Apa saja yang termasuk non deductible expense

PajakOnline.com—Deductible expense adalah biaya yang dapat digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan guna untuk dapat dikurangkan atas penghasilan kena pajak atau penghasilan brutonya yang akan menjadi pengurangan Wajib Pajak untuk mengetahui jumlah dari penghasilan neto yang akan digunakan sebagai dasar perhitungan PPh.

Namun, tahukan Anda bahwa pada dasarnya tidak semua biaya atau pengeluaran dapat menjadi pengurang penghasilan bruto untuk menghitung penghasilan kena pajak. Biaya-biaya tersebut disebut dengan istilah non deductible expense atau biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Ketentuan dalam kebijakan ini telah diatur dalam peraturan perpajakan yakni Nomor 36 Tahun 2008 UU PPh Pasal 9 ayat 1. Contoh dari non deductible expense adalah asuransi, saham, dividen, sisa hasil koperasi dan lainnya.

Dalam praktiknya, masing-masing negara memiliki kebijakan tersendiri terkait biaya apa saja yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Dengan begitu, tak menutup kemungkinan atas jenis biaya yang sama dapat diperlakukan berbeda antar satu negara dengan negara lainnya sehingga menimbulkan kesulitan bagi Wajib Pajak yang menjalankan kegiatan usaha atau menerima penghasilan dari dua negara atau lebih. Pada dasarnya, biaya yang tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto ialah biaya yang berkaitan dengan kepentingan pribadi Wajib Pajak.

Dengan kata lain, ketentuan umum biaya pengurang penghasilan bruto disebut dengan positive list. Sedangkan, ketentuan spesifik biaya yang tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto disebut dengan negative list.

Kemudian, terdapat keuntungan dari non deductible expense yaitu untuk menghindari kesulitan dalam mengidentifikasi biaya apa saja yang timbul dari kegiatan usaha Wajib Pajak dan memberikan panduan yang lebih sederhana bagi Wajib Pajak serta otoritas pajak dalam melakukan karakterisasi suatu biaya untuk tujuan pajak. (Atania Salsabila)

Darussalam,
Managing Partner DDTC

SECARA KONSEP, tidak semua biaya atau pengeluaran dapat menjadi pengurang penghasilan bruto untuk menghitung penghasilan kena pajak. Biaya-biaya inilah yang disebut dengan istilah non-deductible expense atau biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Pada umumnya, hampir semua negara yang mempunyai ketentuan umum mengenai biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Selain itu, juga melengkapi dengan ketentuan spesifik (list of tax non-deductible expense) untuk mengatur biaya apa saja yang tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto. Ini sebagaimana dinyatakan oleh Hrdinkova (2015), “The general definition of tax deductible expenses is often complemented by a list of tax non-deductible expenses…”

Dengan kata lain, ketentuan umum biaya pengurang penghasilan bruto disebut dengan positive list, serta ketentuan spesifik biaya yang tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto disebut dengan negative list.

Lebih lanjut, Burns dan Krever (1998) menyebutkan bahwa terdapat dua keuntungan yang bisa diperoleh suatu negara apabila terdapat kebijakan berupa ketentuan umum yang luas mengenai biaya pengurang penghasilan bruto dan diikuti dengan ketentuan khusus yang spesifik mengenai biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Pertama, untuk menghindari kesulitan dalam mengidentifikasi biaya apa saja timbul dari kegiatan usaha wajib pajak. Dalam praktiknya, sangatlah tidak mungkin bagi pembuat kebijakan pajak untuk merinci satu persatu jenis biaya yang ada dan kaitannya dengan perlakuan pajaknya.

Kedua, memberikan panduan yang lebih sederhana bagi wajib pajak dan otoritas pajak dalam melakukan karakterisasi suatu biaya untuk tujuan pajak. Khususnya, untuk mengkarakterisasi biaya yang jarang terjadi.

Secara konsep, biaya yang tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto adalah biaya yang berkaitan dengan kepentingan pribadi wajib pajak. Namun, ketentuan mengenai non-deductible expenses tidak dimaksudkan untuk mengkotak-kotakan suatu jenis biaya, mana yang bersifat untuk kepentingan pribadi dan mana yang bersifat produktif.

Ketentuan mengenai non-deductible expenses dirancang semata-mata sebagai bentuk pembatasan biaya pengurang penghasilan bruto. Ini sebagaimana dinyatakan oleh Alarcón-García (2015) dalam tulisannya berjudul Deductible and Non Deductible Expenses.

Lebih lanjut, Alarcón-García juga menjelaskan bahwa biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan penghasilan yang yang tidak dikenai pajak tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto.

Pada praktiknya, setiap negara mempunyai kebijakan masing-masing menetapkan biaya apa saja yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Akibatnya, terdapat kemungkinan atas jenis biaya yang sama dapat diperlakukan berbeda antara satu negara dengan negara yang lain.

Tentunya, ini dapat menimbulkan kerumitan tersendiri terutama bagi wajib pajak yang menjalankan kegiatan usaha dan/atau menerima penghasilan dari dua negara atau lebih. Alasannya, ketika menerapkan pengurang penghasilan bruto untuk menghitung pajak terutang di masing-masing negara, wajib pajak harus mengacu pada ketentuan dari masing-masing negara yang bersangkutan.

Merespons permasalahan tersebut, sekaligus sebagai langkah harmonisasi ketentuan pajak di negara Uni Eropa, pada tahun 2007, Kelompok Kerja yang diwakili oleh Comission Services dari European Union mencoba memberikan usulan mengenai biaya apa saja yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto atau yang mereka sebut dengan istilah list of non-deductible expenses.

Berdasarkan Kelompok Kerja tersebut, ketentuan biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto setidaknya harus memuat (Alarcón-García, 2015):

  1. pembagian laba, pengembalian modal atau utang, atau biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pemegang saham serta pihak-pihak yang berhubungan dengannya;
  2. biaya untuk kepentingan pribadi;
  3. 50% dari biaya hiburan;
  4. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan yang berasal dari laba ditahan;
  5. Pajak penghasilan;
  6. suap;
  7. denda dan penalti yang dibayarkan kepada pemerintah atas pelanggaran suatu undang-undang;
  8. biaya manajemen yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dividen dan keuntungan modal yang bukan merupakan objek PPh;
  9. hadiah dan sumbangan, kecuali kepada badan amal yang memenuhi kriteria umum;
  10. biaya yang berkaitan dengan perolehan, pembuatan, atau peningkatan aset tetap, kecuali yang berkaitan dengan kegiatan penelitian dan pengembangan.

Bagaimana dengan Indonesia?

Dalam konteks Indonesia, apa yang disebut dengan ketentuan non-deductible expenses atau negative list, diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh). Lebih lanjut, Penjelasan Pasal 9 ayat (1) UU PPh menjelaskan sebagai berikut.

Pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan wajib pajak dapat dibedakan antara pengeluaran yang boleh dan yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Pada prinsipnya biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai hubungan langsung dan tidak langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.

Adapun pembebanannya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa manfaat dari pengeluaran tersebut. Pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi pengeluaran yang sifatnya pemakaian penghasilan atau yang jumlahnya melebihi kewajaran.

  • salam,

    mohon bantuannya

    kawan2 ortax apa saja yg termasuk dari dedutible expense dan non deductible expense…?

  • Lihat Pasal 6 dan Pasal 9 UU PPh

  • Originaly posted by adhityatama:

    kawan2 ortax apa saja yg termasuk dari dedutible expense dan non deductible expense…?

    hehe,,panjang kalau di ceritainn

    sedikit kesimpulan deductible = yang berhubungan sama 3M

    non =tidak berhubungan dengan 3M

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA