Bapak dari destra rastra dan pandu

Dretarastra

धृतराष्ट्र
Bapak dari destra rastra dan pandu

Drestarastra dalam pewayangan Jawa
Tokoh dalam mitologi Hindu
NamaDretarastra
Ejaan Dewanagariधृतराष्ट्र
Ejaan IASTDhṛtarāṣṭra
Kitab referensiMahabharata, Bhagawadgita
AsalHastinapura, Kerajaan Kuru
KediamanHastinapura
ProfesiRaja sementara
DinastiKuru
AnakSeratus Korawa
Para Raja

Hastinapura

Bapak dari destra rastra dan pandu

Mahabharata

Pratisrawas
• Pratipa
• Santanu
• Citrānggada
• Wicitrawirya
• Pandu
Dretarastra
• Yudistira
• Parikesit
• Janamejaya
Satanika
Aswamedadata

Dretarastra (Dewanagari: धृतराष,IAST: Dhṛtarāṣṭra, धृतराष) dalam wiracarita Mahabharata, yaitu putra janda Wicitrawirya, yaitu Ambika. Dia buta semenjak lahir, karena ibunya menutup mata sewaktu mengikuti upacara Putrotpadana yang diselenggarakan oleh Resi Byasa untuk mendapat keturunan. Dia yaitu kakak tiri Pandu, karena lain ibu namun satu ayah. Sebenarnya Dretarastra yang berhak menjadi Raja Hastinapura karena dia yaitu penerus Wicitrawirya yang tertua. Akan tetapi dia buta sehingga pemerintahan harus diserahkan untuk kerabat yang lebih mudanya. Setelah Pandu wafat, dia menggantikan posisi tersebut. Dretarastra menikah dengan Gandari, putri kerajaan Gandhara. Dia menjadi bapak untuk para Seratus Korawa, Dursala, dan Yuyutsu.

Daftar inti

  • 1 Lahir
  • 2 Masa pemerintahan
    • 2.1 Perebutan kekuasaan
    • 2.2 Permainan dadu
  • 3 Pertempuran di Kurukshetra
  • 4 Penghancuran patung Bima
  • 5 Kehidupan kemudian dan kematian
  • 6 Versi pewayangan Jawa
    • 6.1 Lahir
    • 6.2 Perkawinan
    • 6.3 Pemerintahan
    • 6.4 Kesudahan hayat
  • 7 Pranala luar

Lahir

Menurut Mahabharata, Wicitrawirya bukanlah ayah biologis Dretarastra, karena Wicitrawirya wafat tanpa mempunyai keturunan. Satyawati mengirim kedua istri Wicitrawirya, yaitu Ambika dan Ambalika, untuk menemui Resi Byasa, karena Sang Resi dipanggil untuk mengadakan suatu upacara untuk mereka agar mendapat keturunan. Satyawati menyuruh Ambika agar menemui Resi Byasa di ruang upacara. Setelah Ambika memasuki ruangan upacara, dia melihat wajah Sang Resi sangat dahsyat dengan mata yang menyala-nyala. Hal itu membuatnya menutup mata. Karena Ambika menutup mata selama upacara berlanjut, karenanya anaknya terlahir buta. Anak tersebut yaitu Dretarastra.

Masa pemerintahan

Karena Dretarastra terlahir buta, karenanya tahta kerajaan diserahkan untuk kerabat yang lebih mudanya, yaitu Pandu, putra Ambalika. Setelah Pandu wafat, Dretarastra menggantikannya sebagai raja (kadangkala dinamakan sebagai pejabat pemerintahan untuk sementara waktu). Dalam memerintah, Dretarastra ditemani oleh keluarga dan kerabatnya, yaitu sesepuh Wangsa Kuru seperti misalnya Bisma, Drona, dan Kripa, lalu ditemani oleh saudara tirinya Widura yang yaitu putra dari dayang yang dibawa oleh Ambalika dan kedua saudaranya lainnya ketika dalam perjalanan menuju Hastinapura dengan ayah yang sama dengan Dretarastra.

Kala putra pertamanya yaitu Duryodana lahir, Widura dan Bisma menasihati Dretarastra agar membuang putra tersebut karena tanda-tanda buruk muncul pada kala lahirnya. Namun karena rasa cintanya terhadap putra pertamanya, dia tidak tega memainkannya dan tetap mengasuh Duryodana sebagai putranya.

Perebutan kekuasaan

Duryodana berambisi agar dirinya menjadi penerus tahta Kerajaan Kuru di Hastinapura. Dretarastra juga menginginkan hal yang sama, namun dia harus bersikap tidak memihak terhadap Yudistira, yang semakin dewasa daripada Duryodana. Kala Dretarastra mencalonkan Yudistira sebagai raja, hal itu justru menimbulkan rasa kecewa yang sangat dalam untuk Duryodana. Setelah melewati perundingan, dan atas saran Bisma, Kerajaan Kuru dibagi dua. Wilayah Hastinapura diberikan untuk Duryodana sedangkan Yudistira diberikan wilayah yang kering, miskin, dan berpenduduk jarang, yang dikenal sebagai Kandawaprasta. Atas bantuan dari sepupu Yudistira, yaitu Kresna dan Baladewa, mereka mengubah kawasan gersang tersebut menjadi makmur dan megah, dan dikenal sebagai Indraprastha.

Permainan dadu

Dretarastra yaitu salah satu dari beberapa sesepuh Wangsa Kuru yang hadir menyaksikan permainan dadu selang Duryodana, Dursasana, dan Karna yang diwaklili oleh Sangkuni, melawan Pandawa yang diwakili Yudistira. Yudistira kehilangan segala kekayaannya dalam permainan dadu tersebut, termasuk kehilangan saudara dan istrinya. Kala Dropadi berupaya ditelanjangi di depan para hadirin dalam balairung permainan dadu, Dretarastra tidak mengucapkan sepatah kata pun. Dia tidak melarang tindakan Dursasana yang mau melepaskan pakaian Dropadi. Setelah usaha Dursasana untuk menelanjangi Dropadi tidak sukses, Bima bersumpah bahwa kelak dia akan membunuh Dursasana dan meminum darahnya. Kemudian Dretarastra merasakan firasat buruk bahwa keturunannya akan binasa. Dia segera membuat suatu kebijakan, agar segala harta Yudistira yang akan menjadi milik Duryodana segera dikembalikan. Dia juga menyuruh agar Yudistira dan saudaranya segera pulang segera ke Indraprastha.

Namun, karena bujukan Duryodana dan Sangkuni, permainan dadu diselenggarakan untuk yang kedua kalinya. Kali ini taruhannya bukan harta, melainkan siapa yang kalah harus mengasingkan diri ke hutan selama 12 tahun, setelah itu hidup dalam masa penyamaran selama setahun, dan setelah itu diperbolehkan untuk kembali ke kerajaannya. Yudistira pun tidak menolak dengan hasrat akan mendapat kemenangan, namun keberuntungan tidak memihak Yudistira. Akhirnya, Yudistira beserta istri dan saudara-saudaranya mengasingkan diri ke hutan dan meninggalkan kerajaan mereka.

Kala Pandawa meninggalkan kerajaannya, Dretarastra masih dibayangi oleh dendam para Pandawa atas penghinaan yang diterapkan oleh putera-puteranya. Karena tindakan Dretarastra yang tidak berucap sepatah kata pun kala Dropadi berupaya ditelanjangi di depan umum, dia dikritik agar semakin mementingkan kewajiban sebagai raja daripada rasa cinta sebagai seorang ayah.

Pertempuran di Kurukshetra

Dretarastra mempunyai seorang pemandu yang bernama Sanjaya. Sanjaya yaitu keponakan Dretarastra karena dia yaitu putera Widura, yaitu kerabat yang lebih muda tiri Dretarastra. Sanjaya diberi anugerah oleh Resi Byasa agar dia bisa melihat masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Ialah yang menjadi reporter perang di Kurukshetra untuk Dretarastra. Dia pula yang ikut menyaksikan wujud Wiswarupa dari Sri Kresna menjelang pertempuran di Kurukshetra berlanjut.

Kala Dretarastra dihantui kecemasan akan kehancuran putra-putranya, dia selalu meminta keterangan untuk Sanjaya mengenai kondisi di ajang Kuru atau Kurukshetra. Berita yang dilaporkan oleh Sanjaya kebanyakan berupa berita duka untuk Dretarastra, karena satu-persatu puteranya dibunuh oleh Arjuna dan Bima. Sanjaya juga berucap bahwa apabila Kresna dan Arjuna berada di pihak Pandawa, karenanya di sanalah terdapat kejayaan, kemashyuran, kekuatan luar biasa, dan moralitas. Meskipun laporan Sanjaya sering mengecilkan hati Dretarastra dan memojokkan putera-puteranya, namun Dretarastra tetap setia mengikuti setiap perkembangan yang terjadi dalam pertempuran di Kurukshetra.

Penghancuran patung Bima

Pada kesudahan pertempuran, Dretarastra menahan rasa duka dan kemarahannya atas kematian seratus putranya. Kala dia berjumpa para Pandawa yang menanti restunya karena mereka menjadi pewaris tahta, dia memeluk mereka satu persatu. Ketika tiba giliran Bima, daya upaya jahat merasuki Dretarastra dan rasa dendamnya muncul untuk Bima atas kematian putera-puteranya, terutama Duryodana dan Dursasana. Kresna tahu bahwa meskipun Dretarastra buta, dia mempunyai kekuatan yang setara dengan seratus gajah. Karenanya dengan cepat Kresna menggeser Bima dan menggantinya dengan sebuah patung menyerupai Bima. Pada kala itu juga Dretarastra menghancurkan patung tersebut sampai menjadi abu. Kesudahannya Bima selamat dan Dretarastra mulai mengubah perasaannya serta memberikan anugerahnya untuk Pandawa.

Kehidupan kemudian dan kematian

Bapak dari destra rastra dan pandu

Dretarastra beserta Gandari dan pengikut mereka diantar oleh Kunti menuju hutan. Gambar dari Razmnama, kitab Mahabharata berbahasa Persia.

Bapak dari destra rastra dan pandu

Dretarastra terbakar oleh api sucinya sendiri.

Setelah pertempuran agung di Kurukshetra kesudahannya, Yudistira diangkat menjadi Raja Indraprastha sekaligus Hastinapura. Meskipun demikian, Yudistira tetap menunjukkan rasa hormatnya untuk Dretarastra dengan menetapkan bahwa tahta Raja Hastinapura masih dipegang oleh Dretarastra. Kesudahannya Dretarastra memutuskan untuk meninggalkan kehidupan duniawai dan mengembara di hutan sebagai pertapa bersama Gandari, Widura, Sanjaya, dan Kunti. Di dalam hutan di Himalaya, mereka meninggal ditelan api karena hutan terbakar oleh api suci yang dikeluarkan oleh Dretarastra.

Versi pewayangan Jawa

Sedikit berlainan dengan versi aslinya, tokoh Dretarastra dalam pewayangan Jawa dinamakan sebagai putra kandung Abyasa (Byasa).

Lahir

Dretarastra atau kadang disingkat Destarata, dilahirkan oleh Ambika dalam kondisi buta sebagai pengingat karena ketika pertama kali berjumpa dengan Abyasa, ibunya itu memejamkan mata. Kedatangan Abyasa ke negeri Hastina ialah atas undangan ibunya, yaitu Durgandini untuk menikahi janda-janda Citrawirya. Tujuannya ialah untuk menyambung garis keturunan Wangsa Barata, karena pewaris yang sesungguhnya, yaitu Bisma, telah bersumpah untuk hidup wahdat.

Sewaktu kecil Dretarastra serta kedua kerabat yang lebih mudanya, yaitu Pandu dan Widura berguru untuk Bisma tentang ilmu pemerintahan dan kesaktian. Meskipun menyandang tunanetra, namun Dretarastra bisa menguasai ilmu Lebur Geni sehingga bisa meremukkan apa saja melewati genggamannya.

Perkawinan

Dretarastra menikah dengan Gendari putri dari negeri Plasajenar. Dikisahkan Pandu pulang dari Mandura dengan membawa Kunti sebagai hadiah sayembara, serta Madrim putri dari Mandaraka. Di tengah jalan rombongan itu dihadang oleh Gendara raja Plasajenar yang terlambat mengikuti sayembara di Mandura. Pertempuran terjadi selang keduanya dan kesudahannya dengan kematian Gendara. Dia berwasiat menitipkan kedua kerabat yang lebih mudanya, yaitu Gendari dan Sengkuni untuk dibawa Pandu.

Sesampainya di Hastina, Pandu menyerahkan ketiga putri boyongannya untuk dipilih salah satu sebagai istri Dretarastra. Kakaknya itu memilih Gendari yang diramalkannya akan memberinya banyak putra. Perkawinan tersebut memang melahirkan seratus orang anak, yang dikenal dengan nama Korawa.

Pemerintahan

Karena menyandang cacad fisik, takhta Hastina pun diserahkan untuk Pandu, sedangkan Abyasa yang bertindak sebagai raja sementara kembali ke pertapaannya di Saptaarga. Sementara itu, Dretarastra diangkat sebagai raja muda (raja bawahan) di kawasan Gajah Oya, sedangkan Widura di Pagombakan. Pandu meninggal dalam usia muda sedangkan kelima putranya yang dinamakan Pandawa masih belum cukup dewasa. Dia pun menitipkan takhta Hastina untuk Dretarastra, serta sebuah pusaka bernama Minyak Tala untuk kakak tirinya itu.

Dengan berbagai cara, Korawa berupaya menyingkirkan Pandawa. Kesudahannya Pandawa pun dinyatakan tewas dalam peristiwa Balai Sigala Gala, yaitu pembakaran kelima bersaudara itu dalam sebuah istana rapuh. Setelah peristiwa itu, Dretarastra pun menyerahkan takhta Hastina untuk putra tertuanya yang bernama Duryudana, sedangkan dirinya kembali menjadi raja muda di Gajah Oya.

Kesudahan hayat

Setelah Korawa tumpas dalam perang Baratayuda, pihak Pandawa datang ke Hastina untuk mengambil hak mereka atas takhta negeri itu. Dretarastra memanggil Bimasena (Pandawa nomor dua) untuk dipeluknya. Karena curiga, Kresna selangku penasihat Pandawa memberi isyarat agar Bima menyerahkan benda lain sebagai ganti dirinya. Bimasena pun menyodorkan pusakanya bernama Gada Rujakpolo untuk dipeluk Dretarastra. Dengan penuh rasa dendam, Dretarastra pun memeluk gada tersebut sampai hancur memakai ilmu Lebur Geni. Namun setelah mengetahui jikalau dirinya tertipu, dia pun menyesal dan minta maaf.

Kematian Dretarastra versi pewayangan tidak jauh berlainan dibanding versi aslinya. Dia dikisahkan terbakar sewaktu bertapa bersama Gendari dan Kunti di tengah hutan.

Pranala luar

  • (Inggris) Dhritarashtra in Indianetzone.com
  • (Inggris) Dhritarashtra - Encyclopaedia Britannica

Tokoh dalam Wiracarita Mahabharata

 

Trah Candrawangsa

 
Leluhur
Candrawangsa

Pururawa · Ayu · Nahusa · Yayati · Pracinwan · Duswanta · Bharata · Hasti · Ajamida · Reksa · Sambarana · Kuru

 
Dinasti Kuru
(Korawa)
 
Dinasti Yadu
(Yadawa)
 
Resi dan sesepuh

Basudewa · Bisma · Byasa (Abyasa) · Dewapi · Drona · Krepa · Widura

 

Tokoh lain

 
Raja dan Permaisuri

Bhagadatta · Drupada · Jarasanda · Jayadrata · Rukmi · Salya · Wirata (Matsyapati)

 
Pangeran dan Putri

Ahilawati · Amba · Babruwahana · Burisrawa · Cekitana · Citrānggadā · Drestadyumna · Dropadi · Srikandi · Sweta · Ulupi · Utara · Utari

 
Brahmana

Durwasa · Parasara · Wesampayana

 
Kesatria

Aswatama · Barbarika · Ekalawya · Karna · Kicaka · Sangkuni · Satyajit

 
Lain-lain

Adirata · Bakasura · Hidimba · Hidimbi · Mayasura · Nanda · Radha (kekasih Kresna) · Radha (ibu Karna) · Sanjaya · Taksaka · Udawa · Yasoda

 

Silsilah Dinasti Candra



Sumber :
m.andrafarm.com, kk.ptkpt.net, wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, dsb.

Siapa ayah Destarastra?

ByasaDretarastra / Ayahnull

Siapa ayah Pandu dan destarata?

Pandu
पाण्‍डु
Ayah
Wicitrawirya Byasa (de facto)
Ibu
Ambalika
Istri
Kunti dan Madri
Anak
Lima Pandawa. Dari Kunti: Yudistira, Bima, dan Arjuna. Dari Madri: Nakula dan Sadewa.
Pandu - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebasid.wikipedia.org › wiki › Pandunull

Siapa putra Prabu Destarastra?

Kurawa atau Korawa, adalah putra Prabu Destarastra dan Dewi Gendari.

Siapa Raden Destarastra itu?

Dretarastra (Dewanagari: धृतराष;IAST: Dhṛtarāṣṭra) dalam wiracarita Mahabharata, adalah putra janda Wicitrawirya, yaitu Ambika. Ia buta semenjak lahir, karena ibunya menutup mata sewaktu mengikuti upacara Putrotpadana yang diselenggarakan oleh Resi Byasa untuk memperoleh keturunan.