Bagaimana jika pada saat akan salat di atas kendaraan tidak dapat menghadap ke arah kiblat

Minggu, 02 Januari 2022 - 08:43 WIB

Keluarga muda saat menunjukkan tempat sahalat di bandara. Foto: Langit7.id/iStock.

Liburawal tahun menjadi waktu yangtepat untuk rekreasi dan bepergian. Momen pergantian tahun dimanfaatkan untuk menuju berbagai tempat wisata, baik dengan kendaraan umum maupun pribadi.Meski liburan, seorang muslim hendaknya tetap menjaga kewajiban shalat lima waktu atau dengan shalat jamak-qashar. Ibadah shalat dapat dilakukan walaupun dalam kendaraan.Dalam 'Tuntunan Shalat Lima Waktu' yang telah ditanfidz Pimpinan Pusat Muhammadiyah tahun 2015 menerangkan tentang shalat di dalam kendaraan. Shalat di dalam kendaraan dapat disesuaikan dan boleh tidak mengikuti arah kiblat. Berikut uraiannya dilansir laman Muhammadiyah.

Baca Juga:Program Masjid Al Madinah, dari Majelis Duha Sampai Pemberdayaan UMKM

Shalat di Atas Kapal Laut

Orang yang sedang naik kapal laut dan hendak shalat (jika arah kiblat diketahui), maka hendaklah ketika memulai shalat menghadap ke kiblat sesuai dengan perintah umum menghadap kiblat dalam shalat. Apabila kapal berbelok saat orang itu sedang mengerjakan shalat, maka ia tidak perlu membetulkan arahnya lagi. Artinya ia tetap shalat dengan terus menghadap ke arah semula meskipun kapalnya telah berbelok haluan.

Shalat di dalam Pesawat, Kereta Api, dan Bus

Pertanyaan:

Assalamu ‘Alaikum, Wr.Wb.

Pak Ustadz, Kalau kita shalat di kendaraan (mobil dan kapal), kita ‘kan tidak tahu arah kiblat, bagaimana Shalatnya? (dari 081345412xxx)

Jawaban:

Wa’alaikum Salam Warahmatullah Wabarakatuh. Bismillah wal Hamdulillah ..

Pertanyaan di atas saya akan rinci menjadi dua.

1. Shalat di atas kendaraan, bolehkah?

Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:

تصح الصلاة في السفينة والقاطرة والطائرة بدون كراهية حسبما تيسر للمصلي.

فعن ابن عمر قال: سئل النبي صلى الله عليه وسلم عن الصلاة في السفينة؟ قال: (صل فيها قائما إلا أن تخاف الغرق) رواه الدار قطني والحاكم على شرط الشيخين، وعن عبد الله بن أبي عتبة قال: صحبت جابر بن عبد الله وأبا سعيد الخدري وأبا هريرة في سفينة فصلوا قياما في جماعة، أمهم بعضهم وهم يقدرون على الجد، رواه سعيد بن منصور.

“Shalat di kapal laut, kereta, dan pesawat, adalah sah tanpa dimakruhkan sama sekali, jika memang itu yang mungkin dilakukan. Diriwayatkan dari Ibnu Umar, dia berkata: Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ditanya tentang shalat di kapal laut. Dia menjawab: “Shalatlah di dalamnya dengan berdiri, kecuali jika engkau takut tenggelam.” Diriwayatkan oleh Ad Daruquthni dan Al Hakim sesuai syarat Bukhari-Muslim. [1]

Dan dari Abdullah bin Abi Utbah, dia berkata: “Aku pernah menemani Jabir bin Abdullah, Abu Said al Khudri, dan Abu Hurairah di dalam apal laut. Mereka shalat sambil berdiri secara berjamaah dengan diimamai salah seorang dari mereka, padahal mereka masih ada peluang shalat dipantai.” (HR. Said bin Manshur).” [2]

Kebolehan shalat di kendaraan ini dipertegas lagi oleh perbuatan para salaf, baik kalangan sahabat dan murid-murid mereka, baik duduk atau berdiri, seperti yang diriwayatkan sebagai berikut:

عن مجاهد قال كنا نغزو مع جنادة بن أبي أميه البحر فكنا نصلي في السفينة قعودا.

Dari Mujahid, dia berkata: “Kami perang bersama Junadah bin Abu Umayyah di lautan, maka kami shalat di kapal laut sambil duduk.”

أن ابن سيرين قال خرجت مع أنس إلى بني سيرين في سفينة عظيمة قال فأمنا فصلى بنا فيها جلوسا ركعتين ثم صلى بنا ركعتين أخراوين.

Bahwa Ibnu Sirin berkata: “Aku keluar bersama Anas menuju Bani Sirin dengan kapal besar, dia mengimami kami dan shalat dengan kami di dalamnya dengan cara duduk dua rakaat, kemudian shalat lagi dua raka’at lainnya.”

عن أبي قلابة أنه كان لا يرى بأسا بالصلاة في اسفينة جابسا. حدثنا وكيع عن أبي خزيمة وطاوس قال صل قاعدا.

Dari Abu Qilabah bahwa dia memandang tidak masalah shalat di kapal sambil duduk. Telah bercerita kepada kami Waki’, dari Abu Khuzaimah dan Thawus, dia berkata: Shalatlah dengan cara duduk!

عن ابن سيرين أنه قال في الصلاة في السفينة إن شئت قائما وأن شئت قاعدا والقيام أفضل.

Dari Ibnu Sirin, bahwa dia berkata tentang shalat di kapal laut: “Jika kau mau duduklah, namun berdiri lebih utama.” [3]

Sebenarnya masih sangat banyak keterangan dari sahabat dan tabi’in tentang shalat di dalam kendaraan, baik duduk atau berdiri. Jika dalam kondisi takut tenggelam (mungkin karena ombak yang besar), mereka memilih duduk, jika keadaan normal mereka memilih berdiri.

2. Shalat dalam kondisi tidak mengetahui kiblat secara pasti

Menghadap Kiblat adalah syarat sahnya  shalat. Namun, ada beberapa kondisi membuatnya bisa gugur, misal ketika di kendaraan atau dalam kondisi sama sekali tidak mengetahui arah kiblat, maka dia boleh menghadap ke arah yang dia yakini. Jika setelah shalat barulah dia tahu arah kiblat, maka shalatnya tetap sah, dia tidak wajib mengulang shalatnya. Inilah pendapat yang kuat.

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah:

“Ijtihad para ulama dalam masalah hukum itu seperti ijtihadnya orang yang menentukan arah kiblat. Empat orang melaksanakan shalat dan masing-masing orang menghadap ke arah yang berbeda dengan lainnya dan masing-masing meyakini bahwa kiblat ada di arah mereka. Maka shalat keempat orang itu benar adanya, sedangkan shalat yang tepat menghadap kiblat, dialah yang mendapat dua pahala.” [4]

Sedangkan jika mengetahui kiblatnya adalah ketika ‘pas’ shalat, maka dibolehkan mengubah arahnya saat itu juga, tanpa harus memutuskan shalatnya.

Hal ini berdasarkan  dalil  berikut:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ

بَيْنَمَا النَّاسُ بِقُبَاءٍ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ إِذْ جَاءَهُمْ آتٍ فَقَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ أُنْزِلَ عَلَيْهِ اللَّيْلَةَ قُرْآنٌ وَقَدْ أُمِرَ أَنْ يَسْتَقْبِلَ الْكَعْبَةَ فَاسْتَقْبَلُوهَا وَكَانَتْ وُجُوهُهُمْ إِلَى الشَّامِ فَاسْتَدَارُوا إِلَى الْكَعْبَةِ

Dari Abdullah bin Umar, bahwa dia berkata: “Ketika kaum muslimin berada di Quba, pada saat shalat shubuh, datanglah kepada mereka secara tiba-tiba dan berkata: ‘Sesungguhnya, semalam telah turun kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam wahyu yang memerintahkan agar menghadap kiblat ke ka’bah.maka, menghadaplah kalian ke sana.’ Maka mereka menghadapkan wajah mereka ke Syam. Setelah itu mereka mereka pun berputar ke arah Ka’bah.”[5]

Ke mana Arah Kiblatnya?

Sedangkan jika shalat di atas kendaraan, maka arah kiblatnya adalah mengikuti arah kendaraannya. Hal ini berdasarkan dalil berikut:

Dari Amir bin Rabi’ah dia berkata:

رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَتْ بِهِ

“Aku melihat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat di atas kendaraannya dan ia menghadap mengikuti arah kendaraannya.”[6]

Dalam hadits lain:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي وَهُوَ مُقْبِلٌ مِنْ مَكَّةَ إِلَى الْمَدِينَةِ عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ كَانَ وَجْهُهُ قَالَ وَفِيهِ نَزَلَتْ{ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ }

Dari Ibnu Umar, dia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam penah shalat dari Mekkah menuju Madinah, dan dia menghadap mengikuti ke mana saja arah kendaraannya. Saat itu turunlah ayat: Ke mana pun kamu menghadap di sanalah wajah Allah … (QS. Al Baqarah (2): 115).”[7]

Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:

وعن إبراهيم النخعي قال: كانوا يصلون في رحالهم ودوابهم حيثما توجهت، وقال ابن حزم: وهذه حكاية عن الصحابة والتابعين، عموما في الحضر والسفر.

Dari Ibrahim An Nakha’i, dia berkata: “Mereka shalat dikendaran mereka dan mengikuti arah kendaraan tersebut.” Berkata Ibnu Hazm: “Yang demikian ini diceritakan dari para sahabat dan tabi’in secara umum baik bermukim atau bepergian …”. [8]

Selesai.  Wallahu A’lam

[1] Yang benar adalah sesuai syarat Muslim saja, lihat Mustadrak-nya Al Hakim Juz. 3, Hal. 25. No. 969. Ad Daruquthni, Juz. 4, Hal. 139, No. 1491.  Al Baihaqi, Ma’rifatus Sunan,  Juz.4, hal. 495. No. 1667. pen

[2] Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Juz.1, Hal. 292.

[3] Lihat semua dalam Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, Juz. 2, Hal. 168.

[4] Imam Ibnu Taimiyah, Majmu’  Fatawa, Juz, 20, hal. 224

[5] HR. Muttafaq ‘Alaih

[6] HR. Muttafaq ‘Alaih

[7] HR. Muslim,  No. 1311.

[8] Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Juz. 1, Hal. 130. Lihat juga Al Muhalla-nya Imam Ibnu Hazm, Juz. 3, Hal. 58.

Jakarta -

Salah satu syarat sah sholat adalah menghadap kiblat. Ketentuan ini berlaku untuk berbagai keadaan, termasuk ketika sedang dalam kendaraan.

Perintah untuk sholat menghadap kiblat ini disebutkan dalam sebuah riwayat yang berasal dari Khallad bin Rafi'.

إِذا قمتَ إِلى الصلاة فأسبغ الوضوء، ثمَّ استقبِل القبلة فكبِّر

Artinya: "Jika kamu hendak sholat sempurnakanlah wudhu kemudian menghadaplah ke arah kiblat." (HR. Muslim. Bukhari juga meriwayatkan hal serupa.).

Dalam surah Al Baqarah ayat 144 Allah SWT berfirman:

وَلِلّٰهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَاَيْنَمَا تُوَلُّوْا فَثَمَّ وَجْهُ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ - ١١٥

Artinya: "Dan milik Allah timur dan barat. Kemanapun kamu menghadap di sanalah wajah Allah. Sungguh, Allah Mahaluas, Maha Mengetahui."

Khalilurrahman Al-Mahfani dan Abdurrahim Hamdi dalam Kitab Lengkap Panduan Shalat menjelaskan, menghadap kiblat dalam sholat berarti menghadap Ka'bah yang terletak di Makkah. Apabila tidak melihatnya, maka harus menghadap ke arah Ka'bah tersebut.

Orang yang sedang safar (bepergian) menggunakan kendaraan mengalami situasi yang berbeda dalam melaksanakan sholat khususnya dalam menentukan arah kiblat. Sebab, kendaraan tersebut berjalan sesuai arah jalan yang dituju. Lantas, bagaimana arah kiblatnya?

Arah Kiblat Sholat dalam Kendaraan

Ketentuan mengenai arah kiblat ketika seseorang dalam perjalanan menggunakan kendaraan dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah riwayat yang berasal dari Ibnu Umar RA.

"Sewaktu orang-orang berada di Kuba' melakukan sholat subuh, tiba-tiba datanglah seseorang mengatakan, 'Pada malam tadi Nabi SAW menerima wahyu yang menyuruh menghadap Ka'bah, maka menghadaplah ke sana, ketika itu muka mereka menghadap ke Syam, maka mereka pun menghadap Ka'bah." (HR. Bukhari dan Muslim).

Merujuk pada hadits tersebut, orang yang sholat dalam kendaraan seperti pesawat, perahu, dan lain-lain, maka arah kiblatnya menghadap mengikuti arah kendaraan tersebut.

Tata Cara sholat dalam Kendaraan

Mengutip buku Pendidikan Agama Islam: Fikih untuk Madrasah Tsanawiyah Kelas VII oleh Zainal Muttaqin, sholat dalam kendaraan dapat dilakukan dengan duduk di atas kendaraannya apabila tidak memungkinkan untuk berdiri.

Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW sebagai berikut:

"Rasulullah SAW ditanya oleh seorang sahabatnya, 'Bagaimana cara saya sholat di atas perahu (kapal)?" Beliau bersabda, 'sholatlah di dalam perahu itu dengan berdiri, kecuali kalau kamu takut tenggelam." (HR. Ad-Daruquthni).

Adapun, cara bersuci bagi orang yang sholat dalam kendaraan apabila memungkinkan untuk berwudhu, maka ia harus berwudhu. Ia boleh tayamum ketika tidak kesulitan untuk mendapatkan air untuk wudhu.

Simak Video "Melihat dari Langit Ramainya Warga Salat Idul Fitri di JIS"



(kri/lus)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA