Berikut ini adalah beberapa hal yang dilarang atau perbuatan yang diharamkan dalam ihram kecuali

BincangSyariah.Com – Setiap ibadah yang disyariatkan dalam Islam pasti terdapat ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi saat menjalankannya. Begitu pula saat menjalankan ibadah ihram haji atau umrah.

Berikut adalah sepuluh hal yang harus dijauhi saat melaksanakan ibadah ihram haji dan umrah sebagaimana termaktub dalam kitab Alfiqh Almanhaji Ala Madzhab Al Imam Al Syafii.

Pertama. Memakai sesuatu yang berjahit di seluruh badan.

Kedua. Menutupi kepala atau sebagian kepala kecuali ada udzur, baik dengan menggunakan penutup kepala dari bahan yang berjahit atau tidak, seperti sorban, kopyah atau penutup lainnya. Namun jika kepala tertutup oleh tembok atau sesuatu yang melindungi kepala sekiranya tidak menempel kepala maka hal tersebut diperbolehkan.

Kedua hal tersebut merupakan larangan yang khusus hanya bagi orang laki-laki saja. Adapun dalil pelarangannya adalah berdasarkan hadis riwayat Ibnu Umar ra.yang menceritakan bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Saw.

ما يلبس المحرم من الثياب؟ فقال : ” لا يلبس القميص، ولا العمائم، ولا السراويلات، ولا البرانس، والخفاف إلا أحد لا يجد نعلين، فليس الخفين، وليقطعهما أسفل من الكعبين ، ولا يلبس من الثياب ما مسه زعفران أو ورس “

“Bagaimanakah pakaian yang seharusnya dikenakan oleh orang yang sedang berihram?. Nabi saw. bersabda: “Tidak boleh mengenakan kemeja, sorban, celana panjang, kopiah dan sepatu, kecuali bagi yang tidak mendapatkan sandal, maka dia boleh mengenakan sepatu. Hendaknya dia potong sepatunya tersebut hingga di bawah kedua mata kakinya. Dan dia tidak memakai pakaian yang diberi za’faran dan wars (sejenis wewangian”. (HR. Al Bukhari dan Muslim).

Ketiga. menyisir atau mengepang rambut, dengan cara apapun melalui sisir, kuku-kuku atau lainnya. Hal ini jika dikhawatirkan berjatuhannya rambut sebab disisir atau sebagainya.. Namun, jika tidak khawatir tidak akan rontok rambutnya, maka hanya berhukum makruh saja.

Keempat, memendekkan atau mencabut rambut. Kecuali jika terdapat darurat. Adapun keharaman memotong sebagian rambut saat ihram telah jelas dilarang di dalam Alquran

وَلَا تَحْلِقُوْا رُءُوْسَكُمْ حَتّٰى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهٗ

Dan jangan kamu mencukur (rambut) kepalamu, sebelum hadyu sampai di tempat penyembelihannya. (Al-Baqarah/2; 196)

Berdasarkan ayat tersebut, ulama mengqiyaskan rambut kepala dengan rambut seluruh badan karena tidak adanya pembedaan hukum diantara keduanya.
Kelima, memotong kuku. Baik yang dipotong itu satu kuku utuh atau sebagian saja. Hal ini diqiyaskan pada hukum memotong rambut yang tidak boleh dipotong sebagian atau seluruhnya. Kecuali ada udzur seperti kukunya pecah dan menyebabkan sakit, sehingga mengharuskan untuk memotongnya.

Keenam, memakai wangi-wangian/parfum dengan sengaja di bagian badan mana saja. Dan dilarang pula jika dicampurkan dengan makanan atau minuman yang ia konsumsi, begitu pula jika ia duduk atau tidur diatas kasur atau tempat yang diberi minyak wangi dengan tanpa adanya penghalang.

Begitu juga mandi dengan menggunakan sabun yang wangi. Tetapi tidak haram jika ia mencium harumnya bunga mawar, atau airnya yang berada di suatu tempat. Adapun dalil keharaman menggunakan wangian-wangian ini adalah ijma’ ulama, dimana wangi-wangian itu menunjukkan suatu kemewahan yang seharusnya dihindari oleh orang yang sedang menunaikan ibadah haji dan umrah.

Ketujuh, membunuh hewan buruan yang boleh dimakan, baik yang berada di darat atau yang liar. Oleh karena itu mengecualikan memburu hewan yang ada di laut, maka tidak haram bagi orang yang sedang ihram memburunya, seandainya ia berada di dekat laut. Dan larangan membunuh hewan liar mengecualikan hewan yang boleh dimakan dan dipelihara. Seperti binatang ternak, ayam meskipun agak liar.

Adapun dalil keharamannya adalah .

لاَ تَقْتُلُواْ الصَّيْدَ وَأَنتُمْ حُرُمٌ

Dan janganlah kalian membunuh hewan buruan sedangkan kalian dalam keadaan ihram. (QS. Al-Maidah/5 ; 95).

Kedelapan, akad nikah. Baik ia yang menjalani akad nikah atau yang mengakadi. Karena Nabi saw. Bersabda:

” لا ينكح المحرم ولا ينكح “

Orang yang ihram itu tidak boleh menikahkan dan tidak boleh dinikahkan. (HR. Muslim)

Jika ia tetap melakukan hal itu, menikahkan atau dinikahkan dalam keadaan ihram, maka akadnya batal.
Kesembilan, jima’. Karena Allah swt, berfirman:

اَلْحَجُّ اَشْهُرٌ مَّعْلُوْمٰتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيْهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوْقَ وَلَا جِدَالَ فِى الْحَجِّ ۗ

(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barangsiapa mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafats), berbuat maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. (QS. Al-Baqarah/2: 197). Kata rafats dapat ditafsirkan dengan berbagai makna, dan makna yang paling penting adalah jima’.

Kesepuluh, bersentuhan kulit dengan adanya syahwat tanpa berhubungan badan. Seperti bersentuhan, mencium dan lain-lain. Atau bersenang-senang dengan menggunakan alat bantu tangan atau lainnya. Karena hal ini merupakan termasuk dalam perbuatan kotor yang dilarang oleh Allah swt di dalam firmanNya sebagaimana tersebut di atas.

Demikianlah sepuluh hal yang haram dilakukan oleh orang yang sedang ihram haji atau umrah. Jika ia tidak tahu larangan-larangan tersebut, atau terdapat suatu udzur/darurat seperti sakit yang mengharuskannya menutup kepala atau mencukur rambut, maka hal itu tidak diharamkan baginya. Hanya saja ia wajib membayar fidyah sebagai tebusan atas apa yang ia lakukan. Wa Allahu A’lam bis Shawab.

MADANINEWS.ID, Jakarta – Ihram merupakan bagian penting dari rangkaian ibadah haji maupun umrah. Ihram dilakukan dari tempat miqat. Tentunya, seseorang yang akan menunaikan ibadah haji dan umrah harus mengetahui miqat sebagai tempat berihram. Dan bagi yang melanggar ihram, maka wajib membayar dam (denda).

Dalam bukunya Ensiklopedia Fiqih Haji & Umrah, Gus Arifin memaparkan bahwa ihram berasal dari kata al-haram yang berarti apa-apa yang dilarang. Kata ihram adalah bentuk masdhar dari fiil madhi dan mudhari’ yakni ahrama-yuhrimu-ihraman  yang berarti melarang atau mencegah.

Secara istilah, ihram adalah seseorang berniat memasuki atau menunaikan haji atau umrah dan memasuki wilayah yang di dalamnya berlaku keharaman tertentu. Di antaranya jimak, menikah, berkata kotor dan lain sebagainya. Dan tidak sah seseorang yang berihram kecuali disertai niat. Pasalnya, ihram juga berarti berniat untuk memulai melakukan ibadah haji atau umrah yang disempurnakan dengan mengucapkan kalimat talbiyah: Labbaika Allahumma umratan (aku sambut panggilan-Mu Ya Allah untuk berumrah). Atau Labbaika Allahumma hajjan (aku sambut panggilan-Mu Ya Allah untuk berhaji).

Bagi orang laki-laki yang berihram disebut muhrim, sedangkan orang perempuan yang berihram disebut muhrimah.

Pakaian ihram

Saat berihram, jamaah laki-laki menggunakan pakaian ihram berupa izar (sarung/pakaian bawah) dan rida (pakaian atas) dan keduanya berwarna putih. Sedang pakaian ihram untuk perempuan adalah menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Para ulama sepakat bagi perempuan diharuskan menutupi kepala dan seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan.

Dalam hal ini, sejatinya kedudukan wajah perempuan dalam ihram sama dengan wajah laki-laki. Jika perempuan dilarang menutup wajahnya, begitu pula laki-laki dilarang menutup wajahnya, sebagaimana hadits Rasulullah Shallallahu Aliahi Wasallam (SAW), yang artinya, “Para perempuan dilarang memakai penutup wajah dan sarung tangan.” (HR Bukhari).

Rasulullah SAW pun bersabda, “Ihramnya perempuan itu pada wajahnya.”

