Cewek seksi pemandu karaoke inul vizta medan

Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 1 Tahun 2022 journal homepage: https://jmb.lipi.go.id/jmb RUANG KARAOKE DALAM PEREBUTAN KUASA THE KARAOKE ROOM IN POWER STRUGGLE Universitas Gadjah Mada ABSTRACT Activities in the karaoke room are not just singing, but also contentious arena to seek prestige and build social relations. This research uncovers the spatial practice of karaoke rooms, representation of karaoke rooms, karaoke as a representation room, and power struggles in karaoke rooms. This research using the theory of Lefebvre related to the production of space. Karaoke room from the side of abstract space and absolute space cannot be separated from perception, conception, and the space it lives in. This research uses case study method. The researcher also uses a participatory observation approach because the researcher is involved in the community being studied. The results of this reseacrh indicate that with karaoke, it is easier for people to get night entertainment. This also undermines public perception regarding haunted areas in the region. The karaoke room is also used as a social space for people who have practical politics. At the same time, karaoke rooms are used to implement political strategies. The representation of karaoke rooms by the state is limited to singing with or without a guide in the room which can generate income for the state treasury. Karaoke guides and karaoke consumers compete with each other for power in the karaoke room; power from consumers to consumers, consumers to karaoke guides, and between karaoke guides themselves. Keyword: Karaoke, practical space, representation of space, space of representation. ABSTRAK Aktivitas di ruang karaoke bukan sekadar bernyanyi, tetapi juga menjadi ajang persaingan gengsi dan membangun relasi sosial. Penelitian ini berusaha mendedahkan praktik spasial dari ruang karaoke, representasi dari ruang karaoke, karaoke sebagai ruang representasi, dan perebutan kekuasaan di ruang karaoke. Penelitian ini menggunakan teori dari Lefebvre terkait produksi ruang. Dari sisi ruang abstrak dan ruang yang mutlak, ruang karaoke tidak bisa dilepaskan dari persepsi, konsepsi, dan ruang yang dihidupi. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Peneliti juga menggunakan pendekatan observasi partisipatoris karena peneliti terlibat di dalam komunitas yang diteliti. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan adanya karaoke, masyarakat menjadi lebih mudah untuk mendapat hiburan malam. Hal ini juga sekaligus meruntuhkan persepsi masyarakat terkait daerah angker di wilayah karaoke tersebut berada. Ruang karaoke juga dijadikan ruang sosial bagi orang-orang yang memiliki politik praktis. Pada saat yang bersamaan, ruang karaoke digunakan untuk menerapkan strategi politik. Representasi dari ruang karaoke oleh negara hanya sebatas bernyanyi dengan atau tanpa pemandu di dalam ruangan yang dapat menghasilkan pendapatan untuk kas negara. Pemandu karaoke dan konsumen karaoke saling beradu kekuasaan di dalam ruang karaoke; kekuasaan konsumen dengan konsumen, konsumen dengan pemandu karaoke, dan antarpemandu karaoke itu sendiri. Kata kunci: Karaoke, praktik spasial, representasi ruang, ruang representasi. PENDAHULUAN Karaoke atau aktivitas bernyanyi diiringi sebuah mesin sudah jamak diketahui masyarakat. Menjamurnya tempat-tempat karaoke di berbagai kota di Indonesia menandakan konsumsi terhadap produk ini cukup tinggi. Kegiatan bernyanyi dalam sebuah ruangan ini menjadi salah satu tawaran hiburan untuk berbagai kalangan, dari anak muda hingga tua, laki-laki ataupun perempuan. Karaoke juga merupakan jenis hiburan yang dapat dinikmati oleh orang dari berbagai macam kelas sosial. DOI: 10.55981/jmb.1369 Naskah Masuk: 6/7/2021 Revisi akhir: 21/2/2022 Diterima: 13/3/2022 ISSN 1410-4830 (print) e-issn 2502-1966 (online) 2022 The Author(s). Published by BRIN Publishing. This is an open access article under the CC BY-NC-ND license (http://creativecommons.org/licenses/by-ncnd/4.0/). 69

Bennett dan Peterson (2004: 65) pada studi karaoke di Amerika Serikat mengungkapkan bahwa penyanyi karaoke tidak dianggap musisi karena karaoke menghilangkan scene atau adegan dalam bermain musik. Karaoke juga menjadi manifestasi bentuk lokalitas musik dinyanyikan, berbeda dengan live music yang familier. Para kalangan imigran Vietnam di Amerika Serikat, misalnya, menggunakan bar untuk menyanyikan lagu-lagu yang tidak populer atau sedang menjadi tren. Temuan dari penelitian Bennett juga mengungkapkan para penyanyi karaoke di bar memungkinkan mereka merasa menjadi bintang atau selebritas karena dilihat banyak orang dan menjadi terkenal. Sementara itu, di Cina ruang karaoke dijadikan ruang yang demokratis. Fung (2009) dalam Consuming Karaoke in China: Modernities and Cultural Contradiction menjelaskan bahwa para pengguna karaoke dapat mengekspresikan perasaannya dari tekanan negara. Di dalam ruang mereka dapat menyanyikan lagu-lagu yang dilarang oleh pemerintah Cina. Pengguna karaoke menciptakan hierarki kelas sosial melalui fasilitas dan lagu yang dinyanyikan. Di Indonesia bisnis karaoke diawali oleh perusahaan bernama Happy Puppy pada 14 November 1992 (Syaikhon, 2013). Karaoke keluarga yang pertama kali didirikan di Surabaya itu lambat laun terus berkembang dan memunculkan banyak persaingan. Bukan hanya dilirik oleh pebisnis saja, para artis tanah air, seperti Inul Daratista, Syahrini, dan Ari Lasso juga membuka bisnis karaoke. Berbeda dengan yang ada di Amerika dalam hasil penelitian Bennett (2004), di Indonesia karaoke mengalami penyesuaian seiring dengan kepentingan bisnis. Peneliti melihat fasilitas yang ada di karaoke merupakan bentuk dari perkembangan komoditas. Karaoke pada mulanya menjadi alat pembantu mengiringi lagu seorang penyanyi dalam suatu bar dan bersifat inklusif. Pada perkembangannya, terlihat karaoke menjadi eksklusif dalam sebuah ruangan. Fasilitas ruang karaoke memungkinkan konsumen karaoke yang tidak pandai bernyanyi dapat bernyanyi tanpa malu suaranya merdu atau tidak. Konsumen karaoke dalam sebuah ruangan diberikan kebebasan untuk menentukan siapa yang dapat mendengarkan suaranya dan lagu apa yang ingin ia nyanyikan. Ruangan karaoke yang kedap suara memungkinkan seseorang dapat berteriak sekencang-kencangnya tanpa mengganggu orang lain. Perbedaan dan perubahan pada ruang karaoke merupakan bentuk perkembangan kapitalisme modern. Aktivitas karaoke diproduksi dan reproduksi demi memperoleh keuntungan ekonomi. Tidak ada yang ideal dalam ruang karaoke. Karaoke terus berubah mengikuti dengan pemilik modal yang melihat hal tersebut sebagai sebuah komoditas. Pemilik usaha karaoke bukan hanya menciptakan aktivitas karaoke dalam sebuah ruangan, melainkan juga memberi klasifikasi ruang karaoke yang ada di dalamnya. Ruang karaoke milik penyanyi dangdut Inul Daratista, Inul Vizta Family KTV, misalnya, menyediakan pilihan ruangan yang berbeda-beda. Semua pihak yang berkepentingan akan selalu berusaha melakukan dominasi pemakaian atau pemanfaatan atas ruang. Lefebvre menerangkan bahwa pihak yang berkuasa selalu berusaha mengontrol ruang; kekuasaan berusaha mengontrol ruang secara menyeluruh (Goodman & Ritzer, 2004: 213). Negara Indonesia melalui undang-undang juga mendefinisikan dan melakukan standardisasi atas ruang karaoke. Ruang karaoke menjadi salah satu sumber pendapatan untuk kas negara. Aktivitas dalam ruang karaoke bukan hanya untuk hiburan, melainkan juga sebagai arena untuk menunjukkan citra dari individu selaku konsumen ataupun pemandu karaoke. Hal tersebut dikarenakan karaoke merupakan produk sosial, seperti dalam pemikiran Lefebvre Space is real in the same sense that commodities are real since (social) space is a (social) product (Smith, 1991: 26 27). Jadi, space (ruang) mewujudkan kehendak untuk memamerkan diri. Karaoke menjadi salah satu isu politik untuk pemilihan Bupati Kendal 2020. Citra karaoke yang negatif di masyarakat dan isu dari penolakan membayar pajak dijadikan bahan untuk menjatuhkan calon bupati dan wakil bupati. Pada penelitian ini, peneliti tertarik meneliti ruang karaoke di Kali Terong Karaoke yang berada di Kecamatan Plantungan, Kabupaten Kendal. 70 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 1 Tahun 2022, hlm. 69 84

RUANG KARAOKE DALAM PEREBUTAN KUASA Tempat karaoke yang tidak memiliki plang nama, tetapi menjadi ruang sosial dari para orang-orang politik praktis. Beberapa penelitian terkait karaoke, antara lain, penelitian Mukhlis (2013) yang menjelaskan adanya perasaan gengsi dan pemilihan tempat yang nyaman untuk melakukan aktivitas bernyanyi. Penelitian Mukhlis (2013) sampai pada kesimpulan bahwa aktivitas remaja dalam melakukan karaoke lebih merupakan bentuk hedonisme dan perilaku konsumtif untuk mengikuti tren. Berbeda dengan penelitian Mukhlis (2013), penelitian ini berusaha mendedahkan lebih dalam terkait ruang karaoke yang bukan sekadar ruang bernyanyi dan bagaimana perebutan kekuasaan terjadi di dalam ruang karaoke. Kurnia dan Hendrastomo (2016) dalam penelitian berjudul Karaoke sebagai Budaya Populer di Kalangan Mahasiswa Yogyakarta menjelaskan bahwa terdapat citra positif dari karaoke keluarga. Penelitian Kurnia dan Hendrastomo (2016) mengkaji karaoke keluarga, sedangkan penelitian ini mengkaji karaoke ekslkusif serta mendedahkan lebih dalam persaingan simbolis di ruang karaoke. Penelitian Irmawati (2014) menjelaskan adanya pandangan negatif dari masyarakat terhadap wanita yang bekerja sebagai pemandu karaoke. Penelitian Irmawati (2014) memberikan sedikit gambaran ruang (karaoke) dari sisi social space (ruang sosial) (Smith, 1991). Pengalaman empiris yang peneliti cermati bertolak belakang dengan apa yang Irmawati teliti. Peneliti melihat para pelanggan (pelanggan merupakan bagian dari masyarakat) karaoke memiliki pandangan yang positif terhadap pemandu karaoke. Mereka bahkan memiliki referensi terkait dengan nama dan kemampuan yang dimiliki oleh seorang pemandu karaoke. Kemampuan bernyanyi dan penampilan yang menarik dari pemandu karaoke menjadi salah satu faktor pendorong konsumen mengunjungi tempat karaoke tersebut. Pembahasan terkait ruang karaoke tidak bisa dilepaskan dari tokoh besar Henri Lefebvre dengan konsepnya mengenai produksi ruang. Ruang menjadi kata yang sering disebut dalam pembicaraan keseharian. Namun, dalam diskusi yang mendalam, perspektif waktu lebih banyak didiskusikan dibandingkan perspektif ruang. Fenomena ini, misalnya, dapat dilihat dari kegemaran orang untuk membahas sejarah, masa sekarang,ataupun masa depan. Sebaliknya, pembicaraan terkait ruang di dalamnya acap kali diabaikan oleh banyak orang. Faruk (2020: 258) mengungkapkan bahwa sepanjang abad 20, Hegel, Marx, Darwin, dan turunan seterusnya merupakan tokoh-tokoh yang menguatkan perspektif waktu atau sejarah terhadap cara kita memandang hidup. Menurut West-Pavlov, terdapat kecenderungan pada masa-masa tersebut dalam memahami ruang, yaitu pada level mikrokosmos, sebagai kesenjangan di antara dua benda, yang sekaligus membuat benda-benda itu terpisah, serta pada level makrokosmos ketika ruang dipahami sebagai kontainer, tongkang, atau tempat penampung yang besar yang di dalamnya berbagai benda dimasukkan (dalam Faruk, 2020: 259). Dilihat dari berbagai sudut pandang, ruang memiliki banyak makna. Dari aspek geografis, ruang menjadi tempat manusia berada dan beraktivitas. Dari aspek sosiologis, ruang memungkinkan individu untuk berinteraksi dan menciptakan nilai serta norma (Mahaswara, 2016: 28). Sudut pandang tersebut dapat diterapkan dalam melihat ruang karaoke yang menjadi tempat beraktivitas dan tempat bagi para penghuni ruang saling berinteraksi untuk menciptakan nilai. Lefebvre berpendapat bahwa ruang sesungguhnya diproduksi melalui relasi sosial dengan berbagai modus produksi. Merrifield (2006: 107) menjelaskan bahwa setiap modus produksi memiliki ruang tersendiri dan pergeseran dari satu modus ke yang lain harus menghasilkan produksi ruang baru. Ruang dioperasionalisasikan secara dikotomis, seperti ruang sakral (rumah ibadah, gereja), ruang privat (istana raja, rumah tinggal), dan ruang publik (pasar, alun-alun). Perbedaan tersebut muncul akibat interaksi dari relasi sosial dengan modus produksi manusia sehingga menghasilkan beragam ruang,seperti gereja yang dianggap sakral karena dimaknai sebagai rumah Tuhan. Memahami konsep space sebagai produk sosial dari Lefebvre (Smith, 1991: 26) yang mana konsep pemahaman ruang tidak dilihat dalam Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 1 Tahun 2022, hlm. 69 84 71

struktur yang dikotomis, seperti pada pemikirpemikir sebelumnya. Ruang dilihat berada di antara wadah dan isi, antara ranah teoretis (epistemologis) dan ranah praktis, antara ruang para filsuf dan ruang orang-orang yang berurusan dengan hal-hal yang materi (Smith, 1991: 6). Ruang memisahkan antara ruang ideal (ideal space), yang berkaitan dengan ruang mental atau ruang menurut para ahli secara logika dan matematis, dengan ruang nyata (real space) yang merupakan ruang praktik sosial. Lefebvre dalam Smith (1991) melihat ruang secara trikotomi. Konsep ini kemudian disebut Triad Konseptual, yaitu 1) lived space; 2) perceived space; dan 3) conceived space. Penelitian ini berusaha menggunakan kacamata ruang milik Lefebvre untuk mendedahkan praktik spasial di ruang karaoke, representasi dari karaoke, dan karaoke sebagai ruang representasi. Keterkaitan Triad Konseptual atas ruang dapat digambarkan seperti Gambar 1 Berdasarkan ketiga dimensi produksi sosial pada Gambar 1, Lefebvre merumuskan tiga karakter ruang sebagai produk sosial (Milgrom, 2008): 1. Perceived space: Ruang yang dipersepsikan. Dalam arti lain disebut ruang yang dapat ditangkap oleh panca indra. Aspek ini berkaitan dengan ruang yang dapat dilihat, didengar, dan dirasakan sehingga memungkinkan terjadinya praktik sosial. Aspek ini berkaitan dengan material atau elemen yang pada akhirnya menyusun sebuah ruang. 2. Conceived space: Ruang yang tidak dapat dipersepsi tanpa dipahami atau diterima dalam pikiran. Pemahaman mengenai ruang merupakan produksi pengetahuan. 3. Lived space: Aspek ketiga dari produksi adalah pengalaman kehidupan. Aspek ini merujuk pada dunia sebagaimana dialami oleh manusia dalam praktik kehidupan sehari-hari. Kehidupan dan pengalaman manusia menurut Lefebvre tidak dapat sepenuhnya dijelaskan dengan analisis teoretis. Akan selalu terdapat surplus, sisa, atau residu berharga yang tak terjelaskan atau teranalisis, yang terkadang hanya dapat dinyatakan melalui cara-cara artistik. Ketiga dimensi di atas tidak berjalan sendirisendiri, tetapi terjadi secara bersamaan dan saling berkaitan. Keterhubungan antara tiga dimensi itu kemudian menciptakan proses produksi ruang. Proses ini terjadi kapan saja, di mana saja, dan sangat berkaitan dengan relasi kekuasaan. Elden (2007: 111) memberikan gambaran bahwa Sumber: Milgrom, 2008, 270 Gambar 1 Triad of Spatiality 72 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 1 Tahun 2022, hlm. 69 84

RUANG KARAOKE DALAM PEREBUTAN KUASA produksi ruang merupakan peleburan ranah konseptual dan di saat yang sama adalah kegiatan material. Contohnya seperti seorang ustaz dengan abstraksi teologisnya. Ketika berada di masjid, ia mengenakan pakaian sebagaimana seorang muslim, yaitu mengenakan sarung dan penutup kepala. Ruang masjid menjadi kegiatan material dari konsepsi yang dimiliki ustaz sebagai bagian dari praktik keagamaan. Lefebvre menyebutkan konsep ruang yang dikatakan oleh Descartes sebagai ruang mutlak, sedangkan yang disampaikan oleh Kant sebagai ruang abstrak. Ketika Lefebvre menyoroti masalah ruang perkotaan, dia menyadari bahwa situasi yang berkembang saat itu sangat dipengaruhi oleh dua aliran filsafat tersebut (Setiawan, 2017: 3). Setiawan (2017: 3) mengatakan bahwa ruang sosial merupakan konsep baru terkait pemahaman ruang. Ketika para perancang kota bermain di ranah ruang abstrak, masyarakat tentu saja merasakan pengalaman ruang secara mutlak. Penelitian ini menggunakan metode case study atau studi kasus. Metode studi kasus menjelaskan secara terperinci perkembangan seseorang, sekelompok orang, atau situasi selama periode tertentu. Yin dalam bukunya Case Study Research: Design and Methods (2002) mengatakan bahwa karakteristik yang harus ada dalam studi kasus, antara lain, ciri kasus, latar historis, konteks, keterkaitan dengan ekonomi, politik, budaya, dan sebagainya, serta hubungan dengan kasus lain. Pada penelitian ini, kasus perebutan kepentingan dalam ruang karaoke berkaitan dengan kasus lain, seperti ekonomi, politik, dan prestise. Studi kasus mengerucut pada jenis kasus tertentu, tidak bermaksud mengambil kesimpulan secara umum atau memperoleh generalisasi. Pada penelitian ini, kasus yang diteliti ada di Kali Terong Karaoke yang berada di Kabupaten Kendal. Kasus yang ditemukan dalam produksi ruang karaoke yang ada di Kali Terong Karaoke tidak bermaksud untuk memperoleh generalisasi pada karaoke secara umum. Penelitian ini juga memungkinkan adanya kesamaan temuan hasil penelitian jika ciri-ciri dan kondisi sama atau mirip seperti di Kali Terong karaoke. Objek dalam penelitian ini adalah ruang karaoke. Ruang dalam hal ini dimaknai bukan hanya sebatas tempat yang menampung barang-barang atau hanya membahas isi dalam sebuah ruang. Ruang karaoke tidak terlepas dari bagaimana negara dan para penghuni karaoke dalam mengonsepsi ruang karaoke melalui praktik sosial. Fokus subjek penelitian ini adalah orang-orang ataupun kelompok yang berkaitan dalam aktivitas karaoke. Data primer yang diperoleh dalam penelitian ini adalah hasil wawancara terhadap sembilan orang, yaitu dua orang konsumen karaoke, dua masyarakat umum, dua orang pemandu karaoke, dua orang pegawai, dan satu orang pemilik karaoke. Peneliti juga melakukan observasi partisipatoris, yang mana peneliti menjadi bagian dari komunitas yang diteliti. Tujuan dari penelitian ini, antara lain, pertama, menganalisis praktik produksi ruang karaoke (praktik spasial, representasi dari ruang karaoke, dan karaoke sebagai ruang representasi) di Kali Terong Karaoke, Kabupaten Kendal. Kedua, menjelaskan terkait adanya persaingan perebutan kekuasaan dalam ruang karaoke. PRAKTIK SPASIAL DALAM RUANG KARAOKE Ruang dalam pandangan Lefebvre adalah produk sosial, (social) space is a (social) product (Smith, 1991: 26). Pemikiran Lefebvre ini memberikan pemahaman dari para pemikir sebelumnya, yang mana ruang dianggap sebagai konstruksi fisik dan teori ruang arsitektur memahami ruang sebagai gagasan filosofis. Schmid (2008: 28) mengatakan bahwa dalam memahami konsep ruang sebagai produk sosial, perlu keluar dari pemahaman umum yang mengatakan bahwa ruang sebagai realitas independen yang ada dalam dirinya sendiri (in its self). Hal itu dikarenakan ruang dalam dirinya sendiri tidak pernah mampu menemukan posisi awal epistemologisnya. Ruang karaoke tidak selesai didefinisikan di dalam teori karena ia selalu diproduksi. Lefebvre mendudukkan praktik sosial sebagai praktik spasial. Praktik sosial dalam pandangan Lefebvre selalu mengoperasikan Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 1 Tahun 2022, hlm. 69 84 73

ruang-ruang fisik tempat praktik sosial terjadi atau berlangsung. Melalui sebuah konstruksi ilmu pengetahuan, memungkinkan praktik pemaknaan terhadap ruang (specific use of space) (Smith, 1991: 16). Secara fisik ruang karaoke merupakan ruang yang menyediakan fasilitas bernyanyi, yang terdapat layar yang menampilkan lirik lagu, lampu warna-warni, tempat duduk, mic, sound system, dan pemandu karaoke. Keunikan dari Kali Terong Karaoke adalah tidak memiliki plang atau papan yang menunjukkan lokasi usaha karaoke. Berbeda dengan karaoke-karaoke yang ada di perkotaan, yang biasanya selalu menaruh papan nama usahanya sebagai bagian dari promosi. Kali Terong Karaoke milik Yahman melakukan promosi dengan cara gethok tular. Promosi ini dalam pengertian manajemen juga sering disebut praktik promosi word of mouth marketing. Individu atau seseorang menjadi bagian dari promosi melalui pesan yang disampaikan dari mulut ke mulut. Sanak keluarga, warga sekitar, dan teman-teman sopirnya dulu yang menjadi bagian awal dari agen promosi Kali Terong Karaoke. Ketiadaan papan nama bukan ketidaksengajaan atau kekurangan anggaran promosi. Hal itu dimaksudkan sebagai upaya untuk menghindari pajak yang ditangguhkan kepada Kali Terong Karaoke. Yahman menilai ketika ada papan nama, dinas-dinas terkait akan sering menarik pajak atas tempat hiburan, belum lagi ditambah kegiatan-kegiatan check atau kontrol dari pemerintah. Pada muaranya mereka akan mencari kesalahan dan ujung-ujungnya minta uang. Dengan kondisi Kali Terong Karaoke yang jauh dari pusat keramaian, diperkirakan tidak sebanding jika harus mengeluarkan pajak dan pungutan lain. Atas dasar dari pertimbangan tersebut, Kali Terong Karaoke tidak memasang papan nama lokasi usaha. Dengan menggunakan metode promosi gethok tular, Kali Terong Karaoke menjaditerlihat lebih eksklusif. Eksklusif di sini bukan karena tempatnya yang mahal atau mewah, melainkan tanpa adanya papan nama usaha sehingga hanya kalangan tertentu yang mengetahui tempat tersebut merupakan tempat karaoke. Setelah berjalan selama kurang lebih dua tahun, beberapa pejabat pemerintah Kendal juga didapati pernah menjadi konsumen Kali Terong Karaoke. Beberapa pelanggannya juga ada yang berasal dari Kecamatan Kaliwungu. Kecamatan tersebut merupakan ujung dari Kabupaten Kendal yang berbatasan langsung dengan Kota Semarang. Jika dilihat dari jarak, Kecamatan Kaliwungu lebih dekat menuju Kota Semarang, yang memiliki varian tempat karaoke lebih banyak dibandingkan di Kecamatan Plantungan. Kecamatan Kaliwungu berjarak lumayan jauh dengan Kecamatan Plantungan. Kecamatan Plantungan berada di ujung barat Kabupaten Kendal, yang berbatasan dengan Kabupaten Batang, sedangkan Kecamatan Kaliwungu berada di ujung timur Kabupaten Kendal. Bangunan dari Kali Terong Karaoke tidak menunjukkan sebuah tempat karaoke. Dari sisi depan bangunan seperti ruko tempat toko kelontong pada umumnya. Terdapat etalase yang menampilkan jajanan, minuman botol (Aqua, Sprite, Coca-cola), dan rokok. Di samping ruang yang terlihat seperti ruko toko kelontong, yang aslinya merupakan tempat pelayanan karaoke, ada dua pintu yang berukuran sekitar 1 meter x 2,5meter. Jarak antara kedua pintu tersebut sekitar 4 meterdan di tengahnya terdapat kaca jendela. Terdapat halaman yang luas dan dikelilingi pagar beton setinggi 3 meter (jika dilihat dari jalanan umum ketika sedang mengendarai kendaraan) sehingga secara sekilas mirip penginapan atau hotel sederhana. Lefebvre menjelaskan praktik spasial itu perceived (Smith, 1991). Artinya, ruang yang dipersepsikan menunjukkan bahwa ruang memiliki aspek perspektif yang dapat ditangkap oleh indra sehingga memungkinkan praktik sosial. Seperti yang diungkap oleh Prasetyaningrum (2019) bahwa sebagian besar masyarakat memandang aktivitas karaoke tidak sesuai dengan nilai dan norma masyarakat. Pandangan negatif tidak hanya datang dari masyarakat, tetapi keluarga dari para pegawai Kali Terong Karaoke juga ada yang menganggap pekerjaan di tempat karaoke tidak baik. Hal itu diungkap oleh LN selaku pemandu karaoke: 74 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 1 Tahun 2022, hlm. 69 84

RUANG KARAOKE DALAM PEREBUTAN KUASA Saya ya malu, Mas kalau bekerja di tempat daerah saya (Kab. Jepara). Malu sama keluarga, terutama anak ya, Mas. Soalnya pandangan masyarakat masih banyak menganggap pemandu itu wanita gak bener, padahal kita hanya nemani bernyanyi (Komunikasi pribadi, 23 Februari 2021) Begitu juga yang diungkap oleh WW selaku operator karaoke: Pertama kali banyak yang menganggap gitu, Mas (negatif). Keluarga saya sendiri, bapak malah bilang koe nek bengi turune karo PK mesti ra. (Komunikasi pribadi, 22 Februari 2021) LN dan WW selaku pegawai Kali Terong Karaoke pada awalnya merasa malu dan mendapat pandangan yang miring dari keluarganya. Lama-kelamaan mereka dapat menjelaskan dan menegosiasikan bagaimana posisi dan aktivitas mereka di dalam ruang karaoke kepada keluarga. Dengan demikian, pandangan negatif dari keluarga dapat berubah. Negosiasi yang dilakukan oleh PT, seorang pemandu karaoke adalah sebagai berikut. Ibu saya awalnya melarang, Mas karena takutlah diperkosa, atau diculik dibawa orang gak dikenal. Saya juga sempat takut gitu, Mas, he-he-he. Tapi karena saya tidak memiliki pekerjaan, jadi ya saya terima. (Komunikasi pribadi, 23 Februari 2020). Smith (1991: 33) mengungkapkan Spasial practice, which embraces production and reproduction, and the particular locations and spatial sets characteristic of each social formation. Produksi dan reproduksi melalui praktik spasial memungkinkan perubahan persepsi terhadap karaoke. Di sisi lain, karaoke juga dipandang positif oleh sebagian masyarakat. Bukan hanya menjadikan daerah yang sepi menjadi ramai, melainkan juga menjadi rujukan tempat hiburan malam. Hal itudiungkap oleh BG: Soalnya tidak ada tempat hiburan lain di daerah sini kalau malam hari. (Komunikasi pribadi, 12 Maret 2021) BG merupakan seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta. Ia sering mengajak temannya yang bermain ke rumahnya di daerah Kecamatan Plantungan untuk berkaraoke. Aktivitas tersebut dilakukan karena tidak ada hiburan lain di daerah tersebut. Karaoke dalam hal ini menjadi obyek wisata atau tempat hiburan. Jain dan Inoguchi (1999: 272) melihat karaoke sebagai metafora untuk menggambarkan pemerintah Jepang yang melakukan pergantian kabinet dari 1993 hingga 1995, tetapi menjalankan kebijakannya hampir sama seperti 20 tahun silam. Kondisi pemerintahan tersebut seperti karaoke; orang-orang di dalam ruang karaoke selalu berganti, tetapi lagu yang dimainkan masih sama. Di Kabupaten Kendal, karaoke menjadi isu politik dalam suksesi kepala daerah tahun 2020. Gambar 2 merupakan sebuah berita terkait karaoke yang ditulis dengan format PDF dan disebarkan melalui WhatsApp Blast (dikirim ke banyak nomor WhatsApp). Pembahasan topik tentang karaoke dijadikan sebuah isu untuk memecah suara pasangan NURANI (Ali Nurudin-Yekti Handayani) yang merupakan calon Bupati dan Wakil Bupati Kendal, yang banyak didukung oleh para kalangan Nahdliyin (sebutan untuk masyarakat Nahdlatul Ulama). Dalam praktik spasial, ruang sosial muncul sebagai mata rantai yang menghubungkan berbagai jaringan aktivitas yang juga mencangkup materi dimensi interaksi (Fatmawati dkk., 2018: 20). Watkins (2005: 213) dalam penelitian yang berjudul Representations of Space, Spatial Practices and Spaces of Representation: An Application of Lefebvre s Spatial Triad juga menjelaskan praktik spasial dalam konteks teater digambarkan seperti rutinitas sehari-hari para aktor yang mencakup sosial. Dalam arena karaoke, praktik spasial menyangkut aktivitas sosial dari individu-individu yang terlibat di ruang karaoke. Meskipun Kali Terong Karaoke bukan dalam isu politik, keberadaan Kali Terong Karaoke dijadikan tempat interaksi orang-orang politik, seperti yang dilakukan oleh KV: Setelah lelah berjuang untuk orang lain (pasangan bupati), karaoke lah. Kita (tim pencari massa pemilih) berjuang untuk menyenangkan diri kita. Ha-ha-ha. Pokoknya besok kita berjuang lebih semangat lagi mencari massa. (Komunikasi pribadi, 28 Agustus 2020) Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 1 Tahun 2022, hlm. 69 84 75

Sumber:, Gambar 2 Karaoke sebagai Isu Politik KV yang merupakan pendukung salah satu pasangan calon bupati menjadikan ruang karaoke sebagai tempat untuk memberikan reward atau penghargaan untuk kesenangan dirinya dan teman-temannya. Ruang karaoke juga dijadikan tempat untuk merencanakan strategi politik. Brenner (2018) dalam Performing Rebellion: Karaoke as a Lens into Political Violence membahas praktik sosial dalam karaoke menjadi sarana pemberontakan di Kachin, Myanmar. Aspirasi dari pemberontak di akar rumput direpresentasikan dalam sebuah lirik lagu yang kemudian dinyanyikan bersama-sama. Aktivitas karaoke menjadi jendela ke dalam dinamika sosial kekerasan politik yang tersembunyi, yang membentuk lintasan kolektif gerakan revolusioner (Brenner, 2018: 1). Nanti pada hari H, beberapa jago bisa kita ajak karaoke sampai mabuk. Jadi pas pemilihan, duit kepyur (Istilah money politik ) gak cair (tidak dibagikan). Ha-ha-ha. Jagonya masih tepar. (Komunikasi pribadi, 28 Agustus 2020) Pemilihan kepala daerah sering menggunakan money politic. Ruang karaoke Kali Terong dijadikan tempat pembahasan terkait money politic dan perencanaan kemenangan calon bupati dan wakil bupati. REPRESENTASI DARI RUANG KARAOKE Representasi dari ruang mengacu pada konsep Conceived Space. Seperti yang diungkapkan Merrifield (2006: 109) bahwa representasi ruang merupakan konsep ruang yang di bangun 76 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 1 Tahun 2022, hlm. 69 84

RUANG KARAOKE DALAM PEREBUTAN KUASA melalui berbagai macam ahli ataupun pemerintah. Dalam kacamata Lefebvre, representasi ruang menjelaskan bagaimana konsepsi ruang, yang di dalamnya dipengaruhi ideologi, kekuatan politik (pemerintah ataupun pengusaha), dan pengetahuan para ahli dalam mendefinisikan ruang. Representasi ruang karaoke tidak terlepas dari peran negara dalam melakukan konsepsi terhadap ruang tersebut. Melalui Permen Parekraf (Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) Nomor 16 tahun 2014,ruang karaoke dibahas secara spesifik dalam peraturan sendiri, terpisah dari yang lain. Negara melihat karaoke sebagai salah satu usaha yang dapat meningkatkan kas negara sehingga dibahas secara spesifik. Negara mendefinisikan karaoke sebagai tempat bernyanyi di dalam sebuah ruang dengan atau tanpa pemandu, padahal cakupan karaoke tidak hanya bernyanyi dalam sebuah ruangan. Aktivitas yang dilakukan oleh boy band atau girl band yang sedang tren saat ini juga merupakan bagian dari karaoke. Permen Parekraf mengatur secara spesifik rluas ruang karaoke paling kecil 2,5 x 3,5 meter. Karaoke yang ada di mal, yang bernama KTV, berukuran 1 x 2 meter dengan sistem masuk menggunakan koin tidak termasuk dalam definisi karaoke menurut pemerintah. Peraturan tersebut mengatur produk karaoke harus menyediakan Tempat pembayaran, tempat penjualan makanan ringan dan minuman ringan, ruang tunggu pengunjung yang dilengkapi dengan tempat duduk dan meja, toilet yang bersih, terawat dan terpisah untuk pengunjung pria dan wanita yang masing-masing dilengkapi dengan: 1) tanda yang jelas, 2) air bersih yang cukup, 3) tempat cuci tangan dan alat pengering, 4) kloset jongkok dan/ atau kloset duduk, 5) tempat sampah tertutup, dan 6) tempat buang air kecil (urinoir) untuk toilet pengunjung pria, 7) eskalator pengunjung untuk karaoke yang berada di lantai 4 atau lebih. (Lampiran Permen Parekraf, 2014: 1 2) Kali Terong Karaoke sangat tidak memenuhi standar pada toilet. Kali Terong Karaoke hanya menyediakan satu toilet yang berada di tengah, di antara dua ruang karaoke yang saling berhadapan. Tidak tersedia tanda yang menunjukkan toilet tersebut untuk laki-laki atau perempuan, sedangkan untuk tempat cuci tangan hanya mengandalkan kran air di dalam toilet. Toilet yang disediakan model jongkok, dengan ember sebagai tempat tampungan air di bawah kran. Kali Terong Karaoke juga tidak menyediakan urinoir untuk buang air kecil bagi laki-laki. Standar dari Permen Parekraf untuk kelengkapan bangunan adalah Pertama, papan nama yang dibuat dari bahan aman dan kuat dengan tulisan yang terbaca dan terlihat jelas, dan dipasang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kedua, fasilitas parkir yang bersih, aman, dan terawat. (Lampiran Permen Parekraf, 2014: 2) Kali Terong Karaoke seperti yang sudah dijelaskan di atas, sama sekali tidak memiliki papan nama. Sementara itu, fasilitas parkir yang disediakan hanya halaman terbuka berukuran sekitar 5 x 10 meter. Halaman parkir tidak memiliki atap sehingga ketika hujan, kendaraan para pengunjung yang terparkir akan terkena air hujan. Kali Terong Karaoke tidak mengikuti prosedur yang sudah ada, khususnya pada prosedur operasional standar yang keenam, ketujuh dan kedelapan. Kali Terong Karaoke tidak menyediakan pihak keamanan untuk berjaga-jaga. Semua ditangani oleh Wawan, operator yang juga merangkap jabatan sebagai kasir dan waiters (pengantar minuman atau makanan ringan). Selama observasi partisipasi yang dilakukan, peneliti tidak melihat adanya kotak P3K sebagai pertolongan pertama pada kecelakaan. Peneliti juga tidak menemukan adanya alarm kebakaran dan alat pemadam kebakaran di bangunan tersebut. Tata cara pemesanan yang ada di Kali Terong Karaoke dapat dilakukan secara langsung di lokasi. Konsumen karaoke cukup menemui Wawan selaku operator. Ketika terdapat ruangan yang kosong, pengunjung dapat langsung melakukan aktivitas bernyanyi. Wawan akan memberitahu t berapa lama waktu konsumen akan bernyanyi dan menawarkan menu minuman serta menyuruh konsumen memilih pemandu karaoke apabila ingin menggunakan jasanya. Pengunjung yang sudah sering bernyanyi di Kali Terong Karaoke dapat melakukan reservasi Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 1 Tahun 2022, hlm. 69 84 77

melalui nomor WhatsApp (bagi yang sudah memiliki nomor Wawan atau Yahman). Terkait dengan pembayaran, Kali Terong Karaoke hanya menyediakan pembayaran secara tunai. Tidak jarang ada konsumen yang berutang apabila pembayarannya kurang. Utang hanya diperbolehkan bagi yang sudah cukup akrab atau kenal dengan Yahman sang pemilik. Pendefinisian pemerintah daerah Kabupaten Kendal terkait dengan karaoke hanya masuk ke dalam satu Perda (Peraturan Daerah). Tidak ada Perda Kabupaten Kendal yang membahas secara detail perihal karaoke. Karaoke dibahas secara implisit dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kendal Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah. Karaoke masuk ke dalam objek pajak hiburan bersama dengan diskotek dan klub malam. Pada Peraturan tersebut, kata karaoke hanya disebut dua kali. Pertama, di dalam jenis hiburan yang terkena pajak. Kedua, ada pada tarif pajak hiburan. Perda tersebut tidak menjelaskan pendefinisian karaoke secara jelas, hanya menerangkan bahwa karaoke dikenai pajak 15% dari uang yang diterima penyelenggara karaoke. KARAOKE SEBAGAI RUANG REPRESENTASI Space of representation atau ruang representasi merupakan ruang yang ditempati atau ruang yang ditinggali sehari-hari (lived space) (Merrifield, 2006). Ruang representasi dari tempat karaoke dalam penelitian ini merujuk pada para penghuni dan para pengguna karaoke yang memungkinkan mereka menggambarkan dan ingin melakukan lebih dari sekadar mendeskripsikan. Melalui citra-citra dan simbol-simbol yang ada di dalam ruang karaoke, para pengguna dan para penghuni ruang karaoke mengubahnya sesuai dengan imajinasi mereka. Seperti pendapat Rohman yang menjadikan ruang karaoke sebagai tempat syukuran: Saya kan habis pulang dari luar (negeri), Mas. Ini kadang-kadang ajala. Syukuran karena masih ada rezeki. Menyenangkan teman-teman, Mas. (Komunikasi pribadi, 22 Februari 2021) Dalam kehidupan masyarakat Kendal, syukuran biasanya merujuk pada aktivitas berdoa bersama yang diakhiri dengan makan (tumpeng atau makanan ringan) bersama. Kepulangan Rohman dengan selamat dan membawa rezeki (uang) setelah bekerja di luar negeri sudah selayaknya dirayakan dengan syukuran. Akan tetapi, syukuran dengan berkaraoke merupakan pergeseran bentuk cara syukuran. Ruang karaoke di Kali Terong Karaoke dijadikan sebuah tempat bersyukur kepada Tuhan atas keselamatan dan rezeki yang didapatkannya. Aktivitas yang biasanya dilakukan dengan cara berdoa, diganti dengan cara bernyanyi. Aktivitas makan bersama, diganti dengan minum alkohol bersama. Ruang representasi adalah ruang yang dihayati, dihidupi, atau dialami secara langsung melalui citra-citra dan simbol-simbol ruang (Faruk, 2020: 274). Hal tersebut dikarenakan ruang merupakan tempat para penghuni dan para pengguna yang memungkinkan mereka menggambarkan dan ingin melakukan lebih dari sekadar mendeskripsikan. Para pengguna karaoke menjadikan ruang karaoke sebagai tempat membangun citra diri. KL juga menjadikan karaoke sebagai tempat membangun citra diri, seperti ungkapannya Ayolah pergi ke atas (Plantungan), nanti saya kenalkan LN. Harus berkumpul dengan anak muda anda, supaya awet muda. (Komunikasi pribadi, 27 Agustus 2020). KL merupakan warga Kecamatan Gemuh, wilayah Kabupaten Kendal bagian bawah. Ia mengajak rekan kerjanya yang berusia paruh baya untuk karaoke di daerah Plantungan. KL juga menyebutkan nama LN, salah satu pemandu karaoke di Kali Terong Karaoke, kepada rekannya tersebut. Hal itu dilakukan KL untuk menunjukkan bahwa wawasan dan pengetahuannya tentang karaoke cukup luas. Ia juga mengungkapkan Santai nanti kalau kasus pailit selesai, saya yang bayar (karaoke). Anda pilih minum apa, pemandu karaoke berapa. (Komunikasi pribadi, 27 Agustus 2020) Aktivitas di ruang karaoke bukan hanya untuk kebutuhan hiburan menghilangkan penat. KL mengonsumsi karaoke sebagai cara membangun sebuah status sosial. Hal itu oleh Lefebvre dinamakan alienasi atau rasa keterasingan, yang di dalam pengertian Marxis merupakan efek dari cara produksi kapitalis yang bekerja dengan 78 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 1 Tahun 2022, hlm. 69 84

RUANG KARAOKE DALAM PEREBUTAN KUASA prinsip nilai tukar, bukan lagi nilai guna (Faruk, 2020: 276). Karaoke juga menjadi ajang untuk menunjukkan gengsi. Para konsumen karaoke yang baru kenal tidak jarang berkenalan dan mendadak berteman di ruang karaoke. Proses perkenalan biasanya terjadi ketika sesama konsumen saling menunggu ruang karaoke yang kosong. Pada saat terdapat ruang yang kosong, mereka juga tidak ragu untuk berkaraoke bersama. Persaingan gengsi sesama konsumen karaoke terjadi ketika di dalam ruang karaoke. Hal itu diungkap NN: Kita, ketika mereka minta tambah jam dan PK lanjutkan saja, gengsi. Nanti kalau uang kurang, utang tidak apa-apa. Aku yang akan bicara kepada Pak Yahman. (Komunikasi pribadi, 11 Juni 2021). Konsumen karaoke tidak ingin terlihat malu karena tidak memiliki cukup uang di hadapan teman barunya tersebut. NN rela untuk ngutang demi menjaga harga dirinya di depan teman yang baru ia kenal di Kali Terong Karaoke. Ruang karaoke tidak hanya menjadi ruang representatif dari konsumen karaoke. Pemandu karaoke juga dijadikan panggung untuk merepresentasikan dirinya di hadapan konsumen, seperti yang diungkap oleh PT: Ya aku gak papa mas disuruh nyanyi naik ke atas sound, kan aku kecil, he-he. yang penting sawerannya. (Komunikasi pribadi, 23 Februari 2020) Seorang pemandu karaoke rela bernyanyi di atas sound system demi mendapatkan tambahan uang atas penampilannya di dalam ruang karaoke. Para pemandu karaoke juga harus berpenampilan seksi (mengenakan rok mini dan dada yang sedikit terbuka) untuk menarik konsumen karaoke. PT selaku pemandu karaoke menjelaskan Kalau penampilan penting terlihat agak seksi. Kalau tertutup ya tidak ada yang tertarik, Mas (Komunikasi pribadi, 23 Februari 2020). Hal tersebut selaras dengan ruang representasi ketika dipahami secara simbolik. Dengan demikian, sesungguhnya praktik spasial dalam keseharian manusia menjadikan simbolisme itu sebagai penanda relasi antarruang yang paling konkret. PEREBUTAN KUASA DALAM RUANG KARAOKE Marx mencurahkan pemikirannya terhadap kekuasaan kapitalisme, sedangkan Lefebvre berusaha menjelaskan perkembangan hegemoni kapitalisme modern secara paralel berdampak pada produksi ruang abstrak (Goodman & Ritzer, 2004: 212). Ruang abstrak dicirikan oleh ketiadaan sesuatu yang diasosiasikan dengan ruang absolut (pohon, udara bersih, dan lain-lain) (Goodman & Ritzer, 2004: 212). Ruang abstrak adalah sebuah kekuasaan, yang mana kekuasaan berusaha melakukan kontrol atas sebuah ruang yang semakin meluas. Pada ruang abstrak inilah kapitalisme berusaha menciptakan bentukbentuk homogenisasi, hierarki, dan berbagai macam fragmentasi sosial lainnya. Kapitalisme yang berlangsung secara global dan spasial di berbagai tempat melahirkan banyak bentuk dan pola relasi yang sama, serupa, hampir mirip di berbagai belahan dunia. Akan tetapi, di sisi lain juga melahirkan perbedaan-perbedaan praktik dan konsepsi terhadap ruang itu sendiri. Sama halnya dengan kapitalisme terhadap karaoke. Karaoke di Jepang pada awalnya dapat dinikmati secara komunal, tetapi dalam perkembangannya, aktivitas karaoke berpindah ke dalam room atau ruangan. Hal yang serupa kemudian diadopsi ke Indonesia; aktivitas karaoke juga tersedia dalam sebuah ruangan. Meskipun demikian, pasti muncul perbedaan praktik dan konsepsi dalam aktivitas ruang karaoke. Lefebvre menjelaskan Abstract space is not just a perceived product of capitalist spatial practices and a projection of the representations of space conceived by planners, but that the lived practices of those inhabiting this space are themselves abstract. (Stanek, 2008: 70) Ruang abstrak bukan hanya produk yang dirasakan dari hasil praktik spasial kapitalis dan proyeksi representasi ruang yang dibuat oleh perencana ruang, tetapi juga praktik hidup dari penghuni ruang abstrak tersebut. Ruang abstrak dari karaoke bukan hanya dijelaskanoleh para perencana ruang, pemerintah, ataupun ahli dalam mengonsepsi ruang karaoke, para penghuni di ruang karaoke juga memiliki konsepsi tersendiri. Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 1 Tahun 2022, hlm. 69 84 79

Ruang karaoke juga menjadi ruang yang diperebutkan oleh para penghuni karaoke. Hal ini dikarenakan ruang karaoke merupakan ruang abstrak, ruang kekuasaan, yang mana penghuninya berusaha melakukan kontrol atas sebuah ruang karaoke tersebut. Lefebvre mengembangkan pemikiran ruang abstrak bukan hanya dilakukan oleh negara atau ahli pengonsep ruang (Stanek, 2008: 70). Praktik spasial dari para penghuni ruang karaoke juga memiliki konsepsi. Konsepsi berdasarkan pengalaman para pengguna atau para penghuni ini yang menjadikan ruang karaoke menjadi abstrak, sedangkan keuntungan ekonomi bagi pihak karaoke adalah mutlak. Kekuasaan yang pertama dari sisi konsumen, yakni konsumen karaoke merasa dirinya berkuasa dalam ruangan karaoke. Hal tersebut tidak terlepaskan dari pandangan konsumen secara umum bahwa pelanggan adalah raja. Konsumen karaoke yang merasa membayar atas fasilitas di dalam ruang karaoke, berhak berkuasa atas ruangan tersebut. Konsumen tidak hanya berkuasa atas ruangan karaoke, tetapi juga berkuasa atas konsumen lain, seperti yang diungkap oleh NN: Saatnya Lu (menyebut nama panggilan dari LU), kamu memilih yang mana, pilih PK yang kamu suka. (Komunikasi pribadi, 11 Juni 2021) Ungkapan dari NN di atas secara tidak langsung sudah mendiskreditkan LU. Peneliti melihat ekspresi NN yang sedikit tersenyum dan mengatakan kalimat tersebut dengan nada sedikit tinggi. Peneliti juga mengerti bahwa LU merupakan laki-laki yang malu ketika berinteraksi dengan perempuan. NN menjadi inisiator acara karaoke yang kita bertiga lakukan (NN, LU, dan peneliti). Pada hari sebelumnya, peneliti memberi kabar kepada NN bahwa ada sejumlah uang yang diterima dari aktivitas organisasi, yang mana NN merupakan bagian dari anggota organisasi tersebut. Peneliti memberi tawaran uang itu enaknya dibelikan apa. Secara spontan NN menjawab Buat karaoke aja, Pak, biasa, kan refreshing. Ajak LU sekalian. Supaya dia ikut senang. LU pasti mau, tenang saja nanti aku yang urus. (Komunikasi pribadi, 10 Juni 2021) Pernyataan NN kemudian dilakukan pada hari berikutnya. LU baru saja diberi tahu setelah peneliti dan NN berada di Kali Terong Karaoke. Sebagai inisiator, NN merasa dirinya paling berperan. Sejak awal masuk ruangan karaoke, kemudian menyuruh LU hingga pada awal pemilihan lagu, NN langsung memilih judul lagu yang ingin dinyanyikan dan langsung mengambil mic di meja. Dari hal ini peneliti melihat adanya dominasi dari konsumen kepada konsumen. NN sebagai konsumen karaoke melakukan dominasi terhadap LU yang juga konsumen karaoke. Perebutan kekuasaan dalam ruangan juga melibatkan barang-barang dalam ruang karaoke, seperti mic. NN yang sudah lama menguasai mic, kemudian menimbulkan perlawanan LU yang juga berusaha untuk menguasai mic. LU mengungkapkan Sini gantian dong, kenapa kamu terus yang bernyanyi. (Komunikasi pribadi, 11 Juni 2021) Peneliti merasa rugi jika hanya melihat NN dan LU yang menikmati aktivitas karaoke, padahal uang yang digunakan berkaraoke tersebut adalah uang jerih payahnya.. Peneliti juga melakukan intervensi terkait minuman yang dipesan dalam ruang karaoke Kali Terong: Pokoknya minumnya Anggur Merah, kalau tidak ya bayar karaoke sendiri-sendiri. (Catatan pribadi, 11 Juni 2021) Mendengar kalimat tersebut NN dan LU menjawab Siap, Pak. Dari jawaban tersebut, mereka berdua menyadari bahwa mereka tidak memiliki ruang negosiasi atas keinginan peneliti. Dalam praktik spasial di luar ruang karaoke, mereka berdua adalah anggota dari organisasi dan peneliti merupakan ketua. Aktivitas karaoke tersebut juga dilakukan menggunakan uang yang didapatkan oleh peneliti. Modal ekonomi sebagai alat mendapatkan fasilitas berkaraoke dan modal sosial di luar aktivitas karaoke, menjadikan NN dan LU sulit menegosiasikan apa yang menjadi keinginan peneliti di ruang karaoke. Karaoke bukan hanya menghadirkan pertarungan kekuasaan dari para pengguna, melainkan juga menjadi ajang gengsi sesama pengguna konsumen karaoke. Hal itu diungkapkan NN kepada LU: 80 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 1 Tahun 2022, hlm. 69 84

RUANG KARAOKE DALAM PEREBUTAN KUASA Gimana, enak karaoke bersamaku, kan? Kamu bisa memilih PK (Pemandu Karaoke). Kalau bersama JK karaokenya cuma habis napas doang kamu, ha-ha. (Komunikasi pribadi, 11 Juni 2021) Pernyataan di atas dapat diartikan bahwa NN ingin menegaskan perannya supaya mendapat pengakuan dari LU. NN membandingkan berkaraoke bersama JK (teman LU dan NN) yang hanya aktivitas bernyanyi saja, tanpa menggunakan jasa pemandu karaoke. NN berusaha mendapatkan pengakuan yang baik dari LU. Ia merasa lebih berkuasa daripada JK. Di organisasi politik yang kami ikuti, dukungan pandangan menjadi penting karena hal tersebut merupakan faktor kemenangan dalam perebutan kekuasaan. Dalam lingkaran pertemanan NN, LU, dan JK, NN lebih berkuasa dibandingkan JK. Kuasa di ruang karaoke tidak hanya dari konsumen kepada konsumen lain, tetapi juga dari konsumen kepada pemandu karaoke, seperti yang diungkapkan NN: Mbak bernyanyilah, sudah dibayar kenapa duduk. (Komunikasi pribadi, 11 Juni 2021) Pernyataan NN merepresentasikan dirinya adalah seorang konsumen yang telah membayar jasa pemandu karaoke. Dia merasa berkuasa atas pemandu karaoke. Dia tidak membiarkan si pemandu karaoke yang merasa lelah untuk duduk lama dan tidak bernyanyi. Memahami perebutan kekuasaan dalam ruang di Kali Terong Karaoke ini tidak sebatas dari konsepsi terhadap ruang. Hubungan antara konsepsi, persepsi, dan ruang yang dihidupi tidak pernah stabil (Merrifield, 2006: 110). Perebutan kekuasaan antarkonsumen terhadap ruang karaoke tidak hanya terjadi di dalam ruang karaoke tersebut. Aktivitas menuju ruang karaoke juga menjadi ruang kekuasaan persepsi. Sama seperti yang dilakukan oleh NN terhadap LU, persepsi NN terhadap karaoke juga disukai oleh LU. Dalam hal ini, NN menempatkan karaoke sebagai ruang untuk membangun relasi dan meraih dukungan dalam lingkaran pertemanan. Ruang abstrak adalah the product the materialization of what is conceived, ruang representasi yang digeneralisasikan (Merrifield, 2006: 111). Produk dari Kali Terong Karaoke adalah benda-benda yang terdapat di ruang karaoke, seperti mic dan pemandu karaoke. Dari penjelasan di atas, diketahui mic dan pemandu karaoke menjadi bagian dari abstraksi yang dilakukan oleh konsumen karaoke. LU memiliki abstraksi sendiri terhadap mic dan NN memiliki abstraksi sendiri terhadap pemandu karaoke. Berbeda dengan abstraksi yang diobjektifikasikan dari perumahan mewaholeh para arsitek atau pemerintah yang melakukan konsepsi terhadap tata ruang, yang digambarkan Lefebvre di daerah Marais, Kota Paris, Perancis (Smith, 1991: 57), karaoke di Indonesia belum memiliki abstraksi yang masif dari para ahli dan media dalam mendefinisikan karaoke jika dibandingkan perumahan. Hal ini menjadikan para penghuni karaoke melakukan abstraksi berdasarkan pengalaman mereka. Kuasa yang kedua adalah dari sisi pemandu karaoke. Perebutan kuasa sesama pemandu karaoke bertujuan untuk memperebutkan konsumen karaoke. Mereka saling bersaing penampilan untuk mendapatkan pelanggan. Hal itu diungkap salah satu pemandu karaoke di Kali Terong Karaoke: Kalau persaingan merek lipstik dan make up sih gak ada, kalau penampilan ya ada, Mas. Apalagi sama pemandu karaoke yang baru, masih muda. Biasanya pelanggan kan penasaran sama yang baru. (Komunikasi pribadi, 21 Februari 2020) Pernyataan di atas menjelaskan bahwa penampilan menjadi indikator persaingan di antara pemandu karaoke. Pemandu karaoke yang lama merasa bahwa pemandu karaoke yang baru adalah pesaing dalam mendapatkan pelanggan. Hal tersebut selaras dengan apa yang disampaikan oleh Marx terkait komoditi dari Fetishism. Marx mengungkapkan perceived by people as objective, as a definite social relation between men that assumes, in their eyes, the fantastic form of a relation between things (Merrifield, 2006: 106). Pemandu karaoke menjadi bagian dari komoditas ruang karaoke. Penampilan pemandu karaoke tidak terlepas dari hubungan sosial yang mata laki-laki asumsikan. Hal ini merupakan bentuk fantastis dari hubungan di antara pikiran. Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 1 Tahun 2022, hlm. 69 84 81

Kekuasaan selanjutnya adalah antara pemandu karaoke dengan konsumen karaoke. Kekuasaan dari pemandu karaoke terhadap konsumen salah satunya adalah dalam pemilihan lagu. Pemandu karaoke dapat melakukan intervensi terhadap lagu yang akan dinyanyikan ketika dirinya merasa tidak hafal, seperti yang diungkap PT ketika berkaraoke: Mas jangan lagu yang itu, aku tidak hafal (lirik). Yang ini saja. (Komunikasi pribadi, 22 Februari 2021) Intervensi ini dilakukan untuk menjaga citra dan performanya sebagai pemandu karaoke yang dapat memandu karaoke dengan baik. Sebenarnya, dalam ruang karaoke, pemandu karaoke harus memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas terkait judul dan jenis lagu. Sama seperti sebutan nama pekerjaannya, tugas mereka adalah memandu atau mengarahkan lirik dan nada dalam berkaraoke supaya lebih enak didengar. Pemandu karaoke juga berani melawan ketika konsumen karaoke melakukan tindakan yang dirasa kurang menyenangkan. Ketika LU berusaha memegang payudara si pemandu karaoke, PT mengungkapkan Mas jangan begitu, kalau begitu aku keluar (meninggalkan ruangan). (Komunikasi pribadi, 11 Juni 2021). LU dalam keadaan sedikit mabuk memeluk si pemandu karaoke dari belakang sambil tangannya memegang payudara. Pada kondisi tersebut, pemandu karaoke masih merasa biasa. Akan tetapi, ketika LU meraba payudara si pemandu karaoke dengan cukup keras, sontak pemandu karaoke langsung mengeluarkan pernyataan di atas. Di Kali Terong Karaoke, ketika pemandu merasa tidak nyaman dan meninggalkan ruangan meskipun baru 10 menit berada di dalam ruangan, ia akan tetap mendapatkan bayaran yang dihitung per jam. Ruang dan fasilitas karaoke tidak sepenuhnya dimiliki oleh konsumen karaoke. Pemandu karaoke di Kali Terong Karaoke memiliki kuasa untuk memesan menu. Menu yang dipesan oleh pemandu karaoke di dalam ruang karaoke menjadi tanggung jawab konsumen karaoke meskipun konsumen karaoke tidak ikut menikmati apa yang dipesan oleh pemandu karaoke. LU mengungkapkan kekecewaan terhadap apa yang dilakukan pemandu karaoke: Anjing, rokok sama Aqua (merk air mineral) ternyata ikut di nota kita. Aqua sih tidak masalah, aku ikut minum, he-he-he. Rokoknya tadi tidak pernah mencoba dan tidak terlihat juga di meja. (Komunikasi pribadi, 12 Juni 2021). Dari beberapa paparan di atas tampak bahwa kuasa di ruang karaoke tidak bersifat mutlak. Kekuasaan tersebut dimiliki oleh masing-masing orang yang berada di ruang karaoke. Saat berinteraksi di ruang karaoke, kekuasaan ini beradu dan akhirnya dinegosiasikan oleh orangorang yang berada di dalam ruang tersebut. PENUTUP Praktik spasial dari ruang karaoke mencakup keterkaitan individu ruang karaoke. Bangunan karaoke yang secara fisik terlihat, memungkinkan persepsi tersendiri dari setiap individu. Dalam praktik spasial, ruang karaoke menyangkut aktivitas sosial dari individu-individu yang terlibat di dalam ruang karaoke. Banyak masyarakat Kabupaten Kendal yang masih memandang aktivitas karaoke dengan pandangan negatif. Karaoke selalu dikaitkan dengan aktivitas yang tidak sesuai (prostitusi dan mabuk) dengan norma sosial yang ada. Meskipun demikian, ada masyarakat yang tidak memandang Kali Terong Karaoke sebagai hal negatif. Kali Terong Karaoke di Kecamatan Plantungan, Kabupaten Kendalberada di tempat yang sepi. Keberadannya dirasa menguntungkan karena sebagian masyarakat Kecamatan Plantungan tidak harus pergi jauh-jauh ketika mencari hiburan. Wilayah lokasi Kali Terong Karaoke awalnya dianggap angker oleh masyarakat. Pandangan tersebut kemudian mulai bergeser sejak adanya Kali Terong Karaoke. Pandangan negatif juga dirasakan oleh para pekerja Kali Terong Karaoke, khususnya dari keluarga mereka sendiri. Beberapa pekerja Kali Terong Karaoke mampu menegosiasikan pandangannya. Ada juga pekerja yang masih merasa malu, tidak dapat menegosiasikan persepsi negatif karaoke, dan menjadikan Kali 82 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 1 Tahun 2022, hlm. 69 84