Bolehkah kita ikut peribadatan agama lain apa alasannya

Jakarta -

Suatu hal yang menakjubkan dari Nabi Muhammad Saw ialah menganjurkan untuk membantu pembangunan dan rehabilitasi rumah-rumah ibadah agama lain. Beberapa keprihatinan yang dilakukan Nabi terhadap keterlantaran rumah-rumah ibadah agama lain, di antaranya ialah anjuran Nabi untuk membantu perbaikan rumah ibadah non-muslim seperti yang tertera dari surat Nabi Muhammad Saw kepada kaum Kristen Najran sebagaimana dikatakan: "Bila mereka membutuhkan bantuan dalam memperbaiki rumah ibadah mereka atau apa saja yang berkaitan dengan urusan agamanya, mereka bisa dibantu dan hal tersebut termasuk pengukuhan bagi mereka yang dapat mendukung masalah untuk agama mereka. Itu dianggap sebagai komitmen untuk memenuhi janji Nabi yang telah diberikan kepada mereka, dan juga pemberian Allah kepada mereka".

Surat Nabi ini luar biasa. Selain memberikan gambaran kearifan Nabi terhadap umat non-muslim juga secara implisit Nabi tidak pernah merasa terancam dengan kehadiran rumah-rumah agama umat lain. Itulah sebabnya Nabi selalu menginstruksikan agar rumah-rumah ibadah jangan disamakan dengan bangunan-bangunan lain. Mungkin yang lain dapat dengan mudah dibongkar atau dapat diruntuhkan tetapi rumah ibadah harus hati-hati. Rumah ibadah mewakili suasana batin para pemeluk agama itu dan jika batin yang disinggung maka itu bentuk penderitaan paling mendalam.

Setiap kali prajuritnya menuju ke medan perang selalu Nabi menegaskan untuk tidak melakukan lima hal hal, yaitu jangan mengganggu kaum perempuan, jangan mengganggu anak-anak dan orang-orang tua bangka, jangan merusak rumah-rumah ibadah, dan jangan merusak pohon dan tanaman penduduk. Larangan-larangan tersebut sungguh sangat manusiawi. Kaum perempuan yang dianggap lemah dan memiliki status social yang sering termarginalkan diberikan instruksi pertama untuk tidak mengganggu kaum perempuan di dalam medang jihad. Kaum perempuan sesungguhnya adalah ibu yang melahirkan kita. Boleh jadi itu anak dan saudara kita. Dengan melakukan pendhaliman dan kekasaran terhadap mereka apa bedanya jika perlakukan itu ditujukan kepada keluarga dekat kita. Sama dengan anak-anak dan orang tua lemah, sangat tidak adil mendekatinya dengan pendekatan militer. Tawanan perang Badar di Madinah tidak dijemur di bawah terik matahari tetapi diikat di masjid sambal diminta mengajarkan keterampilan kepada warga masyarakat Madinah sesuai dengan bakat keterampilan masing-masing. Ujungnya adalah pembebasan dan kemerdekaan bagi mereka yang yang secara nyata memberikan keuntungan nyata kepada masyarakat.

Larangan merusak rumah-rumah ibadah agama lain sungguh sangat mengesankan. Tradisi ini terus dipertahankan hingga saat ini. Gereja-gereja tua berdiri di mana-mana di setiap negara muslim. Bahkan anggaran perawatannya diberikan dari kas negara yang notabene umumnya dipungut dari umat Islam melalui pundi-pundi amalnya seperti jizyah, hibah, hibah, dan pemasukan lain yang tidak ditentukan penggunaannya secara khusus oleh Al-Qur'an dan hadis, seperti zakat dan waqaf. Para sahabat (Khulafa' al-Rasyidun) memberi kesempatan umat beragama lain beribadah di rumah ibadah mereka masing-masing. Jika ada rumah ibadah yang roboh dan menyebabkan warganya terlunta-lunta di dalam menjalankan ibadahnya, maka umat Islam diminta untuk turun tangan membantu saudaranyaa, yang penting tidak diambil dari Zakat dan Waqaf, karena itu peruntukannya sudah jelas.

Agak ironis sebenarnya peristiwa yang sering terjadi di dalam sejarah. Antara penganut agama Yahudi dan agama Kristen pernah terjadi bunuh-bunuhan yang sangat mengerikan. Hal yang sama juga pernah terjadi antara penganut agama Kristen dan agama Islam yang diabadikan dengan nama Perang Salib. Padahal ketiga kelompok agama ini sesungguhnya berasal dari satu nenek, yaitu Nabi Ibrahim. Ketiga kelompok agama ini sering disebut sebagai Abrahamic Religion atau Semitic Religion, yang basicnya sama-sama sebagai agama monoteisme. Jika saja ketiga agama ini berdamai secara monumental maka separuh ketegangan dunia berakhir.

Prof. Nasaruddin Umar

Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta


Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis

(erd/erd)

Ulama menjelaskan hukum menghadiri undangan ke rumah ibadah Non-Muslim.

Ahad , 07 Mar 2021, 12:30 WIB

Hukum Menghadiri Undangan ke Rumah Ibadah Non-Muslim. Foto: Rumah ibadah (Ilustrasi)

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bagi mualaf tentu memiliki kerabat yang berbeda agama tak terkecuali muslim yang memiliki rekan atau kerabat non muslim. Banyak yang bertanya bagaimana jika mereka menikah di tempat ibadah apakah muslim boleh menghadiri resepsi di gereja atau tempat ibadah lain.Sejak dulu  masalah seperti ini sudah dibicarakan oleh para ulama, karena memang umat Islam sejak dulu juga tidak pernah hidup sendirian tanpa ditemani kerabatnya dari kalangan agama yang berbeda. Dan syariah mengatur itu semua. Perihal hukum seorang muslim yang masuk ke gereja atau sinagog, ulama berbeda pendapat  menjadi tiga kelompok pendapat, yakni makruh, boleh secara mutlak, namun makruh jika melakukan sholat di dalamnya, dan haram jika ada patungnya, dan harus dengan izin.Pendapat madzhab Hanafi, mereka berpendangan bahwa  memasuki gereja atau sinagog dan tempat ibadah agama lain tidak diharamkan sama sekali.Hanya saja makruh. Makruh bukan karena tidak boleh masuk, akan tetapi dimakruhkan karena gereja atau sinagog itu tempat berkumpulnya setan.Kalau memang tempat berkumpulnya setan, kenapa boleh masuk? Kenapa tidak diharamkan saja? Ya. Toilet dan tempat buang air itu juga  tempat berkumpulnya setan, tapi muslim sama sekali tidak terlarang masuk tempat-tempat tersebut.Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa kandang unta itu tempatnya setan kumpul, karena itu dalam pandangan ulama fiqih lintas madzhab, tidak diperkenankan shalat di kandang unta tapi boleh di kandang kambing menurut madzhab al-Hanbali. Tapi tidak ada satu pun hadits atau perkataan sahabat yang mengharamkan masuk kandang-kandang itu. Pendapat kedua boleh secara mutlak. Ini pendapat yang dipegang oleh kebanyakan ulama dari madzhab Maliki dan Syafi'i juga Hanbali. Tidak ada larangan untuk memasuki gereja atau juga tempat ibadah agama lain. Namun makruh hukumnya jika melakukan sholat disitu. Sebenarnya dalam hal ini, Imam Ahmad bin Hanbal punya tiga riwayat terkait sholat di dalam gereja atau sinagog, boleh tidak ada kemakruhan sebagaimana hukum memasukinya, makruh melakukan sholat di dalamnya,  dan dibedakan antara gereja yang ada patungnya atau tidak, kalau ada patungnya maka sholatnya makruh, kalau tidak ada maka boleh-boleh saja.

Kesemua riwayat ini diceritakan oleh Imam Ibnu Qoyyim dalam kitabnya Ahkam Ahli Dzimmah, akan tetapi yang menjadi pendapat madzhab Hanbali sebenarnya ialah pendapat boleh masuk dan boleh


juga sholat tanpa kemakruhan, sebagaimana disebutkan oleh Imam Al-Buhuti dalam Kasysyaful-Qina. Namun berbeda hukumnya jika ketika pernikahan terdapat ritual agama di dalamnya. Pernikahan walaupun bukan hari raya agama tertentu, akan tetapi di dalam pernikahan terdapat ritual agama yang memjadi simbol khusus keagamaan mereka. Didalamnya terdapat pengagungan dan pembaktian kepada tuhan yang mereka yakini. Jadi sama seperti hari raya yang di dalamnya skmbol agama, pernikahan yang didahului biasanya dengan ritual agama pun mestilah terdapat simbol-simbol agama tersebut. Dan syariah melarang kita untuk ikut dan menghadirinya.

Ini juga yang disebut oleh Imam Ibn Qayyim al Jauziyah dalam kitabnya, Ahkam Ahli Dzimmah, ketika menjelaskan tentang hukum menghadiri perayaan ibadah orang non muslim, yang beliau sebut sebagai keharaman yang disepakati oleh seluruh ulama. Selain apa yang diriwayatkan dari sayyidina Umar tentang turunnya murka Allah pada perayaan ritual semacam itu.

Dalam Alquran Surah Al Furqan ayat 72 disebutkan, وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًاDan orang-orang yang tidak memberikan kesaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka berlalu dengan menjaga kehormatan dirinya.

Sumber : Buku Fikih Kondangan ke Gereja tulisan Ahmad Zarkasih.

Baca Juga

Agama merupakan sistem yang mengatur kepercayaan serta peribadatan umat atau hamba kepada Tuhan Yang Maha Esa. Di Indonesia kita mengenal ada beberapa agamanya yang diakui sebagai agama resmi negara yaitu Islam, Kristen, Katholik, Budha, Hindu dan Konghucu.

Meskipun terdiri dari beragam agama kita sebagai warga negara negara yang baik harus senantiasa menjaga toleransi antar umat beragama dengan tidak menghina agama lain.

Alasan Kita Tidak Boleh Menghina Agama Lain

1. Ada banyak agama untuk belajar saling menghormati

Selain beberapa agama yang ada di Indonesia, di belahan bumi lain masih banyak agama-agama lain yang ada. Keberagaman agama ini menjadi pelajaran untuk kita supaya bisa belajar saling menghormati perbedaan akan keyakinan yang ada. Ada banyak pelajaran yang bisa diambil ketika individu mau belajar menghargai perbedaan antar umat beragama.

2. Melanggar semboyan negara

Ketika seseorang menghina agama lain, berarti orang tersebut telah melanggar semboyan negara Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ika yang artinya meskipun berbeda-beda tetapi tetap satu jua.

3. Menjaga perdamaian dan rasa tentram

Toleransi mengajarkan kita untuk tidak memandang perbedaan sebagai sebuah jurang pemisah tetapi sebuah senjata untuk menjadi lebih kuat. Dengan kita tidak menghina agama lain berarti kita telah ikut aktif menjaga perdamaian baik itu di tingkat terkecil yaitu keluarga maupun di tingkat luas seperti negara. Pada dasarnya manusia itu menyukai kedamaian dan rasa tentram jadi mengapa harus digaduhkan dengan perselisihkan saling menyenggol agama.

4. Mendapat balasan berupa dosa

Menghina agama lain berarti kita telah berbuat suatu kejahatan dimana bisa jadi menyinggung perasaan umat agama lain. Dalam ajaran agama apabila kita telah berlaku jahat maka kelak akan mendapatkan balasan berupa dosa. Tentunya sebagai umat beragama kita tidak mau hidup di dunia hanya untuk menumpuk dosa bukan.

5. Dimusuhi atau bahkan dibenci orang lain

Orang yang intoleran mendapat pandangan buruk dimata masyarakat karena dianggap sebagai sumber keributan. Orang yang menghina agama lain bukan hanya tidak disukai oleh orang yang agamanya dihina tetapi juga oleh masyarakat sekitarnya.

6. Menimbulkan masalah lain

Ketika seseorang menghina agama lain, penganut agama yang dihina bisa saja tidak terima dan berbalik menghina agama orang tersebut. Akibatnya akan ada perbedaan yang lebih besar memicu keributan lainnya.

7. Merusak diri sendiri

Menanamkan rasa benci atau tidak suka terhadap sesuatu justru akan membuat kerusakan pada diri sendiri. Mengapa? Karena waktu, tenaga, pikiran akan terkuras untuk memikirkan berbagai macam alasan supaya opini, argumen atau pendapat mengenai hal yang membuat tidak suka itu diterima banyak orang. Rasa benci akan mempersempit hati dan merusaknya dengan pengaruh-pengaruh negatif yang ditanamkan.

8. Tindakan yang dibenci Tuhan

Menghina agama lain merupakan suatu tindakan yang tercela karena menuruti hawa nafsu untuk berkata, berperilaku dan berbuat yang merugikan orang lain. Tidak ada agama yang mengajarkan umatnya untuk menghina atau pun membenci agama lain karena pada dasarnya setiap agama mengajarkan perdamaian dan cinta kasih.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA