Apakah yang dimaksud dengan keuntungan komparatif dalam perdagangan internasional

KOMPAS.com – Selain teori merkantilisme dan keunggulan mutlak, ada teori lain yang mendasari perdagangan internasional, yaitu teori keunggulan komparatif.

Teori keunggulan komparatif (comparative advantage) dicetuskan oleh David Ricardo. Teori ini merupakan penyempurnaan dari teori keunggulan mutlak yang dicetuskan oleh Adam Smith.

Dalam buku Perdagangan dan Bisnis Internasional (2020) karya Jongkers Tampubolon, meskipun sebuah negara kurang efisien dalam memproduksi kedua komoditas, perdagangan yang menguntungkan antara kedua belah pihak masih bisa dilakukan.

Negara yang kurang efisien akan melakukan spesialisasi dalam produksi dan mengekspor komoditas yang memiliki kerugian absolut yang lebih kecil. Dari komoditas inilah negara tersebut memiliki keunggulan komparatif.

Berlaku sebaliknya, negara tersebut akan mengimpor komoditas yang memiliki kerugian absolut lebih besar.

Baca juga: Teori Merkantilisme

Dari dua hal tersebut memunculkan istilah yang dikenal sebagai Hukum Keunggulan Komparatif. Menurut buku Perdagangan Internasional (2018) karya Wahono Diphayana, dijelaskan bahwa keunggulan komparatif didasarkan pada dua hal, yaitu:

  • Keunggulan komparatif berdasarkan perbandingan biaya

Teori ini didasarkan pada nilai tenaga kerja yang menyatakan bahwa nilai atau harga suatu produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang dibutuhkan untuk memproduksinya.

Menurut teori ini, suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional apabila melakukan spesialisasi pada produk yang diproduksi lebih efisien.

Misalnya, lamanya waktu produksi untuk menghasilkan 1 kilogram gula dan 1 meter kain per tenaga kerja di Indonesia dan Malaysia digambarkan dalam Tabel 1.

Baca juga: Teori Keunggulan Mutlak

Tabel 1. Lamanya waktu untuk memproduksi 1 kilogram gula dan 1 meter kain di Indonesia dan Malaysia

Negara Produksi Produksi
  1 kilogram gula 1 meter kain
Indonesia 3 hari kerja 4 hari kerja
Malaysia 6 hari kerja 5 hari kerja

Dari Tabel 1, dapat dilihat bahwa Indonesia memiliki keunggulan mutlak dari Malaysia, baik dalam memproduksi gula maupun kain. Jika mengacu pada pandangan Adam Smith, hanya Indonesia yang dapat mengekspor gula dan kain ke Malaysia.

Akan tetapi, menurut David Ricardo, walaupun Indonesia mempunyai keunggulan mutlak pada kedua produk, perdagangan internasional yang menguntungkan kedua belah pihak masih bisa terjadi.

Yakni melalui spesialisasi apabila negara tersebut mempunyai keunggulan komparatif dari segi biaya atau efisiensi dalam bidang tenaga kerja. Perhitungan perbandingan biaya atau efisiensi tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perhitungan perbandingan biaya atau efisiensi tenaga kerja antara Indonesia dan Malaysia

Perbandingan biaya 1 kilogram gula 1 meter kain
Indonesia : Malayasia 3/6 hari kerja 4/5 hari kerja
Malaysia : Indonesia 6/3 hari kerja 5/4 hari kerja

Dari Tabel 2, dapat dilihat bahwa tenaga kerja Indonesia lebih efisien dibanding tenaga kerja Malaysia dalam produksi 1 kilogram gula (3/6 hari kerja atau ½ hari) daripada produksi 1 meter kain (4/5 hari kerja).

Baca juga: Pelaku Pasar Modal

Hal tersebut akan mendorong Indonesia melakukan spesialisasi pada produksi gula dan mengkespornya ke Malaysia.

Sebaliknya, tenaga kerja Malaysia ternyata lebih efisien dibanding tenaga kerja Indonesia dalam memproduksi 1 meter kain (5/4 hari kerja) daripada produksi 1 kilogram gula (6/3 hari atau 2 hari).

Hal tersebut akan mendorong Malaysia melalukan spesialisasi pada produksi kain dan mengekspornya ke Indonesia.

  • Keunggulan komparatif berdasarkan perbandingan produksi

Berdasarkan data pada Tabel 1, dapat dihitung produksi gula dan kain per satuan tenaga kerja per hari di Indonesia dan Malaysia, sebagaimana terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Produksi gula dan kain per satuan tenaga kerja per hari di Indonesia dan Malaysia

Negara Produksi setiap tenaga kerja per hari Produksi setiap tenaga kerja per hari
Indonesia 1/3 kilogram gula 1/4 meter kain
Malaysia 1/6 kilogram gula 1/5 meter kain

Berdasarkan Tabel 3, selajutnya dilakukan perhitungan perbandingan produksi atau produktivitas tenaga kerja antara Indonesia dan Malaysia. Perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perhitungan perbandingan produksi atau produktivitas tenaga kerja antara Indonesia dan Malaysia

Perbandingan produksi Gula Kain
Indonesia : Malaysia 1/3 : 1/6 = 6/3 1/4 : 1/5 = 5/4
Malaysia : Indonesia 1/6 : 1/3 = 3/6 1/5 : 1/4 = 4/5

Dari Tabel 4, dapat dilihat bahwa tenaga kerja Indonesia lebih produktif dibanding tenaga kerja Malaysia dalam produksi gula (6/3) daripada produksi kain (5/4).

Hal tersebut akan mendorong Indonesia untuk melakukan spesialisasi pada produksi gula dan mengekspor gula ke Malaysia.

Baca juga: Faktor yang Memengaruhi Nilai Tukar

Sebaliknya, tenaga kerja Malaysia lebih produktif dibanding tenaga kerja Indonesia dalam produksi kain (4/5 meter) daripada produksi gula (3/6).

Hal tersebut akan mendorong Malaysia Indonesia untuk melakukan spesialisasi pada produksi kain dan mengekspor kain ke Indonesia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Pernah dengar teori keunggulan komparatif? Teori ini membahas bagaimana negara yang nggak unggul tetap bisa berdagang dengan negara yang unggul. Seperti apa?

Sobat Zenius, coba sekarang elo lihat ke sekeliling elo, ya. Cek deh, barang-barang elo itu hasil produksi mana, sih?

Kalau dari gue nih ya, gue saat menulis artikel ini, menggunakan laptop yang merupakan produk Cina. Sedangkan, meja gue diproduksi di Yogyakarta, Indonesia. Wah mantap, produk lokal tuh. 

Kemudian, nggak jauh dari laptop gue, ada face mist, semacam semprotan penyegar wajah, yang diproduksi di Korea.

Di sebelahnya, ada pelembap bibir, tulisannya made in France. Baru sadar gue, barang-barang gue nih, udah keliling dunia lebih jauh dari gue, ya.

Terus, dari jendela, gue bisa melihat mobil tetangga gue yang merupakan produk Jepang.

Sebenarnya, Indonesia juga bisa memproduksi barang-barang yang gue sebutkan tadi. Namun, kenapa ya, banyak barang-barang dari luar negeri yang diimpor dan seliweran di pasar kita?

Ini nggak cuma terjadi di Indonesia saja, lho. Contohnya, negara besar seperti Amerika Serikat pun, juga mengimpor mobil dari Asia (terutama Jepang). Padahal, mereka kan mampu produksi mobil.

Nah, untuk menjawab itu, kali ini kita akan bahas teori keunggulan komparatif. Seperti apa, ya? Mari kita bedah teori ekonomi yang satu ini.

Teori Keunggulan Komparatif

Pada awalnya, teori keunggulan komparatif dikemukakan oleh seorang ekonom asal Inggris bernama David Ricardo (1772-1823), yang sekarang kita kenal sebagai ahli ekonomi klasik seperti Thomas Malthus, Adam Smith, dan James Mill.

Melalui bukunya yang berjudul On the Principles of Political Economy and Taxation (1817), David Ricardo membahas apa itu keunggulan komparatif atau dalam bahasa Inggris, comparative advantage.

Elo bisa melihat pembahasan dan contoh keunggulan komparatif di bab 7 yang berjudul On Foreign Trade (Mengenai Perdagangan Internasional) pada  buku tersebut.

Apakah yang dimaksud dengan keuntungan komparatif dalam perdagangan internasional
Buku the Principles of Political Economy and Taxation. (Dok. Wikimedia Commons, Wikipedia)

Teori keunggulan komparatif itu sebenarnya bisa diimplementasikan baik terhadap individu, perusahaan, maupun negara.

Namun, ketika membicarakan keunggulan komparatif, teori ini memang lebih sering dikaitkan dengan perdagangan internasional antar negara.

Lalu, apa pengertian keunggulan komparatif

Berdasarkan informasi dari Britannica (2021), keunggulan komparatif adalah teori ekonomi mengenai hubungan antara penyebab dan keuntungan perdagangan internasional, dengan perbedaan biaya peluang untuk memproduksi komoditas yang sama.

Dengan kata lain, menurut teori ini, perdagangan internasional itu bisa terjadi di antara negara manapun, baik negara besar maupun kecil, baik negara maju dan berkembang, asalkan ada keuntungan yang bisa dilihat dari perbedaan biaya peluang.

Biaya peluang di sini, seperti yang pernah dibahas pada artikel Ilmu Ekonomi dan Permasalahannya (2022), memiliki arti “… biaya yang timbul atau harus dikorbankan akibat seseorang memilih peluang atau kebutuhan yang dianggap paling terbaik dari pada pilihan yang ada”. 

Wah, itu gimana ya maksudnya? Supaya lebih mudah dipahami, kita coba langsung lihat contoh-contohnya saja, yuk.

Contoh Keunggulan Komparatif

Suatu ketika, ada seorang pengacara terkenal. Anggap saja namanya Budi. Nah, Budi ini punya keterampilan mengetik bagus banget, cepat, dan tepat. 

Walau begitu, ia memutuskan untuk menyewa seorang asisten tukang ketik bernama Doni, di mana ia harus membayar sebesar Rp100.000,00 per jamnya. Padahal, kemampuan tukang ketik tersebut ternyata di bawah Budi, lho.

Kenapa ya Budi memutuskan untuk menyewa tukang ketik? Aneh ya, sudah keluar duit, keterampilannya juga nggak sebagus Budi.

Usut punya usut, gaji Budi sebagai seorang pengacara itu Rp2 juta per jam. Jadi, daripada ia menghabiskan waktu satu jam untuk mengetik, mending ia fokus menemui klien dan mengerjakan kasus.

Apakah yang dimaksud dengan keuntungan komparatif dalam perdagangan internasional
Ilustrasi penghasilan pengacara dan tukang ketik. (Arsip Zenius)

Nah, Sobat Zenius bisa lihat ya, dari analogi di atas, bahwa walau tukang ketik tersebut nggak sejago Budi dalam mengetik, Budi tetap menyewa asisten karena adanya biaya peluang.

Bayangkan kalau Budi memilih untuk mengerjakan ketikan tersebut sendiri selama beberapa jam, berapa biaya peluang yang harus ia korbankan?

Sekarang, coba bayangkan kasus tersebut, tapi di dalam konteks perdagangan internasional antara negara.

Contoh lain, misalnya melalui ilustrasi tabel di bawah ini (tapi angka ini hanya ilustrasi ya, bukan berdasarkan data sebenarnya, hehe).

Apakah yang dimaksud dengan keuntungan komparatif dalam perdagangan internasional
Ilustrasi contoh kasus teori keunggulan komparatif. (Arsip Zenius)

Kalau dilihat sekilas, sebenarnya Thailand memiliki kemampuan produksi beras dan tomat yang lebih baik dibandingkan Indonesia.

Berarti, Thailand nggak perlulah ya, beli beras maupun tomat dari Indonesia? Eits, berdasarkan teori keunggulan komparatif, perdagangan antara Thailand dan Indonesia bisa terjadi.

Di tabel tersebut, kita bisa lihat bahwa Thailand bisa memproduksi 600 kg tomat dalam sehari, dan 300 kg beras dalam sehari. 

Melihat hal tersebut, Thailand akan lebih untung bila fokus memproduksi tomat, dan membeli beras dari Indonesia saja.

Di sisi lain, Indonesia lebih baik fokus produksi beras saja, karena toh Indonesia bisa menghasilkan lebih banyak beras dibanding tomat dalam sehari.

Dengan begitu, kedua negara tersebut bisa saling berdagang dan menguntungkan satu sama lain.

Oke, itulah contoh kasus teori keunggulan komparatif. Ternyata, cukup simpel ya? Ha! Implementasinya di dunia nyata nggak sesimpel itu, lho. 

Teori ini sejatinya terbatas, nggak mengikutsertakan berbagai faktor di dalam dunia perdagangan internasional. Contohnya, negara-negara di dunia itu nggak cuma tukeran dua komoditas saja, bisa beragam macamnya.

Selain itu banyak faktor produksi selain tenaga manusia, seperti modal, transportasi, keterampilan, manajemen, dan lain sebagainya, yang sangat bermacam-macam, semuanya nggak bisa dianggap konstan dan sama.

Ditambah lagi, pemerintah tiap negara biasanya punya kebijakan masing-masing untuk membatasi ekspor maupun impor demi kebaikan negeri.

Selanjutnya, kita akan membahas salah satu pertanyaan yang paling sering ditanyakan di sekolah, apa sih perbedaan keunggulan mutlak dan komparatif?

Perbedaan Keunggulan Mutlak dan Keunggulan Komparatif

Ketika Sobat Zenius belajar tentang perdagangan internasional  di sekolah, biasanya ada dua teori ekonomi yang dibahas, yaitu teori keunggulan mutlak dan teori keunggulan komparatif.

Teori keunggulan mutlak (atau absolut), menurut Britannica (2018), membahas tentang bagaimana suatu kelompok (bisa perusahaan, negara, dsb) memiliki kemampuan produksi yang mumpuni, baik itu dalam bentuk produk maupun jasa.

Teori ini dikemukakan oleh Adam Smith, seorang ekonom klasik terkenal, melalui karyanya yang berjudul An Inquiry into the Nature and Cause of the Wealth of Nations.

Singkat cerita, Om Smith menyampaikan bahwa negara tuh sebaiknya fokus memproduksi barang dan jasa tertentu, yang memang keahlian negara tersebut.

Sehingga, negara tersebut bisa mengekspor komoditas tadi dan mendapatkan kekayaan secara maksimal (Binus, 2017).

Sekarang bayangkan, misalnya Negara A punya keunggulan memproduksi kopi dan jagung. Sedangkan, Negara B bisa juga sih memproduksi kopi dan jagung, tapi nggak sebanyak A.

Kalau kita melihat teori keunggulan absolut tadi, nggak ada perdagangan internasional yang terjadi. Ya ngapain juga, kan Negara A lebih jago dan efisien dalam memproduksi dua komoditas tersebut.

Tapi kalau kita lihat perdagangan internasional yang sekarang, banyak tuh produk-produk luar negeri seliweran di suatu negara. Padahal, mungkin saja negara tersebut bisa memproduksi barang tersebut dengan lebih baik.

Nah, seperti yang sudah kita bahas sebelumnya, berdasarkan teori keunggulan komparatif, perdagangan internasional tetap bisa terjadi antara dua pihak, sekalipun salah satu pihak benar-benar lebih unggul dalam memproduksi semua komoditas.

Itulah pembahasan singkat soal teori keunggulan mutlak dan komparatif, ya. Mari kita simpulkan perbedaan utama antara keunggulan mutlak dan komparatif tadi.

Menurut teori keunggulan mutlak, negara dengan keunggulan mutlak saja yang mengekspor produk unggulan mereka, untuk mencapai keuntungan dan kekayaan maksimal.

Sedangkan menurut teori keunggulan komparatif, suatu negara yang jago produksi pun tetap bisa impor barang dari negara yang nggak jago-jago banget, dan tetap untung berdasarkan biaya peluang.

Sampai sini, apakah Sobat Zenius ada pertanyaan? Kalau elo punya pertanyaan maupun saran, boleh banget ya langsung saja komen di kolom komentar.

Sampai di sini dulu artikel kali ini, dan sampai jumpa di artikel selanjutnya. Ciao!