Terkait pakaian, laki-laki dilarang memakai celana panjang, jubah, kemeja, khus (sarung kulit), sandal yang menutupi mata kaki. Namun, para ulama madzhab Hanafi dan Maliki membolehkan memakai celana panjang apabila tidak ada kain ihram untuk menutupi bagian bawah badan, serta diperbolehkan memakai sarung kaki kulit.

Bagi yang melanggar, maka meski dalam kondisi darurat sekalipun, para ulama madhzab Syafi’i dan Hanbali tidak mengharuskan bayar fidyah, sebab dalam hadist tersebut, sahabat diperintahkan memakai celana panjang atau sarung kaki kulit tapi tidak diperintahkan membayar fidyah. Sementara para ulama madhzab Hanafi dan Maliki yang mengharuskan membayar fidyah.

Namun para ulama juga telah sepakat untuk membolehkan perempuan menutup wajahnya bila dalam keadaan darurat atau untuk menghindari fitnah ketika ada laki-laki asing lewat, dan hal itu tidak harus membayar fidyah. Sebagaimana disebutkan dalam hadist berikut ini:

Dari Aisyah Radhiallahu Anha (RA) beliau menceritakan, “Ada dua orang laki-laki yang menaiki onta melewati kami yang sedang ihram bersama Rasulullah SAW. Ketika mereka berada di hadapan kami, salah seorang di antara kami menjulurkan kain jilbabnya ke wajahnya, ketika mereka telah lewat kami membukanya. (Ad-Daud dan Al Atsam).

Lantas bagaimana hukumnya bagi perempuan yang berihram memakai masker. Dalam Kifayatul Akhyar, memakai penutup wajah (masker) hukumnya haram, sebab masker tersebut menempel dan menutupi wajah.

Hanya saja, perempuan boleh menutupi seluruh badannya dan kepalanya dengan pakaian yang berjahit. Dan boleh juga menutupi mukanya dengan kain atau sobekan kain, dengan syarat kain tersebut tidak menyentuh mukanya. Baik menutupinya karena sesuatu dan lain-lain, seperti kepanasan, kedinginan, atau takut terjadi fitnah dan lain-lain, atau karena sesuatu hajat apapun. Andaikan kain penutup itu mengenai mukanya dengan kehendaknya, perempuan tersebut wajib fidyah.

Tapi, apabila tidak karena kehendaknya (bukan disengajakan) lalu seketika itu juga disingkapkan, maka ia tidak wajib fidyah. Dan jika tidak disingkapkan, maka wajib fidyah. Semua ini jika terjadinya bukan karena ada udzur. Adapun perempuan yang punya udzur, seperti ia memerlukan menutup kepala atau merangkapi pakaiannya karena panas atau karena dingin atau untuk keperluan pengobatan, maka boleh menutupi mukanya dan tapi wajib fidyah.

Ketika jamaah sudah dalam keadaan ihram, apabila dilanggar, akan menyebabkan salah satu dari tiga hal berikut: menyebabkan rusak atau batalnya ibadah haji maupun umrah, seperti yang disebabkan jimak. Namun tidak menyebabkan ibadah haji maupun umrah batal, tapi dikenakan denda lantaran memakai pakaian berjahit, menutup kepala, menutup muka, memakai kaus kaki bagi laki-laki, berhias, berburu atau mengganggu binatang, merusak tanaman. Tidak menyebabkan ibadah haji atau umrah batal, tapi menggugurkan pahala, yaitu rafats (kata-kata keji/tidak sopan), bertengkar, berkelahi, berbuat fasik.

Diantara larangan selama berihram haji dan umrah yakni memakai kain berjahit, dilarang menutup kepalanya baik sebagian atau seluruhnya dengan kain yang berjahit atau tidak. Memakai imamah/sorban, peci, potongan kain, dan penutup kepala lainnya. Sementara untuk perempuan dilarang menggunakan cadar, masker, atau yang sejenis. Termasuk memakai sarung tangan.

Jamaah juga dilarang berhias seperti memakai wangi-wangian baik pada badan maupun pada kain yang dipakai, memotong bulu yang ada di badan, memotong kuku, dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan memperindah tubuh. Kemudian selama berihram, jamaah juga dilarang terkait dengan pernikahan diantaranya akad nikah, hubungan suami istri dan meminang. Para ulama sepakat bahwa melakukan akad pernikahan dalam keadaan ihram maka nikahnya tidak sah.

Selama berihram, jamaah juga dilarang melakukan perburuan atau membantu berburu serta membunuh binatang buruan, termasuk merusak tanaman

Tags: haji 2018ihramlarangan haji

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA