Apakah judul karya Raden Saleh yang terkenal pada zaman penjajahan?

LUKISAN karya Raden Saleh tidak hanya dikagumi oleh masyarakat dunia, tetapi juga diabadikan di dalam museum di beberapa negara. Salah satunya, Museum Galeri Nasional Singapura.

Karya pelukis yang bernama asli Saleh Sjarif Boestaman itu mampu menarik perhatian masyarakat Singapura yang datang ke museum ini. Lukisan sang maestro kanvas ini diletakan di sebuah ruangan di bagian UOB Southeast Asia Gallery.

Salah satu yang langsung menarik perhatian pengunjung adalah lukisan berjudul Forest Fire yang menyajikan pemandangan dramatis binatang-binatang liar yang dikejar api hingga ke ujung jurang.

Dalam lukisan itu, seekor harimau dilukiskan dengan raut wajah yang sangat tegas seperti sedang marah. Seekor kerbau berlari ketakutan, sehingga menyeruduk kerbau dan harimau lainnya ke dalam jurang.

Forest Fire dilukis Raden Saleh pada 1849 dan menjadi lukisan terbesar yang pernah dihasilkannya. Lukisan cat minyak tersebut merupakan hadiah kepada Raja Belanda William III pada 1850.

Senior Executive PR & Communications Museum Galeri Nasional Singapura Lum Xin Mun mengatakan lukisan Raden Saleh itu merupakan lukisan yang sangat menarik. Di samping karena ukurannya yang besar, lukisan itu bisa dilihat dari berbagai sudut pandang.

"Banyak hal yang tidak langsung terpancar dari lukisan ini, sehingga butuh waktu untuk meresapinya dan itu akan membuat sudut pandang menjadi berbeda," ucap Lum Xin Mun saat tur media di Museum Galeri Nasional, Singapura, Senin (16/1).

Benar saja, saat memasuki ruangan itu, mata pengunjung langsung terpana pada lukisan Raden Saleh. Beberapa di antara mereka langsung duduk di kursi depan lukisan dan memandangnya dengan kagum. Mereka saling berbicara mengagumi karya Raden Saleh tersebut. Pun, ada pula pengunjung yang menikmatinya sambil berdiri.

Tidak hanya Forest Fire, karya lukisan Raden Saleh lainnya juga dipampang dalam museum ini. Terdapat dua buah lukisan Gunung Merapi yang sedang meletus di siang dan malam hari. Lukisan itu dibuatnya pada 1865 dengan judul Merapi, Eruption by Day dan Merapi, Eruption by Night.

Selain itu, terdapat lukisan berjudul Wounded Lion yang dibuat Raden Saleh pada 1839. Dalam lukisan berukuran 88 x 108,5 cm itu, terlihat seekor singa yang mengerang karena ditusuk.

"Raden Saleh memang merupakan pelukis Indonesia yang sangat terkenal. Dia belajar melukis di Eropa dan karya-karyanya sangat dikenal baik," sahut Lum Xin Mun.

Tidak hanya karya Raden Saleh yang terpampang di Museum Galeri Nasional Singapura. Terdapat karya seniman Indonesia lain, seperti Mas Pirngadie dengan lukisan dirinya, Raden Kusumadibrata, dan lainnya. Lum Xin Mun mengaku tidak hafal secara pasti berapa karya seniman Indonesia yang menghiasi museum itu. Yang jelas, kata dia, hasil karya seniman Indonesia yang ada di sana merupakan hasil karya yang sangat baik dan bersejarah.

Museum Galeri Nasional Singapura merupakan museum yang berisi karya lukisan, benda bersejarah, dan karya seni sejak zaman kolonial hingga karya seni modern dari seluruh Asia Tenggara. Museum itu mulai dibuka untuk umum sejak November 2015. Terletak di seberang St. Andrew's Catedhral, pengunjung bisa menggapai museum tersebut dengan menggunakan bus dan Mass Rapid Transit (MRT).(OL-4)

Raden Saleh adalah seniman yang dikenal sebagai pelopor seni rupa modern Indonesia yang karya-karyanya bernilai tinggi dan telah dikenal luas oleh masyarakat dunia. Karena kemahirannya dalam melukis menggunakan teknik Barat (modern untuk masyarakat Nusantara), Tokoh penting Seni rupa Indonesia ini juga disebut sebagai Sang Pembaru.

Biografi Raden Saleh

Raden Saleh lahir dengan nama lengkap Raden Saleh Sjarif Bestaman di tahun 1807, tanggal lahir dan bulannya tidak diketahui. Lahir di Terboyo, dekat Semarang, Jawa Tengah dari Rahim  Mas Adjeng Zarip. Saat baru berusia sepuluh tahun, Raden Saleh diserahkan kepada pamannya yang menjabat sebagai Bupati Semarang, ketika Indonesia masih dikolonialisasi oleh Belanda (Hindia Belanda).

Raden Saleh sudah gemar menggambar dari sejak kecil. Bakatnya di bidang seni sudah mulai menonjol saat Saleh kecil bersekolah di sekolah rakyat (Volks-School). Tak jarang di kala gurunya sedang mengajar, ia malah asyik menggambar. Meskipun begitu, sang guru tak pernah marah, karena kagum melihat hasil karya muridnya.

Belajar kepada Pelukis asal Belgia A.A.J. Payen

Selain memiliki kepekaan terhadap seni yang tinggi, Saleh juga dikenal sebagai sosok yang ramah, sopan dan mudah bergaul. Karena sifatnya yang hangat dan supel itulah, Saleh tidak menemui kesulitan saat harus menyesuaikan diri dalam lingkungan orang Belanda. Karena sifatnya itu pula ia mendapatkan kesempatan dari Prof. Caspar Reinwardt untuk menjadi calon pegawai di Lembaga Pusat Penelitian Pengetahuan dan Kesenian di Bogor.

Di lembaga tersebut Saleh bertemu dengan seorang pelukis keturunan Belgia bernama A.A.J. Payen yang didatangkan dari Belanda untuk membuat lukisan pemandangan di Pulau Jawa, untuk hiasan kantor Departemen van Kolonieen Belanda. Payen tertarik pada bakat Raden Saleh dan berinisiatif memberikan bimbingan kepadanya.

Sebetulnya, Payen tidak terlalu menonjol di kalangan seniman lukis Belanda, namun peran mantan mahaguru Akademi Senirupa di Doornik, Belanda, ini nyatanya sangat membantu Raden Saleh untuk mendalami teknik seni lukis Barat. Ia mengajarkan berbagai teknik lukis Barat, misalnya teknik melukis dengan cat minyak. Payen juga mengajak Saleh muda dalam perjalanan dinas keliling Jawa untuk mencari model dan pemandangan untuk dilukis.

Karena kemampuan Raden Saleh yang dinilai Payen semakin matang, Ia kemudian mengusulkan agar anak didiknya itu mendapatkan pendidikan yang lebih baik di Belanda. Usulan itu kemudian mendapatkan dukungan yang positif dari G.A.G.Ph. van der Capellen, setelah Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1819 – 1826) itu melihat karya Raden Saleh.

Belajar ke Belanda

Pada tahun 1829, hampir bersamaan dengan patahnya perlawanan Pangeran Diponegoro oleh Jenderal Hendrik Merkus de Kock, Capellen memberangkatkan Saleh untuk belajar ke Belanda. Keberangkatannya bukan hanya untuk belajar seni lukis tapi mengemban tugas juga untuk mengajari Inspektur Keuangan Belanda de Linge mengenai adat-istiadat Jawa, Bahasa Jawa, dan Bahasa Melayu.

Di Belanda, Raden Saleh belajar di bawah bimbingan Cornelius Kruseman dan Andries Schelfhout. Semasa menimba ilmu di sana, kemampuan berkembang pesat. Kesempatan untuk bisa belajar di luar negeri benar-benar dimanfaatkan Raden Saleh. Dua tahun pertama ia memperdalam bahasa Belanda dan belajar teknik mencetak menggunakan batu.

Sedangkan di bidang seni, selama lima tahun pertama ia belajar melukis potret dari Cornelis Kruseman dan tema pemandangan dari Andries Schelfhout. Mereka berdua adalah seniman yang karyanya memenuhi standar mutu rasa seni orang Belanda pada saat itu.

Secara perlahan, namanya mulai dikenal, Raden Saleh bahkan menggelar pameran di Den Haag dan Amsterdam. Masyarakat Belanda sangat mengapresiasi karyanya. Mereka tidak menyangka seorang pelukis muda pribumi Hindia Belanda dapat menguasai teknik seni lukis Barat dengan baik.

Setelah studinya di Belanda selesai, Raden Saleh tidak langsung pulang ke Tanah Air, tapi justru mengajukan permohonan agar boleh tinggal lebih lama. Agar ia dapat mempelajari ilmu lain di luar melukis, yaitu ilmu pasti, ukur tanah, dan pesawat. Raja Willem I (1772-1843) dan pemerintah Hindia Belanda, mengabulkan permintaannya, dan menangguhkan kepulangannya ke Indonesia. Namun ia tidak mendapat beasiswa dari pemerintah Belanda lagi.

Saat pemerintahan Raja Willem II (1792-1849), Raden Saleh mendapat dukungan untuk meneruskan studinya. Ia dikirim ke Dresden, Jerman untuk menambah wawasannya. Ia tinggal selama lima tahun dengan status sebagai tamu kehormatan Kerajaan Jerman. Tahun 1843, Raden Saleh meneruskan petualangannya untuk menuntut ilmu ke Weimar. Setahun kemudian ia kembali ke Belanda dan menjadi pelukis istana kerajaan Belanda.

Menjelajahi Eropa

Meski telah banyak menghasilkan banyak masterpiece, keingintahuannya pada seni belum juga terpuaskan. Raden Saleh terus menggali kemampuannya dengan mempelajari seni lukis dari negara Eropa lain di luar Belanda. Selama kurun waktu tahun 1844-1851, Saleh tinggal dan berkarya di Prancis, di saat aliran romantisisme sedang berkembang di Eropa dari awal abad 19.

Wawasan seninya bertambah dengan menghabiskan waktu di sana. Ia sangat mengagumi karya pelukis Perancis yang dikenal sebagai tokoh romantisisme bernama Ferdinand Victor Eugene Delacroix (1798-1863). Sejak itu, ciri aliran romantisisme muncul dalam lukisan-lukisan Raden Saleh.

Sejak itu, Saleh mulai melukiskan pelbagai satwa liar yang dipertemukan dengan manusia. Seperti adegan-adegan perburuan hewan liar, yang merupakan salah satu ciri aliran romantisisme. Beberapa kritikus berpendapat bahwa melalui karyanya, ia menyindir hawa nafsu manusia yang terus mengusik makhluk lain. Misalnya dengan berburu banteng, rusa, singa, dan sebagainya. Saleh banyak mengembara ke banyak tempat untuk mencari sumber inspirasi yang ia cari.

Ketika berada di Eropa, ia menjadi saksi mata revolusi Februari 1848 di Paris, yang akhirnya turut mempengaruhi dirinya. Tahun 1846, dari Perancis, ia bersama pelukis Prancis kenamaan, Horace Vernet, pergi ke Aljazair dan tinggal selama beberapa bulan. Di situlah Raden Saleh mendapat inspirasi untuk melukis kehidupan satwa di padang pasir. Pengamatannya membuahkan sejumlah lukisan perkelahian satwa buas dalam ukuran-ukuran frame yang besar.

Negara Eropa lain yang pernah ia datangi adalah Austria dan Italia. Petualangannya di benua Eropa berakhir pada tahun 1851. Raden Saleh pulang ke Indonesia bersama istrinya, seorang wanita Belanda.

Pulang ke Hindia Belanda

Walaupun sempat menjadi pelukis kerajaan Belanda, ia tak sungkan mengkritik politik represif pemerintah Hindia Belanda. Meskipun mendapatkan pendidikan Barat, Raden Saleh tetap menjadi sosok yang menjunjung tinggi idealisme kebebasan dan kemerdekaan negara. Ia tetap menentang penindasan Belanda terhadap Nusantara. Pemikirannya itu digambarkannya dalam lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro oleh pemerintah kolonial Belanda.

Begitu pulang ke tanah kelahirannya, Raden Saleh ditunjuk menjadi konservator pada Lembaga Kumpulan Koleksi Benda-benda Seni. Di sela-sela kesibukannya, ia masih banyak menghasilkan karya berupa beberapa lukisan potret keluarga keraton dan pemandangan lokal. Di saat karirnya semakin melambung, Raden Saleh harus menghadapi kenyataan pahit karena pernikahan pertamanya berakhir dengan perceraian. Namun ia kembali membangun rumah tangga dengan seorang gadis keluarga ningrat keturunan Keraton Solo.

Setelah pernikahannya yang kedua, Ia tinggal di Batavia (Jakarta) di kawasan Cikini. Ia menghibahkan sebagian dari halamannya yang luas untuk dijadikan kebun binatang. Kini kebun binatang itu menjadi Taman Ismail Marzuki. Sedangkan rumahnya yang megah menjadi Rumah Sakit Cikini, Jakarta.

Kematian Raden Saleh

Sempat beredar cerita, kematian Raden Saleh akibat diracuni pembantunya yang sempat dituduh telah mencuri. Namun setelah dilakukan pemeriksaan oleh seorang dokter, diketahui bahwa aliran darahnya terhambat karena pengendapan yang terjadi di dekat jatungnya. Jenazahnya kemudian dikebumikan di TPU Bondongan, Bogor, Jawa Barat. Dalam koran Javanese Bode, dilaporkan bahwa pemakaman Raden Saleh “dihadiri sejumlah tuan tanah dan pegawai Belanda, serta sejumlah murid penasaran dari sekolah terdekat.”

Pada tahun 1883, dalam rangka memperingati tiga tahun kepergiannya, lukisan-lukisannya dipamerkan di Amsterdam, di antaranya berjudul Hutan Terbakar, Berburu Kerbau di Jawa, dan Penangkapan Pangeran Diponegoro. Lukisan-lukisan itu dikirimkan antara lain oleh Radja Willem III dan Pangeran Van Saksen Coburg-Gotha.

Penghargaan Raden Saleh

Raden Saleh banyak dikagumi di negara-negara Eropa. Berbagai penghargaan diberikan pada Raden Saleh. Di antaranya, bintang Ridder der Orde van de Eikenkoon (R.E.K.), Commandeur met de ster der Frans Joseph Orde (C.F.J.), Ridder der Kroonorde van Pruisen (R.K.P.), Ridder van de Witte Valk (R.W.V.), dan masih banyak lagi. Pemerintah Indonesia juga memberikan penghargaan pada tahun 1969 lewat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Yaitu Piagam Anugerah Seni sebagai Perintis Seni Lukis di Indonesia.

Lukisan Raden Saleh

Lukisan Raden Saleh banyak ditemukan di belahan dunia, karena Saleh memang sempat berpetualang ke negara-negara Eropa untuk menimba ilmu dan pengalaman. Perjalanannya tersebut juga banyak mempengaruhi gagasannya dalam berkarya.

Aliran Seni Lukis Raden Saleh

Aliran Seni lukis Raden Saleh banyak dipengaruhi oleh dua aliran utama yang sedang berdialog hangat di Barat pada masa hidupnya. Ia mempelajari teknik lukis setelah periode Renaisans banyak mempengaruhi dunia seni Barat. Namun Ia juga merasakan dampak dari aliran seni rupa yang sedang mapan pada saat itu, yakni aliran seni rupa romantisisme.

Ciri-ciri aliran romantisisme sangat kental pada karyanya setelah dia berpetualang ke negara-negara Eropa. Aliran romantisisme adalah aliran yang mengutamakan imajinasi, emosi, dan sentimen idealisme yang biasanya dituangkan melalui alegori alam. Karena itulah banyak lukisan Raden Saleh yang melibatkan satwa liar dan pemandangan alam yang dramatis. Bahkan lukisan suasananya pun tetap dibumbui oleh pencahayaan alam yang emosional.

Karya-Karya Penting Raden Saleh

Raden Saleh menghasilkan banyak sekali karya yang memuat pelbagai tema dan subjek. Teknik lukisnya banyak dipengaruhi oleh seniman-seniman Barat. Meskipun demikian Ia tidak lantas lupa pada tanah airnya sendiri. Hal tersebut dapat dilihat pada lukisan Penangkapan Diponegoro hasil karyanya.

Penangkapan Diponegoro (1857)

Penangkapan Pangeran Diponegoro. Oleh Raden SalehDeskripsi, Analisis dan Penafsiran Penangkapan Diponegoro

Pangeran Diponegoro dan pengikutnya tampak tidak membawa senjata pada lukisan ini. Keris di pinggang, ciri khas Diponegoro, pun tak ada. Tampaknya Raden Saleh ingin menunjukkan, peristiwa itu terjadi di bulan Ramadhan. Meskipun Saleh tidak sedang berada di Hindia Belanda pada peristiwa itu, ketika pulang ia langsung mencari pelbagai informasi mengenai berita penangkapan tersebut. Pangeran Diponegoro dan pengikutnya datang untuk berunding, namun gagal.

Diponegoro ditangkap dengan mudah karena jenderal De Kock tahu bahwa musuhnya sedang tidak siap untuk berperang di bulan Ramadhan. Meskipun tampak tegang, Pangeran Diponegoro tetap digambarkan berdiri dalam pose siaga. Wajahnya yang bergaris keras tampak menahan emosi, tangan kirinya menggenggam tasbih yang mungkin ingin menunjukan Beliau tetap bersabar dan tidak lupa pada yang Maha Kuasa ketika musibah menimpanya.

Dalam lukisan itu tampak Raden Saleh menggambarkan sosok yang mirip dengan dirinya sendiri. Sosok itu menunjukan sikap empati menyaksikan suasana tragis itu bersama pengikut Pangeran Diponegoro yang lain. Jenderal De Kock pun kelihatan tampak sangat segan dan menaruh hormat saat menangkap Pangeran Diponegoro menuju ke tempat pembuangan.

Perburuan Banteng (1855)

Perburuan Banteng. oleh Raden SalehDeskripsi, Analisis dan Penafsiran Perburuan Banteng

Pada lukisan ini tampak segerombolan manusia yang sedang memburu banteng. Mereka semua tampak beringas, menunjukan emosi yang siap untuk membunuh banteng yang berusaha untuk melawan. Tampak perlawanan banteng tersebut berhasil menjatuhkan salah satu pemburu yang berusaha menangkapnya.

Terdapat ciri paradoks dari Romantisisme disini, manusia seolah diputarbalikan menjadi mahluk yang buas (seperti hewan) yang berburu mangsanya. Padahal banteng bukanlah hewan yang lazim diburu di nusantara. Tidak ada budaya untuk memakan santapan daging banteng di Hindia Belanda, latar belakang Raden Saleh pada saat menciptakan karya ini.

Hewan yang dipertemukan dengan sifat agresif manusia ini tampak secara tidak langsung menyindir nafsu manusia yang terus mengusik mahluk lain. Padahal predator alami sendiri biasanya tidak berani untuk memburu banteng. Tapi manusia dengan nafsu yang tidak terbatas berani dan bahkan berhasil menaklukan hewan yang raja rimba saja tidak berani menyentuhnya. Singa berburu agar dapat bertahan hidup, berburu adalah satu-satunya sumber makanan baginya. Sementara manusia? Sebetulnya apa yang diburu dalam perburuan banteng itu?

Die Lowenjagd / Perburuan Singa (1839)

Perburuan Singa. oleh Raden SalehDeskripsi, Analisis dan Penafsiran Perburuan Banteng

Tampak segerombolan pemburu yang beretnis Timur Tengah (Arab) sedang berusaha untuk memburu Singa. Latar perburuan di gurun padang pasir yang sepertinya bukan habitat asli dari Singa. Singa memang hidup di savanna afrika, namun bukan di padang pasir timur tengah. Padahal Raden Saleh pernah berkunjung ke timur tengah dan pastinya mengetahui fakta ini. Perburuan singa yang berlatar di timur tengah ini tampaknya bukan hanya sekedar lukisan dokumentasi semata.

Pada tahun 1882 Inggris berhasil menaklukan Mesir dan beberapa negara Timur tengah lainnya. Singa dikenal sebagai lambang Kerajaan Inggris. Mungkinkah lukisan pertarungan dengan Singa ini mengalegorikan keadaan Timur Tengah pada masa itu? Dilihat dari korelasinya hal tersebut sangatlah relevan. Gambar pada lukisan ini adalah kumpulan simbol yang menyuarakan penjajahan Inggris pada masa itu. Meskipun Mesir telah kalah, mereka masih tetap ingin berjuang untuk merebut kembali kemerdekaannya.

Penutup

Salah satu yang menjadi catatan penting adalah banyak informasi yang mengatakan bahwa Raden Saleh adalah pelukis yang mengusung aliran romantisme. Aliran Seni lukis Raden Saleh bukan romantisme, melainkan Romantisisme. Kedua istilah tersebut memiliki makna yang berbeda bahkan diluar kenyataan bahwa romantisme bukanlah kata baku pada Bahasa Indonesia. Penjelasan lebih lanjut mengenai hal tersebut dapat dibaca di artikel:

Aliran Seni Rupa berdasarkan Periodisasi Sejarah Seni Dunia

Referensi

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA