. Hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang salah satu penyebabnya karena gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, stress, dan makan-makanan yang tidak sehat.[3] Adapun makanan tidak sehat tersebut meliputi makanan cepat saji yang menggunakan pengawet, makanan yang mengandung kadar garam yang tinggi, dan makanan yang kelebihan lemak.[4] Di era yang sudah modern sekarang, gaya hidup seperti itu sudah menjadi hal yang lumrah di kalangan masyarakat Indonesia. Merokok sudah seperti kebutuhan, stress sudah menjadi rutinitas, dan makan makanan cepat saji dijadikan alternatif bagi mereka yang lapar. Disinilah pentingnya peran tenaga kesehatan khususnya kesahatan masyarakat dalam menangani masalah kesehatan yang dihadapkan pada Triple Burden Disease.

Langkah awal yang diperlukan dalam menanggulangi masalah kesehatan di Indonesia yang dihadapkan pada Triple Burden Disease yaitu adalah dengan upaya meningkatkan kesadaran dan kemandirian masyarakat dalam menjalankan gaya hidup yang sehat. Upaya tersebut dapat diwujudkan dengan mengadakan pelayanan promotif melalui program penyuluhan dan pemberian edukasi kesehatan kepada masyarakat secara berjenjang dan berkesinambungan sehingga dapat meningkatkan kesadaran dan kemandirian masyarakat akan kesehatan serta dapat meminimalisir angka kasus permasalahan kesehatan di Indonesia. Dalam program penyuluhan dan pemberian edukasi kesehatan tersebut tentunya membutuhkan tenaga-tenaga kesehatan masyarakat yang handal. Selain itu, tenaga kesehatan masyarakat juga berperan dalam pelayanan preventif dimana dalam pelayanan ini dibutuhkan para tenaga kesehatan yang memahami dan mengerti tentang epidemiologi penyakit, cara-cara dan metode pencegahan serta pengendalian suatu penyakit yang mana itu semua terdapat di dalam diri seorang tenaga kesehatan masyarakat.[5] Baik pelayanan promotif maupun preventif keduanya memerlukan tenaga kesehatan masyarakat dalam menjamin keberlangsungannya. Melalui pelayanan promotif, masyarakat dapat lebih sadar dan peduli dengan gaya hidup mereka sehingga dapat terhindar dari penyakit menular maupun tidak menular. Begitupun dengan pelayanan preventif, pelayanan ini membutuhkan seorang ahli epidemiologi. Epidemiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang penyebaran dan juga pencegahan suatu penyakit pada sekelompok manusia.[6] Epidemiologi termasuk ke dalam salah satu ruang lingkup dari kesehatan masyarakat.[7] Dengan peran ahli epidemiologi, masalah kesehatan yang dihadapkan pada Triple Burden Disease dapat diketahui faktor-faktor penyebarannya dan juga cara serta metode untuk mencegah penyakit khususnya penyakit menular. Oleh karena itu, tenaga kesehatan sangat berperan penting bahkan dapat dikatakan sebagai garda terdepan dalam menanggulangi masalah kesehatan di Indonesia.

Triple Burden Disease adalah masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat yang meliputi munculnya kembali penyakit-penyakit menular yang sebelumnya sudah pernah teratasi (re-emerging disease), munculnya beberapa penyakit menular baru (new-emerging disease), dan terjadinya peningkatan angka kasus penyakit tidak menular (non-communocable disease). Salah satu faktor terjadinya masalah kesehatan Triple Burden Disease yaitu karena pengaruh gaya hidup yang tidak sehat. Untuk mengatasinya, tenaga kesehatan masyarakat berperan dalam memperkenalkan, mengidentifikasi, dan memotivasi kepada masyarakat terkait perilaku gaya hidup yang sehat melalui pelayanan promotif. Selain itu, tenaga kesehatan masyarakat juga berperan dalam pemberian pelayanan preventif yang mana pelayanan ini membutuhkan kontribusi dari seorang ahli epidemiologi. Dari pemaparan tersebut, sudah sangat jelas bahwa tenaga kesehatan masyarakat memiliki peran yang penting dalam menanggulangi masalah kesehatan Triple Burden Disease. Bahkan mereka dapat dikatakan sebagai garda terdepan dalam mengatasi masalah ini. Bagaimana tidak, mereka menjadi faktor penentu masyarakat terjangkit atau tidak suatu penyakit. Apabila kelompok masyarakat tertentu terjangkit maka bisa saja tenaga kesehatan masyarakat belum optimal dalam melakukan pelayanan promotif. Begitu pun sebaliknya, apabila di kelompok masyarakat terjadi penurunan kasus suatu penyakit maka pelayanan promotif yang diberikan oleh tenaga kesehatan masyarakat sudah berjalan dengan baik dan optimal. Melalui kedua pelayanan tersebut yaitu pelayanan promotif dan preventif, diharapkan masalah kesehatan yang dihadapakan pada Triple Burden Disease dapat segera teratasi dengan baik.

Referensi:

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan: Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan Republik Indeonesia. 2016. Modul Bahan Ajar Kebidanan: Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.

Puspitorini, Myra. 2009. Hipertensi Cara Mudah Mengatasi Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta: Image Press

Sukowati, Supratman, dan Shinta. 2003. Peran Tenaga Kesehatan Masyarakat dalam Mengubah Perilaku Masyarakat Menuju Hidup Bersih dan Sehat. Media Litbang Kesehatan. Vol. XIII.

Susilo, Yekti dan Wulandari Ari. 2011. Cara Jitu Mengatasi Hipertensi. Yogyakarta: C.V Andi Offset.

HMPS KESEHATAN MASYARAKAT 2022 - KABINET AKUSARA

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA